Sinopsis Lakorn : Chuen Cheewa (2016) Episode 5 part 2

 

Original Network : Channel 7

Selesai makan siang, Chuen memberikan oleh- oleh dan mengantarkan Tor sampai ke depan pagar. Dia meminta maaf, karena dia bukannya mau mengusir Tor. Hanya saja dia ingin mengobrol dengan Ibu Choi dan Kakek Chom, sebab dia merindukan mereka berdua. Dan Tor sangat mengerti.

Melihat Tor sangat pengertian, Chuen tanpa sadar membandingkan Tor dengan Ton. Dan Tor tertawa, lalu dia pamit dan dia akan datang lagi sore nanti.

“Malam saja datangnya. Aku akan membawamu untuk menangkap kunang- kunang,” kata Chuen dengan bersemangat. “Eh, tapi jangan beritahu Khun Ton! Hanya kita saja! Aku terlalu malas menyambut kedatangan Khun Kade! Dia pasti akan mengikuti Khun Ton,” katanya, memperingatkan Tor.

“Pasti,” kata Tor sambil menyentuh bahu Chuen. Lalu diapun pergi.


Dengan malu- malu, Kade datang menghampiri Ton yang sedang membaca buku. Dia ingin mengobrol dan menghabiskan waktu dengan Ton. Tapi Ton malah menjauhinya dengan alasan mau berkeliling sambil bersepeda sendiran.

“Tunggu! Aku ambil payung dulu! Khun Ton!” panggil Kade, berlari mengejar Ton.


Kade ingin ikut Ton pergi juga, tapi karena cuaca panas jadi dia ingin mengambil payung dulu. Tapi Ton sama sekali tidak ada niat untuk menunggu nya. Dan pergi sendiri begitu saja.

Kade kemudian pergi menemui Lady Veena dan Madam Kanda yang sedang mengobrol. Dia menangis dan mengadu kepada mereka berdua.

“Hey. Kamu pasti kesepian. Aku kan sudah bilang untuk jangan ikut ke sini,” kata Lady Veena sambil memegang tangan Kade.

“Kade ingin datang untuk melayani Bibinya. Dia sangat mencintai Bibinya. Benarkan Kade?” kata Madam Kanda, membantu Kade mendapatkan kasih sayang dari Lady Veena.

“Iya,” jawab Kade sambil memeluk Lady Veena dengan manja.


“Khun Ton mudah emosi. Jika kamu ingin bicara lebih lama dengannya, kamu perlu membaca buku lebih banyak. Jadi kamu bisa punya topik pembicaraan dengannya,” kata Lady Veena, menyarankan Kade dengan niat baik.

Tapi mendengar itu, Kade cemberut dan tidak peduli. Karena dia tipe orang yang malas belajar. Jadi dia tidak memasukkan saran baik dari Lady Veena ke dalam hati.


Ton mengayuh sepedanya, dan dari kejauhan dia melihat mobil Tor mau lewat. Dan sebelum Tor sempat melihat dirinya, dia langsung bersembunyi di belakang pepohonan.

Lalu setelah mobil Tor lewat, Ton pun kembali menaiki sepedanya. Dan melanjutkan perjalanan.

Chuen menunjukkan kalung Chawal kepada Kakek Chom. Dia menjelaskan bahwa sebenarnya dia tidak ingin mengenakan kalung musuh, tapi ketika dia mengenakan kalung itu, dia melihat Mr. Niwat dan Madam Kanda bertengkar, dan hal itu membuatnya merasa baik. Mengetahui itu, Kakek Chom memuji Chuen, dan mengingatkan Chuen untuk jangan pernah membiarkan keluarga itu bahagia.


Chuen kemudian menceritakan tentang Mr. Niwat yang menanyai tentang wanita bernama Cheewan Vichaluck dan foto muda Ibu Choi yang ditunjukkan padanya. Pada saat Mr. Niwat bertanya, dia menjawab tidak tahu. Dan Kakek Chom merasa puas dengan jawaban yang Chuen berikan kepada Mr. Niwat. Dan dia memuji Chuen.

“Kakek, jadi siapa wanita itu?” tanya Chuen, ingin tahu.

“Aku tidak kenal wanita bernama Cheewan Vichaluck,” jawab Kakek Chom. “Kamu pasti penasaran, mengapa foto Ibumu ada pada Mr. Niwat?” katanya. Dan Chuen mengiyakan dengan cepat. “Suatu ketika, Mr. Niwat ingin pernah menjadi teman dengan Witaya Valom, ayahmu,” cerita Kakek Chom.


“Ayahku … namanya Witaya Valom?”

“Benar. Jadi tidak ada yang aneh, bila dia memiliki foto Ibumu,” jelas Kakek Chom. Tapi Chuen  masih belum mengerti, kenapa. “Sekarang kamu tidak perlu mengerti apapun. Kamu hanya perlu tahu bahwa Ibumu adalah bagian dari alasan yang membuat Mr. Niwat mengkhianati Ayahmu. Waktu itu Ibumu cukup cantik. Ingat ini Chuen, dia adalah orang yang menghancurkan Ayahmu. Dia mati dalam penderitaan. Ingat itu!” tekan Kakek Chom.

