Original Network : Channel 7
Selesai makan
siang, Chuen memberikan oleh- oleh dan mengantarkan Tor sampai ke depan pagar.
Dia meminta maaf, karena dia bukannya mau mengusir Tor. Hanya saja dia ingin
mengobrol dengan Ibu Choi dan Kakek Chom, sebab dia merindukan mereka berdua.
Dan Tor sangat mengerti.
Melihat Tor
sangat pengertian, Chuen tanpa sadar membandingkan Tor dengan Ton. Dan Tor
tertawa, lalu dia pamit dan dia akan datang lagi sore nanti.
“Malam saja
datangnya. Aku akan membawamu untuk menangkap kunang- kunang,” kata Chuen
dengan bersemangat. “Eh, tapi jangan beritahu Khun Ton! Hanya kita saja! Aku
terlalu malas menyambut kedatangan Khun Kade! Dia pasti akan mengikuti Khun
Ton,” katanya, memperingatkan Tor.
“Pasti,” kata Tor sambil menyentuh bahu Chuen. Lalu diapun pergi.
Dengan malu-
malu, Kade datang menghampiri Ton yang sedang membaca buku. Dia ingin mengobrol
dan menghabiskan waktu dengan Ton. Tapi Ton malah menjauhinya dengan alasan mau
berkeliling sambil bersepeda sendiran.
“Tunggu! Aku
ambil payung dulu! Khun Ton!” panggil Kade, berlari mengejar Ton.
Kade ingin
ikut Ton pergi juga, tapi karena cuaca panas jadi dia ingin mengambil payung
dulu. Tapi Ton sama sekali tidak ada niat untuk menunggu nya. Dan pergi sendiri
begitu saja.
Kade kemudian
pergi menemui Lady Veena dan Madam Kanda yang sedang mengobrol. Dia menangis
dan mengadu kepada mereka berdua.
“Hey. Kamu
pasti kesepian. Aku kan sudah bilang untuk jangan ikut ke sini,” kata Lady
Veena sambil memegang tangan Kade.
“Kade ingin
datang untuk melayani Bibinya. Dia sangat mencintai Bibinya. Benarkan Kade?”
kata Madam Kanda, membantu Kade mendapatkan kasih sayang dari Lady Veena.
“Iya,” jawab
Kade sambil memeluk Lady Veena dengan manja.
“Khun Ton
mudah emosi. Jika kamu ingin bicara lebih lama dengannya, kamu perlu membaca
buku lebih banyak. Jadi kamu bisa punya topik pembicaraan dengannya,” kata Lady
Veena, menyarankan Kade dengan niat baik.
Tapi
mendengar itu, Kade cemberut dan tidak peduli. Karena dia tipe orang yang malas
belajar. Jadi dia tidak memasukkan saran baik dari Lady Veena ke dalam hati.
Ton mengayuh sepedanya,
dan dari kejauhan dia melihat mobil Tor mau lewat. Dan sebelum Tor sempat
melihat dirinya, dia langsung bersembunyi di belakang pepohonan.
Lalu setelah
mobil Tor lewat, Ton pun kembali menaiki sepedanya. Dan melanjutkan perjalanan.
Chuen menunjukkan
kalung Chawal kepada Kakek Chom. Dia menjelaskan bahwa sebenarnya dia tidak
ingin mengenakan kalung musuh, tapi ketika dia mengenakan kalung itu, dia
melihat Mr. Niwat dan Madam Kanda bertengkar, dan hal itu membuatnya merasa
baik. Mengetahui itu, Kakek Chom memuji Chuen, dan mengingatkan Chuen untuk
jangan pernah membiarkan keluarga itu bahagia.
Chuen
kemudian menceritakan tentang Mr. Niwat yang menanyai tentang wanita bernama
Cheewan Vichaluck dan foto muda Ibu Choi yang ditunjukkan padanya. Pada saat
Mr. Niwat bertanya, dia menjawab tidak tahu. Dan Kakek Chom merasa puas dengan
jawaban yang Chuen berikan kepada Mr. Niwat. Dan dia memuji Chuen.
“Kakek, jadi
siapa wanita itu?” tanya Chuen, ingin tahu.
“Aku tidak
kenal wanita bernama Cheewan Vichaluck,” jawab Kakek Chom. “Kamu pasti
penasaran, mengapa foto Ibumu ada pada Mr. Niwat?” katanya. Dan Chuen
mengiyakan dengan cepat. “Suatu ketika, Mr. Niwat ingin pernah menjadi teman
dengan Witaya Valom, ayahmu,” cerita Kakek Chom.
“Ayahku …
namanya Witaya Valom?”
