Original
Network : Hunan Tv, iQiyi, Mango TV
Ziqiu menjelaskan beberapa peraturan kepada
Meiyang, jika Meiyang masih ingin mengikuti nya ke café besok. Pertama, tidak
boleh makan durian. Karena saat Meiyang memakan itu, aromanya sampai ke tiga
meja. Kedua, jika Meiyang duduk seharian ditempat yang sama, maka pantat
Meiyang pasti pegal, dan karena dia perhatian, maka dia tidak ingin Meiyang
terus duduk ditempat yang sama. Ketiga, Meiyang bukan anak kecil lagi, jadi dia
menawarkan Meiyang untuk bekerja ditempatnya dan mempelajari susahnya hidup.
“Jika kamu tidak mau, besok ikut Ibu beli
perlengkapan rumah,” ancam Ling Xiao.
“Kamu ingin Ibu pulang? Pikirkanlah cara,”
pinta Meiyang.
“Aku bisa melakukan apa? Dia tidak pernah
memikirkan perasaan ku. Jika dia sungguh peduli, aku bisa pulang ke sini lebih
cepat. Kamu yang paling tahu, kan?” balas Ling Xiao. Dan Meiyang pun langsung
terdiam.
Mendengar pembicaraan mereka berdua, Ziqiu
merasa agak aneh dan ingin tahu apa maksud Ling Xiao sebenarnya. Dan Meiyang
tidak mau membahas itu.
“Apa pekerjaanku?” tanya Meiyang, langsung.
“Membuat kopi, membuat makanan sederhana,
bersih- bersih. Tidak apa, besok aku minta orang ajari kamu,” jelas Ziqiu. Lalu
Meiyang pun langsung pergi.
Chen Ting merenungkan perkataan Ling Heping
kemarin tentang Ling Xiao mengalami sakit secara psikologis.
Flash back
Setiap malam, Ling Xiao selalu meminum obat.
Suatu hari, Chen Ting memergoki nya dan bertanya, obat apa itu. Dan Ling Xiao
berbohong, dia menjawab itu adalah vitamin, dia meminumnya karena dia telalu
lelah dengan kerjaan.
“Lihat dirimu sudah kurus begini. Tidak bisa
hanya makan vitamin,” kata Chen Ting, menasehati. Dan Ling Xiao mengiyakan.
Kemudian di hari lainnya, ketika Chen Ting
keluar dari kamar untuk mengambil air, dia melihat Ling Xiao belum tidur sama
sekali, kepadahal jam sudah menunjukkan waktu subuh. Sekitar jam 3.
Flash back end
Xixi menghampiri Chen Ting yang datang ke
tempat kerja. Dia menyapa Chen Ting dengan ramah. Dan Chen Ting pun membalas
dengan ramah juga.
“Apa kau punya pacar?” tanya Chen Ting, ingin
tahu.
“Belum punya. Dokter pria yang ada di sini,
yang kurasa bagus, sudah menikah atau sudah ada pacar,” jawab Xixi sambil
tertawa malu- malu.
“Jadi menurutmu Ling Xiao bagaimana?” tanya
Chen Ting. Dan Xixi merasa bingung, kenapa Chen Ting bertanya, karena Ling Xiao
sudah punya pacar. Dan Chen Ting berbohong dengan menjawab bahwa dia tidak
tahu.
Kemudian Chen Ting meminta kontak Xixi. Jadi
mereka pun bertukaran kontak.
Meiyang memulai pekerjaannya sebagai anak
magang di café Ziqiu. Dengan serius, dia belajar caranya menerima pesanan dan
menerima bayaran. Awalnya dia merasa sangat gugup ketika melayani pelanggan.
Tapi kemudian dia mulai terbiasa.
Melihat itu, Ziqiu diam- diam memotretnya dan
mengirimkan itu kepada Ling Xiao serta Jian Jian. Menyadari hal tersebut,
Meiyang merasa bangga pada dirinya sendiri.
Jian Jian dan Du Juan membuka lowongan
pekerjaan. Lalu disaat itu, Jian Jian menerima pesan masuk dari Ziqiu. Dan dia
tersenyum geli melihat penampilan Meiyang yang cukup bagus.
