Sinopsis Lakorn : Chuen Cheewa (2016) Episode 1 part 3

 

Original Network : Channel 7


“Hati- hati Khun Ton! Belok kiri!” teriak Chuen. Dan Ton terus mengabaikannya, karena dia berpikir Chuen hanya ingin mengerjainya saja.

Karena Ton tidak mau mendengarkan Chuen dan terus berjalan maju, tanpa sengaja kakinya menginjak pupuk dari kotoran kerbau. Melihat itu, Chuen tertawa dengan keras. Dan Tor juga ikut tertawa.


Dirumah. Chuen menceritakan apa yang terjadi barusan kepada Ibu Choi. Lalu dia tertawa dengan keras. Mendengar cerita Chuen, Ibu Choi menegur Chuen dan menyuruh Chuen untuk pergi dan minta maaf kepada Ton. Sebab dia tahu bahwa semua ini pasti karena Chuen sengaja mau mengerjai Ton.

“Aku tidak mengerjai dia,” kata Chuen, membela diri. Tapi Ibu Choi tetap menyuruhnya untuk pergi dan meminta maaf. Jadi akhirnya, dengan terpaksa Chuen pun pergi.

Di Farmhouse. Kade dengan perhatian menunggu sampai Ton selesai mandi. Lalu dia menunjukkan rasa simpatinya, karena Ton di kerjai oleh Chuen. Tapi Ton tidak peduli.

“Anak itu pasti renkarnasi hewan dari neraka,” keluh Kade dengan kasar, mengatari Chuen. “Aku benci dia. Khususnya setelah dia mengerjai Khun Ton seperti ini. Aku semakin membenci dia,” jelasnya.

“Bisakah kamu jangan memperbesar masalah?” balas Ton, tidak sabar dengan sikap Kade. Dan Tor mengangguk setuju. Lalu mereka berdua pergi.

Dengan cemberut, Kade mengikuti Ton dan Tor. Kemudian saat bertemu dengan Lord Pichai, Kade langsung mengadu padanya. Tepat disaat itu, Nanny Aon datang dan melaporkan bahwa Chuen datang untuk menemui mereka.

“Aku akan mengurusnya,” kata Kade. Lalu dia langsung pergi ke luar.


Diluar. Kade melarang Chuen untuk masuk. Tapi Nanny Aon datang dan mengizinkan Chuen untuk masuk, dan Chuen mendengarkannya.


Melihat sikap Nanny Aon, Kade merasa kesal dan mulai mengomel. Dia menyalahkan Nanny Aon karena tidak memanggilnya, ketika mereka pergi berjalan- jalan. Dan dia berbicara dengan kata- kata yang agak kasar.

“Khun Kade, permisi ya. Aku bukan orang yang merencanakan untuk berjalan- jalan. Aku hanya Nanny yang membesarkan Khun Ton dan Khun Tor. Jika kamu ingin tahu, pergi tanya sendiri pada Lady, Khun Ton dan Khun Tor,” kata Nanny Aon dengan tegas. Lalu dia pergi dan masuk ke dalam rumah.

“Ergh! Tua busuk,” umpat Kade, kesal.



Didalam rumah. Pertama- tama, Chuen meminta maaf, karena telah membuat Ton menginjak kotoran kerbau. Lalu dia menjelaskan bahwa hal ini sebenarnya bukan sepenuhnya salah dirinya. Karena dia sudah memperingatkan Ton, tapi Ton tidak mau mendengarkannya. Dan alasan dia datang meminta maaf, walaupun ini bukan salahnya, karena Ibu Choi yang menyuruhnya.

“Jangan berbohong. Beraninya kamu bilang kamu tidak sengaja membingungkan ku?” kata Ton, bertanya dengan serius. Karena Chuen sama sekali tidak merasa bersalah.

“Kamu harus bersumpah supaya petir menyambar mu!” kata Kade dengan kasar.

“Kade!” tegur Lady Veena.


Walaupun Chuen tetap merasa tidak bersalah sama sekali, tapi setidaknya Chuen telah datang untuk meminta maaf. Karena itu, Ton pun bersedia untuk membiarkan hal ini berlalu. Sebab dia juga tidak ingin menjadi orang dewasa yang membully anak kecil. Mendengar itu, Chuen mengiyakan dengan ceria dan bersemangat.

