Sinopsis K-Drama : Tomorrow Episode 03 part 1
Koo Ryeon lah yang akhirnya memutuskan
menerima Jun Woong ke dalam tim-nya.
EPISODE 3: HUTAN WAKTU 1
Sayangnya, keputusan tersebut kurang disetujui
sama Ryung Gu. Soalnya, nggak masuk akal aja Koo Ryeon mau menerima Jun Woong
masuk ke dalam tim mereka, padahal untuk bekerja di Jumadeung saja merupakan
suatu bentuk kesuksesan di alam baka. Untuk dapat bekerja di sini, mereka harus
mengalahkan ribuan kandidat lah. Mendengar ucapan Ryung Gu, Jun Woong tentu
kesal dan merasa sangat diremehkan. Fufuufu. Kirain hanya Ryung Gu saja, tapi
ternyata Koo Ryeon juga meremehkan Jun Woong. Alasannya menerima Jun Woong yang
tidak punya kemampuan dan hanya membuat masalah adalah untuk mengacaukan
hidupnya.
Dan cara yang mereka gunakan untuk mengerjai
Jun Woong adalah dengan naik lift alam baka. Di dalam lift ada kursi yang
tersedia dengan tiang penyangga di sudut. Begitu masuk, Ryung Gu and Koo Ryeon
langsung duduk di sudut kursi dan berpegangan pada tiang penyangga. Mereka
tidak mengatakan apapun pada Jun Woong. Dan benar saja, ternyata lift alam baka
turun dengan kekuatan sangat kencang hingga berguncang. Wkwkwk.
Karena Jun Woong sudah resmi masuk ke tim MR,
maka Koo Ryeon membawanya ke kantor resmi tim MR. Kirain kantornya akan seindah
Jumadeung. Tapi, nyatanya, tidak. Kantornya amat jauh berbeda. Kotor, tidak
terawat dan dipenuhi tumpukan dokumen. Di sana juga ada beberapa penjara kecil.
Ryung Gu menjelaskan kalau kantor itu dulunya digunakan oleh Unit Kejahatan
Khusus, bagian dari tim Pengawal. Tugas unit tersebut adalah mengawal arwah ke
Neraka karena berbuat kejahatan saat hidup. Dan Koo Ryeon bekerja sebagai
manager tim itu dulu.
Ah, pantas saja, waktu awal bertemu Jun Woong,
dia nggak segan-segan menendangnya. Ternyata pengalaman dari menangkap
arwah-arwah penjahat. But, tenang
saja karena Unit Kejahatan Khusus sudah bubar dan mereka lah yang memakai
kantornya sekarang. Hm, kantor ini tentu tidak sesuai ekspetasi Jun Woong.
Tapi, karena takut pada Koo Ryeon, dia nggak berani mengatakannya dan malah
bilang kalau dia suka kantor dengan konsep retro. Wkwkwk.
Dan setelah sekian episode, akhirnya, Ryung Gu
dengan Jun Woong resmi berkenalan. Dia memperkenalkan namanya adalah Lim Ryung
Gu. Ryung artinya ‘tinggi’ dan Gu artinya ‘menyelamatkan’. Dasar Jun Woong, dia
malah menertertawakan nama Ryung Gu. Meski bilangnya dia nggak tersinggug, tetap
saja Ryung Gu dendam. Buktinya, dia memberikan nama julukan pada Jun Woong
yaitu ‘tuan pegawai kontrak.’ Koo Ryeon hanya bisa menghela nafas panjang
melihat sikap kekanakan mereka berdua.
