Original
Network : Hunan Tv, iQiyi, Mango TV
Saat makan, seperti biasa Ziqiu suka
memberikan dagingnya kepada Jian Jian. Dan melihat itu, Bibi Qian memberitahu
Li Haichao betapa sayang nya Ziqiu kepada Jian Jian, dan dia menyarankan agar
Li Haichao menjadikan Ziqiu sebagai menantu saja.
Mendengar itu, Ziqiu hanya diam saja.
Sedangkan Li Haichao tertawa sambil menjelaskan bahwa sekarang Jian Jian sudah
punya pacar.
Ketika Jian Jian telah pergi dan Li Haichao
pergi ke dapur, Bibi Qian mendekati Ziqiu dan menanyai, apakah ada kabar dari
He Mei. Dan Ziqiu menjawab dengan jujur bahwa Ibunya tidak pernah menghubungi
nya.
“Kamu
harus baik- baik nasehati Ayahmu. Jangan selalu dimanfaatkan wanita. Ayah mu
masih mudah, masih bisa mencari. Jika beberapa tahun lagi, akan sulit mencari
lagi,” kata Bibi Qian, membujuk Ziqiu untuk bantu
membicarakan ini kepada Li Haichao.
“Baik,
baik,” jawab Ziqiu.
“Kamu jangan
hanya ‘baik, baik’ saja,” omel Bibi Qian. “Kamu harus perhatikan. Jika kalian
semua sudah menikah, seperti burung yang terbang meninggalkan sarang, Ayahmu
bagaimana? Tidak seperti aku. Jika aku sampai punya masalah otak atau yang
lainnya, aku masih ada suamiku untuk memanggil ambulans,” jelasnya.
Tepat disaat
itu, Li Haichao keluar dari dapur. Dan dia menghentikan Bibi Qian untuk
berbicara aneh- aneh. Dan Ziqiu tertawa geli.
Ketika Jian
Jian sedang berbaring diatas sambil memandangi langit malam, Ling Xiao datang.
Tapi Jian Jian mengira itu adalah Ziqiu, jadi diapun memanggil nama Ziqiu dan
berbicara padanya. Dan saat dia menyadari bahwa ternyata yang datang adalah
Ling Xiao, dia langsung berdiri dengan panik.
“Kenapa kamu
pulang?” tanya Ling Xiao.
“Aku
mengunjungi Ayah,” jawab Jian Jian, canggung.
“Ziqiu juga
pulang?” tanya Ling Xiao, lagi. Dan Jian Jian mengangguk. “Menghindariku?” tebaknya.
“Tidak, tidak,” jawab Jian Jian dengan cepat.
Ling Xiao
kemudian duduk ditempat Jian Jian berbaring barusan, dan melihat itu, Jian Jian
merasa ragu, apakah dia harus duduk atau pergi saja. Lalu diapun memutuskan
untuk memulai pembicaraan. Dia menanyai, apa yang sedang Ling Xiao pikirkan.
“Kamu lebih suka Ziqiu, kan?” tanya Ling
Xiao dengan yakin. “Setelah Ziqiu datang, jika kamu ditindas,
kamu langsung berpikir untuk minta Ziqiu membalas. Kalian diam- diam ke tempat
bermain, ke warnet, dan membuat masalah. Tidak pernah membawaku,” tuduh Ling
Xiao, merasa terluka.
“Kamu tidak izinkan aku berkelahi, tidak
izinkan aku bermain, kamu selalu mengaturku,” omel Jian Jian, membela diri.
“Kalian tengah malam makan cemilan diselimut
juga tidak membawaku,” tuduh Ling Xiao lagi, masih merasa terluka.
“Hei. Karena kamu tinggal diatas, bagaimana
mengajakmu?” balas Jian
Jian, bertanya. “Lagian kamu
setelah gosok gigi tidak mau makan lagi,” keluhnya.
