Original
Network : Hunan Tv, iQiyi, Mango TV
Malam hari. Saat Jian Jian pulang, dia tidak
sengaja bertemu dengan Ling Xiao yang pergi membawa koper besar. Dan diapun
langsung mengejar Ling Xiao serta menanyai, apakah Ling Xiao mau pindah ke
rumah Ling Heping. Dan Ling Xiao menjawab tidak.
“Jadi,
kamu kembali ke Singapura?” tanya
Jian Jian. Lalu dia menahan tangan Ling Xiao. “Kamu ‘kan sudah bekerja dirumah sakit.”
Dengan
tajam, Ling Xiao menatap tangannya yang dipegang oleh Jian Jian. Dan dengan
canggung, Jian Jian melepaskan tangan Ling Xiao. Lalu dia menasehati Ling Xiao.
Dan Ling Xiao mengiyakan sambil terus berjalan.
Dengan
panik, Jian Jian meminta maaf dan mengakui bahwa dia salah, serta dia akan
intropeksi diri. Dan dia juga mengakui bahwa mereka berdua adalah kakak kandung
nya. Mendengar itu, Ling Xiao mengabaikan Jian Jian dan membuka kopernya.
“Kalian kembali memang hal yang membahagiakan.
Aku juga sangat senang, tapi kita memang tidak bisa seperti saat kecil lagi,” kata Jian
Jian, menjelaskan. “Kalian berikanlah aku waktu untuk
menerimanya,” pintanya.
Ketika koper
Ling Xiao terbuka, Jian Jian merasa terkejut. Karena ternyata isinya hanyalah
sampah. Dan Ling Xiao berniat untuk membuang itu.
“Kamu bukan mau pergi? Kenapa tidak bilang
dari awal,” keluh Jian
Jian.
“Kamu juga tidak tanya,” balas Ling
Xiao.
Tepat disaat
itu, Mingyue pulang. Dan dengan senang, Jian Jian langsung memeluknya serta
membantunya membawakan barang- barang belanjaan. Kemudian dia langsung berlari
pergi. Dan melihat itu, Ling Xiao tersenyum geli.
“Kalian bertengkar?” tanya
Mingyue, cemas.
“Tidak, kami berbagi isi hati,”jawab Ling
Xiao.
“Kalau begitu, baguslah. Aku kira, aku perlu
beri kesempatan agar kalian bisa bicara,” balas Mingyue, merasa lega.
“Terima kasih.”
Mingyue
kemudian memberitahu Ling Xiao bahwa akhir pekan nanti, mereka akan makan
hotpot. Dan Ling Xiao menerima undangan makan bersama itu dengan senang. Lalu
mereka berjalan pulang bersama- sama.
Ketika Jian
Jian keluar dari lift, dan melihat Ziqiu berdiri didepan pintu apatermennya.
Dia langsung bersembunyi dan memperhatikan nya secara diam- diam.
Ziqiu merasa
bingung, apakah dia harus membunyikan bel atau tidak. Lalu tepat disaat itu,
Zhuang Bei menelpon. Dan diapun meninggalkan kue yang dibawanya didepan pintu.
Lalu dia buru- buru masuk ke dalam apatermennya sendiri.
Melihat itu,
Jian Jian pun langsung masuk ke dalam apatermennya.
Zhuang Bei
menghubungi Ziqiu untuk melaporkan tentang berita He Mei, Ibu Ziqiu, yang tempo
hari Ziqiu lihat didekat lampu merah. Lalu setelah itu, Zhuang Bei, menanyai,
jika He Mei benar ada di kota ini, kenapa Ziqiu tidak meminta bantuan Ling
Heping saja untuk mencarinya, karena itu pasti akan lebih mudah. Dan mendengar
itu, Ziqiu hanya diam saja.
Tepat disaat
itu, Ling Xiao pulang. Dan Ziqiu pun langsung menutup telponnya dengan Zhuang
Bei.
Malam hari.