“Benar. Jadi
tidak ada yang aneh, bila dia memiliki foto Ibumu,” jelas Kakek Chom. Tapi
Chuen masih belum mengerti, kenapa.
“Sekarang kamu tidak perlu mengerti apapun. Kamu hanya perlu tahu bahwa Ibumu
adalah bagian dari alasan yang membuat Mr. Niwat mengkhianati Ayahmu. Waktu itu
Ibumu cukup cantik. Ingat ini Chuen, dia adalah orang yang menghancurkan
Ayahmu. Dia mati dalam penderitaan. Ingat itu!” tekan Kakek Chom.
Mendengar
itu, niat Chuen untuk membalaskan dendam kepada keluarga Mr. Niwat semakin
menguat. Dan Kakek Chom puas dengan nya.
Sepulang nya
dari jalan- jalan dengan Kakek Chom, Chuen pamit untuk pergi bersepeda.
Sedangkan Kakek Chom pergi ke kamar Ibu Choi untuk menemuinya.
Kakek Chom
datang menemui Ibu Choi untuk memastikan apakah Chuen ada mengatakan sesuatu
kepada Ibu Choi. Juga untuk memperingatkan Ibu Choi, jika Chuen menanyai
tentang nama Cheewan Vichaluck, maka Ibu Choi harus menjawab tidak tahu. Dan
Ibu Choi mengiyakan, sebab baginya nama Cheewan Vichaluck sudah mati, mati dalam
kesakitan dan penderitaan.
“Itulah
kenapa kita harus membalaskan dendam wanita ini!” kata Kakek Chom.
“Ayah! Aku
tidak ingin balas dendam pada siapapun. Aku tidak ingin menciptakan karma
dengan siapapun lagi. Aku memaafkan setiap orang,” kata Ibu Choi sambil
menangis pasrah.
“Kamu tidak
bisa! Aku tidak bisa memaafkan orang- orang jahat itu!” bentak Kakek Chom,
penuh emosi. “Ingat ini, jangan biarkan ide gila ini mempengaruhi Chuen!”
“Tapi Chuen
masih kecil! Dia tidak seharusnya melakukan itu,” balas Ibu Choi.
“Kamu tidak
terluka, tapi aku terluka. Kamu tidak pendendam, tapi aku iya. Kamu memaafkan,
tapi aku tidak akan pernah. Jadi jika kamu ingin mengubah Chuen menjadi lemah
seperti mu, aku akan menganggap, hubungan Ayah dan putri berakhir,” ancam Kakek
Chom. Lalu dia pergi.
“Ayah!”
panggil Ibu Choi, sedih.
Dengan
bersemangat, Chuen mengayuh sepedanya. Tapi tanpa disangka, di persimpangan dia
bertemu dengan Ton. Dan mereka saling menabrak.
Chuen
beruntung, karena walaupun dia jatuh, dia tidak terluka. Tapi sialnya, Ton, dia
jatuh dan terluka sehingga tidak bisa berdiri. Lalu Chuen pun mendekati Ton,
dan sebagai manusia yang baik, dia mengulurkan tangannya untuk membantu Ton.
Tapi dengan sengaja, ketika Chuen memegang tangannya dan ingin mengangkat nya,
dia menarik Chuen, sehingga Chuen terjatuh dan menimpa dirinya. Lalu tanpa
sengaja, wajah mereka pun saling berdekatan.
Dengan panik,
Chuen langsung berdiri. Dan Ton meminta maaf.
“Aku akan
memanggil Khun Tor untuk datang membantu,” kata Chuen, menaaajaga jarak dari
Ton.
“Hey, aku
tidak bermaksud,” kata Ton, merasa bersalah.
“Aku tidak
mengatakan apapun,” balas Chuen.
“Hey, tunggu!
Kamu tidak akan memberitahu Khun Tor tentang ini kan?” tanya Ton, khawatir.
“Bisakah kamu
berhenti membicarkan tentang ini?” keluh Chuen.
“Ini berarti
kamu belum memaafkan ku,” balas Ton.
“Jika kamu
masih bicara, aku tidak akan bantu!” balas Chuen, kesal.
“Aku tidak
siapapun untuk membantu!” jelas Ton.
“Jika aku
tidak memanggil bantuan, aku akan dikatakan tidak tahu terima kasih oleh guru.
Selain itu, Ibuku bilang tahu berterima kasih adalah simbol orang baik,” balas
Chuen dengan sikap dingin. Lalu diapun pergi untuk memanggil Tor.
Ketika Chuen
datang, Tor sangat senang sekali. Lalu saat dia tahu Ton terluka, Tor terkejut
dan cemas. Lalu dia ingin segera menaiki sepedanya untuk pergi menjemput Ton.
