Original Network : Channel 7
“Niwat!”
“Cheewan!”
Mr. Niwat dan
Ibu Choi saling mengulurkan tangan, mereka ingin menyentuh tangan satu sama
lain. Tapi sebelum tangan mereka sempat bersentuhan, Kakek Chom datang dan
memisahkan mereka berdua.
Tepat disaat
itu, Loy dan temannya datang. Melihat kondisi Mr. Niwat, mereka merasa
khawatir. Dan Bawahan Mu mengusir mereka untuk segera pergi serta membawa Mr.
Niwat. Dengan bingung, Loy dan temannya ingin menanyai, apa yang terjadi. Tapi
sebelum mereka sempat bertanya, Bawahan Mu memberikan mereka tembakan
peringatan. Jadi Loy dan temannya pun langsung membawa Mr. Niwat untuk pergi.
Dengan sedih,
Ibu Choi menatap Mr. Niwat. Dan Mr. Niwat berusaha keras untuk tetap tinggal,
dia tidak ingin pergi.
Akibat
kejadian barusan, Ibu Choi jadi jatuh sakit. Dengan perhatian, Kakek Chom
mengompresnya. Tapi Ibu Choi malah mengkhawatirkan Mr. Niwat.
“Ayah, mengapa kamu menembak dia?” tanya Ibu Choi sambil menangis.
“Hey, Choi. Jika aku mati, kamu
tidak akan sedih seperti jika pria gila itu mati kan?” balas Kakek Chom dengan sinis.
“Mun, apa dia mati?” tanya Ibu Choi kepada Bawahan Mu.
“Aku tidak tahu dimana dia
terluka,” balas Bawahan Mu.
“Jika dia mati, Ayah akan masuk
penjara. Ini salahku! Ini salahku!” kata Ibu
Choi dengan sedih dan kesal kepada dirinya sendiri.
Dirumah
sakit. Madam Kanda serta Kade menangis dengan keras. Melihat itu, Lady Veena
mengingatkan mereka bahwa setelah Mr. Niwat selesai dioperasi, dokter telah
mengatakan kalau Mr. Niwat sudah selamat, jadi mereka berdua tidak perlu
menangis terlalu keras.
“Ini karena bukan suami mu yang
ditembak,” kata Madam Kanda dengan sinis.
“Jika begitu, aku akan batal
memanggilkan perawat dan kalian berdua saja yang menjaga Mr. Niwat,” kata Lady Veena, memutuskan.
“Biar Ibu saja yang menjaga,” kata Kade langsung.
“Kamu gila?! Rumah sakit ini
terlihat berhantu, siapa yang akan tinggal disini?” balas Madam Kanda, tidak mau.
“Jadi kalian mau tinggal atau
tidak?” tanya Lady Veena, agak tidak sabaran.
“Tidak!” jawab Madam Kanda dan Kade secara bersamaan. Kemudian
mereka berdua pamit dan pergi.
Setelah
mereka berdua pergi, Mr. Niwat membuka matanya. Melihat itu, Lady Veena merasa
bersemangat. Tapi Mr. Niwat langsung memberikan tanda padanya supaya jangan
bersuara. Dan Lady Veena tersenyum mengerti.
“Aku sudah bangun sejak tadi,” kata Mr. Niwat, menjelaskan. “Kamu harus pergi juga, sebelum Khun Kanda curiga.”
“Jika begitu, aku pulang duluan ya,” kata Lady Veena, pamit.
Tengah malam.
Kade datang dan mengetuk pintu kamar Ton. Lalu saat Ton keluar, dia langsung
memeluk Ton. Dia menjelaskan bahwa dia khawatir pada Ayahnya, dan dirumah besar
ini tidak ada orang yang bisa menjadi tempat bersandarnya, karena Lady Veena
sudah tidur dan Madam Kanda kan tidak tinggal dirumah besar. Oleh karena
itulah, dia datang ke kamar Ton.
“Hey. Paman Niwat hanya tertembak
dikaki nya. Tidak didada atau organ penting lainnya. Selain itu Dokter sudah
mengatakan dia aman,” kata Ton.
