Dipengadilan. Kanna memberitahu hakim
bahwa dia tidak membunuh ayahnya. Itu adalah kecelakaan. Dan dia tidak punya
niat membunuh ayahnya sama sekali.
“Dipersilahkan pendapat dari
pengacara,” kata Hakim, mempersilahkan.
Anno berdiri dari tempatnya. “Saya
menentang. Terdakwa tidak berniat membunuh Naoto. Oleh karena itu, pembunuhan
tidaklah terjadi, dan terdakwa tidak bersalah.”
Anno berdiri ditengah pengadilan dan
menjelaskan perbedaan tusukan pisau. Dalam konteks pelaku menikam korban dari
bawah, dan konteks korban terjatuh, lalu terluka secara tidak sengaja.
Berdasarkan hal ini, ada kemungkinan besar bahwa luka tusuk pada korban, itu
adalah luka yang tidak disengaja. Lalu Anno menunjukkan foto pergelangan tangan
terdakwa untuk membuktikan bahwa terdakwa memiliki kebiasaan melukai diri
sendiri. Juga foto hasil gambar murid Naoto. Melihat foto tersebut, banyak
orang merasa ngeri dan tidak menyangka.
“Ini dibuat olehnya selama 10 tahun,
dari usia 12 hingga saat ini,” kata Anno, menjelaskan. “Saat terdakwa berusia
10 hingga 13 tahun, dia adalah model menggambar dikelas melukis ayahnya. Ini
adalah karya yang digambar mahasiswa yang ikut pada saat itu,” jelasnya.
Bagian berikutnya. Jaksa mengajukan
berbagai pertanyaan kepada saksi, Akina. Dan Akina menjawab semua pertanyaannya
satu persatu. Pertama, Naoto memang menentang pencarian kerja yang dilakukan
oleh Kanna, karena Kanna kurang terampil, jadi Kanna tidak cocok tampil di
hadapan publik. Kedua, mengenai kelas menggambar, Akina menjelaskan bahwa
suaminya, Naoto, selalu menyuruhnya untuk tidak ikut campur selama kelas
menggambar, jadi dia tidak ada dirumah. Karena itu dia tidak tahu bahwa model
pria tidak mengenakan sehelai pakaian.
Bagian berikutnya. Anno mengajukan
berbagai pertanyaan kepada saksi, Akina. “Pada hari kejadian, Anda sedang
menyiapkan makan malam dirumah ketika terdakwa pulang, benarkah demikian?”
tanyanya.
“Iya. Tidak ada kesalahan.”
“Seperti apa ekspresi terdakwa?” tanya
Anno.
Flash back
Saat Kanna pulang dengan memegang pisau
berlumurkan darah. Dia memberitahu Akina bahwa ayah tertikam pisau.
“Izinkan saya mengonfirmasi. Terdakwa
berkata ‘Ayah tertikam pisau’, ya? Bukan, ‘Aku menikam ayahku’,” tanya Anno.
“Iya. Itu benar.”
“Meskipun begitu, kenapa menurut Anda
terdakwa menikam Naoto-san?” tanya Anno.
“Itu karena… tidak mungkin dia tertikam
pisau dengan sendirinya. Sedari awal, Kanna suka berbohong. Dia biasa membahas
hal yang tak pernah terjadi seolah itu terjadi. Bukankah karena dia tak nyaman,
makanya dia memilih kalimat seperti itu?” jawab Akina.
“Lalu, apa yang Anda katakan?”
Flash back
Akina menanyai, apa maksudnya tertikam
itu. Dan Kanna menjawab bahwa pisau yang dibawanya yang menikam Naoto. Dan
Akina merasa mustahil pisau menikam sendiri. Lalu Kanna menjawab ‘sudahlah’ dan
kemudian kabur dari rumah.
Flash back end
Anno kemudian membahas tentang luka
dipergelangan tangan Kanna. Dan Akina mulai sedikit emosional, dia menjelaskan
bahwa dia tahu tentang luka tersebut, tapi Kanna selalu berkata kalau itu
sebatas luka saja. Juga dia tidak ada menghitung luka goresan dipergelangan
tangan Kanna, jadi dia tidak tahu kalau ada masalah pada Kanna.
“Baiklah, izinkan saya bertanya tentang
sesi menggambar. Saya dengar, semua yang bergabung dalam kelas tersebut adalah
pria,” kata Anno.
“Iya. Itu benar.”
“Jadi, apakah ada mahasiswa laki- laki
yang mengerjainya atau membuatnya merasa tidak nyaman?” tanyan Anno.
“Tidak ada orang yang melakukan itu,”
jawab Akina dengan keras. “Semua mahasiswanya sopan, dewasa, dan serius tentang
seni mereka! Suami saya sangat disiplin dalam mengawasi mereka. Jadi mana
mungkin dia dikerjai atau semacamnya,” jelasnya sambil mendengus.