Oke. Mari kita ke topik kerjaan. Di Jumadeung,
mereka juga mempunyai Kode Etik Malaikat Maut yang harus dipatuhi. Pertama,
dilarang berpakaian atau berkelakuan yang menjatuhkan martabat. Kedua, Jun
Woong akan menerima Nomor Induk Kependudukan (NIK) baru beserta nama baru. Dan
yang membuat KTPnya adalah Ryung Gu. Dia memberikan nama baru kepada Jun Woong,
yaitu : Kim Woong Jun (anjay… cuma
dibalikkin). Jun Woong juga nggak perlu khawatir kalau bertemu kenalannya saat
bertugas karena mereka hanya akan melihat wajah baru yang mereka berikan untuk
Jun Woong. Artinya, Jun Woong tidak akan dikenali. Ketiga, Malaikat Maut
dilarang memakai kekuatannya di depan manusia, ikut campur urusan manusia atau
meninggalkan jejak di Dunia Fana. Dan terakhir, yang paling penting diantara
semuanya adalah : mulai hari ini tidak ada Choi Jun Woong dari Dunia Fana.
Setelah memahami semuanya, maka Jun Woong
harus menandatangani surat kontrak perjanjian kerja. Dia resmi menjadi Malaikat
Maut.
Setelah kembali ke Dunia Fana, hal pertama
yang dilakukan Jun Woong adalah berkunjung ke rumahnya. Dia masuk dengan
menekan password pintu. Beruntunglah karena rumah kebetulan dalam keadaan
kosong, jika tidak, dia bisa dikira maling. Di ruang tamu ada meja altar untuk
memperingati hari kematian Ayah mereka. Melihat foto Ayahnya, Jun Woong jadi
sedih karena berada dalam posisi seperti ini. Dia berjanji akan bekerja dengan
giat agar bisa segera kembali kepada Ibu dan Min Young (adiknya).
Tiba-tiba saja terdengar suara orang
memasukkan password pintu. Otomatis, Jun Woong langsung lari bersembunyi ke
dalam kamarnya yang kosong. Ibu dan adiknya sudah pulang dan mulai bersiap
untuk sembahyang. Hari ini adalah hari peringatan kematian Ayah mereka. Ibu
terlihat sangat sedih dan berusaha minum dengan menggunakan hari kematian Ayah
sebagai alasan. Min Young yang sangat memahami Ibunya, tau apa yang
dipikirkannya dan memintanya untuk berhenti minum. Dia menyakinkan Ibunya kalau
abangnya yang masih muda, pasti akan segera pulih dan sadar. Jadi, jangan patah
semangat seperti ini. Dari dalam kamar, mendengar semua obrolan Ibunya dan Min
Young, Jun Woong jelas merasa sedih.
Topik tiba-tiba beralih saat Min Young
menyadari suatu hal dari foto yang ada di rumah mereka. Tidak ada foto keluarga
bersama mereka. Hanya ada fotonya saat bayi bersama Jun Woong dan Ibu.
“Ayahmu yang selalu mengambil foto kita,
seperti saat meliput. Jika Ibu tahu dia tak kembali dari dinas itu, seharusnya
Ibu meminta foto bersama di hari dia berangkat,” jawab Ibu.
Begitu pemakaman selesai dan mereka beberes,
Jun Woong langsung memanfaatkan kesempatan untuk keluar dari sana.
Baru juga keluar dan mau kembali ke kantor,
ponselnya, pemberian dari Ryung Gu, berbunyi. Ada notifikasi dari The Red Light. Target yang hendak bunuh
diri kali ini adalah Namgung Jae Soo, 29 tahun. Jae Soo sudah tiga tahun
belajar untuk Ujian Akademi Kepolisian dan baru-baru ini energi negatifnya
meningkat. Namun, ada satu masalah : Jae Soo adalah sahabat Jun Woong. Atas
pertimbangan itu, Ryung Gu ingin mengecualikan Jun Woong dari kasus kali ini. Dia
takut kalau perasaan pribadi Jun Woong akan menjadi penghalang.
“Adakalanya perasaan pribadi juga membantu,
kan?” ujar Koo Ryeon.
Setelah membahas, mereka baru sadar kalau Jun
Woong sedari tadi belum kembali.
Apa yang mereka takutkan benar. Jun Woong
sedang berlari menuju tempat Jae Soo begitu melihat notifikasi.