Ling Xiao menunjukkan foto Meiyang kepada
Chen Ting, dan melihat itu Chen Ting tertawa, tapi Ling Xiao sama sekali tidak
tersenyum sedikit pun. Melihat itu, Chen Ting meminta maaf kepada Ling Xiao.
Karena dia sadar bahwa dirinya serta Meiyang selalu merepotkan Ling Xiao. Dan mendengar
Chen Ting berbicara seperti itu, Ling Xiao merasa tidak senang, karena Chen
Ting selalu berbicara seperti itu dan membuatnya merasa tidak enak serta
bersalah.
“Kau selalu
begini. Apa yang ada di hatimu kau katakan saja. Saat kau pulang juga tak
bilang padaku. Kau membohongiku, bilang mau menemui ayahmu. Nyatanya kau bahkan
cari pekerjaan. Aku tidak mengerti, kenapa kau tak bisa katakan isi hatimu
padaku? Apa yang ada di hatimu? Kau katakan saja,” keluh Chen Ting, agak emosi.
“Aku mau
menikah dengan Jian Jian,” kata Ling Xiao dengan sikap tegas.
“Ini...
terlalu cepat, 'kan?” tanya Chen Ting, tertegun. Tapi saat dia melihat tatapan
dimata Ling Xiao, dia mengubah sikapnya. “Semua keputusanmu, aku dukung. Tetapi aku
hanya merasa, lihat kau sekarang tak ada mobil atau rumah, kau mau bawa Jian
Jian ke mana? Begini saja, tunggu tahun
depan. Aku jual rumah di Singapura, aku belikan rumah besar untukmu, begini kau
ada tempat tinggal. Aku hanya ingin merencanakan semuanya untukmu agar kau tak
terbebani,” jelas nya
dengan gugup, mencoba bernegosiasi.
Tapi mendengar itu semua, Ling Xiao hanya diam saja dan tidak menanggapi.
Mingyue dan Ayah Ming bertemu. Ayah Ming
memberitahu Mingyue bahwa dia ingin bercerai dengan Ibu Ming, karena dia capek
dan merasa tersiksa. Ibu Ming selalu mau mengurus semuanya sendiri, semuanya
harus mendengarkan nya, dari hal kecil hingga hal besar. Paling parahnya, Ibu
Ming mau membeli rumah mahal tanpa persetujuan nya terlebih dahulu. Juga saat
Mingyue masih tinggal bersama mereka, dia masih merasa lumayan, karena Ibu Ming
memfokuskan perhatian kepada Mingyue. Tapi saat Mingyue pindah, Ibu Ming mulai
mengawasinya dan terus mengomel padanya. Bahkan Ibu Ming juga sama sekali tidak
mau memasak untuknya.
“Ayah,
dulu sudah begini. Dia tidak jahat, hanya masalah sepele,” kata Mingyue, membela Ibu Ming.
“Aku sudah
tak bisa tahan lagi. Aku sudah umur 50 tahun lebih, dia seperti ini lagi begitu
pensiun, hanya bisa mengemis di jalan,” balas
Ayah Ming, sudah memutuskan.
“Ayah, tak
separah itu,” kata
Mingyue, menenangkan Ayah Ming supaya bisa berpikir jernih dan jangan sampai
bercerai dengan Ibu Ming.
“Sisa
hidupku ini, jika ingin hidup dengan baik, hanya bisa bercerai. Jalani
masing-masing,” balas Ayah
Ming, tidak mau mengubah keputusannya lagi. “Jika kau
masih kecil, demi kau, aku tak akan bercerai. Sekarang kau sudah besar, tak
perlu aku khawatirkan. Aku yakin kau bisa memahamiku,” jelasnya.
Setelah mengatakan itu, Ayah Ming pun pamit
dan pergi.
Setelah Ayah Ming pergi, Mingyue meminjam
ponsel karyawan kasir untuk menelpon Ibu Ming dan memberitahunya hal ini.
“Kalian
sudah sepakat mau membuatku marah, 'kan? Kau minta dia temui aku, dia mau
bercerai. Baik, cerai saja,” kata Ibu Ming dengan sikap keras seperti
biasa. Lalu dia langsung mematikan telpon nya.
Saat Mingyue pulang, Tang Can sedang sibuk
memilih baju mana yang bagus untuk dipakai untuk menemui Ibu Zhuang Bei.
