Sinopsis
K-Drama : Squid Game Episode 09 END
Permainan terakhir. Sisa pemain, dua orang :
218 dan 456.
Episode 09
HARI YANG
BERUNTUNG
Sebelum memasuki arena permainan, Gi Hun dan
Sang Woo harus menentukan siapa yang akan menjadi penyerang dan penjaga di
permainan tadi. Cara menentukannya adalah mengundi menggunakan koin khusus yang
mempunyai lambang segitiga dan kotak. Gi Hun memilih segitiga. Koin dilempar,
segitiga yang keluar. Jadi, Gi Hun yang memilih hendak menjadi apa. Gi Hun
memilih untuk menjadi penyerang.
Mereka akhirnya memasuki arena permainan. Game
terakhir yang akan mereka mainkan adalah Squid Game. Permainan ini terdengar
aneh bagi para VIP. Topeng hitam menjelaskan kalau squid game adalah permainan
anak-anak yang dimainkan di Korea sejak dulu.
“Pertama, penyerang harus masuk ke dalam
gambar cumi-cumi, berlari melewati pertahanan, dan menginjak kepala cumi-cumi
untuk menang. Kedua, penjaga harus mendorong penyerang keluar dari gambar untuk
menang. Ketiga, jika terjadi sesuatu dan salah satu dari kalian tak bisa terus
bermain, orang bertahan yang menang.”
“Apa yang dimaksud dengan "tak bisa terus
bermain"?” tanya Gi Hun.
“Itu mengacu pada kematian pemain. Permainan
dimulai sekarang.”
Topeng hitam menjelaskan kepada para VIP kalau
diantara semua permainan yang dimainkan anak-anak dahulu, permainan ini paling
melelahkan dan kasar.
Sebelum mulai bermain, Gi Hun mengikat erat
tali sepatunya dan mengambil sepasang pasir. Seperti yang dijelaskan di awal
episode 01, penyerang harus memulai permainan dengan melompat melalui satu
kaki. Dia baru bisa berjalan dengan dua kaki jika melewati leher cumi-cumi yang
dijaga oleh penjaga. Gi Hun yang sering memainkan permainan ini saat kecil,
sangat mahir. Dia sudah memikirkan taktik untuk mengalahkan Sang Woo. Untuk
bisa melewati leher cumi yang dijaga oleh Sang Woo, dia melemparkan pasir yang
ada digenggamannya ke mata Sang Woo. Sontak, Sang Woo menjerit kesakitan dan
kesulitan melihat. Ini menjadi kesempatan bagi Gi Hun untuk dapat melewati
leher cumi dengan mudah. Setelah melewatinya, dia sudah boleh berjalan
menggunakan dua kaki.
Hujan mulai turun. Hal ini menambah keseruan
permainan menurut para VIP. Sang Woo sudah nggak segan-segan lagi. Dia
mengenggam pisau di tangannya sebagai senjata untuk mengalahkan Gi Hun. Dia tahu
kalau Gi Hun sangat marah karena dia membunuh Sae Byeok. Tapi, yang dia lakukan
hanyalah mengakhiri penderitaan Sae Byeok. Gi Hun tidak menerima penjelasannya,
karena dia yakin kalau Sae Byeok bisa diselamatkan.
Sang Woo tetap tidak merasa pilihannya salah.
Dia tahu sifat Gi Hun dan dia yakin Gi Hun akan melakukan segalanya untuk
menyelamatkan Sae Byeok. Dia takut jika Gi Hun dengan Sae Byeok memutuskan
berhenti bermain, maka permainan akan dihentikan dan mereka akan keluar tanpa
membawa apapun! Dia nggak bisa membiarkan itu!
Jawabannya membuat tekad Gi Hun semakin kuat. Dia
masih menyimpan pisaunya. Dia akan membuat Sang Woo tidak akan bisa
mneinggalkan tempat ini dengan uang itu. Sekarang ini bukan hanya permainan
biasa, tapi pertarungan hidup mati antara keduanya. Gi Hun berhasil melukai
wajah Sang Woo dan menjatuhkan pisaunya kemudian menendangnya. Sang Woo sudah
kehilangan senjata, tapi dia tidak menyerah. Dengan sekuat tenaganya, dia
berusaha mendorong Gi Hun keluar garis. Dia juga berhasil membuat pisau Gi Hun terjatuh.