“Aku masih mengkhawatirkan dia
Khun Ton,” kata Kade dengan suara sedih.
“Tapi kamu tidak bisa melakukan
apapun. Lebih baik kamu kembali tidur,” bujuk Ton
sambil mencoba melepaskan Kade agar jangan memeluk tubuhnya.
“Khun Ton, bisakah kamu menemaniku
kembali ke kamar? Jadi aku bisa merasa aman,” pinta Kade.
Dan Ton ingin menolak. Merasakan itu, Kade langsung buru- buru mengatakan, “Kumohon, Khun Ton. Kumohon ya? Tolong.”
“Baiklah,” kata Ton, pasrah.
Mendengar Ton
setuju, Kade langsung tersenyum senang. Lalu dia memegang tangan Ton untuk berjalan bersamanya.
Sesampainya
didepan kamar Kade, Ton berhenti. Dia ingin kembali ke kamarnya. Tapi Kade tidak
mau melepaskan tangan Ton, juga dia mengundang Ton untuk masuk ke dalam
kamarnya untuk mengobrol.
“Kamu membuatku curiga, apakah
kamu benar- benar sedih atau tidak,” kata Ton
dengan kecewa. Dan mendengar itu, Kade langsung melepaskan tangan Ton. “Aku tidak tahu mengapa kamu melalukan ini, tapi aku
sangat kecewa padamu,” katanya, marah. Lalu dia pergi.
Dengan kesal,
ekspresi wajah Kade berubah cemberut.
Pagi hari.
Lady Veena, Madam Kanda, dan Lord Pichai, datang ke rumah sakit untuk
mengunjungi Mr. Niwat. Disana dengan serius, Madam Kanda menanyai, siapa yang
menembak Mr. Niwat. Tapi Mr. Niwat tidak mau menjawab, malahan dia meminta
supaya Madam Kanda dan Lord Pichai pergi sebentar, karena dia mau berbicara
dengan Lady Veena.
Dengan
pengertian, Lord Pichai setuju. Tapi Madam Kanda tidak mau pergi.
“Mengapa aku tidak bisa tinggal
disini dengan Khun Niwat? Rahasia apa yang kalian miliki?” tanya Madam Kanda dengan ketus dan penuh kecurigaan.
“Khun Kanda, ayo pergi. Biarkan
mereka bersaudara berbicara,” kata Lord Pichai. Lalu dia
pergi. Dan dengan terpaksa, Madam Kanda pun mengikutinya.
Mr. Niwat
menceritakan pada Lady Veena bahwa orang yang telah menembaknya adalah Kakek
Chom. Nama asli Kakek Chom adalah Luang Pitiyaiboon. Nama asli Ibu Choi adalah
Cheewan. Juga Chuencheewan adalah putri kandungnya. Mengetahui ini, Lady Veena
merasa terkejut dan juga senang dan dia berniat memberitahu Chuen. Tapi Mr.
Niwat tidak mengizinkan Lady Veena memberitahu Chuen.
“Aku tidak marah pada Khun Luang
sama sekali. Bahkan jika dia menembak mati aku, aku akan memaafkan dia. Karena
apa yang aku lakukan kepada keluarganya terlalu berat,” kata Mr. Niwat, penuh rasa bersalah.
“Dia mungkin yang mengajarkan
Chuen untuk membenci Ayahnya. Ini akan menjadi dosa untuk Chuen,” balas Lady Veena.
“Jika Chuen tidak tahu, kemudian
itu bukan dosa,” kata Mr. Niwat, dia sama sekali
tidak menyalahkan Chuen. “Kamu janji padaku, jangan biarkan
Chuen mengetahui tentang ini, ya adikku,” pinta Mr.
Niwat.
“Baik. Aku janji.”
“Terima kasih ya.”
Ton datang menjemput
Chuen disekolah. Melihat kedatangannya, Ying dan dua teman lainnya, menggoda
Chuen. Membuat Chuen merasa malu.