“Tadi, Anda berkata bahwa Anda tidak di
lokasi ketika sedang kelas menggambar. Anda juga berkata kalau tidak tahu bahwa
model prianya telanjang, ‘kan? Jadi, bagaimana Anda bisa tahu seperti apa
mahasiswa yang disana dan bagaimana perilaku mereka?” tanya Anno, berhasil
menjebak Akina untuk berbicara jujur.
Mendengar pertanyaan itu, Akina diam.
“Meskipun masih sangat belia, dia
dikelilingi lelaki dewasa sehingga dia merasa stress saat kelas menggambar dan
berulang kali ingin berhenti. Anda, sebagai Ibunya, bukankah mendengar alasan
yang dikatakannya?” tanya Anno.
“Saya tidak tahu. Saya tidak
mendengarnya,” jawab Akina, pelan.
Mendengar itu, Kanna diam menatap
Akina.
Anno berhasil mengundang Yuuji ke
pengadilan untuk menjadi saksi. Melihat itu, Yuki dan Kanna sama- sama terkejut
dan tidak menyangka.
Yuuji menceritakan semuanya dari awal.
Dari bagaimana dia bertemu dengan Kanna didepan toko, mengobati lukanya. Lalu
mengapa dia membawa Kanna menginap ditempatnya, itu karena saat itu Kanna tidak
mau pulang ke rumah.
“Apa yang Anda dengar dari terdakwa
saat itu?” tanya Anno.
“Dia tak ingin pulang, karena jika
pulang, dia akan dipaksa bekerja sebagai model,” jawab Yuuji. Lalu dia
menjelaskan semua yang diketahuinya.
Flash back
Yuuji : “Dia berdiri atau duduk bersampingan dengan pria telanjang dan
ditatap dengan konsentrasi penuh.”
“Lalu, terkadang ada semacam pesta penutupan atau pesta minum kelas
menggambar. Disana pun, mahasiswa mabuk akan menyentuhnya, dan dipaksa menjalin
hubungan, lalu dia mengeluh kalau itu menyakitkan. Meskipun dia berkata pada
ayah dan ibunya, mereka tak mau membantu dan berkata, ‘Ini salahmu membuat
mereka merasa seperti itu’.”
Flash back end
Bagian berikutnya. Jaksa mengajukan
pertanyaan kepada Yuuji. Dan Yuuji agak kesulitan untuk menjawab pertanyaannya
yang terkait tentang hubungannya dan Kanna, tentang apa yang dia lakukan kepada
Kanna, dan semacamnya. Lalu Anno pun berdiri dan membantunya, dia memberitahu
Hakim kalau pertanyaan Jaksa tidak relevan dengan kasus yang dihadapi. Dan
Hakim menyetujui.
“Penuntut, apakah ada pertanyaan lain
untuk saksi?” tanya Hakim.
“Baiklah,” jawab Jaksa, mengerti.
“Saksi tidak melihat terdakwa selam lebih dari sepuluh tahun, ya. Kenapa Anda
memutuskan untuk bersaksi?” tanyanya.
“Kesadaran bersalah,” jawab Yuuji,
pelan. “Ketika saya menerima konsultasi darinya, saya tahu ada masalah dalam
keluarganya, tetapi saya… memutuskan keterkaitan dengannya karena takut
mendapat masalah,” jelasnya dengan jujur. “Saya memiliki seorang putri berusia
tiga tahun… andai, saya yang saat ini bertemu dengannya di masa itu, mungkin
saya bisa mengatasi masalahnya dengan cara berbeda. Meski saat ini, hal seperti
itu… sudah terlambat. Begitulah yang saya pikirkan.”
Mendengar itu, Kanna mulai menangis.
Bagian selanjutnya. Kanna berdiri
ditengah pengadilan dan menceritakan hal yang sebenarnya terjadi dihari
kejadian.
Flash back
Kanna : “Karena saya gagal mencari kerja, jadi saya ingin menghukum diri
sendiri, dan saya merasa hal itu harus dipastikan oleh ayah.”
“Saya menuju ke perguruan tinggi seni tempat ayah bekerja. Karena merasa
takut saat berada di toilet stasiun tujuan, jadi saya mengiris lengan saya.”
“Setelah itu, saya langsung pergi ke kampus. Karena tak ingin bertemu
orang lain, saya pergi lagi ke toilet wanita. Saya memanggil ayah melalui
ponsel.”
Ketika Naoto melihat Kanna memegang
pisau dan pergelangan darahnya berdarah, dia mengatakan bahwa dia mengira Kanna
sudah sembuh, tapi Kanna masih sinting, dan itu adalah tanggung jawab Akina,
jadi dia ingin menghubungi Akina dan membawa Kanna ke rumah sakit.
