Original
Network : Hunan Tv, iQiyi, Mango TV
Ketika Jian Jian dan Mingyue pulang, Tang Can
sedang mencobai pakaian barunya. Dan melihat mereka sudah pulang, dia
memamerkan pakaian nya dengan bangga.
Lalu ketika Tang Can kembali masuk ke dalam
kamar untuk mencoba pakaian yang lain. Jian Jian dan Mingyue duduk dengan
perasaan gugup diruang tamu. Untuk menghilangkan perasaan gugup, Mingyue
meminum sekaleng bir, sedangkan Jian Jian memakan semangka seperti biasa.
“Yang ini?” tanya Tang Can sambil menunjukkan
baju baru nya yang lain. “Aku beli tiga baju. Merek ini musim lalu diskon 40%.
Ini hanya 1.300 Yuan,” jelasnya dengan bangga.
Mendengar itu, Jian Jian menyenggol lengan
Mingyue sedikit. Dan Mingyue pun langsung bereaksi. “Cantik,” puji nya.
“Dengar harga saja sudah bagus,” puji Jian
Jian juga, dengan agak canggung.
“Aku temui mereka pasti harus berpakaian
bagus dan rapi, tak boleh murahan. Dan kali ini yang kutemui bukan asisten
sutradara, tetapi sutradara dan produsernya langsung menguji aktingku. Dan
pemeran utamanya itu Sun Li,” jelas Tang Can dengan bersemangat dan senang.
Tang Can kemudian berniat untuk mengganti
pakaian satu lagi untuk mereka lihat. Tapi Jian Jian menghentikannya, dan
menyuruh nya untuk berbicara dengan Mingyue sebentar.
“Bukan kau
yang bantu bilang?” tanya Mingyue, terkejut. Dan Jian Jian
menjawab tidak. “Tadi kau sudah bilang,” tuduhnya.
“Aku tidak
bilang. Katakan sendiri,” balas
Jian Jian sambil mendorong Tang Can. Kemudian diapun mundur dan menjauh.
Setelah mengetahui apa yang Mingyue ingin
katakan, dengan santai Tang Can menjelaskan bahwa dia sudah tahu itu dari dua
hari lalu, saat dia tidak sengaja melihat foto Mingyue dilayar hp Zhuang Bei.
Dan dia sudah berbicara jelas dengan Zhuang Bei. Jadi kelak mereka akan menjadi
teman saja. Lagian saat itu, dia hanya terlalu bersemangat sedikit saja. Dan
sekarang dia sudah akan mulai syuting, jadi dia tidak ada waktu untuk
berpacaran lagi.
Mendengar itu, Mingyue merasa sangat lega.
Begitu juga dengan Jian Jian yang diam- diam mendengarkan diruang makan.
“Dulu kau
merasa, dia ini lumayan, 'kan? Atau kau coba saja,” kata Tang Can, menyarankan. “Jangan pikirkan Ling Xiao lagi,” tegas nya.
Mendengar itu, senyum Jian Jian meredup. Dan
dia menusuk- nusuk daging semangka menggunakan sendok nya.
“Li Jian
Jian, makan saja semangkanya, kenapa menusuknya?” tanya
Tang Can, tidak nyaman mendengarkan Jian Jian terus menusuk- nusuk daging
semangka.
“Kenapa
galak padaku? Aku hanya penonton,” balas
Jian Jian, pura- pura tidak peduli.
“Orang
yang kusukai menyukai Yueliang. Yang Yueliang sukai menyukai Li Jian Jian.
Kesimpulannya aku yang paling rendah di rumah ini,” kata Tang Can, merasa sedikit depresi.
“Aku sudah
blokir telepon dan WeChatnya. Kelak aku tak mau bertemu dengannya,” balas Mingyue, menjelaskan dengan emosi.
“Perlukah
begitu?” tanya Tang Can, heran. “Kau tak menyukainya juga tak perlu begini,
'kan? Jauhi pelan-pelan saja. Lagi pula, ada yang menyukaimu cukup bagus, 'kan?” katanya, merasa sedikit kasihan pada Zhuang
Bei.
“Jangan
katakan lagi. Aku paling benci ada yang mengejarku,” bentak Mingyue. Kemudian dia masuk ke dalam
kamar nya.
Mendengar itu, Tang Can merasa sangat bingung
dengan Mingyue. Sedangkan Jian Jian sama sekali tidak peduli dan tidak mau
berkomentar, karena dia hanyalah penonton saja.