Flashback
Jun
Woong dan Jae Soo bertemu saat masih SMA. Mereka teman sekelas yang hanya
saling mengenal sebatas nama. Nggak bicara juga. Pokoknya, seperti orang asing.
Hingga suatu hari, Jae Soo kehilangan sepatunya. Hm, lebih tepatnya, sepatu
barunya di ambil sama preman kelas dan dia diberikan sepatu bekas si preman
tersebut. Jae Soo nggak terima dan meminta sepatunya dikembalikan. Dia membeli
sepatu itu dengan bekerja sambilan, jadi, mana rela dia sepatu itu diambil
begitu saja. Permintaannya langsung ditanggapi si preman dengan tinjuan keras
di wajahnya. Melihat hal itu, Jun Woong langsung mengalihkan pandangan dan
menunduk dalam-dalam, tidak mau ikut campur.
Esok
harinya,
Di
jam pelajaran, lagi-lagi, Jae Soo meminta sepatunya di kembalikan. Dia nggak
peduli meskipun diintimdasi sama si preman dkk. Dan sekali lagi, Jun Woong
menahan diri dan memilih tidak ikut campur.
Esoknya
lagi,
Jae
Soo masih tetap meminta sepatunya dikembalikan. Dan lagi-lagi, Jun Woong
menahan diri untuk tidak ikut campur. Jangan menyulitkan diri sendiri.
Keeesokannya
lagi,
Jae
Soo masih kekeh meminta sepatunya dikembalikan. Si preman kelas juga sampai
muak, tetapi tetap tidak mau mengembalikannya. Saat Jae Soo mau mengambil paksa
sepatu dari kakinya, si preman langsung meninjunya dengan keras. Tinjuan itu
membuat Jae Soo kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke belakang, menabrak Jun
Woong yang baru saja masuk sambil makan roti cokelat. Gegara Jae Soo
menabraknya, roti coklatnya jatuh ke sepatu putihnya. Menjengkelkan.
Kali
ini, Jun Woong nggak menghindar. Dia memang takut sama si preman, tapi tetap
saja memberanikan diri untuk bicara. Dia menyuruh si preman untuk mengembalikan
sepatu Jae Soo saja, karena sudah puas memakainya kan? Uh, sayangnya, si preman
malah mengira Jun Woong adalah teman Jae Soo.
“Tidak,
kami bukan teman,” sangkal Jun Woong.
“Hei,
kau sekolah di TK Seonam. Jika rumah
berdekatan dan kini sekelas, berarti kita teman,” ujar Jae Soo, lantang.
Wuhahahahhaha. Ingat aja Jae Soo kalau Jun Woong dan dia masuk TK yang sama. “Jika
tiga lawan dua, kita bisa melawan. Terima kasih, Kawan,” lanjutnya, menyakinkan
sambil mengedipkan mata.
Eh,
polosnya, Jun Woong malah termakan ucapannya. Dia mengakui Jae Soo sebagai
temannya. Dan dengan sok kuat, keduanya mulai adu kekuatan dengan si preman
dkk.
Hasilnya?
Mereka
babak belur. Walau begitu, tetap saja hari ini mereka mendapatkan sesuatu.
Seorang teman. Cieee. Untuk merayakannya, Jae Soo mengajak Jun Woong untuk
makan ayam goreng sepulang sekolah. Sambil makan, Jae Soo menceritakan kisah
hidupnya. Pabrik ayahnya bangkrut saat krisis moneter dan keluarganya jatuh
miskin.
“Kenapa
kau santai sekali membicarakan ini?” komentar Jun Woong, merasa canggung.
“Lagi
pula, bukan keluargamu yang jatuh miskin.”
“Keluargaku
juga bangkrut,” beritahu Jun Woong sambil tertawa.
“Entah
mengapa, sejak saat itu aku ingin makan ayam goreng jika butuh semangat.”
“Jangan
buat cerita sendiri. Ini seperti makan samgye-tang
di musim panas. Ini hanya ayam. Ceritamu
panjang untuk alasan makan ayam goreng,” ejek Jun Woong.