“Kau
kenapa?” tanya Tang
Can, saat menyadari
ekspresi murung Mingyue.
“Menurutmu,
aku bersikeras ke Beijing, apa terlalu durhaka?” tanya Mingyue, membutuhkan pendapat.
“Tidak,
Kakak. Apa kau mulai goyah?” balas Tang Can, khawatir. “Tetapi terakhir kali kau juga setelah
ketahuan ibumu baru gegabah mengirimkan surat laporan. Jika kau menyesal, masih
sempat,” katanya,
menyarankan.
“Aku bukan
menyesal. Aku mengkhawatirkan ibuku. Hubungan ayah dan ibuku, ada masalah.
Ayahku mau bercerai dengan ibuku,” kata Mingyue, bercerita.
“Tidak
mungkin!” kata Tang
Can, sangat tidak percaya. “Mereka
pasti sekongkol membohongimu. Jangan sampai terjebak,” jelasnya.
Setelah mengatakan itu, Tang Can kembali
sibuk untuk mempersiapkan dirinya. Karena Zhuang Bei dan Ibu Zhuang sudah akan
sampai sebentar lagi.
Zhuang Bei sempat terpesona melihat
kecantikan Tang Can, sampai dia lupa untuk membukakan pintu mobil bagi Tang
Can. Saat Ibu Zhuang mengingatkan, barulah dia teringat dan membukakan pintu
mobil untuk Tang Can.
“Cancan, aku sangat rindu padamu,” kata Ibu
Zhuang dengan
perhatian dan tulus. “Xiao Bei
bilang kau tak olah bisnis ini lagi, hari ini kau masih bisa membantuku.
Sungguh berterima kasih padamu,” katanya.
“Bibi
mentraktirku makan, masih begitu sungkan. Kelak ada hal ini segera cari aku,” balas Tang
Can dengan
sopan dan perhatian juga.
Sepanjang perjalanan. Ibu Zhuang dan Tang Can
banyak mengobrol. Tang Can menceritakan bahwa sekarang dia bekerja di museum,
tidak lagi menjadi artis, karena dengan begini kedua orang tuanya bisa merasa
lebih tenang. Dan Ibu Zhuang merasa sayang, karena dia tahu kalau Tang Can
sangat ingin sekali menjadi artis, juga menurutnya akting Tang Can bagus. Dia
tahu karena dia dan Zhuang Bei telah menonton semua film Tang Can.
“Ibuku mau
nonton, jadi aku temani,” jelas Zhuang bei dengan agak
gugup. “Oh iya, aku periksa berkasmu. Saat usiamu 19
tahun ada main drama yang berjudul "Legenda Mengejar Bulan"? Itu
disutradarai sutradara besar, kenapa tak disiarkan?” tanyanya,
penasaran.
“Ya begitu. Menjadi aktris juga perlu keberuntungan,” balas Tang Can.
“Sayang
sekali. Aku tak tahu drama yang sudah direkam mungkin bisa tak ditayangkan,” komentar Ibu Zhuang.
Meiyang sibuk mencari- cari remote TV, tapi
dia tidak berhasil menemukan nya dimanapun. Lalu saat Jian Jian pulang, dia
mengajukan pertanyaan, apakah Jian Jian dan Ling Xiao sudah ada tidur bersama.
Dan Jian Jian mengiyakan, mereka sudah tidur bersama dari kecil sampai besar.
“Kekanak-kanakan,” komentar
Meiyang.
“Bocah.
Yang bertanya begitu baru kekanak-kanakan,” balas Jian Jian.
“Jangan
tak hargai niat baik orang. Aku tanya demi kebaikanmu,” balas
Meiyang. “Dilihat dari posisiku, kau dan kakakku tak
akan berhasil. Jadi jangan tidur bersama. Jika tidur, bertemu akan terasa
canggung. Ibuku pasti, pasti tak akan setuju kalian bersama,” jelasnya dengan sangat yakin.
“Baik. Minta ibumu berikan 5.000.000 Yuan, aku akan
pergi darinya,” canda Jian
Jian sambil mengulurkan tangannya.