Mendengar itu,
Ling Xiao diam dan menatap Jian Jian dengan tajam. Dan Jian Jian pun langsung
terdiam dengan canggung. Lalu dia berusaha untuk memperbaiki suasana. Dia
beryanyi dan mengulurkan kedua tangannya. Tapi Ling Xiao malah mengabaikan
uluran tangannya.
“Saat seseorang terluka, akan mengepal tangan
melindungi telapak tangan,” kata Ling Xiao. Dan dengan bingung, Jian
Jian menatap kedua tangannya. “Aku telapak atau punggung?” tanyanya.
Mendengar
itu, Jian Jian tertawa frustasi. Lalu dia duduk ditempatnya dan meminum bir
nya.
Ketika toko
sudah duduk, Ziqiu kembali dan mengajak Li Haichao untuk berbicara dengan
serius. Dan Li Haichao merasa agak bingung ada apa.
Dengan
gugup, Ziqiu menceritakan kepada Li Haichao bahwa Jian Jian sudah putus dengan
Ran. Dan dia menyukai Jian Jian. Tapi dia belum memberitahu Jian Jian, karena
dia ingin meminta persetujuan dari Li Haichao terlebih dahulu.
“Jika aku tidak setuju?” tanya Li
Haichao dengan hati- hati.
“Aku akan tunggu kamu setuju, baru kuberitahu
dia,” jawab
Ziqiu.
“Jika Xiao Jian menolak?” tanya Li
Haichao, ingin tahu.
“Aku akan kejar dia. Dan lebih baik lagi
padanya. Akan ku kejar,” jawab Ziqiu dengan sangat serius.
Mendengar
itu, Li Haichao tertawa. Lalu dia menceritakan pendapatnya. Selama ini orang-
orang selalu bilang, kalau Ziqiu itu pendiam seperti He Mei dan tidak punya
perasaan, Ziqiu selalu membawa Jian Jian keluar dan membuat masalah. Namun
menurutnya, diantara mereka bertiga, Ziqiu adalah anak yang paling polos. Ziqiu
selalu mengikuti Jian Jian, karena takut Jian Jian akan ditindas. Tapi Jian
Jian selalu saja menyalahkan Ziqiu, dan Ziqiu malah menerima disalahkan demi
Jian Jian. Kemudian Ling Xiao, saat dia tidak bisa mengatur Jian Jian, dia akan
melampiaskan nya kepada Ziqiu.
“Dia sebenarnya bukan melempar kesalahan, dia
takut kalian akan menyalahkan nya,” kata Ziqiu, membela Jian Jian.
“Kalian sudah dewasa. Punya pemikiran sendiri.
Aku tidak bisa urus lagi,” balas Li Haichao sambil menghela nafas.
“Ayah, aku merasa Ayah sedang marah,” kata Ziqiu
dengan gugup.
“Aku tidak marah,” balas Li
Haichao sambil tertawa. “Begini… berikan aku waktu, ya. Biarkan aku pikirkan,” pintanya.
Dan Ziqiu mengiyakan. “Kamu juga harus pikirkan dengan baik,” katanya,
mengingatkan.
“Ya, Ayah. Aku tulus…”
“Aku tidak mencuriga ini,” sela Li
Haichao dengan tegas. “Ziqiu, kamu harus janji, meskipun hal ini
tidak berhasil, juga harus bisa mundur. Kamu harus tetap menjadi kakak nya.
Bagaimana?” tanyanya.
“Baik. Ayah, aku janji,” jawab Ziqiu
sambil memegang tangan Li Haichao.
Saat pulang
ke rumah, Jian Jian mengeluh karena tubuhnya banyak digigiti oleh nyamuk,
sedangkan Ling Xiao tidak ada sama sekali. Lalu dia berniat untuk memakai obat,
tapi Ling Xiao merebut obatnya dan membantunya memakaikannya. Dan Jian Jian
merasa sedikit canggung.