Ziqiu kesulitan untuk tidur. Dia terus kepikiran Ibunya, He Mei.
Tang Can
bertemu dengan Ayah nya diresotran hot pot. Dan mereka makan bersama. Lalu Ayah
Tang memberikan uang kepada Tang Can untuk kebutuhan sehari- hari. Tapi Tang
Can menolak, karena dia punya uang sendiri.
“Aku lihat lebih baik kamu cari pekerjaan yang
lebih stabil,” kata Ayah
Tang, menasehati.
“Kamu datang mengajariku? Tidak perlu katakan,
kemarin aku sudah katakan dengan jelas pada Ibu,” balas Tang Can, tidak senang.
“Untuk apa dendam pada Ibumu? Hampir tiga
bulan, kamu tidak pulang, bahkan tidak menelpon. Apakah perlu sampai begitu?” tanya Ayah
Tang.
“Dia sudah bilang, kan? Jika aku tidak patuh,
tidak cari pekerjaan, maka tidak perlu pulang,” balas Tang Can. “Dia ingin
aku dapat banyak uang. Dia selalu mengeluh dirumah, jika tahu akan begini, dulu
saat bisa bekerja, seharusnya syuting lebih banyak iklan dan dapat uang banyak
untuk beli rumah,” katanya,
mengulangi perkataan Ibu Tang.
Ayah Tang
meminta Tang Can untuk lebih mengerti dan mengalah pada Ibu Tang. Tapi Tang Can
tetap bersikap keras. Akhirnya Ayah Tang pun tidak membahas itu lagi serta
mulai lanjut makan.
Saat sampai
dikompleks apatermen, Tang Can mengingatkan Ayah Tang untuk menyetir dengan
hati- hati. Dan Ayah Tang mengiyakan. Lalu dia meminta Tang Cang untuk pulang
dan merayakan ulang tahun Ibu Tang beberapa hari lagi.
“Teman dan sepupu ada disana, aku pergi, dia
akan merasa malu,” kata Tang
Can, menolak.
“Cancan, dia Ibumu,” kata Ayah
Tang.
“Baik, aku akan hadir,” balas Tang
Can, dengan malas.
Pagi hari.
Ziqiu meminta beberapa vitamin Ling Xiao. Dan Ling Xiao menolak. Dan Ziqiu
mengeluh bahwa Ling Xiao begitu pelit.
“Kamu lupa. Setengah uang beli sayurmu itu
uangku juga,” kata Ling
Xiao, mengungkit.
“Begitu perhitungan antar saudara. Pelit,” keluh
Ziqiu.
Ketika Jian Jian sedang dalam perjalanan ke tempat kerja, dia tiba- tiba mendapatkan telpon bahwa Ziqiu mengalami kecelakaan.
Mendapatkan
kabar itu, dengan panik, Jian Jian meminta supir bus untuk berhenti. Tapi supir
bus menolak, karena mereka sekarang sedang berada dijembatan. Dan dengan cemas,
Jian Jian pun langsung menghubungi Tang Can dan memintanya bantuannya untuk
mengambilkan kartu ATM nya dan pergi ke rumah sakit Changgeng, karena Ziqiu
kecelakaan, dan Ayahnya bilang bahwa keadaan Ziqiu cukup parah.
“Berapa lama lagi, Pak? Kenapa jembatan ini
panjang sekali?” keluh Jian
Jian, karena panik.
“Jangan panik, Dik,” balas supir
bus.
Ziqiu yang
tidak sadarkan diri dibawa ke rumah sakit.
Setelah
turun dari bus, Jian Jian langsung merebut taksi penumpang lain.
Ketika telah
sampai dirumah sakit, Jian Jian langsung menanyai Tang Can, bagaimana kondisi
Ziqiu. Dan Tang Can kesullitan untuk menjelaskan.
“Saat diantar… wajahnya penuh darah. Dokter bilang sudah
berusaha,” jelas Tang
Can sambil menangis sedih. Dan Jian Jian merasa sangat syok.