Secara terus terang Meiyang memberitahu Jian
Jian dengan serius, alasan kenapa Chen Ting tidak mau membiarkan Ling Xiao
untuk pulang, ketika Ling Xiao sudah tamat sekolah dan ingin pulang. Itu karena
Chen Ting sangat membenci Jian Jian, Li Haichao, dan Ling Heping. Dulu Ling
Xiao tidak bisa menang melawan Chen Ting, jadi kali ini Ling Xiao juga tidak
akan bisa. Bahkan dirinya juga tidak bisa menang dari Chen Ting. Karena Chen
Ting adalah Ibu mereka.
Mendengar itu, Jian Jian diam dan merenung.
Dia merasa agak stress.
Hongying menyadari kalau Li Haichao tidak
menyukainya. Jadi mereka tidak mungkin bisa bersama. Namun Bibi Qian yakin
kalau Hongying pasti bisa mendapatkan Li Haichao.
Tepat disaat itu, He Mei datang. Dan Bibi
Qian memanggilnya untuk bergabung dengan dia dan juga Hongying. Lalu dia saling
memperkenalkan mereka berdua.
Kemudian disaat itu, Li Haichao pulang. Dia
menyapa He Mei yang sudah datang dan menunggu nya. Melihat itu, Bibi Qian dan
Hongying merasa penasaran, ada hubungan apa antara mereka berdua. Dan dengan
jujur, Li Haichao menjelaskan bahwa He Mei datang untuk belajar memasak makanan
kesukaan Ziqiu darinya.
“Pantas Kak Haichao selalu bilang kami tidak
cocok.
Pria, memang hanya melihat penampilan,” kata Hongying, menyindir Li Haichao.
“Bukan,
ini… Tak
berhubungan dengan penampilan. Aku dan He Mei bertemu karena anak-anak,” balas Li Haichao, menjelaskan dengan agak
tidak nyaman.
Mendengar pembicaraan mereka berdua, Bibi
Qian merasa kesal. Karena Hongying serta Li Haichao sama sekali tidak ada
memberitahu nya, bila mereka berdua memang tidak mau bersama. Dan Hongying
menjelaskan bahwa ini adalah salahnya, karena Li Haichao tidak menyukai
dirinya. Lalu dia mulai merendahkan Li Haichao dengan agak sinis. Dan He Mei
merasa agak bersimpati kepada Li
Haichao.
“Jika
sudah menyukai orang lain, langsung katakan saja. Aku juga bukan orang yang tak
tahu diri. Lagi pula, kau dalam orang yang dikenalkan padaku, termasuk syarat
yang paling sederhana. Aku hanya suka karena kau baik. Tak disangka, kau juga
suka yang cantik,” kata
Hongying, merendahkan.
“Dia
memang orang baik, tak suka, juga malu mengatakannya. Itu akan melukai orang,
'kan?” kata He
Mei, membantu Li Haichao.
“Kau!” geram
Hongying.
“Kau suka
dia karena baik, dia suka aku karena cantik. Sebenarnya sama saja,” kata He Mei
dengan sikap bangga. Lalu dia mengajak Li Haichao untuk pergi
bersama- sama.
Dengan kesal, Hongying pun mengeluh kepada
Bibi Qian. Tapi Bibi Qian tidak peduli. Dia lebih peduli untuk makan saja.
Li Haichao menceritakan kepada He Mei tentang
hubungannya dengan Hongying. Menurutnya Hongying cukup baik, tapi mereka tidak
cocok. Dan perjodohan ini diatur oleh Jian Jian. Karena Jian Jian ingin dia
punya pasangan.
“Li Jian
Jian sungguh berbakti,” puji He Mei.
“Dia juga
berharap kau dan Ziqiu baikan. Dia dengar kau ingin foto Ziqiu, langsung
mencetaknya. Dan langsung kirim, tak menunda sedikit pun,” kata Li Haichao, memberitahu.
“Aku
ingat, saat kecil dia sangat tak menyukaiku. Dan memanggilku janda cantik,” balas He Mei
sambil tertawa, mengingat masa lalu.
“Dia bukan
tak menyukaimu, dia terus ribut tidak ingin ibu tiri,” jelas Li haichao sambil balas tertawa.
“Jika
sekarang aku jadi ibu tirinya, seharusnya tak masalah, 'kan?” tanya He
Mei dengan serius.