“Hal yang aku katakan, kamu pikirkan baik-
baik. Kamu bisa coba dengan Ran, kenapa tidak denganku?” tanya Ling
Xiao, membujuk.
“Hal ini tidak bisa asal coba,” keluh Jian
Jian, menolak. “Aku dan Ran
adalah contoh gagal.”
Dengan
tegas, Ling Xiao memaksa Jian Jian untuk mengubah pola pikir. Dia ingin Jian
Jian menganggap nya sebagai pria. Dan dengan frustasi, Jian Jian memberikan
perumpamaan bahwa kalau sapi tidak mau minum air, maka tidak bisa dipaksa. Dan
Ling Xiao membalas bahwa dia tidak memaksa, tapi jika Jian Jian ingin meminum
air, maka hanya ada satu yaitu dirinya. Lalu supaya tidak ada penghalang
didalam hubungan mereka, maka dia akan memberitahu orang- orang terdekat
mereka. Contohnya dia sudah memberitahu Xixi.
Mengetahui
itu, Jian Jian merasa terkejut sekaligus merasa lega, karena setidaknya Ling
Xiao belum memberitahu Mingyue. “Kamu tenang dulu. Menurutku masalah ini bukan
masalah besar,” kata Jian
Jian sambil mengipasi Ling Xiao menggunakan bantal.
“Seperti apa?” tanya Ling Xiao, ingin tahu.
“Aku akan pikirkan. Aku akan pertimbangkan.
Aku taruh air ini didepanku dulu. Bagaimana?” tanya Jian Jian, mencoba bernegosiasi.
“Baik,” jawab Ling Xiao, setuju. “Lalu, Ziqiu…”
“Ah!!!” teriak Jian Jian, panik. “Kak Ziqiu
tidak boleh tahu. Jika dia tahu, maka habislah. Dia pasti akan merasa kita
mengucilkannya. Dia akan ribut,” jelasnya, dengan gugup.
“Dia itu sangat polos, tidak tahu juga bagus,” kata Ling
Xiao, setuju. Dan Jian Jian tertawa senang.
Ling Xiao
kemudian ingin lanjut memakaikan obat untuk Jian Jian. Tapi saat dia baru saja
menyentuh kaki Jian Jian sedikit, Jian Jian langsung melompat ketakutan. Dan
melihat sikap manis nya itu, yang seperti kelinci kecil, Ling Xiao tertawa.
“Baiklah. Aku pulang mandi. Kamu cepat tidur,” pamit Ling
Xiao.
“Kamu juga tidak nyenyak, tidur nyenyak,” balas Jian
Jian, merasa lega.
Sebelum Ling
Xiao pergi, dia teringat sesuatu. Dia berbalik dan memberitahu Jian Jian bahwa
dia sulit tidur. Jika hari ini Jian Jian terus menghindarinya nanti seperti
kemarin, maka dia pasti akan lebih sulit tidur. Mendengar itu, Jian Jian merasa
kesal, karena Ling Xiao seperti mengancamnya.
Lalu setelah
Ling Xiao pergi, Jian Jian pun langsung mulai memekik. “Kamu kuliah
begitu lama di Singapura sampai otakmu rusak. Dasar bodoh. Siapa yang bisa kamu
ancam? Apa aku orang yang bisa kamu ancam?” teriaknya, kesal. Lalu dia memukul sofa
dengan perasaan frustasi. “Kehidupan lalu aku berhutan padamu,” keluhnya.
Tepat disaat
itu, seseorang datang. Dan Jian Jian mengira itu adalah Ling Xiao, jadi diapun
langsung bersembunyi. Tapi ternyata yang datang adalah Ziqiu. Dan dia merasa
sangat lega. Lalu dia meminta Ziqiu untuk bantu memakaikan obat nyamuk di
kulitnya yang digigit.