“Saya mencoba menghentikannya saat dia mengeluarkan ponselnya. Saya
meraih tangan ayah dengan tangan kiri. Tangan kanan saya memegang pisau.”
“Dia merasa akan jatuh. Lalu sebaliknya, posisi saya bersandar pada
ayah. Ayah berusaha mengembalikan keseimbangannya. Saat itu, di lantai yang
basah, kakinya terpeleset.”
Saat Naoto terpeleset, dia jatuh ke
arah Kanna. Dan tanpa sengaja, pisau yang sedang Kanna pegang menusuk Naoto.
Flash back end
Bagian berikutnya. Jaksa mengajukan
pertanyaan kepada Kanna. “Anda diberitahu untuk menelpon ibu tentang luka
dilengan, tapi kenapa Anda tampak kesal?”
“Karena dia berkata itu menjijikan,”
jawab Kanna.
Flash back
Kanna : “Dulu setelah kembali liburan, ibu melihatnya. ‘Apa- apaan luka
menjijikan itu?’ ujarnya. Jadi saya langsung berbohong kalau luka itu akibat
diserang ayam. Setelah itu, saya merasa bahwa pokoknya ibu saya tak boleh
mengetahui luka ini.”
Flash back end
“Anda mengakui kalau telah membunuh
ayah Anda sendiri, ‘kan?” tanya Jaksa. “Mengapa baru berubah pikiran setelah
sekian lama?”
“Karena ibu yang mengatakannya. ‘Mana
mungkin pisau itu menikam dengan sendirinya. Karena saya selalu dicap pembohong
oleh Ibu, jadi saat itupun, saya tak punya keberanian untuk mengatakan yang
sebenarnya,” jawab Kanna.
“Ketika Naoto-san pingsan terluka parah,
kenapa Anda melarikan diri dari TKP alih- alih memanggil ambulans?” tanya
Jaksa.
Kanna mulai merasa sesak. “Saya takut…
dengan mata ayah.”
“Apa Anda berpikir bahwa Naoto-san
sudah tewas? Atau mungkin…”
“Saya tidak tahu. Saya tidak tahu harus
bagaimana,” jawab Kanna sambil memegang dadanya yang terasa sesak.
“Baiklah, saya tanya satu hal lagi,”
kata Jaksa dengan serius. “Ini adalah psikologi dibalik pertemuanmu dengan
Naoto-san setelah membeli pisau. Kenapa Anda ingin menunjukkan luka itu?”
“Untuk mendapat permintaan maafnya,”
jawab Kanna.
Pertanyaan Jaksa semakin mendalam dan
terasa berat, membuat Kanna semakin merasa sesak, tapi dia tetap menjawab
setiap pertanyaan yang diajukan padanya.
“Sejak awal, Naoto-san menentang Anda
menjadi seorang penyiar. Jadi sekalipun gagal, harusnya tak perlu dimaafkan.
Bukankah penyebab Anda pergi menemui ayah Anda…karena merasa dendam padanya,
setelah ditentang olehnya menjadi penyiar?” tanya Jaksa.
“Mungkin… itu sama dengan waktu itu,”
jawab Kanna.
Flash back
Saat Kanna menjalani wawancara kerja.
Dia merasa takut dan tidak nyaman dengan tatapan mata para juri yang
memperhatikannya. Karena mata mereka mengingatkannya pada kelas menggambar.
Disaat Kanna merasa sangat takut dan
putus asa, tidak ada orang tua yang berniat menolongnya. Makanya dia suka
mengiris tangannya.
Saat dulu Kanna menunjukkan irisan
ditangannya kepada Naoto. Naoto berkata ‘Jangan berdiri didepan orang sampai
lukamu sembuh.’
Flash back end
“Saat itu, saya merasa bisa bebas dari
kelas menggambar. Satu-satunya penyelamat dari penderitaan ini… hanyalah aliran
darah. Karena itu, pada hari itu juga… saya hanya melakukan hal yang sama,”
jawab Kanna sambil meneteskan air mata.
Ketika Yuki pergi ke toilet, dia
bertemu dengan Akina yang sedang mencuci tangan di wastafel. Dan dia melihat
pergelangan tangan Akina juga penuh dengan luka iris. Menyadari itu, Akina
langsung menutupi pergelangan tangannya dan pergi.
