Sinopsis C- Drama : Go Ahead Episode 38

 

Original Network : Hunan Tv, iQiyi, Mango TV

Pagi hari. Tang Can sama sekali tidak fokus, dia bahkan tidak ingat bahwa Mingyue sudah pergi kemarin untuk pulang ke rumah orang tuanya. Lalu akhirnya, diapun meminta pendapat Jian Jian untuk masalah nya.



“Jika bagus, kau perankan. Jika tidak bisa, kau lanjutkan bekerja,” kata Jian Jian, mendukung impian Tang Can.

“Kau mendukungku?” tanya Tang Can, senang. “Jika aktingku tak baik, kau tak menertawakanku?” canda nya.

“Tentu aku mendukungmu. Ini adalah impianmu,” balas Jian Jian dengan sungguh- sungguh.

Kemudian dengan bersemangat, Tang Can pun pergi ke kamar nya untuk menyiapkan diri nya.


Saat Tang Can pergi, Jian Jian memanggil Meiyang untuk sarapan bersama. Dan dengan agak ragu- ragu, Meiyang memanggil Jian Jian untuk masuk sebentar ke dalam kamar dan mengobrol dengannya.

Ketika Jian Jian masuk ke dalam kamar, dia melihat ke sekeliling kamar nya dan melihat- lihat apakah ada perubahan. Dan dia tersenyum senang, ketika melihat semuanya baik- baik saja.


“Aku melihat headphone di meja kerjamu, kabelnya sudah rusak. Sering pakai headphone merusak pendengaran. Kemarin sepulang kerja, aku belikan speaker untukmu. Terima kasih kau izinkan aku tinggal di kamarmu,” kata Meiyang dengan tulus dan agak deg- degan. Lalu dia memberikan hadiah nya.

“Sebenarnya aku tak suka warna merah jambu,” komentar Jian Jian, sedikit bercanda. Dan ketika dia mendengar Meiyang mengeluh, dia tersenyum geli serta mengucapkan terima kasih.


Jian Jian kemudian menasehati Meiyang untuk jangan banyak melawan Ibu sendiri. Dan bila kelak ada masalah, Meiyang bisa  memberitahu Ling Xiao atau dirinya. Walaupun dia tidak bisa membantu Meiyang melawan Chen Ting, namun dia bisa membantu Chen Ting mengatur Meiyang. Mendengar itu, Meiyang tersenyum geli.

“Saat kecil aku jahat padamu, maafkan aku,” kata Meiyang, mengakui kesalahan nya dulu.


“Kapan kau jahat?” tanya Jian Jian, tidak ingat. Lalu setelah berpikir sesaat, dia pun akhirnya ingat. “Ya ampun. Itu sudah lama, masih diingat? Baru bangun dari mimpi? Aku akan perhitungan dengan anak kecil sepertimu?” katanya sambil tertawa. “Ayo makan,” ajaknya.

Melihat Jian Jian dan Meiyang sudah berbaikan, Tang Can merasa senang untuk mereka.

Distudio. Ketika Zhou Miao datang, dia langsung mengatai Jian Jian dengan sikap agak buruk. “Bos Li, sudah temukan fotomu?” tanyanya.

“Belum,” jawab Jian Jian, singkat sambil sibuk mengerjakan pekerjaan nya.

“Kau masih bisa bekerja di sini? Aku salut dengan tekadmu,” sindir Zhou Miao dengan sinis. “Dari pabrik sudah kirim e-mail, menanyakan masalah plagiat. Bertanya kau melanggarnya tidak? Produk yang pertama sudah selesai dibuat. Jika kau melanggar, berarti plagiat. Jika plagiat harus bayar denda,” ejeknya, mengingatkan.



Mendengar itu, Du Juan merasa tidak enak kepada Jian Jian. Dia memukul Zhou Miao dengan pelan dan menyuruh nya untuk lanjut bekerja saja. Lalu dia menghibur Jian Jian. Tapi Jian Jian sama sekali tidak merasa masalah.

“Dulu aku begitu menyukai Yufei,” kata Du Juan, mengaku.