Direstoran. Sambil minum- minum bersama,
Zhuang Bei mengeluhkan sikap Ziqiu yang tidak ada bercerita apa- apa kepada
nya. Kepadahal mereka adalah teman. Setiap dia ada kesusahan atau apapun, dia
selalu menceritakan nya kepada Ziqiu. Tapi Ziqiu ada kesusahan, malah tidak.
“Intinya kau teman terbaikku, tetapi karena
harga diriku tak mengizinkan. Selalu merasa ditinggalkan. Itu hal yang sangat
memalukan,” kata Ziqiu,
mengakui kesalahan nya.
“Memalukan? Mau bahas memalukan, aku lebih
memalukan,” balas
Zhuang Bei, mendengus sedih. “Setelah
ditolak, tak bisa berteman lagi. Bahkan WeChat pun diblokir,” katanya
dengan sedikit tertawa kering.
Zhuang Bei
kemudian mengalihkan pembicaraan. Dia menanyai, apakah Ziqiu akan berakhir
begitu saja dengan He Mei. Dan Ziqiu mengiyakan. Menurutnya, perkataan Li
Haichao benar, hidup He Mei juga tidak mudah dan He Mei tidak jahat. Perkataan
Jian Jian juga benar, He Mei tidak memaksa dirinya untuk menjaga He Mei dihari
tua. Bahkan demi masalahnya, He Mei sampai menelpon Huaguang. Jadi dia
mengganggap masalah nya dengan He Mei sudah selesai. Dan dia ingin melangkah
maju. Karena itu, dia tidak ingin orang lain untuk mengasihani nya.
Mendengar
itu, Zhuang Bei tidak berkomentar. Dia mengangkat gelas nya dan bersulang
dengan Ziqiu.
Pagi hari.
Saat sarapan Ziqiu membahas masalah Zhuang Bei dihadapan Mingyue. Dan Mingyue
langsung menyuruh Ziqiu untuk jangan membahas itu serta dia meminta Ziqiu untuk
memberitahu Zhuang Bei bahwa mereka berdua sungguh tidak cocok, jadi jangan
mencarinya lagi.
Mendengar
itu, Jian Jian dan Ling Xiao tertawa geli. Sedangkan Ziqiu merasa agak kasihan
kepada Zhuang Bei. Tapi dia menghormati keputusan Mingyue.
Dengan
perhatian, Jian Jian mengambilkan bakpau dan menaruhnya dipiring Ziqiu. Dan
Ziqiu mengeluh, karena sedari tadi Jian Jian terus saja memberikan bakpau
kepadanya. Lalu dia meminta Jian Jian untuk tidak perlu mengirimkan pesan
kepadanya. Karena dia sangat baik, bahkan suasana hatinya juga sangat baik.
Mendengar
itu, Jian Jian menjadi agak muram, sebab sebenarnya dia hanya ingin
menyemangati Ziqiu saja.
“Bukan tak boleh kirim pesan. Pilih yang
paling lucu. Aku tak mau yang biasa,” kata Ziqiu, memperbaiki kata- katanya supaya
Jian Jian tidak murung.
“Baik,” kata Jian Jian dengan bersemangat.
Dengan
sengaja, Ling Xiao kemudian mengambilkan satu bakpau dan menaruhnya dipiring
Ziqiu. “Adik, makan,” katanya,
perhatian.
“Kamu sengaja?” keluh Ziqiu. Dan Jian Jian tertawa.
Tepat disaat
itu, Tang Can keluar dari kamar. Dia berputar didepan mereka dan menanyakan
pendapat mereka tentang penampilannya. Dan mereka semua memuji betapa cantiknya
Tang Can.
“Kali ini harus berhasil. Aku mau membuktikan
diri,” kata Tang
Can, penuh tekad. Karena itu, diapun akan melewatkan sarapan sekarang. Dan
mereka semua mendukung nya secara penuh.
Jian Jian
kemudian mengambilkan bakpau dan menaruhnya lagi di piring Ziqiu. “Kak, makan,” katanya
dengan perhatian.
Dengan
kesal, Ziqiu diam dan menatap Jian Jian serta Ling Xiao yang tertawa.
Tang Can
sampai cepat ditempat janjian. Dan dia menunggu dengan perasaan penuh harap
serta deg- degan.