Keduanya mulai adu tinju.
Setelah bergelut sana sini, Sang Woo berhasil
mendapatkan kembali pisaunya dan menggunakannya untuk menusuk kaki Gi Hun. Gi Hun
terkapar di tanah.
“Gi-hun, kau ingat tempat ini? Kita bermain Lampu
Merah, Lampu Hijau di sini. Semua orang yang berdiri di sini waktu itu sudah
mati sekarang kecuali kau dan aku! Kita… sudah terlalu jauh untuk kembali,”
ujar sang Woo dan hendak menancapkan pisau ke wajah Gi Hun.
Tapi dengan sisa kekuatanya, Gi Hun menahan
pisau tersebut dengan tangannya dan menggigit kaki Sang Woo. Sang Woo menjerit
kesakitan. Kini, posisi berbalik. Gi Hun berada diatasnya dan meninjunya
berulang kali.
“Kau membunuh mereka. Kau membunuh semua
orang. Kau membunuh mereka. Kaulah yang membunuh mereka,” marahnya. Dengan pisau
yang ada ditangannya, dia pisau saja langsung membunuh Sang Woo yang sudah
tidak berdaya, tapi dia tidak sanggup melakukan hal itu.
Para VIP yang melihat dari atas, berkomentar
kalau permainan sudah berakhir. Mereka sudah bisa menebak pemenangnya adalah Gi
Hun. Yang perlu Gi Hun lakukan hanyalah menginjak garis finish. Pengawas juga
sudah menyiapkan pisau dan siap menembak Sang Woo. Namun, Gi Hun tiba-tiba saja
berhenti di depan garis finish dan mengumumkan kalau dia hendak berhenti
bermain. Dia mengingatkan kalau pasal 3 permainan, jika mayoritas pemain setuju
untuk berhenti, permainan bisa dihentikan. Makanya, dia mau Sang Woo juga setuju
untuk berhenti bermain.
Para VIP tentu bingung dengan keputusannya. Dia
hampir menang, tapi malah ingin menghentikan permainan?! Apa-apaan ini!
“Saat kita kecil, setelah bermain denganmu
seperti ini, ibu kita selalu memanggil kita untuk makan malam. Kini tak ada
yang panggil kita,” ujar Sang Woo.
“Ayo. Ayo pulang,” ujar Gi Hun dan mengulurkan
tangannya.
Sang Woo menangis melihat tangan yang terulur
tersebut. Dia sudah hendak menyambutnya, tapi kemudian, dia memutuskan untuk
mengambil pisau yang ada disebelahnya dan menusuk lehernya sendiri. Dia
memutuskan untuk bunuh diri. Dinafas terakhirnya yang dikatakannya adalah “Ibuku…”
Gi Hun menangis histeris karena bukan ini yang
diinginkannya. Dengan kematian Sang Woo, otomatis Gi Hun menjadi pemenang dalam
game ini. Uang hadiah yang dikumpulkannya adalah 45,6 miliar won.
Permainan sudah usai. Gi Hun dengan mata
tertutup dan tangan terikat dibawa dengan mobil limousin bersama topeng hitam. Topeng
hitam memberikan selamat atas kemenangannya dan memuji permainannya yang bagus.
Gi Hun sudah kehilangan semangat hidup. Dia tidak mengerti kenapa topeng hitam
harus melakukan permainan seperti ini? Dan jawabannya, karena para pemain
seperti kuda dalam pacuan kuda.
“Siapa kau?”
“Anggap saja ini mimpi. Lagi pula, ini bukan
mimpi buruk bagimu.”
“Siapa kau? Siapa kau? Siapa kau?” tanya Gi
Hun berulang kali.
Tentu saja pertanyaannya tidak dijawab dan
obat bius disemprotkan membuatnya kehilangan kesadaran. Dan sama seperti
pertama kali, dia diturunkan ditengah jalan masih dengan penututp wajah dan
tangan terikat. Bedanya kali ini, dia tidak telanjang dan diturunkan dijalan
yang ramai. Dan didalam mulutnya, terdapat sebuah kartu ATM.
Begitu berhasil lepas dari ikatannya, Gi Hun
pergi ke ATM untuk memeriksa saldo yang ada dikartu tersebut. Untuk
memeriksanya, Gi Hun mencoba menarik uang 10.000 won. Sandi yang dimasukkannya
adalah 0456. Berhasil. Uang 10.000 won keluar dan layar menunjukkan sisa saldo
direkeningnya : 45.599.990.000 won.