“Kau bahkan suka Zhou Miao, kau suka Yufei juga tak aneh,” balas Jian Jian, berkomentar tanpa sadar. Lalu suasana pun menjadi sangat canggung.

Dicafe. Meiyang meminta izin kepada Ziqiu untuk pulang lebih cepat nanti, karena hari ini dia dan Ibunya akan pindahan, jadi mereka harus beres- beres rumah. Dan Ziqiu mengizinkan.

Ziqiu menelpon Huaguang. Dia memberitahu bahwa dia setuju dengan syarat dari Huaguang. Jadi nanti dia akan ke rumah sakit.

“Dua hari lagi. Sekarang aku di Hengshan,” kata Huaguang.

“Kenapa kau di sana? Sekarang aku perlu foto,” balas Ziqiu, mengeluh. “Kau tidak rawat ayahmu?” tanyanya, heran.

“Kata mereka biara lima gunung sangat hebat. Aku harus sembahyang ke sana, aku baru dari biara Zhurong. Sekarang aku ke Taishan, Shandong, berdoa untuk kakekmu,” balas Huaguang, menjelaskan.


Tang Can datang ke studio drama dan bersiap mencoba.


Setelah Tang Can selesai, Zhuang Bei yang sudah menunggu sedari tadi langsung mendekatinya dengan gugup. Dan tiba- tiba saja, Tang Can berjongkok. Dan diapun merasa panik serta khawatir.


“Kamu tidak lolos?” tanya Zhuang Bei, dengan hati- hati. “Tidak lolos, ya sudah. Kamu anggap aku terlalu ikut campur. Kamu jangan bersedih,” hiburnya.



Dengan tiba- tiba Tang Can berdiri dan memeluk Zhuang Bei dengan erat sambil tersenyum senang. “Aku lolos,” katanya.

Zhuang Bei ingin balas memeluk Tang Can. Tapi sebelum dia sempat melakukan itu, Tang Can melepaskan pelukannya. Dan dia merasa sedikit kecewa.

“Mereka bilang aku sangat bagus, dan bertepuk tangan untukku. Aku dapat perannya,” kata Tang Can dengan sangat senang.

“Sungguh? Sungguh?” tanya Zhuang Bei, ikut merasa senang. Dan Tang Can menggangguk kan kepalanya sambil tersenyum.


Ibu Ming tidak berani untuk masuk ke dalam restoran dan bertemu dengan Ayah Ming sendirian. Jadi dia menunggu sampai Mingyue tiba. Dan ketika Mingyue tiba serta melihat itu, dia mengerti.

“Ibu, jika Ayah ingin tetap bercerai, Ibu harus persiapkan diri,” kata Mingyue, menenangkan Ibu Ming sambil tersenyum menyemangati nya. “Tenang saja. Ada aku,” tegasnya.

Lalu Mingyue memegang tangan Ibu Ming dan berjalan bersama- sama dengan nya untuk masuk ke dalam restoran.

Didalam restoran. Biasanya Ibu Ming yang memesankan makanan untuk semuanya, tapi kali ini Mingyue yang melakukannya. Sedangkan Ibu Ming dan Ayah Ming sama- sama saling diam.


Setelah cukup lama saling berdiam, akhirnya Ibu Ming memulai pembicaraan duluan. Dia menuduh Ayah Ming memiliki simpanan di luar. Dan Ayah Ming menjawab bahwa dia tidak serendah itu, dia ingin bercerai karena dia memang tidak tahan lagi dengan sikap Ibu Ming yang terlalu menekan nya. Dan dia yakin bahwa Mingyue juga merasakan hal yang sama seperti dirinya.


“Aku itu demi…” kata Ibu Ming, ingin protes. Tapi Mingyue menghentikannya, karena Ayah Ming masih belum selesai berbicara.