“Aku masih lebih nyaman bersamamu,” komentar
Jian Jian, merasa nyaman. Dan mendengar itu, Ziqiu merasa senang. “Disini,” tunjuk Jian
Jian.
“Jangan garuk. Aku taruh minyak angin,” kata Ziqiu
dengan perhatian.
Dengan
gugup, Ziqiu kemudian menyatakan cintanya. Dan mendengar itu, Jian Jian
langsung menendang Ziqiu dan ingin menjauhinya. Tapi Ziqiu menangkap kakinya
dan tidak mau membiarkan nya pergi. Dia terus mencoba menyakinkan Jian Jian
untuk mau bersama- sama dengannya, supaya dia bisa menjaga Jian Jian, dan
selain itu, tidak akan ada perubahan lain. Juga jika mereka punya anak, maka
dia yang akan menjaga anak mereka.
“Kamu gila. He Ziqiu, apa kamu gila?” teriak Jian
Jian sambil memukul- mukul Ziqiu. “Aku anggap kamu kakak ku, kamu ingin aku
melahirkan anakmu. Jika Ayahku tahu apa yang yang akan dia pikirkan?” protesnya.
“Aku sudah beritahu Ayah,” teriak
Ziqiu dengan tegas. Dan Jian Jian langsung berhenti memukulinya. “Dia minta
aku pikirkan. Dan aku sudah pikirkan.”
Mengetahui
itu, Jian Jian merasa sangat stress dan menjauhi Ziqiu. Dengan serius, dia
menanyai, siapa saja yang sudah Ziqiu beritahu. Dan Ziqiu menjawab Zhuang Bei.
“Kamu jangan sampai beritahu Kakak. Sekarang
otaknya bermasalah. Kamu jangan buat dia gila lagi,” pinta Jian
Jian, mengingatkan Ziqiu untuk berjaga- jaga.
“Aku tahu otaknya memang kurang baik. Tapi
setelah kita bersama…”
“Kita tak mungkin bersama,” tegas Jian
Jian.
“Aku akan lebih baik lagi menjagamu,” janji
Ziqiu.
Jian Jian
merasa sangat gila dan dia mulai membacakan puisi mengenai awan gelap, petir,
dan badai yang akan datang. Lalu dia masuk ke dalam kamar. Dan Ziqiu merasa
bingung.
“Aku akan berusaha untuk lebih baik padamu,” teriak
Ziqiu, berjanji. Dan Jian Jian diam, mengabaikannya.
Hari ini
malam terasa sangat panjang bagi setiap orang. Jian Jian merenung didalam
kamarnya sambil memainkan senter. Karena dia sama sekali tidak bisa tidur.
Ling Xiao
menghabiskan waktu dengan membaca buku didalam kamarnya.
Ziqiu sibuk
menghitung pengeluaran cafenya didalam kamarnya.
Li Haichao
merenung dan berpikir panjang sambil berbolak- balik, karena dia sama sekali
tidak bisa tidur.
Pagi hari.
Jian Jian tidak ikut sarapan, karena dia sudah berangkat bekerja duluan. Jadi
dimeja makan hanya ada Ling Heping, Li Haichao, Ziqiu, dan Ling Xiao saja.
Saat makan
Li Haichao menceritakan dengan jujur kepada Ziqiu tentang He Mei. Pertama, He
Mei pernah datang untuk membayar hutang kepadanya. Kedua, dia memberikan alamat
He Mei yang sekarang kepada Ziqiu. Ketiga, He Mei sudah mempunyai anak berumur
4 tahun dengan suaminya sekarang. Mengetahui itu, Ziqiu merasa sedih dan
kecewa, tapi dia berpura- pura tidak peduli.
“Dia… dia tahu aku pulang?” tanya
Ziqiu, memastikan.
“Tahu,” jawab Li Haichao.
“Dia ingin menemuiku?” tanya Ziqiu, lagi. Dan Li Haichao tidak bisa menjawab. “Aku tidak mau cari dia,” kata Ziqiu, memutuskan.