Dia kaya! Namun, kebahagiaan itu tidak ada di
dalam dirinya. Saat dalam perjalanan pulang, Ibu Sang Woo melihatnya yang babak
belur dan mengenakan perban. Dia mengira Sang Woo minum miras dan mabuk lagi
sehingga berkelahi. Dengan baiknya, dia memberikan sekantong makerel dan
menyuruhnya untuk pulang dan memakannya bersama Ibunya. Ibu Sang Woo juga
bilang kalau Ibu Gi Hun kelihatannya sakit karna tidak mengangkat telepon dan
sudah dua hari tidak berjualan. Dia ingin menjenguk, tapi dia sibuk belakangan
ini.
Rasa bersalah Gi Hun semakin besar. Apalagi
saat Ibu Sang Woo bertanya padanya, apakah dia pernah menghubungi Sang Woo
akhir-akhir ini? Karena Gi Hun hanya diam, Ibu Sang Woo mengira jawabannya
tidak. Dia tidak melihat wajah Gi Hun yang memucat dan menegang saat mendengar
pertanyaan tersebut.
Gi Hun sampai di rumahnya. Dan hal pertama
yang dilihatnya adalah Ibunya yang terbaring di ruang tamu. Awalnya, dia
mengira Ibunya tidur, tapi berulang kali dibangunkan, ibunya tidak bergerak
sedikitpun. Ibunya meninggal. Kepedihan Gi Hun semakin menjadi-jadi. Salah satu
alasannya mengikuti permainan adalah demi mendapatkan uang untuk Ibunya, tapi
alasan itu kini hilang.
1 tahun
kemudian,
Hidup Gi Hun menjadi tidak terurus. Dia sudah
kehilangan semangat hidup dan terlihat seperti gelandangan. Hari ini, dia baru
keluar karna pihak bank memanggilnya. Direktur bank mengajak bertemu terkait
uang simpanan Gi Hun direkening mereka. Uang itu tidak digunakan sama sekali
dan hanya dibiarkan begitu saja di rekening biasa. Makanya, dia ingin
menawarkan layanan konsultasi khusus untuk VIP seperti Gi Hun.
Gi Hun sama sekali tidak tertarik
mendengarnya. Dia malah tiba-tiba membahas, bolehkah dia meminta tolong? Dia ingin
meminjam uang 10.000 won. Direktur bank sampai kaget mendengar permintaannya karena
ini jumlah uang yang sangat kecil untuk orang yang mempunyai tabungan lebih
dari 45miliar won. Dia nggak keberatan sama sekali memberikannya.
Uang itu dipakai Gi Hun untuk membeli miras
sambil duduk ditepian sungai. Seorang penjual bunga mendekatinya dan meminta
tolong agar dia mau membeli dagangannya. Jika tidak terjual hari ini, bunganya
akan layu. Tanpa berkata apapun, Gi Hun membeli satu tangkai bunganya. Anehnya,
di bunga itu terdapat sebuah kartu hitam. Dan saat dibuka isinya adalah kartu
dengan logo ‘lingkaran-segitiga-kotak.’ Dan dibelakang kartu itu terdapat pesan
: “Tanggal 24 Desember, pukul 23.30.
Gedung SKY lantai 7.”
Tanggal yang tertulis dikartu adalah tanggal
hari ini. Dengan rasa penasaran, Gi Hun pergi ke tempat seperti yang tertulis
di kartu. Di lantai 7, hanya ada sebuah ruangan besar yang diujungnya terdapat
1 tempat tidur dengan peralatan medis. Dan orang yang berada di tempat tidur
itu adalah…
001. Oh Il Nam. Gi Hun bingung dan kaget.
Bukankah dia harusnya sudah tereliminasi waktu itu? Siapa sebenarnya dia?! Bukannya
menjawab pertanyaan Gi Hun, dia malah menunjuk ke jendela. Dari jendelanya, dia
bisa melihat seorang gelandangan yang duduk diemperan toko. Orang itu
sepertinya mabuk dan sudah duduk disana selama berjam-jam. Orang itu akan mati
kedinginan jika dibiarkan, namun, tidak ada yang menolongnya.