“Jin Yuxiang, dengarkan dulu. Di rumah aku tak punya hak bicara, sampai saat mau bercerai kau biarkan aku selesaikan,” tegas Ayah Ming penuh emosi yang sudah lama terpendam. “Dulu anak di rumah masih lumayan, aku merasa lebih baik. Sekarang seperti di penjara. Seorang sipir mengawasi satu tahanan, kesempatan bersantai pun tak ada. Lantai yang sudah dipel jangan dipijak, makan tak boleh ribut, belum mandi tak boleh berbaring di ranjang. Asalkan kau anggap sehat, aku harus makan, bahkan harus makan dengan bahagia. Aku sudah berusia 50 tahun, menikah puluhan tahun. Kita bertengkar, kau lapor pada ibuku dan ibumu juga. Kemudian dua orang tua bergiliran menasehatiku, agar tidak membuatmu marah,” keluhnya.



“Aku… Semua itu supaya kau punya kebiasaan yang sehat dan makan yang baik. Apa salahnya?” balas Ibu Ming, membela dirinya.

“Benar, kau benar,” kata Ayah Ming, tidak mau berdebat lagi. “Pokoknya aku mau bercerai. Kau mau deposito atau rumah?” tanyanya dengan tegas.



Ibu Ming merasa sedih dan tidak percaya bahwa Ayah Ming  benar- benar akan menceraikannya, kepadahal mereka sudah menikah selama 20 tahun. Dan selama ini dia hidup hanya demi Mingyue serta Ayah Ming saja. Namun Ayah Ming tetap ingin bercerai. Dia menjelaskan bahwa selama ini dia selalu mencoba bersabar dan bertahan, menuruti semua perkataan Ibu Ming, tapi kejadian rumah kemarin membuatnya sadar bahwa Ibu Ming tidak akan pernah melakukan intropeksi diri.

“Itu... Sudah sepakat tak beli, 'kan? Dan juga depositnya sudah kutarik. Dan juga, aku beli rumah bukan berjudi. Ini... aku demi kebaikan kita sekeluarga,” kata Ibu Ming, membela dirinya.


“Kelak terserah kau mau apa,” balas Ayah Ming, sudah benar- benar menyerah dengan pernikahan mereka. “Sekarang Yueliang sudah bekerja, kita bercerai tak akan pengaruhi dia. Kelak, aku akan tetap seperti dulu perhatian padamu. Kau ingin menjadi wartawan, mau ke Beijing, aku mendukungmu. Ayah selalu dipihakmu,” jelasnya kepada Mingyue.

Mendengar itu, Ibu Ming menatap Mingyue untuk mengetahui keputusannya. Dan dengan sedih, Mingyue memalingkan wajahnya. Akhirnya Ibu Ming pun bersedia untuk bercerai. Lalu dia pamit untuk pergi duluan, karena dia tidak ada nafsu untuk makan lagi. Tapi Mingyue memegang tangannya dan menghentikannya.



“Ayah…” kata Mingyue, setelah memberanikan dirinya sendiri. “Ayah mau bercerai, aku hormati keputusan Ayah. Tetapi menurutku, setelah bercerai dengan Ibu, Ayah pasti menyesal. Ayah hidup bersama Ibu sudah 20 tahun lebih. Ayah tak pernah memasak di dapur, Ayah tak pernah melakukan pekerjaan rumah. Setiap kali pulang, sudah ada masakan yang hangat, dan rumah yang nyaman ditinggali, dan pakaian yang bersih. Orang tua kalian juga Ibu yang merawatnya, begitu banyak sepupu dan hubungan lain, semua Ibu yang urus. Semua orang memuji Ibu, bilang Ibuku sangat menjaga keluarga dan hebat,” jelas nya, berpihak pada Ibu Ming.

“Semua ini aku setuju. Lagi pula aku juga tak begitu hebat, aku sibuk bekerja,” balas Ayah Ming, membela dirinya.


“Ibuku juga harus kerja,” balas Mingyue, mengingatkan. “Aku pergi pulang sekolah dan juga les, semua Ibu yang antar jemput. Aku ingat saat SMP kelas satu, saat itu hujan deras. Ibu dinas ke luar kota, minta Ayah untuk menjemputku. Ayah bawa mobil pergi ke sekolah SD. Saat aku kecil, aku sangat menyukai Ayah, karena Ayah tak mengurusiku. Menurut Ayah, semua yang kulakukan benar, semuanya baik. Ibuku sangat tegas padaku. Apa pun yang kulakukan, tak bisa membuatnya puas. Tetapi setelah aku dewasa, aku mengerti. Ayah tak mengurusiku, karena tak mau repot. Ayah tak ribut dengan Ibu, bukan karena dia benar, karena Ayah takut repot bertengkar. Ibu setiap kali memarahiku, Ayah membela Ibu, bilang yang dikatakan Ibu benar. Setelah itu Ayah beri aku 200 Yuan, dan minta maaf padaku,” jelasnya, mengungkapkan pendapatnya.