Persidangan hari berikutnya. Hakim
menjatuhi vonis delapan tahun penjara kepada Kanna. Sebab setelah Kanna membeli
pisau dapur dan pergi ke universtitas, Kanna memanggil korban Naoto ke tempat
sepi, lalu Kanna melarikan diri dari TKP tanpa melaporkannya. Fakta itu
menunjukkan bahwa Kanna berniat merencanakan dan melakukan kejahatan dengan
tujuan membunuh korban. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Kanna menikam
dada korban menggunakan pisau dapur dengan maksud membunuh, hingga akhirnya
korban tewas. Jadi tanggung jawab pidana Kanna sangat berat.
Mendengar putusan itu, Anno dan Yuki
sama- sama tidak bisa berkata atau melakukan apapun, karena mereka sudah
melakukan yang terbaik yang mereka bisa, jadi mereka menerima keputusan hakim.
Dan Kanna juga menerima keputusan Hakim.
Beberapa hari kemudian. Gamon
mengadakan pameran foto. Dan Anno datang berkunjung ke sana serta melihat-
lihat. Lalu dia menemukan fotonya bersama Gamon dan keluarga dulu.
Melihat foto tersebut, Anno tersenyum.
Dan Gamon memegang bahunya dengan akrab.
Setelah selesai melihat- lihat, Anno
duduk diluar bersama Yuki. “Enak ya, seperti yang diharapkan dari abangku,”
komentarnya. Dan Yuki setuju.
Anno kemudian memberikan surat dari
Kanna kepada Yuki. Dan Yuki langsung membuka serta membaca surat tersebut.
Pak Anno dan Dokter Makabe. Terima kasih atas bantuannya. Ada
banyak orang di ruang sidang yang menerima kata- kataku. Aku terselamatkan oleh
hal itu.
Rasa sakit, kesedihan, penolakan, dan tekadku sendiri. Aku
selalu menganggap itu hal yang tidak boleh kukatakan. Tapi untuk pertama
kalinya, aku merasa tak masalah untuk mengatakannya.
Aku akan menerima hukumanku dengan tenang. Aku telah
meninggalkan ayahku. Aku takkan pernah melihat ayahku lagi. Dengan ini, aku
bebas dari tatapannya. Waktu itu, meski sesaat, itulah yang kupikirkan.
Aku dengar penerbitan buku itu ditunda karena minat masyarakat
pada kasus ini berkurang. Kalau begitu, suatu hari, aku ingin menulis tentang
kasus ini…
Dengan kata- kataku sendiri.
Masih ada banyak hal yang tak kumengerti… tentang emosi dan
hatiku. Aku akan menghadapinya. Hingga kelak, kubisa mewujudkannya.
Hijiriyama Kanna.
Selesai membaca surat tersebut, Yuki
tersenyum kecil. Lalu dia mengembalikan itu kepada Anno.
“Aku juga sama dengan anak ini. Padahal
soal perasaanku sendiri, tapi banyak yang tak kutahu. Kenapa hubungan dengan
Yuki tak berjalan lancar. Pada saat itu… ketimbang berusaha memahami dan
menyembuhkan lukamu, kurasa perasaanku yang ingin melindungi diri sendiri jauh
lebih kuat,” kata Anno, menyampaikan perasaannya dengan jujur.
“Itu karena aku juga sama,” balas Yuki.
“Waktu itu, aku merasakan… bayangan
ibuku dalam dirimu. Aneh, ‘kan?”
“Begitu, ya,” respon Yuki.
Kemudian Anno melihat Gamon yang berada
di dalam ruang pameran. “Aku ini… bersyukur kalau dialah abangku. Berkatnya,
akhirnya aku dan Yuki menjadi keluarga,” katanya sambil tersenyum.
Mendengar itu, Yuki balas tersenyum
dengan tulus.
Yuki mendekati Gamon dan berdiri
disebelahnya. Mereka melihat foto keluarga Gamon dan keluarga bersama dengan
Anno dulu. Dalam foto tersebut, Anno tersenyum.
“Foto yang kupotret untuk pertama
kalinya. Selembar kenangan. Itu diambil pada hari Tahun Baru, setelah Kashou
datang ke rumah,” kata Gamon, bercerita.
“Bukankah Kashou tertawa riang?”
“Awalnya, dia tak pernah tertawa,”
jelas Gamon. “Karena dia jarang tertaw, maka aku yang membuanya tertawa,” jelas
Gamon. Lalu dia membisikkan caranya di telinga Yuki.
Flash back
Pada saat pengambilan foto pertama
kali, Anno sama sekali tidak ada tersenyum. Dan Gamon menyadari hal tersebut,
jadi dia meminta orang tuanya untuk mengambil foto sekali lagi.
Gamon mengatur kamera, lalu dia kembali
berdiri disebelah Anno. Dan saat dia melihat, Anno tetap tidak ada tersenyum,
dia sengaja menggelitik pinggangnya dari belakang, sehingga Anno pun tertawa
didalam fotonya yang kedua.
Flash back end