Dengan
tegas, Ling Xiao menyarankan Ziqiu untuk pergi menemui He Mei. Dan beritahu He
Mei, jika dia tidak mau lakukan tugas orang tua, maka kelak jika ada perubahan,
maka jangan datang mencarinya dan meminta tanggung jawab darinya. Seperti yang
dilakukan oleh Chen Ting.
Mendengar
itu, Ziqiu diam, karena dia merasa sedih. Lalu diam melanjutkan memakan
sarapannya tanpa mengatakan apapun.
Ziqiu
berhenti didepan restoran McDonald.
Flash back
He Mei
membelikan hamburger untuk Ziqiu. Dan Ziqiu memakan itu dengan senang. Lalu He
Mei membelikan hamburger satu lagi kepada Nenek. Tapi Nenek tidak mau menerima
nya dan membuang nya. Melihat itu, Ziqiu merasa kasihan kepada Ibunya.
“Ibu tidak menikah dengan Paman Li?” tanya
Ziqiu, ingin tahu. Dan He Mei mengiyakan. “Kenapa?”
“Karena diantara kami tidak ada cinta,” jawab He
Mei.
“Cinta itu apa? Jika tidak ada itu, tidak bisa
menikah?” tanya
Ziqiu, heran.
“Tidak ada cinta juga bisa menikah, tapi
pernikahan itu tidak bahagia,” jawab
He Mei, menjelaskan.
Mendengar
itu, Nenek berhenti bekerja. Sedangkan Ziqiu terus bertanya- tanya kepada He
Mei, karena ingin tahu. Sebab dia juga menyukai keluarga Li Haichao, karena Li
Haichao sangat baik padanya. Li haichao membuatkan makanan enak untuknya,
tersenyum padanya, dan mencuci baju nya.
“Lebih baik dari aku sebagai Ibumu,” kata He
Mei, sedikit sedih.
“Aku paling suka Ibu,” tegas
Ziqiu, menghibur He Mei.
He Mei
kemudian pamit kepada Ziqiu. Dia meminta Ziqiu untuk mendengarkan Nenek dengan
baik dan bersikap patuh. Nanti setelah dia mendapatkan pekerjaan, maka dia akan
kembali dan menjemput Ziqiu.
“Meski Shenzhen adalah ladang emas, apa ada
bagianmu? Aku anggap kamu kesulitan, dan sudah jadi pintar. Kamu wanita yang
bercerai dan membawa anak, menikah dengan orang baik, apa yang tidak baik?” teriak
Nenek, mengomeli He Mei. “Apa kamu masih ingin cari orang kaya?” tuduhnya. “Dihadapan
anakmu masih bahas tentang cinta. Dasar tidak tahu malu!”
Mendengar
itu, He Mei merasa sedih. “Aku akan mengirim uang pulang.”
“Kamu hidupi saja dirimu sendiri! Jangan
membual disini. Membesarkan putri sungguh tidak berguna. Selama ini kamu tidak
membantu keluarga, ya sudahlah. Tapi aku masih harus membiayai anakmu. Dasar
tidak berguna!” balas
Nenek, kesal.
“Ibu. Kelak aku akan berbakti pada Ibu,” janji He
Mei. Tapi Nenek tidak mau percaya dan mengusirnya untuk pergi saja.
He Mei
kemudian pamit kepada Ziqiu. Dan pamit kepada Nenek juga. Dia mencium dahi
Ziqiu. Lalu dia berlutut memberikan hormat untuk Nenek. Setelah itu, dia
membawa koper nya dan berjalan pergi.
“Ibu! Ibu harus cepat menjemputku,” teriak
Ziqiu. Dan He Mei tersenyum mengiyakan sambil melambaikan tangannya.
Flash back
end
Setelah
berpikir sejenak, Ziqiu pergi menuju ke salon He Mei.