“Jadi kau mau aku bagaimana? Setiap hari bertengkar dengan Ibumu?” balas Ayah Ming dengan ketus.


“Ayah, keluarga kita tidak harmonis, kita menghindari masalah. Ayah juga, aku juga,” balas Mingyue. Lalu dia memberitahukan rahasianya tentang dia sengaja tidak menjawab satu lembar soal.



Mengetahui itu, Ayah Ming mengatai Mingyue bodoh karena melakukan hal itu. Dan Mingyue menjelaskan bahwa sebenarnya dia ingin meminta bantuan Ayah Ming pada saat itu, tapi dia tahu Ayah Ming pasti akan lebih mendengarkan Ibu Ming. Jadi dia merasa putus asa. Dan menurutnya, Ibu Ming menjadi seperti ini, karena Ayah Ming terlalu memanjakan Ibu Ming sebelumnya, Ayah Ming selalu berusaha menghindari pertengkaran dan tidak ingin repot.


Mingyue kemudian memegang tangan Ibu Ming yang menangis tersedu- sedu. “Ibu, tidak masalah. Setelah bercerai, hidupmu akan baik-baik saja. Lagi pula Ibu masih ada aku,” katanya, menyemangati.

Mendengar itu, Ibu Ming merasa sangat terharu dan tersentuh. Sedangkan Ayah Ming tidak mengatakan apapun lagi.



Akhirnya, Ibu Ming dan Ayah Ming pun saling setuju untuk bercerai. Dan mereka berdua berpisah jalan.


Meiyang pulang ke rumah dan membantu Chen Ting untuk bersih- bersih rumah. Dan sambil bekerja, Meiyang dan Chen Ting saling mengobrol. Disaat itu, Chen Ting tiba- tiba teringat akan putrinya, Yuyun, yang telah meninggal dulu.

“Apa yang kau lakukan selama ini?” kata Chen Ting, mengalihkan pikirannya sendiri agar jangan memikirkan Yuyun lagi.

“Aku bekerja di kafe Kak Ziqiu,” jawab Meiyang dengan jujur.


“Kenapa kau ke sana? Jangan pergi lagi,” perintah Chen Ting. “Kau tak lihat dia sangat membenci kita? Saat kakakmu ulang tahun, He Ziqiu tak datang. Sekarang minta kau bekerja, apa yang dia pikirkan?” keluh nya.

Mendengar itu, Meiyang protes dan membela Ziqiu. Dia meminta Chen Ting agar jangan selalu menganggap bahwa orang lain itu jahat. Karena setiap orang memiliki kesibukkan tersendiri setiap harinya, jadi mereka pasti tidak ada waktu untuk membenci Chen Ting.


“Kau sudah dibodohi orang lain?” tanya Chen Ting sambil mencubit tangan Meiyang. “Kau khianati ibumu.”

“Aku bukan berkhianat, yang kubilang kenyataan,” balas Meiyang.

“Pikiranmu sudah dicuci, kakakmu juga sama. Aku ini ibu kalian, apa aku bisa mencelakai kalian? Kenapa tak dengar saranku? Atau kalian sebal padaku?” keluh Chen Ting, kesal. Dan Meiyang mengiyakan dengan malas.

Ziqiu datang membawakan kopi untuk semuanya yang berada di studio Jian Jian. Tapi Zhou Miao menolak untuk minum. Dan Du Juan pun merasa agak tidak enak. Namun Ziqiu serta Jian Jian tidak terlalu memikirkan nya.

Tidak lama setelah itu, Ziqiu dan Jian Jian pun pamit dan pergi bersama- sama.