Gi Hun sudah kelihatan sangat marah. Apa Oh Il
Nam yang melakukan semuanya?
“Apa kau akan berhenti dan membantu manusia
buangan yang bau itu?” tanya Oh Il Nam, masih saja mengabaikan pertanyaan Gi Hun.
“Siapa kau? Kenapa kau membiarkanku hidup?”
“Bermainlah… sekali lagi denganku. Jika pria
itu tetap di sana sampai tengah malam, aku menang. Jika seseorang membantunya, kau
menang,” ujarnya, masih terus mengabaikan teriakan Gi Hun.
“Hentikan omong kosongmu. Aku bisa membunuhmu
sekarang.”
“Kalau begitu, kau tak akan mendapatkan
jawaban dariku. Jika bermain denganku, aku akan menjawab pertanyaanmu.”
“Jika kau kalah, aku akan membunuhmu dengan
tanganku sendiri.”
“Apa yang… akan kau pertaruhkan?”
“Apa pun. Kau bisa mengambil semuanya dariku
jika mau.”
Permainan dimulai. Waktu terus bergulir dan
belum ada yang menolong orang itu.
“Siapa… kau? “
“Aku adalah… orang yang memutarkan uang.”
“Apa kau menghasilkan uang begitu mudah sampai
melakukan hal seperti itu?”
“Uang. Kau tahu bagaimana menghasilkan uang. Tak
mudah menghasilkannya, 'kan?”
“Sejauh mana kebenarannya? Sejauh mana
kebohonganmu? Oh Il-nam. Apa itu sungguh nama aslimu?”
“Ya. Itu namaku. Oh Il-nam. Dan sungguh ada
tumor di kepalaku. Dulu, aku pernah tinggal di rumah yang berada di gang
seperti itu dengan istri dan anakku. Apa kau… masih memercayai manusia? Bahkan
setelah apa yang kau alami?”
Saat dia menanyakan itu, terlihat ada
seseorang yang mendekati pria mabuk itu. Bukan untuk menolong, tapi mengambil
barangnya.
“Kenapa kau ingin menemuiku?” tanya Gi Hun,
tanpa menjawab pertanyaan Oh Il Nam.
“Kudengar kau tak menyentuh hadiah uang yang
kau dapatkan dan kembali hidup seperti dulu. Apa kau merasa bersalah?”
“Merasa bersalah? Kurasa kau tak layak
mengatakannya.”
“Uang itu adalah hadiah yang kau dapatkan dari
keberuntungan dan kerja kerasmu. Kau berhak menggunakannya. Lihatlah aku. Hidup
ini… singkat.”
“Kenapa kau melakukan hal seperti itu?”
“Apa kau tahu persamaan antara orang yang tak
memiliki uang dan orang yang memiliki terlalu banyak uang? Hidup tak
menyenangkan bagi mereka. Jika kau memiliki terlalu banyak uang, apa pun yang
kau beli, makan, atau minum, akan membosankan pada akhirnya. Aku lupa sejak
kapan, para klienku mengatakan hal yang sama kepadaku. Mereka bilang tak ada
kesenangan lagi dalam hidup mereka. Jadi, kami semua berkumpul dan
merenungkannya. Apa yang bisa kita lakukan untuk bersenang-senang?”
“"Bersenang-senang"?
Kau menempatkan kami di posisi itu untuk bersenang-senang?” tanya Gi Hun,
sangat marah.
“Sepertinya kau lupa. Aku tak pernah memaksa
siapa pun untuk berpartisipasi dalam permainan. Kau pun akhirnya kembali atas
kemauanmu sendiri,” jawabnya. Dan saat melihat keluar jendela, masih belum ada
yang menolong orang mabuk itu. “Sepertinya keberuntunganmu sudah habis. Apa kau
masih memercayai manusia?”
“Kenapa kau ikut melakukan permainan?”
“Saat aku kecil, aku sangat bersenang-senang tak
peduli apa yang kulakukan dengan teman-temanku sampai aku lupa waktu. Sebelum
mati, aku sangat ingin merasakannya sekali lagi. Itu bukan sesuatu yang bisa
dirasakan saat duduk di kursi penonton. Aku ingin merasakannya.”
“Lantas? Apa kau merasa senang?”
