Original Network : Channel 7
Chuen sudah
pindah dari rumah kecil dan rumah besar. Jadi saat dia merindukan Nanny Aon,
dia harus pergi ke rumah kecil. Sialnya, saat dia keluar dari rumah, dia
bertemu dengan Yupa. Dan ketika Yupa menanyainya, apakah Kade ada dirumah, dia
diam dan mengabaikan Yupa.
“Hey, kau. Apa
kau tuli? Kau tidak dengar aku bertanya?” tanya Yupa, menghalangin jalan Chuen.
Dan Chuen diam. “Aku tanya jika Khun Kade ada didalam rumah atau tidak. Apa kau
tidak mengerti bahasa manusia? Oh, aku lupa. Kau tinggal terlalu lama dengan
kerbau, jadi kau lupa bahasa manusia seperti apa,” ejeknya.
“Bagaimana
aku tahu kau bicara padaku? Sejak namaku bukan ‘kau’,” balas Chuen.
Chuen dan
Yupa mulai saling mengejek satu sama lain. Lalu Kade datang, dan Yupa mengadu
padanya. Dia berpura- pura merasa ngeri dan meminta Kade untuk menolongnya,
karena Chuen ingin mengambil darah dari multunya. Kepadahal Chuen mengatakan
itu, karena Yupa mengejeknya anak kampung, jadi Chuen ingin tahu apa bedanya
darah bangsawan dengan darah orang kampung sepertinya.
“Beraninya
kamu berbicara tidak sopan kepada P’ Yupa?” kata Kade, memarahi Chuen.
“Dan
beraninya sepupumu berbicara tidak sopan padaku?!” balas Chuen.
“Yah, kau
cuma orang kampung yang mereka pungut dan besarkan. Mengapa dia tidak bisa?”
balas Kade, tidak merasa sikap Yupa salah. “Kau! Kau! Kau! Kau!” ejeknya dengan
agresif.
Chuen tidak
tahan dengan Kade dan Yupa. Jadi dia mengangkat tangannya, berpura- pura ingin
meninju. Kepadahal dia hanya ingin menakut- nakuti mereka saja biar diam.
Ton yang
sedari tadi memperhatikan bertengkaran mereka bertiga dari rumah, dia keluar.
Melihat itu, Kade langsung memeluk Ton dan mengadu padanya. Bahkan Yupa juga
ikut mengadu. Lalu Ton pun menanyai Chuen, apa yang terjadi. Sekaligus Ton
menegur Chuen, karena tadi dia mendengar Chuen terus memanggil orang dengan
‘kau, kau, kau’.
Melihat Ton
berpihak kepada Kade serta Yupa, Chuen merasa tidak nyaman dan agak terluka.
Tapi dia berusaha untuk tetap terlihat kuat.
“Aku tanya,
mengapa kamu tidak jawab? Apa kamu dengar aku?” tanya Ton.
“Aku dengar,”
jawab Chuen.
“Kemudian
mengapa kamu tidak jawab?” balas Ton.
“Karena kau
pikir aku tidak membutuhkan jawabanku. Karena kamu mungkin sudah berpikir bahwa
aku yang salah,” jawab Chuen.
“Aku tanya,
kamu bertugas menjawabku. Bukan melawan,” tegur Ton.
Kemudian Ton
menanyai Kade, apa yang terjadi. Tentu saja, Kade mengadukan hal buruk tentang
Chuen. Lalu Yupa juga ikut mengadu. Dengan sikap berpura- pura takut, dia
memberitahu Ton bahwa Chuen mengancam mau mengambil darah dari mulutnya.
Mendengar itu, Ton menanyai Chuen lagi, apakah Chuen benar- benar mengatakan
itu.
“Itu benar.
Karena aku ingin tahu warna darah bangsawan, apakah merah seperti orang kampung
seperti ku atau tidak,” kata Chuen. “Aku hanya berbicara dari apa yang Khun Yupa
tentangku,” jelasnya.
“Ya ampun,
apa kamu gila Chuen? Seseorang sepertiku mana berani mengatakan kata vulgar
seperti itu?” keluh Yupa, bersikap polos.
“Khun Ton,
P’Yupa bukan orang yang seperti itu. Dia tidak akan mengatakan hal buruk atau
vulgar seperti Chuen,” kata Kade, mendukung Yupa.
“Haruskah
kita sudahi saja masalah ini. Aku tidak ingin Ton merasa tidak enak. Selain
itu, aku tidak menyalahkan Chuen,” kata Yupa, berpura- pura menjadi orang baik.
Mendengar
perkataan Kade dan Yupa yang senada, membuat Ton jadi agak mempercayai mereka.
Hal itu membuat, Chuen merasa sedih. Karena dimata Ton, dia selalu salah.
Kemudian diapun pergi dan Ton menyusulnya. Dengan panik, Kade ingin
menghentikan Ton. Tapi Yupa memegang tangan Kade dan menahannya.
“Kamu harus
tetap tenang. Jika kamu mengikuti dia sekarang, dia akan mengkritikmu. Nong
Kade, kamu perlu tetap tenang. Jangan bertingkat gegabah,” kata Yupa,
mengajarkan Kade.