“Aku pulang dulu ya,” kata Chuen dengan malu kepada ketiga temannya. Lalu dia
mengangkat kopernya sendiri. Dan Ton merebutnya. “Aku bisa
mengangkatnya sendiri,” tolak Chuen.
“Jangan keras kepala,” balas Ton. Lalu dia bantu mengangkatkan koper Chuen.
Ditempat
parkir. Ketika Chuen mau membuka pintu, Ton malah ikut ingin membuka pintu
untuknya, sehingga tangan mereka berdua pun jadi bersentuhan.
“Maaf,” kata Ton dengan sikap canggung.
“Ng, mengapa bukan Khun Tor yang
datang menjemputku?” tanya Chuen, heran. “Karena Khun Tor bilang dia akan menjemputku,” jelasnya.
“Dia tidak sempat,” balas Ton, dengan nada tampak cemburu.
“Khun Tor tidak pulang minggu ini?” tanya Chuen, ingin tahu.
“Aku tidak tahu karena aku bukan
dia,” jawab Ton dengan agak ketus. “Ayah menyuruhku menjemputmu, jadi aku lakukan. Aku juga
tidak mau datang.”
“Aku tahu kamu tidak mau
menjemputku,” balas Chuen, kesal.
“Bagus kamu sadar,” balas Ton, ketus.
Akibat
pertengkaran kecil barusan, suasana didalam mobil pun menjadi agak tidak
menyenangkan. Tapi ketika tiba- tiba ada mobil yang lewat, dan membuat Ton
harus membanting stir, suasana berubah. Chuen jatuh ke samping dan mengenai
Ton. Hal itu membuat Chuen yang terus cemberut, merasa malu. Dan Ton yang
cemburuan, merasa senang dan tersenyum.
Lady Veena
sangat senang dengan kepulangan Chuen. Dan Chuen juga sangat senang, karena dia
merindukan mereka semua. Lalu dia memberitahu mereka semua bahwa dia akan
bermain peran di drama sekolah, dramanya adalah Romeo dan Juliet.
“Bermain sebagai anak pria,” tebak Ton, menggoda.
“Aku bermain Juliet,” balas Chuen, tidak senang.
Mengetahui
Chuen bermain sebagai pemeran utama, Lady Veena memuji bahwa ini tandanya Chuen
cantik. Lalu dia meminta Chuen untuk mulai memanggilnya ‘Bibi’, jangan ‘Lady’ lagi. Dan dengan patuh, Chuen
memanggil Lady Veena dengan sebutan ‘Bibi’.
Ditepi kolam.
Lord Pichai
agak penasaran, kenapa Lady Veena tiba- tiba meminta Chuen untuk mulai
memanggil dirinya ‘Bibi’. Dan dengan bersemangat, Lady Veena memberitahu Lord
Pichai bahwa Chuen adalah keponakan kandungnya, putri Mr. Niwat, dan Ibu Choi
ternyata adalah Cheewan, Istri lain dari Mr. Niwat.
“My Lady, mengapa kamu tidak
memberitahuku dari awal?” tanya Lord Pichai, ingin
mengetahui lebih lanjut tentang Chuen.
“Baik,” jawab Lady Veena.
Dirumah
kecil.
Nanny Aon
memberitahu Chuen kabar- kabar terbaru. Pertama, alasan Tor tidak pulang minggu
ini, karena Tor tiba- tiba mendapat panggilan untuk pergi berlatih, jadi Tor
baru akan pulang minggu depan. Kedua, Mr. Niwat ditembak.
Mendengar
berita kedua, Chuen merasa sangat senang. Tapi dia tidak terlalu
menampakkannya, karena Nanny Aon pasti akan menasehatinya nanti.
“P’Niwat
menekankan padaku untuk jangan memberitahu Chuen, karena dia takut Chuen akan
semakin membencinya, jika Chuen tahu,” kata Lady
Veena.
“Apa mungkin ini alasan mengapa
mereka membiarkan kita mengadopsi Chuen?” tanya Lord
Pichai, agak curiga pada Kakek Chom.
