Original Network : Channel 7
“Ketika aku mulai bersekolah,
haruskah aku memakai identitas pria atau wanita?” tanya Chuen, mengajukan
pertanyaan paling penting.
“Itu benar, Yah. Chuen semakin
besar,” kata Ibu Choi, menanyai pendapat Kakek Chom.
“Ketika kamu tinggal disini
denganku, kamu adalah Chuen seorang petani. Tapi sekalinya kamu pergi mengikuti
Lord Pichai, kamu harus menjadi Chuen yang baru,” kata Kakek Chom. Yang berarti
dia ingin Chuen memakai identitas wanita.
Chuen agak khawatir, jika Lady
Veena tahu bahwa dia adalah wanita. Dia takut Lady Veena tidak jadi
mengadopsinya. Tapi Kakek Chom menenangkan Chuen untuk tidak perlu khawatir,
karena Lady Veena adalah orang yang baik dan Lady Veena sudah menyukai Chuen
sejak dulu. Jadi sekarang, Chuen hanya perlu mencari kesempatan yang tepat
untuk memberitahu Lady Veena. Mendengar itu, Chuen mengerti.
“Ma, jangan khawatir tentang ku.
Aku akan sering datang mengunjungi mu,” kata Chuen, pamit kepada Ibu Choi.
“Semoga Buddha melindungi anakku.
Menjauhkan kamu dari bahaya,” kata Ibu Choi, mendoakan Chuen.
Sebelum pergi mengikuti Ton, Tor,
dan keluarga, Chuen berpamitan dengan teman- temannya. Juga dengan Kakek Chom
yang mengantarkannya. Lalu dia masuk ke dalam mobil bersama- sama dengan Tor
dan yang lainnya.
Ketika Kakek Chom pulang, Ibu
Choi masih menangis. Melihat itu, Kakek Chom mengatakan bahwa seharusnya Ibu
Choi berbahagia, karena dendam mereka akan terbalaskan. Tapi Ibu Choi tidak
bisa merasa bahagia, karena menurutnya Chuen sebagai seorang anak harus
berbakti kepada orang yang mengandung mereka, bukannya melukai mereka. Jadi Ibu
Choi tidak setuju Kakek Chom mengirim Chuen untuk melukai Ayah kandung Chuen
sendiri, karena itu akan menjadi dosa bagi Chuen.
“Cukup! Jangan gunakan dosa dan
karma sebagai alasan. Apa yang yang dia lakukan kepada kita, apa dia pernah
berpikir tentang dosa dan karma? Huh?! Ini urusanku. Jangan ikut campur!”
bentak Kakek Chom. Lalu dia pergi.
Sesampainya dirumah Sarayut di
Bangkok. Chuen merasa sangat kagum melihat betapa besarnya rumah Sarayut. Dan
dengan ketus, Kade mengatainya ‘orang kampungan’. Mendengar itu, Chuen merasa
kesal dan ingin membalas. Tapi Tor menghentikannya.
Lalu dengan ramah, Nanny Aon
membawa Chuen menuju ke kamar Chuen.
Ketika berjalan melewati halaman
belakang, Chuen melihat sebuah bunga putih yang sangat indah. Dan saaat dia
mencium aromanya, bunga tersebut sangat harum. Chuen sangat puas dengan tempat
tinggal baru nya, karena di sekitar tempatnya ada banyak sekali bunga.
“Ini pertama kalinya aku melihat
pria menyukai bunga,” komentar Nanny Aon, heran. Dan mendengar itu, Chuen jadi
gugup.
“Aku seperti Mama ku. Mama ku
suka bunga, makanya aku sering memetikkan bunga untuknya. Jadi aku pun menyukai
mereka,” kata Chuen, beralasan.
Nanny Aon dan Chuen kemudian
melanjutkan perjalanan. Nanny Aon menjelaskan bahwa dihalaman belakang ini ada
dua kamar. Satu kamarnya. Kemudian kamar Chuen.
Ketika Chuen masuk ke dalam
kamarnya, Chuen sangat kagum, karena kamarnya sangat luas dan memiliki perabot
yang lengkap.
“Pergilah mandi. Jika kamu butuh
apapun, panggil aku. Aku pas ada disebelah,” kata Nanny Aon. Lalu dia pergi
meninggalkan Chuen di kamar sendiran.