Dengan
histeris, Jian Jian mulai menangis. Dan dia sama sekali tidak bisa mendengar, ketika
Tang Can menjelaskan bahwa dia hanya bercanda saja.
“Ada apa?” tanya Ling Xiao, cemas.
“Kak Ziqiu…” jawab Jian Jian sambil menangis keras.
“Aku hanya bercanda, bilang He Ziqiu…” kata Tang
Can, menjelaskan. Dan Ling Xiao mengerti.
Dengan
lembut, Ling Xiao menenangkan Jian Jian dan menjelaskan bahwa Ziqiu baik- baik
saja dan masih hidup. Mendengar itu, Jian Jian tertegun dan berhenti menangis
selama sesaat. Lalu Ling Xiao langsung memeluknya, dan Jian Jian lanjut
menangis lagi.
“Kamu tidak bisa bedakan? Hal ini kenapa
dijadikan candaan?” kata Ling
Xiao, memarahi Tang Can. Dan Tang Can merasa bersalah.
Perawat
menjelaskan kondisi Ziqiu kepada Li Haichao dan Ling Heping. Alasan Ziqiu
mengalami kecelakaan adalah karena Ziqiu memakan begitu banyak obat penenang.
Untungnya, Ziqiu cuma menabrak pohon saja. Jika Ziqiu menabrak mobil, maka
nyawa Ziqiu pasti akan melayang.
“Terima kasih,” kata Li Haichao dan Ling Heping.
Setelah
perawat pergi, Li Haichao menanyai, kenapa Ziqiu memakan begitu banyak obat
penenang. Dan Ziqiu menjelaskan bahwa dia tidak ada meminum obat penenang, dia
hanya meminum vitamin milik Ling Xiao saja.
“Pantas saja dia tidak mau memberikannya
padaku,” gumam
Ziqiu, akhirnya paham. “Dia sering tidak tidur, kukira dia baca
novel, ternyata dia tidak bisa tidur,”katanya, menjelaskan.
Mengetahui
hal itu, Li Haichao dan Ling Heping merasa terkejut. Lalu ketika Ling Xiao
masuk ke dalam kamar, mereka berdua menatapnya dengan serius. Dan Ling Xiao
merasa sangat heran dan bingung.
Ling Heping
memberitahu Li Haichao bahwa dia mau berbicara berdua dengan Ling Xiao. Dan Li
Haichao mengerti serta pergi.
“Nak, kamu tidak tidur, atau tidak bisa tidur?” tanya Ling
Heping, secara langsung.
“Tidur, hanya tidak bisa tidur lama,” jawab Ling
Xiao dengan jujur. “Pagi kadang aku tidur juga,” tambahnya,
supaya Ling Heping tidak terlalu khawatir.
Ling Heping mengeluh kesal, kenapa Ling Xiao tidak memberitahunya. Dulu setiap kali dia menelpon, Ling Xiao selalu saja menjawab ‘aku baik- baik saja’, ‘semuanya baik- baik saja’. Kepadahal kenyataannya tidak. Dan Ling Xiao menjawab bahwa dia takut, Ling Heping akan khawatir.a
“Semalam Ibumu menelponku. Dia bilang, kamu
kali ini datang mengunjungiku, begitu?” tanya Ling Heping, membahas masalah yang
satu lagi. Dan Ling Xiao diam, tidak menjawab. “Kamu sudah bekerja. Bisa membohongi hal ini?”
“Dia tidak akan setuju,” jawab Ling
Xiao, pelan.
“Dia tidak setuju, kamu juga harus jelaskan.
Bisa bohong sampai kapan?” tanya Ling Heping, menasehati. Dan Ling Xiao
diam lagi.