“Meski
hari ini aku gagal, besok aku akan mencobanya lagi. Mengambil kembali sepatuku!”
tekad Jae Soo, masih nggak menyerah.
“Apa
kau sudah gila?”
“Kegagalan
artinya kau harus coba lagi, Jun-woong.”
“Siapa
yang mengatakan omong kosong itu, Jae-soo?” tanya Jun Woong dengan nada
mengejek.
“Ayahku.”
“Ayahmu
tampak hebat. Bilang ayahmu aku mau bertemu. Aku mau dengar langsung kata
bijaknya,” ujar Jun Woong dengan nada semangat, berubah drastis dengan tadi.
Nggak
di sangka, Jae Soo malah bilang kalau ayahnya sudah lama meninggal. Jun Woong
jadi bingung harus merespon seperti apa.
End
Makanya, saat tahu Jae Soo punya niat bunuh
diri, mana mungkin Jun Woong bisa mengabaikannya. Dia langsung lari ke rumah
Jae Soo dan menggedor pintunya berulang kali. Jae Soo memang membukakan pintu
untuknya, tapi nggak mengenalai Jun Woong. Di mata Jae Soo, Jun Woong adalah
pria tua. Sangat berbeda dengan Jun Woong. Ryung Gu sengaja memilihkan wajah
itu sebagai bentuk balas dendam karena Jun Woong udah mengejek namanya. Dia
hanya menganggap pria dihadapannya adalah orang gila dan langsung menutup
pintu.
Jun Woong nggak menyerah dan kembali
menggedor-gedor pintu. Saking takutnya Jae Soo berbuat nekat, Jun Woong sampai
menelepon polisi untuk meminta pertolongan. Baru saja menelepon, polisi sudah
sampai. Cepet, euy. Malangnya, itu bukan polisi yang ditelepon Jun Woong.
Polisi yang datang adalah polisi yang mendapat laporan kalau ada pelanggaran
dan menangkap Jun Woong.
Di mata polisi, Jun Woong sangat amat
mencurigakan. Berulang kali mereka menanyakan identitasnya untuk mencocokan
dengan data base kepolisian, tapi pria dihadapan mereka selalu saja bilang
namanya adalah Choi Jun Woong dan menyebutkan NIK Choi Jun Woong. Padahal, Choi
Jun Woong adalah pria tampan dan muda, sangat berbeda dengan pria dihadapan
mereka sekarang. Makanya, mereka berulang kali menyuruhnya memberitahu
identitas aslinya. Jika dia terus begini, dia bisa ditangkap.
Setelah perdebatan sengit yang nggak berujung,
akhirnya, penyelamat muncul. Ryung Gu datang dan mengaku sebagai teman Jun
Woong. Dia juga berbohong kalau Jun Woong baru mengalami kecelakaan dan belum
sehat. Untuk membuktikan, dia mengambil dompet dari saku jas Jun Woong, mengeluarkan
KTP dan memberikannya ke petugas. Foto di KTP mirip dengan pria dihadapan
mereka. Berkat itu, Jun Woong akhirnya dibebaskan.
Setelah kembali ke kantor, dia langsung
dimarahi sama Koo Ryeon. Jun Woong yang sangat khawatir, jadi penuh emosi. Setelah
mendengar Koo Ryeon bilang akan menyelamatkann Jae Soo, Jun Woong baru agak
tenang. Rapat dimulai kembali. Ryung Gu menyampaikan kalau ini adalah tahun
ketiga Jae Soo ikut Ujian Akpol. Dan untuk tahun ini, dia gagal di ujian
pertama. Jun Woong langsung kaget karena selama mengikuti Ujian Akpol, Jae Soo
selalu lulus di ujian pertama.
Gegara kegagalan ini, Jae Soo tidak punya lagi
semangat hidup. Selama beberapa hari ini, dia hanya berbaring diatas kasur dari
pagi hingga malam. Tidak melakukan apapun sama sekali. Seperti, waktu yang
terhenti.