Disalon.
Ziqiu menjelaskan kepada karyawan disana bahwa dia adalah anak dari teman He Mei.
Dan dia meninggalkan alamatnya kepada si karyawan. Karena He Mei sedang tidak
berada di salon. Setelah itu dia pergi darisana.
Distudio.
Jian Jian memesan banyak buku komik. Komik itu bercerita tentang kakak yang
jatuh cinta kepada adiknya. Dan ketika Du Juan datang, dengan panik dia
langsung menyembunyikan semua buku komiknya ke dalam laci meja.
Tapi pada
akhirnya, Jian Jian tetap ketahuan oleh Du Juan dan juga Zhuo Miao. Dan dengan
gugup, dia beralasan bahwa dia hanya penasaran saja. Tapi mereka berdua tidak
percaya dan menatap nya dengan penuh arti. Lalu dengan frustasi dia pun pergi
untuk mencari inspirasi baru saja.
Ketika Jian
Jian pergi, Zhuo Miao menanyai Du Juan dengan berbisik kecil. “Karya bos Li
Jian Jian, jika kelak lari, apa akan berpisah denganmu?” tanyanya,
karena ada perusahaan internasional yang tertarik dengan hasil karya Jian Jian
dan ingin membeli hak cipta nya.
“Tidak mungkin. Semua urusan kantor aku yang
urus,” kata Du
Juan dengan yakin. “Pikiran Jian Jian itu ada pada karya. Kami itu
ada bagian tersendiri dan selalu bersatu.”
“Memang seperti itu, jika uang yang didapat
sedikit, tidak masalah. Jika sudah banyak pasti berbeda,” balas Zhuo
Miao, berpikiran cukup picik. “Kamu buat kontrak dengannya,” katanya,
menyarankan.
“Aku ingatkan kamu. Kelak jangan bahas ini
lagi. Jian Jian tidak seperti itu,” tegas Du Juan, kesal.
Mendengar
itu, Zhuo Miao langsung mengubah sikapnya dan membujuk Du Juan untuk jangan
marah. Lalu diapun lanjut untuk bekerja.
Ziqiu terus
berharap dan menunggu He Mei untuk datang ke tempatnya sampai dirinya tidak
bisa fokus dalam membuat kue, dan terus membuat kesalahan- kesalahan kecil.
Seperti lupa menaruh gula ke dalam kue.
Ling Xiao
datang ke studio kerja Jian Jian dan mengajak nya untuk makan siang bersama.
Dan disana, Jian Jian memperkenalkan Ling Xiao kepada Du Juan. Lalu mereka pun
pergi bersama.
Saat
berjalan bersama, Ling Xiao mengulurkan tangannya dan meminta Jian Jian
memberiksan satu tangan padanya. Dan Jian Jian menolak. Namun karena Ling Xiao
terus memaska, maka Jian Jian pun memegang tangan nya. Dan kemudian mereka
berjalan bersama sambil bergandengan tangan.
Setelah
membeli ponsel baru untuk Ling Xiao. Mereka berdua pergi ke café. Dan
disana, Jian Jian membantu menginstalkan aplikasi untuknya.
Selesai ponsel
baru itu diinstal, Jian Jian melihat Mingyue ada mengirimkan pesan. Dan Ling
Xiao menyuruh Jian Jian untuk melihatnya saja. Dan Jian Jian pun melihatkan
pesan itu.
Tidak perlu memberiku jawaban lagi. Aku
melihatmu mencium Li Jian Jian. Sebelumnya aku berpikir berlebihan, aku salah
paham. Beberapa hari ini aku akan cari rumah dan segera pindah. Mohon tunggu
sampai aku pindah, baru umumkan. Terima kasih.
Membaca pesan itu, Jian Jian merasa terkejut dan stress. “Kalian mencelakaiku,” keluhnya. Dan Ling Xiao merasa bingung ada apa.