Setelah Nanny Aon pergi, dengan
gembira Chuen berguling- guling di tempat tidur sambil tertawa. Tapi kemudian
tawanya berhenti, saat dia tiba- tiba teringat perkataan Kakek Chom. “Balas dendam! Balas dendam! Balas dendam!”
Didalam kamar. Pelayan Jan
mensortir pakaian dikoper Kade yang perlu dicuci. Lalu tiba- tiba Kade mulai
marah sampai cemberut. Dan Pelayan Jan mengerti bahwa ini pasti karena Chuen.
Dengan prasangka buruk yang tidak berdasar, Pelayan Jan menjelek- jelekkan
Chuen dan menasehati Kade untuk berhati- hati, karena dia melihat mata Chuen
dipenuhi nafsu, pada saat Chuen menatap Kade.
Mendengar itu, Kade merasa jijik
dan merinding. “Ak… aku… aku ingin muntah! Rasanya jijik!” keluhnya.
“Tenang. Tenang,” kata
Pelayan Jan, langsung menenangkan Kade.
Selesai mandi, Tor pergi ke kamar
Ton untuk mengajaknya sama- sama pergi menemui Chuen. Tapi ternyata Ton belum
mandi dan masih sibuk merapikan barang- barang di koper.
Jadi akhirnya, Tor pun pergi
sendiri ke tempat Chuen. Dan saat Chuen melihat Tor, dengan sedih dia
memberitahunya bahwa dia merindukan keluarganya. Dan Tor menghibur Chuen supaya
jangan sedih, seperti seorang gadis.
“Cobalah jadi aku. Apa yang akan kamu lakukan
jika kamu harus meninggalkan rumah?”tanya
Chuen, mengeluh.
Tiba- tiba suasana jadi agak
sedih. “Kamu masih baik. Walaupun kamu jauh dari
Ibumu, tapi setidaknya kamu masih punya Ibu. Kamu masih bisa menulis surat
untuknya dan mengunjunginya. Tapi Ibuku… dia
tidak akan pernah kembali. Khun Ton dan aku… tidak
akan pernah bisa melihatnya lagi.”
“Maaf,” kata
Chuen merasa tidak enak.
Tor sama sekali tidak merasa
masalah. Lalu dia mengulurkan tangannya dan mengelap air mata Chuen. Kemudian
dia mengajak Chuen untuk ikut dengannya, berjalan- jalan disekitar rumah.
Tepat ketika Tor dan Chuen keluar
dari rumah untuk jalan, mereka bertemu dengan Nat dan Nan, tetangga sebelah
rumah. Nat (cewek) dan Nan (cowok) datang berkunjung untuk mengantarkan Snow,
anjing keluarga Tor, yang mereka bantu jaga selama keluarga Tor pergi liburan
kepada Farmhouse.
“Biar ku kenalkan, ini adik muda kami,” kata Tor, memperkenalkan Chuen kepada Nat
dan Nan. “Chuen, ini Khun Natee dan Khun Nantalee.
Tetangga tercinta kita,” jelasnya.
“Dia lebih cantik daripada Nan,” puji Nat.
“Hey, P’Nat,” keluh Nan, kesal. Dan Nat tertawa.
Chuen sangat menyukai Snow. Dan
menyadari hal itu, Torn pun memberikan Snow kepada Chuen. Lalu Chuen membawa
Snow untuk bermain. Melihat sikap manis Chuen yang bermain- main dengan Snow,
Nat dan Nan memiliki kesan yang baik terhadap Chuen. Dan Nat yakin kalau rumah
Tor pasti akan lebih ceria dengan bertambahnya satu anggota baru.
Mendengar suara gong- gongan
Snow, Ton pun berhenti membaca. Dia berdiri dan melihat keluar jendela, lalu dia
melihat Chuen yang sedang bermain- main dengan Snow. Dan dia merasa tertarik
meihat itu.
Tor mengikuti Nat dan Nan untuk
melihat tanaman orchid terbaru. Tapi saat akan pergi, Tor agak khawatir untuk
meninggalkan Chuen sendirian.
“Jangan khawatirkan adikmu. Dia sedang sibuk
bermain dengan Snow,” kata Nat, menenangkan Tor. “Ayo,” ajaknya.