“Ayam goreng,” teriak Jun Woong, heboh. “Kita
bisa gunakan ayam goreng.”
“Apa maksudmu?” tanya Koo Ryeon.
“Hanya butuh itu?” timpali Ryung Gu. “Dari
mana? Kita bisa memesannya…”
“Bukan ayam seperti itu… Ayam yang Jae-soo dan
ayahnya makan saat umurnya enam tahun. Dia selalu cerita itu saat sedang
kesulitan.”
“Meski kau Malaikat Maut, tak ada jalan menuju
masa lalu,” beritahu Ryung Gu, setelah diam sesaat dan saling bertatapan dengan
Koo Ryeon. “Apa kau yakin dia akan membaik dengan ayam goreng itu? Ingatan
mudah diputarbalikkan.”
Daripada mereka terus berdebat seperti ini,
Koo Ryeon menyarankan agar mereka pergi menemui Jae Soo dulu. Mereka harus
membuat Jae Soo keluar dari rumah dulu. Ah, Ryung Gu langsung terpikir sebuah
cara.
Caranya, menyamar menjadi orang yang mau
mengajak masuk sekte. Yang tentu saja, langsung ditolak mentah-mentah sama Jae
Soo. Jae Soo nggak mengatakan appun dan hanya langsung menutup pintu lagi. Jun
Woong yang melihat dari kejauhan, tertawa mengejek mereka berdua. Siapa juga
yang akan membuka pintu untuk pengikut sekte?!
“Kau punya ide yang lebih baik?” tantang Ryung
Gu.
Jun Woong terdiam. Dan beberapa detik
kemudian, dia terpikir sebuah ide. Idenya adalah mengirim pesan ke Jae Soo yang
isinya : “Kegagalan artinya kau harus coba lagi.” Saat melihat pesan itu, Jae
Soo langsung bangkit dari tempat tidurnya dan membalas, siapa kau? Jun Woon
membalas kalau dia mau tahu, keluarlah.
Diluar, Ryung Gu pesimis kalau cara Jun Woong
bakal sukses. Koo Ryeon juga menyarankan supaya mereka mendobrak pintu rumah
Jae Soo saja. Umur panjang, yang dibicarakan, tiba-tiba saja keluar dari
rumahnya dan berlari sangat kencang, entah kemana. Koo Ryeon dkk langsung
berlari mengejarnya, namun, stamina mereka kalah jauh dengan stamina Jae Soo.
Wajar saja, karena Jae Soo kan memang sudah lama mempersiapkan diri menjadi
polisi, jadi staminanya sangat kuat.
Jun Woong sambil berlari dan ngos-ngosan,
menyuruh Ryung Gu untuk menggunakan kekuatan teleportasi untuk menangkap Jae
Soo. Eh, Ryung Gu malah menolak soalnya disekitar mereka banyak CCTV jalan.
Hantu saja nggak bisa menghindari CCTV. Ampunlaahh! Pas diperempatan, mereka
kehilangan jejak Jae Soo. Karena nggak ada yang tahu Jae Soo berlari ke arah
mana, maka mereka memutuskan untuk berpencar.
Sambil berlari, Jun Woong memeriksa aplikasi the Red Light. Dari aplikasi itu,
terlihat kalau titik posisi Jae Soo nggak begitu jauh darinya. Dan ketika dia
melihat sekeliling, Jun Woong baru menyadari kalau di dekat sana adalah rumah
sakit tempatnya di rawat dan titik Jae Soo di aplikasi juga berada di sekitar
tempat tersebut. Ah, Jae Soo pergi ke rumah sakit untuk menemuinya. Berbekal
instuisi tersebut, Jun Woong langsung menuju rumah sakit.