“Tentu tak masalah,” jawab Li Haichao, tanpa sadar. Tapi kemudian dia jadi merasa canggung sendiri. Dan melihat itu, He Mei tersenyum malu- malu padanya.
Seperti biasa, Zhou Miao datang telat untuk
bekerja. Dan saat dia datang, dia mengajak Du Juan untuk berbicara diam- diam
berdua. Dia menunjukkan isi artikel di koran tentang Jian Jian yang di
lihatnya. Dan melihat isi artikel tersebut, Du Juan segera memberitahu Jian
Jian untuk lihat.
“Wawancara khusus Senior Yufei,” kata Jian
Jian, membaca artikel tersebut.
“Apa? Lihat ini,” kata Du Juan, menunjukkan bagian pentingnya.
“Meski
"Tiga Teman Dari Kecil" dan karya "Kita Bertiga" mirip.
Tetapi karya adik kelas mendapat pengaruh besar, memang meniru, tetapi pasti
bukan plagiat.
Apa maksudnya? Maksudnya itu karyamu meniru karyanya,” keluh Du Juan,
kesal.
“Karyanya
sudah keluar empat bulan lebih awal dari karyamu,” jelas
Zhou Miao, , merasa senang atas kemalangan Jian Jian. “Siapa yang plagiat dilihat dari waktu
munculnya. Apakah yang lebih awal plagiat yang lambat?”
“Inspirasi
karya ini memang dari foto tiga saudara Li Jianjian, tahu tidak?” kata Du Juan,
membela dan percaya sepenuhnya kepada Jian Jian.
“Jika ada bukti, mungkin bisa,” balas Zhou Miao, pelan.
Dengan segera, Jian Jian mencoba menelpon
senior Yufei. Tapi tidak ada yang mengangkat. Dan Jian Jian merasa sangat
stress.
“Kita
keluarkan fotonya, minta koran kampus jelaskan,” kata Du
Juan, menyarankan. “Kau
baik-baik saja?” tanyanya,
perhatian, saat melihat Jian Jian tampak begitu stress. “Sudahlah. Kau tak usah kerja. Pulanglah, aku
antar pulang,” ajaknya.
“Tak perlu. Aku pulang sendiri,” balas Jian Jian. Lalu diapun pergi.
Chen Ting menghubungi Ling Xiao, dan
memberitahu bahwa sekarang dia dan Bibi Chen berada didepan apatermen Ling
Xiao. Mereka mau masuk ke dalam tapi tidak bisa, karena dia lupa kata sandi
nya.
“Tidak bisa,” tolak Ling Xiao. “Di belakang perumahan ada toko kue, ada
pendingin dan bisa makan,” katanya, menyarankan.
“Bibimu
juga sengaja membawakan abalon dan teripang untukmu. Ingin memasak sup untukmu,” kata Chen
Ting dengan agak gugup, karena takut malu kalau Bibi Chen tahu Ling Xiao
tidak mengizinkannya masuk ke dalam apatermennya. “Hanya minum
air dan pergi,” pintanya.
Tepat disaat itu, Jian Jian pulang. Dan Chen
Ting memberitahu Ling Xiao untuk tidak perlu lagi. Lalu dia meminta bantuan
Jian Jian.
Ling Xiao menyuruh perawat untuk menjadwalkan
pasien kepada dokter yang lain, karena dia ada hal mendesak. Lalu setelah itu,
diapun langsung buru- buru untuk pulang.
Dengan ramah, Jian Jian menyapa Chen Ting dan
membantunya untuk membuka pintu apatermen Ling Xiao. Lalu setelah itu, dia
langsung pulang untuk mengambilkan mereka beberapa buah.
Didalam apatermen. Chen Ting dan Bibi Chen
merasa sangat panas, karena ac tidak menyala, tapi mereka tidak tahu dimana
remotnya diletakkan. Lalu kemudian Jian Jian datang dengan membawakan mereka
beberapa buah segar. Dan lalu dia membantu mereka untuk menyalakan ac,
menggunakan remot ac yang diletakkan di bawah meja.
“Makan semangka,” kata Jian Jian, menawarkan.
“Aku tak suka semangka,” balas Chen Ting dengan sikap menjaga jarak. “Pergilah
lanjutkan kesibukanmu. Tak perlu urus kami,” usirnya secara halus.