Setelah mereka berdua pergi, Du Juan menanyai, kenapa Zhou Miao bersikap seperti itu tadi. Dan Zhou Miao mengomentari bahwa Du Juan memang orang yang jujur dan terlalu polos. Dia yakin kalau Jian Jian pasti melakukan plagiat, jika tidak, Jian Jian pasti ada buktinya, tapi selembar foto pun tidak bisa Jian Jian temukan. Dan dia percaya dengan Yufei, karena Yufei adalah orang yang berbakat dan hebat.

“Apa maksudmu sebenarnya?” tanya Du Juan, tidak paham.



“Aku menyadari hanya kau yang merasa Bos Li berbakat. Menurutku, karyanya biasa saja,” kata Zhou Miao dengan sikap merendahkan. “Dia kontrak dengan pabrik mebel, tertulis dengan jelas. Melanggar hukum harus bayar denda. Begitu banyak uang, kau mau bayar bersamanya?” tanyanya.

Mendengar itu, Du Juan menatap Zhou Miao dengan tajam. Dan Zhou Miao mengatai Du Juan bodoh. Serta dia menyarankan Du Juan untuk meninggalkan Jian Jian.


“Pacarku yang polos. Maksudku, kontrak dia yang tanda tangani, memakai namanya. Kau pecah kongsi dengannya, tak perlu bayar denda lagi. Kenapa kau harus ikut bayar?” kata Zhou Miao, menjelaskan maksud nya dengan sejelas- jelas nya. “Kita kerja sama, tahun depan aku lulus,” ajaknya.


Du Juan tidak mau melakukan itu, dia tidak mau mengkhianati Jian Jian. Dan menyadari hal tersebut, dengan sikap lembut Zhou Miao memegang tangan Du Juan dan berusaha untuk membujuknya agar pikirkan sarannya ini.

“Sudah, jangan katakan lagi,” kata Du Juan, merasa pusing dan capek. Lalu diapun pamit pulang duluan.

Karyawan Li menggosipkan tentang hubungan asmara Li Haichao kepada Ziqiu serta Jian Jian. Dia menceritakan tentang perdebatan antara Hongying dan Li Haichao, lalu tentang kedatangan He Mei yang meminta di ajarkan memasak. Juga hari ini dia mendengar bahwa Li Haichao mengajak He Mei untuk ke toko buku bersama- sama besok.

“Mulai berkencan? Kenapa tak beri tahu aku?” keluh Jian Jian, bersemangat.

“Mungkin malu,” balas karyawan Li sambil tertawa. Lalu ketika Li Haichao keluar dari dapur, dia langsung berhenti bergosip.



Ketika Li Haichao sedang sibuk, dengan bersemangat Jian Jian memegang tangan Ziqiu. “Jika Ayahku dengan Bibi He Mei menikah, kita sekeluarga akan di satu akta keluarga,” katanya. Tapi Ziqiu sama sekali tidak merasa bersemangat. “Kau tak setuju?” tanya Jian Jian, ragu.

“Bukan tidak setuju. Ibuku pernah meninggalkan Ayah, itu sudah 20 tahun lalu. Bagaimana jika dia lakukan lagi?” balas Ziqiu, khawatir.

Mengingat kejadian dulu, Jian Jian merasa agak kecewa. Lalu dia mendapatkan ide bagus, dia mengajak Ziqiu untuk mengintai kencan Li Haichao dan He Mei besok. Tapi Ziqiu menolak.


Tepat disaat itu, Li Haichao berdiri di belakang mereka berdua. “Kalau tak pergi, cuci piring di belakang,” perintahnya sambil tersenyum.

“Ayah, sampai jumpa,” balas Ziqiu sambil mendorong Jian Jian untuk cepat jalan dan pergi menjauh.




Malam hari. Ling Heping, Li Haichao, Ziqiu, Ling Xiao, dan Jian Jian, makan malam bersama. Sambil makan mereka saling mengobrol dan menggoda.

“Xiao Jian, belakangan ini ada berita yang mau kau laporkan?” tanya Li Haichao. Dan Jian Jian menjawab tidak. Lalu saat Ziqiu mau berbicara, Jian Jian memasukkan udang ke dalam mulutnya agar diam.