“Aku tidak berpikir begitu.
Pertama, bagaimana Khun Luang tahu bahwa aku adalah adik P’Niwat?” balas Lady Veena, tidak merasa
ada yang aneh. “Ketika itu, aku bersekolah di
Penang. Aku tidak pernah melihat atau mendengar tentang keluarga ini
sebelumnya,” jelasnya.
Karena Chuen
menyukai mie goreng, maka Chef Yhong pun berencana membuat mie goreng. Dan dia
menyuruh Pelayan Yam untuk mengambilkan beberapa daun jeruk. Tapi Pelayan Jan
malah datang dan menghalangi pintu.
“Sial! Dia ingin menjadi seperti
bangsawan dan makan makanan baik? Anak kampungan sialan!” ejek Pelayan Jan dengan kata- kata yang buruk. “Hey, anak kampungan seperti itu, dia bisa makan apapun
yang kamu buatkan untuknya. Kamu beri dia sayur saja, dia pasti akan mengatakan
itu enak.”
“Minggir!” perintah Chef Yhong, tidak sabaran mendengar perkataan
busuk dari mulut Pelayan Jan.
“Tidak!” lawan Pelayan Jan.
Tepat disaat
itu, Chuen datang. Dan dia menendang Pelayan Jan dari belakang, sehingga Pelayan
Jan terjatuh. Dan pintu dapur pun tidak terhalang lagi.
“Kamu menendang ku!” kata Pelayan Jan, marah. “Kasihan Lady
mengangkatmu, berharap kamu menjadi bangsawan. Tapi kamu malah menggunakan cara
kampungan!” ejeknya.
“Siapa yang baik padaku, aku akan
baik pada mereka. Tapi siapa yang menunjukkan sikap kampungan padaku, aku akan
balas dengan sikap kampungan. Mengerti?” balas Chuen,
tidak takut.
Mendengar
itu, Chef Yhong tertawa. Lalu dia mengusir Pelayan Jan untuk keluar dari dapur.
Dan karena kalah, tidak bisa berkata- kata, Pelayan Jan pun pergi.
Pergi dari
dapur, Pelayan Jan pergi menemui Lady Veena dan Lord Pichai. Sambil menangis,
dia meminta Lady Veena agar menegakkan keadilan baginya. Dia menfitnah kalau
Chuen memukulnya.
“Ayo bicara didalam. Suruh
seseorang memanggil Chuen,” kata Lord Pichai. Dan Pelayan
Jan tersenyum penuh kemenangan.
Diruang tamu.
Chuen
menceritakkan apa yang terjadi barusan didapur. Alasan dia bersikap tidak baik
kepada Pelayan Jan, karena Pelayan Jan memperlakukannya seperti pelayan. Dan
Chef Yhong serta Pelayan Yam langsung mengatakan bahwa mereka bisa bersaksi
kalau Chuen memang tidak salah, tapi Pelayan Jan yang salah. Setelah mendengar
semua itu, Lord Pichai dan Lady Veena menatap Pelayan Jan.
Yupa agak
penasaran, kenapa Lady Veena sangat baik terhadap Chuen, daripada kepada Kade,
keponakan kandungnya sendiri.
Namun
walaupun Yupa bertanya, Pelayan Jan dan Pelayan Juea juga tidak tahu.
Chuen ingin
mendekorasi taman dibelakang rumah kecil, seperti tempat dikampung nya. Dan Loy
datang membantu Chuen.
“Khun Chuen, Lady ingin menemuimu,” panggil Pelayan Sa. Dan Chuen pun mengikutinya.
Ternyata Lady
Veena memanggil Chuen, karena dia ingin mengajak Chuen untuk pergi ke rumah
sakit dan menjenguk Mr. Niwat.
Mengetahui
itu, Chuen mengiyakan. Tapi lalu dia kembali ke kamar dan merasa gelisah.
Karena sebenarnya dia tidak mau menemui Mr. Niwat.
Semangaattt...
ReplyDeleteLanjut terus ya...