Mingyue
berlari ke arah mobil Ibunya dengan panik. Lalu dia menanyai Ibu Ming, ada apa.
Dan Ibu Ming menceritakan bahwa dia memanggil bukan karena ada apa- apa, dia
hanya bercanda saja. Mengetahui itu, Mingyue merasa lega sekaligus capek. Dan
Ibu Ming tertawa serta memberitahu bahwa dia datang untuk memberitahukan sebuah
kabar bagus.
“Ada gedung baru dibangun di seberang rumah
kita, 'kan? Perumahan yang elit. Desainnya sangat bagus. Intinya, di lingkungan
pendidikan,” kata Ibu
Ming dengan bersemangat. Sambil menunjukkan brosur nya.
“Ibu, aku baru tamat, aku tak punya uang beli
rumah,” kata
Mingyue, mengingatkan.
“Tunggu kau beli rumah, itu harus tunggu
sampai kapan?” balas Ibu
Ming dengan agak ketus. “Aku sudah diskusi dengan ayahmu, kami bantu
bayar 50% cicilan rumah.”
“Gajiku satu bulan hanya ribuan Yuan saja.
Mana ada uang cicil rumah?” keluh Mingyue, menolak.
“Gajimu selama dua tahun ini tak akan cukup
bayar cicilan. Ibu bantu bayar dulu, setelah kau ganti pekerjaan, gajimu
bertambah sudah bisa bayar cicilan rumah. Coba pikir, sekarang kau tinggal di
luar, bukankah harus bayar uang sewa? Lebih baik gunakan uang itu beli rumah
sendiri,” balas Ibu
Ming, menjelaskan. “Intinya tak perlu khawatir, kau bawakan buku
aktamu padaku saja. Nanti saat akan membayar cicilan, mungkin butuh kau ke
sana. Yang lain tak perlu kau urus, Ibu bantu kau urus.”
Mingyue
tetap menolak untuk membeli rumah tersebut. Tapi ternyata Ibu Ming sudah
membayar uang muka untuk rumah itu dan tidak bisa ditarik lagi. Mengetahui itu,
Mingyue merasa stress.
“Ibu ingin beri kejutan. Aku pertimbangkan
untukmu dan beli rumah untukmu. Kau malah marah padaku,” kata Ibu
Ming, sedih dan kecewa.
“Aku tidak marah,” kata
Mingyue, menurunkan emosinya. “Aku hanya merasa tekananku terlalu besar.
Uang pensiun kalian untuk aku beli rumah.”
“Ibu tahu kau patuh, memikirkan kami. Tetapi
tak apa, kami masih muda, masih bisa kerja,” balas Ibu Ming,
bersemangat kembali. “Wanita harus punya rumah agar lebih kuat di
mata mertua. Bawa pulang dan lihatlah. 200.000 Yuan. Ini gaji ayahmu untuk satu
tahun,” jelas Ibu
Ming.
Dengan
pasrah, Mingyue pun menerima brosur yang Ibu Ming berikan padanya. Lalu tepat
disaat itu, Zhuang Bei menelpon.
Zhuang Bei
meminjam telpon orang lain untuk menelpon Mingyue. Dia mengajak Mingyue untuk
bertemu dan sekarang dia sudah didepan kantor Mingyue.
“Aku sudah melihatmu,” kata
Mingyue, setelah keluar dari mobil Ibu Ming. Dan melihatnya, Zhuang Bei
langsung berlari ke arah nya.
Zhuang Bei
meminta maaf kepada Mingyue, lalu dia menjelaskan bahwa dia tidak ingin
berakhir buruk dengan Mingyue.
“Aku sungguh tak menyukaimu, setiap kali
mengingatmu, aku akan tak nyaman. Kau membuatku tak nyaman, sungguh,” kata
Mingyue dengan penuh emosi. “Jangan menyukaiku lagi,” tegas nya.
Lalu dia pergi.
Dengan
sedih, Zhuang Bei terdiam ditempat nya sambil menundukkan kepala.
Tang Can
terus menunggu, tapi sudah satu jam, belum juga ada yang datang. Kemudian
setelah cukup lama, akhirnya produser dan sutradara film akhirnya datang. Dan
Tang Can merasa sangat senang.