“Ziqiu, kamu? Bisnismu lancar?” tanya Li Haichao, perhatian. Dan Ziqiu menjawab bahwa bisnis nya cukup baik.

“Ayah? Besok ke mana?” tanya Jian Jian, penuh arti.

“Aku? Aku masih bisa ke mana? Aku hanya ke toko, kemudian, ke pasar membeli sayur,” jawab Li Haichao dengan gugup.

Mendengar itu, Jian Jian tersenyum pernuh arti kepada Ziqiu dan memberikan kode kepada Lling Xiao yang belum tahu apa- apa.


“Memberi kode apa?’ tanya Ling Heping, penasaran. Dan mereka bertiga tidak mau memberitahu. “Jika kalian bersama, tak mungkin lakukan hal bagus,” katanya dengan yakin.


Ketika Zhuang Bei dan Tang Can pulang bersama, mereka berpapasan dengan Mingyue serta Ibu Ming yang baru pulang juga. Dan dengan canggung, Zhuang Bei pamit dan menjauhi Mingyue.

“Tang Can, bawa Ibuku pulang, aku bicara dengan senior,” pinta Mingyue. Lalu dia pergi mengejar Zhuang Bei.



Mingyue memanggil Zhuang Bei dan meminta maaf kepadanya. Karena dulu saat Zhuang Bei menyatakan cinta padanya, dia bersikap sangat keras dan kasar.

“Itu sudah berlalu. Kau hanya tak suka padaku, dan juga.. kau punya hak menolakku,” kata Zhuang Bei, sudah memaafkan dan move on.

“Benar, aku punya hak menolakmu. Tetapi aku tak boleh menolakmu seperti itu. Kau menyukaiku, aku seharusnya berterima kasih, dan kau sungguh tidak bersalah. Aku membuatmu terpukul, dan melukaimu. Dulu aku terus berpikir, kenapa... aku begitu menolak, begitu takut kau nyatakan perasaanmu. Aku tak mengerti dan terus berpikir. Tetapi sekarang aku mengerti. Aku tak membencimu, aku benci diriku sendiri,” jelasnya, melakukan intropeksi diri.


“Kenapa?” tanya Zhuang Bei, tidak mengerti.

“Kau mungkin tak memahamiku. Dari dulu aku orang yang sangat tak percaya diri. Aku tak bisa temukan apa kelebihan diriku yang pantas disukai orang. Dulu kau bilang padaku, kau jatuh cinta pada pandangan pertama. Aku sungguh takut, karena saat kau memahami diriku yang sebenarnya, pasti akan kecewa. Karena aku sangat suka menghindari, aku takut repot. Aku selalu ragu dalam setiap hal. Aku merasa diriku sungguh tak berguna. Aku sangat… sangat takut orang lain kecewa. Sebenarnya aku sangat benci diriku seperti ini.. Dulu aku pernah berpikir, jika aku adalah laki-laki, aku pasti tak akan menyukai perempuan seperti ini,” kata Mingyue, menjelaskan perasaannya dengan sejelas- jelasnya.


“Dulu aku juga pernah melukai orang yang menyukaiku. Sekarang aku sangat menyesal. Orang pasti bisa berbuat salah,” balas Zhuang Bei sambil tertawa sedikit.

Mendengar itu, Mingyue mengucapkan terima kasih banyak kepada Zhuang Bei, karena dulu dia sudah sangat jahat, tapi Zhuang Bei masih menghiburnya. Dan Zhuang Bei menjawab bahwa dia bukan mau menghibur Mingyue, tapi dia hanya bicara sejujurnya. Lalu dia memuji bahwa Mingyue adalah orang yang baik. Jadi kelak mereka bertemu, jangan menghindarinya lagi seperti melihat monster. Dan Mingyue tertawa.


“Aku boleh menambah wechatmu lagi?” tanya Mingyue.

“Mungkin... tak bisa lagi,” balas Zhuang Bei dengan sikap serius. Lalu dia tertawa. “Aku bercanda,” jelas nya.


Post a Comment

Previous Post Next Post