“Aku sebal dengannya. Aku tahu dia sengaja mengerjai Khun Ton,” keluh Kade.

“Pergi ke kamar mu,” perintah Chuen Lady Veena dengan tegas.

Dengan terpaksa, Kade pun berdiri sambil cemberut. “Khun Tor, tolong temanin Khun Ton dan jadi saksinya,” pintanya. Lalu dia pergi.

“Kade,” tegur Lady Veena.

“Sudah, sudah,” kata Lord Pichai, menenangkan Lady Veena agar tidak perlu marah.

Sebagai anak yang patuh dan berbakti. Chuen menjalankan perintah dari Ibu Choi, yaitu untuk meminta maaf kepada Ton. Walaupun dia tidak mau, tapi dia tetap meminta maaf pada Ton. Lalu setelah itu, diapun pamit kepada semuanya dan pergi.

“Chuen. Chuen. Chuen,” panggil Ton. Tapi Chuen mengabaikannya.

Chuen mengendarai sepedanya dan pergi begitu saja. Melihat itu, Ton juga menaiki sepedanya dan menyusulnya.


Lord Pichai sangat puas dengan sikap Chuen yang pintar. Dan melihat, Lord Pichai puas dengan Chuen, Lady Veena langsung memuji- muji Chuen dihadapannya. Lady Veena memberitahu Lord Pichai bahwa Chuen memang anak yang pintar. Bahkan Chuen merupakan anak yang tahu balas budi, karena setiap kali dia mengirimkan snack, Chuen akan menuliskan surat sebagai ucapan terima kasih. Lalu Kakek Chom dan Ibu Choi juga orang yang berpendidikan, karena ajaran mereka berdua, Chuen bisa berbahasa Inggris. Dan dia menebak bahwa mungkin saja Kakek Chom dan Ibu Choi pernah tinggal di Bangkok sebelumnya, lalu mungkin saja sesuatu terjadi, sehingga mereka pindah ke Rungsit Farm.

“Jika begitu, mereka mungkin tidak akan memberikan Chuen kepada kita,” kata Lord Pichai, menilai. Dan Lady Veena merasa khawatir.


Chuen mengayuh sepedanya dengan cepat sampai sekali- kali melihat ke belakang untuk melihat Ton yang mengejarnya. Lalu tanpa sengaja, karena tidak terlalu fokus, Chuen terjatuh dari sepedanya. Dan kakinya terkilir.

“Bagaimana? Kamu melarikan diri, tapi apa berhasil?” ejek Ton. Lalu dia mendekati Chuen dan ingin membantunya untuk berdiri. Namun Chuen menolak dan menangis kesakitan. “Kenapa pria menangis?” ejek Ton.

“Sakit!” teriak Chuen. “Jika tangan dan kakiku patah, aku sumpahin tangan dan kakimu patah juga!” keluhnya.


Melihat Chuen tampak benar- benar kesakitan, Ton jadi merasa khawatir. Tapi karena Chuen terus menangis, Ton jadi tidak sabaran.

“Ayo, berdiri,” kata Ton, ingin membantu.

“Jangan pegang!” balas Chuen, keras kepala. “Aku bisa berdiri sendiri,” katanya. Lalu dia mencoba berdiri, tapi tidak bisa.


Melihat sikap keras kepala Chuen, Ton tidak tahan lagi. Jadi dengan paksa, dia mengangkat Chuen untuk berdiri dan mendudukannya di sepedanya. Lalu ketika Ton ingin menjalankan sepedanya, dia menyuruh Chuen untuk memegangnya supaya jangan jatuh. Tapi Chuen tidak mau dan diam.

“Jika kamu tidak pegang, kamu akan jatuh dan kepalamu pecah,” kata Ton, menakut- nakuti Chuen. Lalu dia langsung mengayuh sepedanya. Dan dengan ngeri, Chuen langsung memeluk pinggannya dengan erat.

Merasakan itu, Ton tersenyum kecil.


Sesampainya dirumah. Ibu Choi, Kakek Chom, bahkan Ton. Mereka mengomentari bahwa Chuen terlalu nakal dan keras kepala sebagai anak laki- laki. Kemudian Kakek Chom membantu mengurut kaki Chuen yang terkilir.

“Kakek, sepedaku rusak,” kata Chuen, merasa agak bersalah.