Bibi Chen
sama sekali tidak menyadari hal tersebut. Dan dengan ramah, dia serta Jian Jian
saling berbicang- bincang. Melihat itu, Chen Ting merasa tidak senang dan tidak
nyaman.
“Jian Jian, pergilah lanjutkan kesibukanmu,” usir Chen
Ting, lagi.
“Baik. Jika ada perlu, panggil saja aku,” kata Jian Jian, mengerti.
Ketika Jian
Jian pergi, Bibi Chen menanyai, ada apa dengan Chen Ting. Dan Chen Ting
menjawab tidak ada, dia hanya tidak ingin merepotkan Jian Jian saja.
Dengan
lemas, Jian Jian berbaring disofa dan merenung dengan sedih. Lalu kemudian,
Ling Xiao datang dan diapun langsung menghapus air matanya. Namun Ling Xiao
masih bisa melihat dengan jelas kalau Jian Jian sedang sedih.
“Mereka di
rumahku?” tanya Ling Xiao. Dan Jian Jian menggangguk. “Kau di rumah saja,
jangan kemari,” tegasnya.
Ling Xiao
kembali ke apartemennya sendiri. Dan dia langsung mempertanyakan, apa yang
barusan Chen Ting katakan pada Jian Jian. Karena dia bisa melihat kalau Jian
Jian sedih.
“Ling Xiao.
Kau tak boleh begitu pada ibumu,” kata Bibi Chen, menasehati. “Katakan
baik-baik.”
“Kau ingin perlakukan aku dan Chengzi seperti apa terserah. Karena kau ibu kami. Tetapi Jian Jian tak boleh, satu kata pun tak boleh!” tegas Ling Xiao dengan suara keras.
Merasa
khawatir, Jian Jian langsung berlari ke apatermen Ling Xiao, dan menjelaskan
kepada Ling Xiao bahwa ini hanya salah paham saja.
“Li Jian
Jian, kau bilang apa ke Ling Xiao? Sekarang jelaskan, apa yang kulakukan?”
tanya Chen Ting, marah.
“Tidak, Bibi
Chen Ting tak melakukan apa pun, aku karena hal lain,” jelas Jian Jian sambil
memegang tangan Ling Xiao untuk menenangkan nya.
“Aku tahu
kau tak suka padaku, tetapi tolonglah jangan mengadu domba hubungan kami,”
tuduh Chen Ting.
“Jangan
balikkan keadaan!” bentak Ling Xiao. “Apakah kau bisa menyukainya? Teh dan buah
sudah diberikan, dia menangis di rumah, tak ada hubungannya denganmu?” tanyanya
dengan ketus.
“Ling Xiao.
Emosi ibumu memang begini. Kata-katanya memang kasar, tetapi tak berniat
apa-apa,” kata Bibi Chen, menghentikan Ling Xiao.
Chen Ting
dan Ling Xiao kemudian mulai saling bertengkar. “Aku tahu kau membenciku. Apa
pun yang kulakukan salah. Kau sangat ingin aku jauh-jauh darimu. Kenapa aku tak
melihatmu membela adikmu seperti ini? Jika kau berikan perhatian pada Li Jian
Jian pada adikmu sendiri. Apakah adikmu akan begitu memberontak? Begitu tak
patuh?” bentak Chen Ting, emosi.
Mendengar
itu, Jian Jian merasa sedih dan bersalah.
“Baik, semua
salahku. Selesai?” balas Ling Xiao, capek.
“Kau tak
bersalah. Semua salahku. Apa salahnya kau membenci ibumu?” balas Chen Ting
dengan sikap sebaliknya, yaitu sikap tidak merasa bersalah. “Semua perhatianmu
kau berikan pada ayahmu, bahkan pada tetanggamu,” ejek nya.
“Mereka menyayangiku,” bentak Ling Xiao. “Kenapa kau tak menyayangiku?” tanyanya, dengan sedih dan kecewa.
Bibi Chen berusaha
menasehati Ling Xiao agar jangan bersikap seperti itu kepada Chen Ting, Ibu
sendiri. Tapi Ling Xiao tidak mau tahu lagi. Dia menarik tangan Jian Jian dan membawanya
pergi bersamanya.