Di saat yang sama, di dalam rumah sakit, Joong
Gil juga sedang melakukan tugasnya, menjemput arwah. Arwah yang dijemputnya
hari ini adalah arwah seorang wanita bernama Heo Na Young yang meninggal karena
kecelakaan. Di dekat tubuhnya yang sudah tidak bernyawa, seorang pria menangis
meratapi kepergiannya. Pria itu adalah suami Na Young, Kang Woo Jin, yang juga
mengalami kecelakaan mobil bersama Na Young, namun, berhasil selamat. Ketika di
jemput dan hendak di bawa ke alam baka, Na Young menolak dan meminta diberikan
sedikit kesempatan untuk berpamitan. Namun, percuma saja. Joong Gil tetap
menyuruh anak buahnya untuk membawa Na Young. Peraturan adalah peraturan.
Joon Gil pergi duluan. Saat melewati sebuah
lorong, tiba-tiba dia berhenti karna merasakan sesuatu. Di lorong itu ada Jae
Soo yang sedang berdiri di depan kamar rawat Jun Woong. Dia mengira kalau pesan
yang diterimanya barusan adalah dari Jun Woong. Namun, melihat Jun Woong masih
terbaring tak sadarkan diri, rasanya harapannya sirna. Dia mengira kalau
sahabatnya sudah siuman. Jun Woong yang mengejarnya barusan, menemukannya dan
perlahan, berjalan mendekatinya. Semakin Jun Woong mendekati Jae Soo, tubuh
fananya yang berada di dalam kamar rawat, tiba-tiba saja mengalami
kejang-kejang. Melihat itu, Jae Soo langsung berlari ke dalam kamar rawat Jun
Woong dan menekan bel darurat.
Diluar kamar rawat tersebut, Jun Woong dalam
tubuh malaikat mautnya, mendadak kehilangan keseimbangan. Dunia serasa
berputar. Kepalanya terasa sangat sakit. Di saat seperti itu, tubuh fananya
juga mulai berhenti bernafas sehingga dokter harus menggunakan alat pacu
jantung. Tiba-tiba saja, Joong Gil yang tidak jauh dari sana, mendekatinya dan
mendorong Jun Woong hingga menabrak dinding di ujung lorong. Ryung Gu dan Koo
Ryeon juga baru tiba setelah kejadian itu. Begitu tubuhnya dilempar Joong Gil,
rasa sakit yang dirasakannya tadi menghilang. Walau begitu, tetap saja Jun
Woong marah karena Joong Gil tiba-tiba saja melemparnya. Koo Ryeon langsung
berbisik menyuruhnya jangan membuat masalah dan diamlah.
Jun
Woong tetap nggak mendengarkan dan terus saja mengamuk meskipun Ryung Gu sudah
mengingatkan kalau dia hampir mati barusan. Melihat tingkahnya, Joon Gil
langsung menyindir tim MR yang terdiri dari personel baru tanpa kemampuan
dasar, bawahan tanpa rasa tanggung jawab dan manajer tim dari Neraka. Tampaknya,
tim mereka tidak akan bertahan lama. Percuma saja dia cemas tanpa alasan.
“Tidak. Teruslah merasa cemas. Teruslah
begitu,” balas Koo Ryeon.
Joong Gil mengabaikannya. Perhatiannya malah
teralih ke Jae Soo yang baru saja keluar dari ruang rawat Jun Woong. Dari aura
dan eskpresinya, Joong Gil sepertinya tahu kalu Jae Soo akan segera melakukan
bunuh diri. Makanya, dia berencana mengirim personelnya lebih awal. Setelah
memberikan peringatan tersebut, Joong Gil baru pergi. Begitu Joong Gil pergi,
Ryung Gu baru memarahinya. Apa Jun Woong nggak membaca isi kontraknya? Di sana
terdapat pasal yang menuliskan tentang kemungkinan terjadinya gangguan
sementara saat tubuh asli dan tubuh sementara berdekatan. Akibatnya, ingatannya
bisa terhapus secara acak!
“Apa salahnya jika kehilangan sedikit ingatan?”
omel Jun Woong, masih nggak merasa kalau dia melakukan kesalahan.