“Tidak apa. Ada banyak dirumah ku,” kata Ton, berniat baik.


Tapi mendengar itu, Chuen mengira Ton sedang pamer kekayaan padanya. Dan dia tidak suka. Jadi dia berkata agak kasar kepada Ton. Dan Ibu Choi menegur Chuen.

“Aku tidak ingin barang orang lain,” keluh Chuen.

“Aku tidak menyuruhmu menerima barang orang lain. Tapi kamu setidak nya harus berbicara lebih baik kepada Khun Ton. Dia sudah cukup baik dengan mengantarkanmu pulang,” jelas Ibu Choi, menasehati Chuen. Lalu dia meminta maaf kepada Ton.


Kade menunggu sampai Ton pulang. Dan saat akhirnya Ton pulang, dia langsung menyambutnya dengan senyum lebar.

Dengan perhatian, Kade menyuarakan rasa khawatirnya. Dia khawatir ‘Chuen , si orang kampung’, akan menganggu Ton dan membully Ton.

“Kamu tidak boleh memanggil mereka orang kampung, karena mereka manusia seperti kita,” kata Ton, menasehati Kade.

“Ya,” jawab Kade, pelan.


Lady Veena datang menemui Kakek Chom dan Ibu Choi. Dia memberitahu mereka berdua bahwa dia ingin mengadopsi Chuen. Alasannya, karena dia tidak tahu kenapa, tapi dia merasa seperti ada hubungan antara dirinya dan Chuen, semacam ikatan gitu. Dan dia juga mengkagumi Chuen.

“Aku akan menanyai pendapat Chuen terlebih dahulu,” kata Kakek Chom.

“Kalau begitu, bisakah aku mendapatkan jawabannya dalam beberapa hari ini? Minggu depan, aku sudah akan balik ke Bangkok. Dan aku harus mempersiapkan dokumennya,” jelas Lady Veena dengan ramah.

“Tentu saja,” jawab Kakek Chom dengan sikap positif. Dan Lady Veena merasa senang.

Malam hari. Ibu Choi kesulitan untuk tidur. Dia mengingat kembali pembicaraannya dengan Kakek Chom siang tadi, saat Lady Veena sudah pergi.

@@@

Ibu Choi tidak ingin memberikan anaknya kepada siapapun. Khususnya Chawal. Bahkan walaupun Lady Veena baik pada mereka. Namun Kakek Chom terus membujuk Ibu Choi supaya setuju, karena dengan mengikuti Lady Veena, maka Chuen bisa mendapatkan masa depan yang lebih baik. Chuen bisa bersekolah ke sekolah yang bagus. Chuen bisa mendapatkan teman yang lebih baik. Tapi Ibu Choi tahu bahwa ini bukanlah alasan kenapa Kakek Chom setuju untuk membiarkan Chuen di adopsi. Dia tahu Kakek Chom hanya ingin menggunakan Chuen sebagai alat untuk membalas dendam kepada Chawal.

“Apa kamu lupa apa yang Chawals, khususnya Niwat dan Istrinya, lakukan kepadamu?! Bukannya memiliki hidup yang baik dan sempurna, kamu malah menjadi orang cacat. Kamu harus tinggal jauh disini!” kata Kakek Chom, mengingatkan Ibu Choi.

“Cukup, Yah,” pinta Ibu Choi, tidak tahan.


Seharusnya Chuen bisa menjadi Nona Chuencheewa Chawal, bukannya menjadi Tuan Chuen, seorang petani. Namun karena keluarga Chawal, maka Chuen menjadi seperti ini. Dan alasan Kakek Chom membesarkan Chuen sebagai seorang anak laki- laki, karena dia tidak ingin Chuen menjadi lemah seperti Ibu Choi.

“Cucuku Chuen harus kuat, tidak takut pada siapapun. Siapapun yang melukai Ibunya, Kakeknya, setiap orang itu harus dibalas. Orang- orang itu harus menderita lebih daripada Ibu dan Kakeknya,” tegas Kakek Chom, penuh penekanan dalam setiap perkataannya.

@@@


Ibu Choi menangis sedih. Dia memukul- mukul kakinya yang cacat. Dia sedih dan merasa sangat tidak berdaya sekali, karena dia tidak bisa memberikan hidup yang baik kepada Chuen dan tidak bisa melindungi Chuen.

Post a Comment

Previous Post Next Post