Tapi Chuen menghentikannya dan menyarankannya untuk bawa mobil saja, karena Ton
sangat berat. Jadi Tor pun memanggil Wing untuk menyetir.
Tepat disaat
itu, Madam Kanda dan Kade keluar. Mendengar Ton jatuh dari sepeda dan terluka,
Kade sangat khawatir. Tapi Tor dan Chuen mengabaikannya.
Setelah Tor
dan Chuen pergi. Madam Kanda serta Kade langsung menemui Lady Veena dan
mengadukan bahwa Chuen, anak angkat Lady Veena, menyebabkan masalah lagi.
“Apa yang
terjadi?” tanya Lady Veena, bingung ada apa.
Didalam
mobil. Chuen dan Tor tertawa, karena mereka yakin bahwa Madam Kanda dan Kade
pasti akan segera mengadu kepada Lady Veena. Tapi Chuen sama sekali tidak
takut, karena Tor serta Wing adalah saksi nya. Dan Tor mengiyakan.
Tidak lama
kemudian, mereka berdua sampai di lokasi tempat Ton terjatuh. Dan sikap Chuen
langsung berubah menjadi acuh, saat berhadapan dengan Ton.
Dalam
perjalanan pulang. Chuen dan Tor berdebat kecil. Chuen mengatakan bahwa dia akan
pulang sendiri nanti, menaiki sepedanya yang masih ada dirumah Tor. Dan Tor
mengatakan bahwa dia akan mengantarkan Chuen. Jadi mereka terus saling
mengatakan, ‘tidak usah antar’, ‘tidak apa, ku antar’, ‘tidak usah’, ‘tidak
apa’. Mendengar itu, Ton merasa capek.
“Dia bilang
tidak perlu antar, jadi tidak perlu antar dia,” keluh Ton, capek.
Sesampainya
dirumah. Kade yang sudah menunggu kepulangan Ton sedari tadi, dia langsung
membukakan pintu untuk Ton dan memegang tangannya untuk membantu. Melihat itu,
dengan baik hati, Chuen menyarankan Kade untuk membantu menopang Ton, karena
kaki Ton sedang sakit. Dan kali ini, Kade tidak mengatakan apapun untuk melawan
Chuen.
Namun Ton
tampak tidak suka kalau Kade membantunya. Jadi Tor pun menawarkan diri untuk
membantu Ton. Namun Madam Kanda langsung menghentikan Ton dan mengatakan bahwa
ini adalah tugas Kade. Dengan tidak sabaran, Ton menyuruh semuanya untuk
minggir.
“Bisakah kamu
jalan sendiri?” tanya Tor, khawatir.
“Bisa. Aku
punya penolong,” jawab Ton. Dan setiap orang penasaran siapa. “Chuen,” panggil
Ton. Dan Chuen sendiri merasa terkejut, ketika namanya dipanggil.
Awalnya Chuen
ingin menolak. Tapi saat melihat Madam Kanda dan Kade, dia langsung mengubah
pikirannya dan setuju untuk membantu Ton.
“Tolong
lepaskan lengannya, Khun Kade,” kata Chuen sambil menopang Ton. “Ayo, Khun
Ton,” ajaknnya. Tapi Kade tidak mau melepaskan tangan Ton. “Tolong minggir Khun
Kade,” kata Chuen sekali lagi sambil tersenyum.
Melihat itu,
bukan hanya Kade yang merasa kesal dan cemburu. Tapi Tor juga.
Dengan
terpaksa, mereka semuapun hanya bisa diam dan mengikuti Ton dan Chuen dari
belakang. Awalnya Chuen ingin membawa Ton untuk duduk di ruang tamu. Tapi Ton
meminta Chuen untuk membantunya ke dalam kamar. Sekali lagi, melihat wajah
Madam Kanda dan Kade yang tampak tidak senang serta cemburu, Chuen langsung
mengubah pikirannya lagi, dan setuju. Bahkan dengan sengaja, dia berbicara
dengan sikap intim kepada Ton, sehingga membuat Madam Kanda serta Kade semakin
tidak senang.
“Khun Kanda,”
panggil Lady Veena, ketika Madam Kanda dan Kade ingin pergi mengikuti Ton serta
Chuen. “Mau kemana? Kamu tidak perlu ikut,” tanyanya.
“Bagaimana
aku bisa tidak ikut?! Bagaimana jika dia mengambil keuntungan dari Khun Ton?!”
keluh Madam Kanda, khawatir.
“Chuen adalah
gadis. Dia juga putriku. Aku tidak akan salah menilai dia,” balas Lady Veena.