Tang Can
melakukan pengenalan diri secara singkat. Lalu dia mengikuti permintaan
produser serta sutradara untuk berdiri dan menunjukkan tubuh nya dari depan,
sisi samping, dan belakang. Setelah itu, dia memberitahukan tingginya, ketika
ditanya.
“Silahkan duduk. Tadi kau bersedia mencoba
beberapa peranan, benar, 'kan?” tanya produser. Dan Tang Can mengiyakan
dengan bersemangat. “Begini. Kau suka dengan Sun Li?”
“Aku selalu ingin bekerja sama dengannya,” jawab Tang
Can.
“Sekarang kau punya kesempatan untuk itu,” kata
produser dengan pasti. Dan Tang Can merasa sangat senang. Tapi kemudian dia
dikecewakan.
“Pinggang Sun Li terluka. Film kita ini
menceritakan hancurnya keluarga persilatan. Dalamnya banyak adegan perkelahian.
Meski Sun Li ingin melakukannya, tetapi banyak gerakan yang tak bisa dia
lakukan. Jadi kami butuh orang yang tinggi dan bentuk badan, yang sangat mirip
dengannya untuk melakukan itu semua. Dan Sun Li sendiri setelah melihat fotomu,
juga merasa sangat mirip. Tentu dengan kemampuanmu memerankan pengganti memang
terlalu disayangkan. Tetapi, jika kau menerima penawaran kami. Film kami
selanjutnya pasti akan pertimbangkan kamu,” kata produser dengan sikap ramah.
Mendengar
itu, Tang Can merasa sangat kecewa. Tapi dia maih memaksa kan dirinya untuk
tersenyum.
Dalam
perjalanan pulang, Tang Can merenungkan semuanya. Perkataan saudaranya,
perkataan orang tuanya, dan perkataan orang- orang disekitar nya. Dan dalam
sekejap, dia merasa sangat lelah sekali.
Jian Jian
berniat membelikan sepatu untuk hadiah ulang tahun Ling Xiao. Dan Du Juan serta
Zhou Miao menemani nya. Lalu Mingyue menelpon dan mengajak untuk bertemu sore
ini. Dan Jian Jian pun mengiyakan dengan cepat.
Dicafe. Tang
Can dan Mingyue menceritakan permasalahan mereka masing- masing kepada Jian
Jian. Dan dengan perhatian, Jian Jian mendengarkan dengan baik.
Dimulai dari
Tang Can. Dia menceritakan kejadian hari ini. Dia dipanggil ternyata bukan
untuk diberikan peran didalam film, melainkan dia di panggil untuk di jadikan
pemeran pengganti Sun Li. Dan dia sangat kecewa pada dirinya sendiri, sebab
dulu dia masih bisa mendapatkan beberapa peran, tapi sekarang malah jadi
pemeran pengganti.
Gantian
Mingyue yang menceritakan permasalahannya. Hari ini dia bolos bekerja, karena
dia stress dengan permintaan Ibunya yang ingin membeli rumah. Rumah yang ingin
Ibunya ambil itu rumah elite yang mahal. Dia khawatir bila mereka mengambil
rumah tersebut, maka seluruh harta keluarga mereka akan langsung habis, jika
ada sesuatu yang terjadi.
“Dulu saat SMA, merasa kelak tempat yang
dituju seperti jalan ke Roma begitu banyak. Hasilnya sampai sekarang baru
menyadari semua jalan menuju Roma tertulis "jalan ini tak bisa
dilalui",” kata Tang
Can, merasa geli sendiri.
“Aku punya satu jalan, yaitu mengikuti jalan
ibuku, melewati jalannya,” kata Mingyue sambil menghela nafas lelah. “Aku tahu dia
tidak mudah. Seumur hidupnya mengelilingiku dan ayahku. Dia menganggap karirnya
adalah aku dan ayahku. Asalkan kami baik-baik saja, maka dia sudah sukses.”
“Tak bisa begini terus. Kita sudah 25 atau 26
tahun, bukan 15 atau 16 tahun. Dengan kata ibuku, dia di umur seperti kita ini,
sudah cari kerja menghidupi keluarga,” kata Tang Can, mulai bersemangat lagi.
“Benar, tak bisa begini lagi. Jika tidak tetap
akan terkurung terus,” kata Mingyue setuju, diapun kembali bersemangat lagi.
Mendengar
Mingyue dan Tang Can menceritakan tentang Ibu masing- masing, Jian Jian hanya
diam saja. Dia teringat akan kesusahan Ayahnya.