“Ok,” jawab
Tor, mengikuti mereka.
Ton turun dan menghampiri Chuen
yang sedang bermain dengan Snow. Dan melihatnya, Chuen langsung ingin
menghindarinya. Namun seperti biasa, ketika mereka berdua bertemu, mereka pasti
akan langsung berdebat dan bertengkar.
Tidak lama setelah Chuen pergi,
Kade datang dan menghampiri Ton dengan sikap manja dan manis. Dia memberitahu
Ton bahwa Lord Pichai memanggil. Karena Ton malas meladeni nya, jadi diapun
mengabaikan Kade dan berjalan pergi. Dan Kade langsung mengikutinya.
Di ruang tamu. Lor Pichai
menyuruh Ton untuk mengajari Chuen sebelum sekolah dimulai. Mendengar itu, Kade
langsung protes. Menurutnya, membuat Ton mengajari Chuen, itu merepotkan Ton.
Lebih baik suruh Wing atau Loy saja untuk mengajari Chuen. Melihat sikap tidak
sopan Kade, Lady Veena pun menegurnya. Namun Lord Pichai menenangkannya untuk
jangan marah.
“Ton apa kamu merasa direpotkan?”
tanya Lord Pichai, menanyai pendapat Ton.
“Keluarlah dulu,” perintah Lady
Veena, dia malas melihat wajah Kade yang cemberut karena tidak senang.
“Aku mau tinggal dan
mendengarkan,” balas Kade, melawan.
“Ini bukan urusanmu,” tegas Lady
Veena. Dan Kade ingin melawan lagi. Tapi Lady Veena langsung menyelanya, “Apa
yang ku katakan?” tegasnya.
“Ya,” jawab Kade. Lalu dengan
terpaksa, diapun pergi.
Ketika Kade pergi, Lord Pichai
sekali lagi mempertanyakan pendapat Ton, apakah Ton bersedia atau tidak. Namun
Ton tidak langsung menjawab, malah dia mengajukan pertanyaan, ide siapa untuk
mengadopsi Chuen. Dan Lady Veena langsung menjawab bahwa ini adalah idenya,
tapi dia sudah berdiskusi dengan Lord Pichai dan Lord Pichai setuju. Mendengar
itu, Ton mengangguk pelan.
“Jika kamu tidak setuju, aku akan
meminta Khun…” kata Lady Veena, merasa tidak enak.
“Aku akan mengajari dia,” kata
Ton dengan cepat.
Ketika Ton keluar, Kade langsung
menempelinya dan berbicara buruk tentang Chuen, menurutnya mengari Chuen itu
susah, karena Chuen itu tidak berpendidikan. Mendengar itu, dengan tegas, Ton
memberitahu Kade bahwa dia akan mengajari Chuen, lalu pengetahuan Chuen tidak
seburuk yang Kade pikirkan, karena Chuen bisa membaca dan menulis surat dengan
baik, bahkan tulisan Chuen bagus dan kalimat yang Chuen gunakan semuanya benar.
Tapi Kade tidak percaya. Dan Ton mengabaikannya.
“Tunggu, Khun Ton,” kata Kade,
buru- buru menghentikan Ton yang ingin pergi. “Aku akan membantu mu mengajari
dia. Aku bisa mengajari English,” jelasnya.
“Lebih baik tidak. Kamu cewek. Chuen
cowok. Jadi itu tidak akan cocok,” tolak Ton. Lalu dia melepaskan tangan Kade
yang memegang nya dan berjalan pergi.
Malam. Ketika makan, Chuen
teringat keluarganya. Dia sangat merindukan mereka. Dan diapun mulai menangis.
Lalu dia berniat untuk pulang saja besok. Tapi Nanny Aon segera membujuknya
untuk jangan sedih dan jangan pulang ke kampung, karena jika Chuen pulang maka
keluarga Chuen pasti akan kecewa. Karena Chuen adalah harapan Kakek Chom dan
Ibu Choi. Jadi Chuen harus bersekolah dengan baik disini.
“Tapi Kakek dan Ibu bisa
mengajariku,” gumam Chuen.
“Khun Chuen, kamu adalah pria. Kamu harus kuat,” kata Nanny Aon sambil mengepalkan tangannya untuk menyemangati Chuen.