“Kau bertanya kepadaku kenapa aku membiarkanmu
hidup, 'kan? Karena menyenangkan bermain bersamamu. Berkat kau, aku mengingat
kembali hal-hal di masa lalu yang sudah lama kulupakan. Sudah lama sekali… aku…
tak bersenang-senang seperti itu.”
Waktu sudah mau menuju jam 24.00 dan tepat saat
itu, mobil polisi datang untuk menolong orang yang mbuk itu. Gi Hun menang. Dan
bersamaan dengan kemenanganya, Il Nam meninggal. Hidupnya memang sudah tidak
lama lagi, makanya dia mau bertemu dengan Gi Hun.
Flashback
Oh Il Nam
adalah si tuan rumah yang memakai topeng kucing. Dia memerintahkan topeng hitam
untuk melayani para tamu VIP menggantikannya. Karena menonton tidak lebih
menyenangkan daripada memainkannya sendiri.
End
--
Gi Hun memutuskan untuk berubah. Dia pergi ke
salon rambut untuk memotong dan mewarnai rambutnya menjadi merah terang. Sangat
mencolok. Setelah itu, dia pergi ke panti asuhan untuk menemui adik Sae Byeok. Dia
berujar kalau adik Sae Byeok sangat mirip dengan Sae Byeok. Dia juga
memperkenalkan diri sebagai teman Sae Byeok. Saat adik Sae Byeok menanyakan,
dimana kakaknya, Gi Hun tidak bisa menjawabnya.
Gi Hun membawa adik Sae Byeok, Kang Cheol, keluar dari panti
asuhan dan mengantarkannya ke Ibu Sang Woo. Dia meminta tolong Ibu Sang Woo
untuk menjaga Kang Cheol. Dan sebagai bekal, Gi Hun memberikan sebuah koper
kuning. Ibu Sang Woo terlihat menyanyangi Kang Cheol. Setelah Gi Hun pergi, Ibu
Sang Woo baru memeriksa koper yang Gi Hun berikan. Dia kira itu berisi pakaian
Kang Cheol, tapi isinya ternyata adalah uang. Sekoper uang. (Btw, Ibu Sang Woo
sekarang berjualan di pinggir jalan).
Jumlah uang yang ditinggalkan Gi Hun sangat
banyak. Dan di dalamnya ada sebuah note : “Ini
uang yang pernah ku pinjam dari Sang Woo.”
Ibu Sang Woo mana bisa menerima uang sebanyak
itu dan mau penjelasan, tapi Gi Hun sudah menghilang.
--
Gi Hun sedang dalam perjalanan menuju bandara.
Dia akan menyusul putrinya, Ga Yeong, ke Amerika. Dia juga sudah menyiapkan
hadiah ulang tahun. Namun, dalam perjalanan menuju bandara, dia tanpa sengaja
melihat seorang pria yang sedang bermain ddakji
dengan pria yang bermain dengannya dulu, di seberang.
Tanpa pikir panjang, Gi Hun berlari mengejar
pria tersebut. Tapi, pria itu sudah pergi menaiki kereta bawah tanah. Yang
tersisa hanya kartu nama permainan yang diberikannya pada orang yang bermain
dengannya. Gi Hun langsung merebut kartu nama itu dan melarang si pria untuk
tidak mengikuti permainan.
Pesawat yang akan ditumpangi Gi Hun sudah akan
berangkat. Tapi, Gi Hun mulai merasa ragu untuk pergi. Sebelum memasuki pintu
pesawat, dia menelpon nomor yang tertera di kartu.
“Jika kau
ingin berpartisipasi, tolong sebutkan nama dan tanggal lahirmu,” jawab orang diseberang.
“Seong Gi-hun. Tanggal 31 Oktober 1974. Dengarkan
baik-baik. Aku bukan kuda. Aku manusia. Itu sebabnya aku ingin tahu siapa
kalian sebenarnya dan bagaimana kalian bisa sangat kejam kepada orang-orang.”
“Pemain 456,
jangan pikir yang aneh-aneh,” suara
topeng hitam.
“Itu sebabnya… aku tak bisa memaafkan kalian atas
segala yang kalian lakukan.”
“Naiki
pesawat itu. Itu demi kebaikanmu.”
Artinya, selama ini, Gi Hun masih diawasi. Keputusan
Gi Hun? Dia tidak menaiki pesawat itu.