“Aku mengingat suatu kali aku pulang, kemudian
melihat ayahku mengupas bawang. Aku ingin permainkan dia, bercanda dengannya.
Aku tanya dia, apa yang dia lakukan. Dia mengeluarkan kaca matanya kemudian
seperti ini. Membalas WeChatku seperti ini. Satu kalimat dia ketik selama dua
menit. Karena aku pernah bilang usahakan jangan pakai pesan suara, pakai ketik
saja,” kata Jian
Jian, menceritakan kesedihannya. “Saat itu aku merasa, ayahku sudah tua.”
Flash back
Suatu saat,
Jian Jian sengaja mempermainkan Ayahnya, dia mengirim kan pesan dan menanyai,
apa yang sedang Ayah lakukan. Dan sambil memakai kacamata, Li Haichao
mengetikkan pesannya. Setelah itu, dia melepaskan kacamata yang dipakainya dan
tampak kelelahan.
Melihat
Ayahnya sedang mengupas bawang, tapi mengatakan bahwa dirinya sedang menonton
TV. Jian Jian merasa sedih.
“Ayah, kelak jangan ketik. Aku bekerja
tanganku kotor, pakai pesan suara saja,” kata Jian Jian, berniat baik supaya mata
Ayahnya tidak terlalu lelah.
“Baik, turuti kamu saja. Kelak kukirim pesan
suara,” balas Li
Haichao dengan cepat. Dan mendengar itu, Jian Jian merasa sedih, tapi dia
menahan kesedihannya.
Flash back
end
Tang Can,
Jian Jian, dan Mingyue saling berpelukan untuk menyemangati dan menghibur satu
sama lain.
Saat mereka
bertiga pulang, mereka membuka kiriman yang dikirimkan oleh orang tua Tang Can.
Dan isi kirimannya sangat luar biasa. Ada banyak macam- macam makanan yang
sangat enak.
“Itu, kalian bereskan. Aku telepon ayahku
dulu,” kata Tang
Can, pamit pergi ke dalam kamar.
“Hei… Terima kasih pada Bibi,” kata
Mingyue. Dan Tang Can mengiyakan.
Didalam
kamar. Tang Can menelpon Ayah Tang dan memberitahu bahwa dia sudah menerima
makanan yang dikirimkan padanya. Dan Ayah Tang menceritakan bahwa makanan itu
dibuat oleh Ibu Tang, tapi Ibu Tang tidak berani mengatakan apapun. Jadi dia
yang mengirimkannya.
“Apakah dia sehat-sehat saja?” tanya Tang
Can, khawatir pada kondisi Ibunya. “Sakit kepala kemarin sudah diperiksa?”
“Dia tidak pergi. Dia bilang sudah cari di
internet. Sakit kepala karena banyak pikiran, makan obat juga sembuh,” balas Ayah
Tang, menjawab.
“Dia kira dia itu dokter, bisa mengobati diri
sendiri. Bagaimana jika tumbuh tumor?” keluh Tang Can.
“Kau tak bisa berharap yang baik? Malah bilang
tumbuh tumor. Aku sakit kepala karena kamu,” balas Ibu Tang, marah.
Mendengar
itu, Tang Can merasa bersalah. Dia merasa sudah banyak menyulitkan orang
tuanya. Jadi diapun menanyai Ayah Tang, mengenai lowongan kerja di museum, yang
terakhir kali Ayah Tang katakan. Dia ingin mencoba nya.
Didalam
kamar. Mingyue menelpon Ayahnya untuk membahas masalah rumah. Ternyata Ayah
Ming sedang dinas di Fuzhou dan tidak tahu apa- apa. Jadi saat Ayah Ming
mengetahui dari Mingyue kalau Ibu Ming sudah membayar uang untuk membeli rumah,
Ayah Ming sangat marah.
“Jika Ayah tak setuju, akan lebih mudah. Aku
tanya teman penjual rumah. Dia bilang uang muka tak dikembalikan, tetapi bisa
bisa dipindahtangankan,” kata Mingyue, menenangkan Ayah Ming.
“Kau jangan berikan buku aktamu pada ibumu.
Dua hari lagi aku pulang. Kita bicarakan saat itu,” kata Ayah
Ming, sedikit lebih tenang.