Ling Heping
akhirnya memutuskan bahwa dia akan menelpon Chen Ting. Walaupun harus memakai
cara paksa, dia akan melakukannya, karena hak asuh Ling Xiao ada padanya. Dan
Ling Xiao menjawab bahwa sekarang dia sudah dewasa, jadi Ling Heping tidak
memiliki hak asuhnya lagi. Juga untuk Chen Ting, dia yang akan menghubunginya
sendiri. Karena percuma Ling Heping berbicara kepada Chen Ting. Dan Ling Heping
mengerti serta setuju.
“Baiklah, kita diskusikan satu hal. Nak, kelak
jika ada masalah. Tidak peduli baik atau buruk, bisa tidak katakan pada Ayah?” pinta Ling
Heping. “Kamu sudah
dewasa. Ayah juga tidak bisa bantu apa-apa. Tapi kamu menderita, kamu harus
biarkan aku tahu. Bagaimana?” tanyanya. Dan Ling Xiao mengganggukkan
kepalanya.
Ziqiu merasa
bahwa kecelakaannya ini sepandan, karena Jian Jian menangisinya dengan keras,
yang berarti Jian Jian masih sayang padanya. Dan dengan kesal, Jian Jian
menjepit hidung Ziqiu, karena telah berbicara sembarangan.
“Ada apa dengan kakak?” tanya Jian
Jian, kemudian. Ingin tahu.
“Bagaimana aku tahu?” balas
Ziqiu.
“Kalian tinggal bersama, kamu malah tidak
tahu,” keluh Jian
Jian.
“Dia tidak menceritakan setiap hal,” balas
Ziqiu.
Ziqiu
menjelaskan bahwa dulu Ling Xiao sering sekali bercerita kepada Jian Jian. Tapi
sekarang Jian Jian jarang mau mendengarkan. Dan menyadari itu, Jian Jian merasa
agak tidak nyaman serta merasa bersalah. Lalu tanpa mengatakan apapun, dia
menyuapi buah ke dalam mulut Ziqiu.
Disaat itu,
Ling Xiao datang. Dan melihat nya, Ziqiu langsung bertanya. “Hei. Jian Jian
tanya, kenapa masih muda tidak bisa tidur?”
“Kamu juga ingin tahu, kan?” keluh Jian
Jian sambil menjepit hidung Ziqiu lagi. Dan Ziqiu mengingatkan Jian Jian untuk
hati- hati, nanti lukanya robek.
Awalnya Ling
Xiao merasa agak ragu untuk bercerita, tapi pada akhirnya dia bercerita juga.
Dia menderita imsonia, dan kata Dokter ini tidak apa- apa. Lalu dia sengaja
meletakkan pil tidur ke dalam botol vitamin, karena dia tidak ingin Ibu serta
adiknya tahu. Sebab dirumah, dia orang yang tidak boleh sakit.
Mendengar
itu, Ziqiu dan Jian Jian sama- sama terdiam. Mereka tidak tahu harus
berkomentar apa.
Dicafe. Jian
Jian memesankan segelas teh buah untuk Ling Xiao, karena Ling Xiao tidak boleh
lagi meminum kopi.
“Li Jian Jian kami, masih perhatian seperti
saat kecil, bahkan lebih dewasa seperti orang dewasa,” puji Ling
Xiao.
“Sekarang aku bisa mengatasi masalahku,”kata Jian
Jian dengan bangga. Lalu dia menceritakan tentang studionya.
Secara
perlahan dan tanpa sadar, Jian Jian tidak merasa canggung lagi kepada Ling Xiao.
Serta mereka mulai berhubungan seperti dulu. Mereka mengobrolkan banyak hal dan
macam- macam hal.
Ling Xiao
memberitahu Jian Jian bahwa dia ada menyukai seseorang. Wanita itu sangat
cantik dan manis. Mendengar itu, Jian Jian jadi ingin tahu lebih lanjut. Tapi
Ling Xiao langsung mengalihkan pembicaraan.
Ling Xiao
menceritakan tentang luka dibahunya. “Saat masak bubur, aku tidak sengaja
menjatuhkannya. Semuanya mengenai bagian bahu. Tidak terasa terlalu panas, jadi
aku bersihkan pecahan mangkuk. Kemudian saat ke kamar mandi, aku baru menyadari
bahwa baju dan kulit sudah menyatu.”