Mendengar
itu, Madam Kanda dan Kade pun tidak bisa berkata- kata. Dan Tor pun pamit serta
pergi dengan wajah asam.
Chuen
mengantarkan Ton sampai ke kamar. Tapi sesampainya di kamar, Ton sengaja mau
mengerjai Chuen lagi. Dia berpura- pura terjatuh dan menarik Chuen yang masih
menopan tubuhnya. Sehingga Chuen pun terjatuh lagi di atas tubuh Ton seperti
sebelumnya. Lalu wajah mereka berdua saling menatap satu sama lain dari jarak
dekat.
Dengan panik,
Chuen langsung berdiri dan pamit serta pergi. Melihat sikap Chuen yang panik
dan malu- malu, Ton tersenyum geli.
Keluar dari
kamar Ton, Chuen bertemu dengan Madam Kanda serta Kade. Lalu dengan sengaja,
dia memegang kalung Chawal untuk di pamerkan. Dan tersenyum penuh kemenangan
kepada mereka berdua.
“Chuen,
jangan pernah berharap kamu akan mendapatkan Khun Ton,” kata Madam Kanda,
memperingatkan Chuen.
“Apa kamu ada
salah paham? Aku bahka tidak ingin menyentuhnya. Itu dia yang ingin aku untuk
menopangnya ke dalam kamar,” kata Chuen, bersikap pura- pura bodoh dan polos.
“Chuen!”
gertak Kade, kesal. “Aku tahu alasan mengapa kamu datang ke kediaman Pichai
Sarayut!” tuduhnya.
“Oh,
bagaimana kamu bisa tahu? Eh, atau ini karena dirimu sendiri ingin tinggal di
kediaman Pichai Sarayut, jadi kamu bersikap paranoid, dan berpikir orang lain
juga memikirkan hal yang sama sepertimu?” tanya Chuen, sambil memberikan
tatapan tidak menyangka.
“Chuen! Kamu
tidak akan pernah mengalahkan ku! Kamu tidak akan pernah mendapatkan Khun Tor
dan Khun Ton!” tekan Madam Kanda.
“Karena putri
dan keponakanmu sudah memesan mereka kan?” tanya Chuen dengan sikap polos. Lalu
dia memegang kalung Chawal yang dipakainya. “Tapi kamu tidak bisa terlalu
percaya diri. Lihat kalung ini. Aku hanya memikirkan urusanku sendiri, tapi
suami datang dan memberikan ini padaku,” sindir nya. Lalu dia pamit dan pergi.
Didalam
kamar. Sebelum tidur, Lady Veena menasehati Chuen. Jangan kecewakan Lady Veena
yang sudah baik kepada mereka. Termasuk balas dendam. Dia ingin Chuen
melepaskan rasa ingin balas dendam itu supaya Chuen bisa menemukan ketenangan.
Mendengar nasihat ini, Chuen merasa heran, apakah Ibu Choi tidak membenci orang
yang telah membuat mereka menderita.
“Aku dulu
berpikir begitu. Tapi sekalinya aku tumbuh besar, menua, melihat berbagai
penderitaan, ketidak pastian dalam hidup, itu membuatku menyadari bahwa kita
hanya bisa hidup sekali saja. Lahir, tumbuh, sakit, dan mati. Pada saat kita
lahir, kita sudah harus membayar karma kita. Setiap orang memiliki karmanya.
Perbuat baik, mendapatkan karma baik. Perbuat jahat, mendapatkan karma jahat.
Kita tidak perlu melakukan apapun,” jelas Ibu Choi, menasehati Chuen dengan
sangat serius.
“Oh. Tapi
mengapa orang jahat masih bahagia? Mereka punya keluarga yang bahagia,” tanya
Chuen, masih agak tidak mengerti.
“Chuen,
bagaimana kamu tahu mereka bahagia?” balas Ibu Choi, bertanya.
Tepat disaat
itu, Kakek Chom datang ke kamar. Dia penasaran, apa yang Chuen dan Ibu Choi
sedang bicarakan. Dan Chuen pun menjawab bahwa Ibu Choi sedang menceritakan
tentang peraturan karma. Perbuatan baik akan membuahkan karma baik. Perbuatan
jahat akan membuahkan karma jahat.
“Ibu mu benar. Tapi terkadang, karma sangat lama mencapai mereka. Kita harus memburu- buru kan nya, benar kan Choi?” tanya Kakek Chom dengan nada penuh arti sambil menatap tajam Ibu Choi. Dan Ibu Choi diam.
Makasih banyak..
ReplyDeleteLanjut terus...