Tang Can
menatap dirinya sendiri didepan cermin. Dan dia melihat bahwa di wajahnya mulai
muncul sedikit keriput. Melihat itu, dia menyadari bahwa usianya sudah tidak
terlalu muda lagi. Dia tidak boleh bermain- main atau hidup seperti ini selama
nya.
Akhirnya,
Tang Can pun membuat keputusan. Dia memasukkan semua pakaian nya ke dalam tas.
Lalu dia memanggil Jian Jian dan Mingyue untuk membantu nya membuang baju- baju
nya yang sudah tidak akan dipakai lagi. Dan mereka berdua merasa agak terkejut.
“Aku tak olah toko Taobao lagi, aku juga
menyerah jadi aktris. Tadi kutelepon ayahku, besok aku melamar jadi narator di
museum. Tak perlu baju sebanyak ini,” kata Tang Can, menceritakan tentang
keputusan besar nya.
“Kau sungguh tak jadi aktris lagi?” tanya Jian
Jian, memastikan.
“Aku sudah 26 tahun. Sudahlah, sudah saatnya
memikirkan diri. Untung saat kecil banyak syuting iklan bisa membeli dua rumah.
Kelak menghidupi diri, tak akan ada beban lagi,” jawab Tang Can dengan yakin.
Mingyue dan
Jian Jian merasa agak ragu, karena mereka tahu apa impian Tang Can selama ini.
Dan Tang Can menenangkan mereka berdua untuk tidak perlu khawatir. Saat dia
mendengar cerita Jian Jian tentang Li Haichao yang sekarang sudah tua, dia jadi
berpikir bahwa sekarang saat nya mungkin dia harus berbakti kepada kedua orang
tuanya.
“Aku minta bantuan kakakku,” kata Jian
Jian, menghormati keputusan Tang Can. Lalu dia pergi untuk memanggil Ling Xiao
serta Ziqiu.
“Benar. Sungguh lajang terlalu lama jadi
bodoh. Kita masih punya laki-laki,” kata Tang Can dan Mingyue tersadar. Lalu
mereka duduk bersantai ditempat tidur dan menunggu bantuan datang.
Tang Can
sebenarnya merasa agak berat hati untuk membuang pakaian- pakaian nya. Tapi
karena dia sudah memutuskan, maka diapun tetap membuang pakaian- pakaian nya
tersebut.
Hongying
datang lagi ke restoran Li Haichao. Kali ini dia datang dengan membawakan
makanan buatannya. Dan dia memaksa menyuapi Li Haichao secara langsung. Dan Li
Haichao merasa agak canggung serta malu- malu.
Tepat
disaaat itu, Ling Heping datang, dan melihat kejadian tersebut. “Haichao,
nikmatilah,” godanya.
“Ling Heping,” geram Li Haichao, memperingatkan.
“Mengerti, bisa dimengerti. Sedang masa
pacaran,” kata Ling
Heping sambil tertawa. Lalu diapun pamit dan pergi.
Sore. Ling
Heping menggoda Li Haichao dengan sikap ingin menyuapinya. Dan melihat itu,
Ling Xiao, Jian Jian, serta Ziqiu tertawa dengan keras.
“Kami hanya teman biasa. Aku dan Guru Zhang
tak cocok,” kata Li
Haichao, menjelaskan dengan agak frustasi, karena semuanya menggoda dirinya.
“Kenapa tidak cocok? Satu aktif satu diam,
saling melengkapi,” balas Jian
Jian.
“Tatapan Guru Zhang padamu seperti… gadis kecil
yang baru jatuh cinta. Saat melihat mu,” goda Ling Heping.
“Aku tidak. Jangan menghalangi orang lain,
biar dia cari yang cocok,” balas Li Haichao.
“Sudahlah, jangan bahas lagi. Sudahlah jika
Ayah Li merasa tak cocok. Sifat Guru Zhang cukup memaksa, dan agresif. Ayah Li
bersamanya pasti akan ditindas,” kata Ling Xiao, menghormati keinginan Li
Haichao.
“Bisa memaksa sampai apa? Lagi pula, siapa
yang bisa menindasnya?” kata Ling Heping, tidak setuju dengan Ling
Xiao.
“Ayah Ling. Mungkin kau lupa Bibi Chen Ting,” kata Ziqiu,
mengingatkan. Dan Ling Heping pun berhenti membahas tentang Zhang Hongying.
Sementara yang lain tertawa dengan keras.