“Dengar saja sudah sakit,” komentar
Jian Jian.
Dengan
lembut, Ling Xiao mengelus kepala Jian Jian dan memberantakin rambut nya. “Tenang,
sudah tidak sakit lagi.”
“Kubilang jangan sentuh kepalaku,” keluh Jian
Jian, kesal. Karena rambutnya jadi berantakan.
Mingyue
datang menjenguk Ziqiu. Sambil membawakan buket bunga dari Tang Can. Dia
meminta Ziqiu untuk jangan marah lagi, karena dia sudah memarahi Tang Can. Dan
Ziqiu membalas bahwa dia sama sekali tidak marah, malahan dia ingin berterima
kasih. Jika bukan karena ini, dia akan mengira Jian Jian sungguh membencinya.
“Otakmu rusak?”
ejek Mingyue.
Disaat itu,
Jian Jian dan Ling Xiao pulang sambil membawakan segelas kopi untuk Mingyue. Sedangkan
tidak untuk Ziqiu.
Jian Jian
mengantarkan Mingyue yang ingin pergi. Mingyue menjelaskan bahwa dia sudah
membawakan semuanya untuk Jian Jian dan Ling Xiao, seperti peralatan mandi dan
pakaian ganti. Lalu dia tidak bisa menemani Jian Jian malam ini, karena dia ada
wawancara. Dan Jian Jian mengerti, serta tidak masalah.
Mingyue
kemudian menanyai tentang Imsonia yang Ling Xiao derita. Lalu dia menebak,
apakah ini ada hubungannya dengan Chen Ting. Dan Jian Jian membenarkan. “Hati- hati
nanti kakak mu kembali ke sana lagi. Adiknya itu sangat manja dengannya, kan?” kata
Mingyue, menasehati.
“Aku sudah besar, dia punya kaki sendiri, mau
kemana terserah padanya. Lagipula pria lebih mandiri, mungkin suatu hari akan
dibawa pergi oleh wanita liar,” balas Jian Jian dengan sikap acuh.
“Kalau itu mau gimana lagi?” balas
Mingyue sambil tertawa dengan gugup. Lalu dia pamit dan pergi.
Ziqiu
menatap Ling Xiao dan Jian Jian makan ubi dengan begitu nikmat. Dan dia juga
ingin, tapi mereka berdua tidak mengizinkannya. Jadi Ziqiu pun menatap ke arah
langit malam.
“Aku ingat saat kecil langit tidak seperti
ini,” komentar
Ziqiu. “Kalian masih
ingat? Saat musim panas berteduh di komplek, Ayah bilang selain bulan dilangit,
bintang yang paling terang adalah Dewa Taibai.”
“Apapun tidak terlihat,” kata Jian
Jian sambil ikut menatap ke langit.
“Tentu tidak terlihat. Sekarang lampu kota
sangat terang. Berbeda dengan saat kecil,” balas Ling Xiao, sambil menatap langit juga.
Ziqiu
kemudian menceritakan bahwa saat dia barusaja ke Inggris, setiap hari dia ingin
pulang. Karena dia tidak mengerti bahasa disana, tidak terbiasa makanannya, dan
tidak tahan menghadapi Zhao Huaguang setiap harinya. Asalkan dia melihat
pesawat dilangit, dia ingin lompat naik dan pulang. Mendengar itu, Jian Jian berkomentar
bahwa dia sangat mengerti. Saat di televisi, penerus kedua tidak ingin mewarisi
kekayaan keluarga, dia sangat ingin mewakilinya, tapi tidak ada yang datang
mencarinya.
“Aku cari kamu. Kelak aku cari banyak uang
untukmu,” kata Ziqiu,
menawarkan.
“Tidak, mulut pria tidak bisa dipercaya,” tolak Jian
Jian.