Chuen
menangis. Dan Nanny Aon memeluk serta menghiburnya. Lalu Ton datang, dia
mengomentari bahwa karena Nanny Aon seperti inilah, maka Chuen pun menjadi
manja dan tidak takut pada siapapun.
Malas melihat
Ton yang selalu sok bersikap adil dan mengomentari orang. Chuen pun pamit
kepada Nanny Aon dan pergi. Lalu Ton menyusulnya.
Ton
mengomentari kalau Chuen itu sok angkuh dan sok pintar. Lalu Chuen pun membalas
bahwa dia tahu dengan sangat baik, apa alasan mengapa dia bisa tinggal disini,
itu karena kebaikan Lord, Lady, Tor, dan Ton. Jadi mana berani dia sok angkuh
dan sok pintar. Tapi ini bukan berarti, setiap orang bisa menghina dan
mengejeknya, hanya karena dia datang dari kampung. Bahkan dia labeli sebagai
orang kasta rendah.
“Hey, disini
kalian,” kata Tor, datang menghampiri Chuen dan Ton. “Apa yang kalian bicarkan?
Owh, Chuen mengapa kamu menangis?” tanyanya, perhatian.
“Tidak ada.
Bagaimana bisa orang rendahan seperti ku berani berdebat dengan siapapun
dirumah ini?” jawab Chuen.
Mendengar
jawaban Chuen kepada Tor, Ton merasa terganggu. Jadi dia memberitahu Tor bahwa
Chuen barusan bertengkar dengan Kade dan Yupa. Lalu saat dia bertanya, Chuen
sok kuat, lalu pergi begitu saja. Dan Chuen membalas bahwa dia tidak sok kuat,
tapi tidak ada yang bisa dikatakannya lagi.
“Sudah,
sudah. Itu sudah berlarlu sekarang,” kata Tor, menengahi. “Chuen, bisakah kamu
memaafkannya? Demi Ayah,Bibi Lady, aku dan Khun Ton. Lalu lainkali hindari
mereka, jika kamu bisa,” jelasnya dengan lembut. Dan Chuen diam. Lalu dia
pergi.
Diruang tamu.
Lady Veena memberitahu Mr. Niwat bahwa dia ingin mengubah nama Chuencheewa
menjadi Chuencheewa Chawal. Dan Mr. Niwat setuju saja, karena menurutnya Chuen
adalah anak yang baik. Tapi Madam Kanda tidak setuju dan sangat menentang
keras. Namun Lady Veena tidak memperdulikan pendapat Madam Kanda, yang penting
baginya, Mr. Niwat setuju dan mengizinkan.
Keesokan
harinya. Lady Veena mengucapkan terima kasih sekali lagi kepada Mr. Niwat,
karena sudah setuju dan mengizinkannya menggunakan nama Chawal kepada Chuen.
Dan Mr. Niwat menjelaskan alasannya setuju. Dia setuju, karena wajah Chuen
mirip dengan wajah mantan kekasihnya dulu.
Lalu Chuen
datang, dan Lady Veena serta Mr. Niwat langsung memberitahunya bahwa mereka
akan menambahkan Chawal dinama Chuen. Dan Chuen mengiyakan.
“Aku punya
hadiah untukmu,” kata Mr. Niwat kepada Chuen. Dia memberikan sebuah kalung
emas. “Pakaikan kalung ini di leher putrimu,” katanya kepada Lady Veena. Dengan
senang hati, Lady Veena menerima kalung tersebut.
“Kalung ini
sangat cantik. Tapi… tapi aku tidak mau,” tolak Chuen.
“Mengapa
tidak?” tanya Lady Veena, bingung. Dan Mr. Niwat merasa sedih.
“Karena ini
bukan milikmu,” jawab Chuen.
Lady Veena
bingung dengan sikap Chuen. Tapi karena Chuen tidak mau menerima kalung
tersebut, bila kalung dari Mr. Niwat, maka Lady Veena memberitahu Chuen bahwa
anggap saja ini hadiah kalung darinya. Lalu dia memakaikan kalung tersebut di
leher Chuen.
“Kamu cocok
mengenakan kalung ini,” puji Lady Veena, setelah memakaikan kalung tersebut
dileher Chuen. “Hei, ucapkan terima kasih kepada Paman,” katanya.
Tanpa
mengatakan apapun, Chuen menunjukkan rasa terima kasihnya melalui sikapnya. Dia
melipat tangannya dan menundukkan kepalanya kepada Mr. Niwat.
Kemudian Lady
Veena berniat membawa Chuen ke suatu tempat. Dan Chuen menyembunyikan kalung
dari Mr. Niwat didalam bajunya. Tapi pada saat dia melihat Yupa dan Madam Kanda
datang, dia langsung mengeluarkan kalung tersebut dan tersenyum memamerkan.
Melihat kalung itu and ekspresi Chuen, Madam Kanda sangat tidak senang. Tapi dia diam dan tidak mengatakan apapun.