“Kau bisa melupakan wajahmu. Kau tak akan bisa
kembali ke tubuhmu. Itu artinya kau akan mati,” teriak Koo Ryeon, menjelaskan
secara jelas akibat perbuatannya. Kematian diri sendiri.
“Mati? Kenapa baru beri tahu sekarang?” marah
Jun Woong.
“Siapa yang tak baca kontraknya!” balas Ryung
Gu, berteriak!
“Benar, aku tak membacanya. Apa kau membaca
kontrakmu dengan teliti? Sampai setiap pasalnya? Pak Lim Ryung-gu?”
“Ya. Aku baca setiap katanya dengan teliti,”
jawab Ryung Gu dengan penuh penekanan di setiap kata.
Ugh, Jun Woong menghela nafas kesal.
Mari lupakan pertengkaran dan cari lagi Jae
Soo. Jae Soo sekarang sedang duduk di depan minimarket sambil minum bir. Jun
Woong menghampirinya dengan wajah sedih. Jae Soo ternyata mengenali wajahnya.
Bukan sebagai Jun Woong, tapi sebagai orang yang ke rumahnya tadi. Dia beneran
kesal karena ‘Jun Woong’ terus saja mengikutinya. Huft, tapi sepertinya dia
memang butuh teman cerita karena dengan orang asing seperti ‘Jun Woong’ saja
dia mau bercerita.
Atau, mungkin saja karena sekarang dia sedang
dalam keadaan mabuk sehingga bicara pada pria asing di hadapannya, seolah itu
Jun Woong (walau memang benar itu Jun Woong).
Jae Soo bercerita kalau dia merasa seperti di Neraka. Dia bertahan
dengan harapan suatu saat hari bahagia akan datang, tapi, meski sudah belajar
keras hingga mimisan, dia tetap saja gagal. Dan kali ini, dia bahkan gagal di
ujian pertama. Hal itu membuatnya sangat down.
Apa yang salah dengan dirinya? Kenapa hanya dia yang tidak bisa? Dia
belajar mati-matian setiap hari, untuk apa semua itu?!
“Aku mengerti. Rasanya seperti semua orang
berjalan ke depan… tapi hanya aku yang kehilangan arah. Aku seperti pecundang.
Aku seperti berjalan di tempat. Namun, kau orang yang terus berusaha sampai
berhasil. Benar, 'kan? Kau… Kau bukan orang yang seperti ini.”
“Aku bertahan sekuat tenaga. Tapi kau tak di
sini dan aku sudah tak mampu,” tangis Jae Soo dan memukul dadanya dengan sangat
keras.
“Jangan menangis!” larang Jun Woong. “Tak apa,
menangislah,” ralatnya.
“Aku ingin makan ayam goreng,” ujar Jae Soo,
tiba-tiba. Absurd. Setelah mengatakan itu, dia langsung ketiduran.
Karena Jae Soo sudah mengatakan kalau dia mau
ayam goreng, Jun Woong semakin yakin kalau mereka harus membelikan ayam goreng
untuk Jae Soo. Ayam goreng yang dimakannya saat usia 6 tahun. Koo Ryeon diam
sesaat, memikirkan solusi terbaik. Dari aplikasi The Red Light terlihat kalau tingkat depresi Jae Soo sudah mencapai
90 persen. Ryung Gu sepertinya bisa menebak isi pikiran Koo Ryeon, soalnya
berulang kali dia terus bilang kalau nggak ada jalan kembali ke masa lalu.
Sayangnya, percuma. Koo Ryeon sudah mengambil keputusan. Dia akan pergi dan
meminta Ryung Gu untuk tinggal mengawasi Jae Soo. Jun Woong meminta ikut dengan
Koo Ryeon karena Jae Soo adalah temannya dan dia ingin membantu. Dia sampai
janji akan menuruti perintah Koo Ryeon. Lagian, dia juga kenal baik tempat
tinggal Jae Soo karena dulu tinggal di lingkungan yang sama. Jadi… dia mohon.