Mendengar
itu, Ling Xiao mengetok kepala Jian Jian. “Kamu hanya pandai bicara. Jika pintar, cepat
putuskan Ran itu.”
“Benar, putuskan. Dilihat saja, dia bukan
orang baik,” kata Ziqiu,
setuju.
Dengan tegas,
Jian Jian menolak untuk memutusi Ran. Dan dengan serius, Ling Xiao menyuruh
Jian Jian untuk berpikir, apakah Jian Jian benar- benar menyukai Ran.
“Intinya aku cukup senang,” kata Jian
Jian, bersikap acuh.
“Senang apanya? Kentut…” umpat Ling
Xiao, pelan.
“Apa?” tanya Jian Jian, tidak dengar.
“Kakak bilang dia kentut,” kata Ziqiu,
menfitnah Ling Xiao. Dan Jian Jian tidak percaya.
Jian Jian
dan Ling Xiao kemudian sama- sama mempermainkan Ziqiu. Dengan menawarkan ubi
mereka, tapi pada akhirnya mereka tidak membiarkan Ziqiu untuk makan sedikit
pun. Dan mereka berdua lalu tertawa dengan keras.
Saat hari
semakin malam, Ling Xiao dan Jian Jian sama- sama merawat Ziqiu. Ling Xiao
memberikannya obat. Dan Jian Jian memberikannya air.
Kemudian
Jian Jian dan Ling Xiao membaca buku bersama. Sedangkan Ziqiu tidur.
Judul buku. Dua anak kesepian dikota.
Dia sangat diam, tidak pernah menyapa
orang lain. Semuanya merasa, dia anak aneh. Aku merasa biasa saja. Terkadang
aku juga tidak suka bicara.
Aku sering melihatnya duduk disudut toko
buku, membaca dengan tenang. Sama sekali tidak pedulikan dunia luar. Tidak tahu
mengapa, aku selalu bisa bertemu dengannya disini. Dia terlihat kesepian
seperti ku.
Membaca cerita dibuku itu, Jian Jian jadi teringat akan Ling Xiao dulu. Saat mereka masih kecil. Lalu dia menatap Ling Xiao yang tertidur di bahunya. Dan diapun berhenti membaca buku tersebut.
Keesokan
harinya. Ran datang ke rumah sakit untuk menjenguk Ziqiu. Melihat
kedatangannya, Ling Xiao serta Ziqiu merasa tidak senang.
“Kak, kamu baik- baik saja?” tanya Ran,
perhatian.
“Menurutmu, baik- baik saja?” balas Ziqiu
dengan ketus.
“Kenapa bicara begitu?” tegur Jian
Jian.
Ran kemudian
memberikan hadiah yang dibawanya. Dan Jian Jian meminta Ling Xiao untuk membukanya.
Dan ketika melihat isinya, Ziqiu sama sekali tidak mengerti barang seni apa
itu. Begitu juga dengan Ling Xiao. Namun Jian Jian merasa senang menerima itu.
Ketika
perawat datang untuk memeriksa Ziqiu, Ran terus menatap ke arah pantat si
perawat. Lalu dia mendapatkan inspirasi dan mulai menggambar.
Melihat itu,
Ziqiu dan Ling Xiao merasa kesal. Namun Jian Jian langsung menenangkan mereka
untuk tidak terlalu memikirkan itu. Karena Ran hanya sedang berkarya saja.
Ketika Ran
akan pulang, Ling Xiao mengajak nya untuk makan siang bersama. Dan Ran pun
mengiyakan.
Direstoran.
Ling Xiao memberitahu Ran bahwa tidak ada salahnya untuk hanya berteman saja
dengan Jian Jian, tapi untuk berpacaran, Ran harus lebih serius.
“Pacaran harus seserius apa?” tanya Ran,
tidak mengerti.
“Serius pertimbangkan, apakah sepadan karena percintaan singkat, malah mengorbankan teman baik yang satu jiwa,” kata Ling Xiao, menasehati.