Mendengar itu, niat Chuen untuk membalaskan dendam kepada keluarga Mr. Niwat semakin menguat. Dan Kakek Chom puas dengan nya.


Sepulang nya dari jalan- jalan dengan Kakek Chom, Chuen pamit untuk pergi bersepeda. Sedangkan Kakek Chom pergi ke kamar Ibu Choi untuk menemuinya.

Kakek Chom datang menemui Ibu Choi untuk memastikan apakah Chuen ada mengatakan sesuatu kepada Ibu Choi. Juga untuk memperingatkan Ibu Choi, jika Chuen menanyai tentang nama Cheewan Vichaluck, maka Ibu Choi harus menjawab tidak tahu. Dan Ibu Choi mengiyakan, sebab baginya nama Cheewan Vichaluck sudah mati, mati dalam kesakitan dan penderitaan.

“Itulah kenapa kita harus membalaskan dendam wanita ini!” kata Kakek Chom.

“Ayah! Aku tidak ingin balas dendam pada siapapun. Aku tidak ingin menciptakan karma dengan siapapun lagi. Aku memaafkan setiap orang,” kata Ibu Choi sambil menangis pasrah.


“Kamu tidak bisa! Aku tidak bisa memaafkan orang- orang jahat itu!” bentak Kakek Chom, penuh emosi. “Ingat ini, jangan biarkan ide gila ini mempengaruhi Chuen!”

“Tapi Chuen masih kecil! Dia tidak seharusnya melakukan itu,” balas Ibu Choi.

“Kamu tidak terluka, tapi aku terluka. Kamu tidak pendendam, tapi aku iya. Kamu memaafkan, tapi aku tidak akan pernah. Jadi jika kamu ingin mengubah Chuen menjadi lemah seperti mu, aku akan menganggap, hubungan Ayah dan putri berakhir,” ancam Kakek Chom. Lalu dia pergi.

“Ayah!” panggil Ibu Choi, sedih.


Dengan bersemangat, Chuen mengayuh sepedanya. Tapi tanpa disangka, di persimpangan dia bertemu dengan Ton. Dan mereka saling menabrak.



Chuen beruntung, karena walaupun dia jatuh, dia tidak terluka. Tapi sialnya, Ton, dia jatuh dan terluka sehingga tidak bisa berdiri. Lalu Chuen pun mendekati Ton, dan sebagai manusia yang baik, dia mengulurkan tangannya untuk membantu Ton. Tapi dengan sengaja, ketika Chuen memegang tangannya dan ingin mengangkat nya, dia menarik Chuen, sehingga Chuen terjatuh dan menimpa dirinya. Lalu tanpa sengaja, wajah mereka pun saling berdekatan.

Dengan panik, Chuen langsung berdiri. Dan Ton meminta maaf.


“Aku akan memanggil Khun Tor untuk datang membantu,” kata Chuen, menaaajaga jarak dari Ton.

“Hey, aku tidak bermaksud,” kata Ton, merasa bersalah.

“Aku tidak mengatakan apapun,” balas Chuen.

“Hey, tunggu! Kamu tidak akan memberitahu Khun Tor tentang ini kan?” tanya Ton, khawatir.

“Bisakah kamu berhenti membicarkan tentang ini?” keluh Chuen.

“Ini berarti kamu belum memaafkan ku,” balas Ton.

“Jika kamu masih bicara, aku tidak akan bantu!” balas Chuen, kesal.

“Aku tidak siapapun untuk membantu!” jelas Ton.

“Jika aku tidak memanggil bantuan, aku akan dikatakan tidak tahu terima kasih oleh guru. Selain itu, Ibuku bilang tahu berterima kasih adalah simbol orang baik,” balas Chuen dengan sikap dingin. Lalu diapun pergi untuk memanggil Tor.


Ketika Chuen datang, Tor sangat senang sekali. Lalu saat dia tahu Ton terluka, Tor terkejut dan cemas. Lalu dia ingin segera menaiki sepedanya untuk pergi menjemput Ton. Tapi Chuen menghentikannya dan menyarankannya untuk bawa mobil saja, karena Ton sangat berat. Jadi Tor pun memanggil Wing untuk menyetir.


Tepat disaat itu, Madam Kanda dan Kade keluar. Mendengar Ton jatuh dari sepeda dan terluka, Kade sangat khawatir. Tapi Tor dan Chuen mengabaikannya.

Setelah Tor dan Chuen pergi. Madam Kanda serta Kade langsung menemui Lady Veena dan mengadukan bahwa Chuen, anak angkat Lady Veena, menyebabkan masalah lagi.

“Apa yang terjadi?” tanya Lady Veena, bingung ada apa.

Didalam mobil. Chuen dan Tor tertawa, karena mereka yakin bahwa Madam Kanda dan Kade pasti akan segera mengadu kepada Lady Veena. Tapi Chuen sama sekali tidak takut, karena Tor serta Wing adalah saksi nya. Dan Tor mengiyakan.

Tidak lama kemudian, mereka berdua sampai di lokasi tempat Ton terjatuh. Dan sikap Chuen langsung berubah menjadi acuh, saat berhadapan dengan Ton.


Dalam perjalanan pulang. Chuen dan Tor berdebat kecil. Chuen mengatakan bahwa dia akan pulang sendiri nanti, menaiki sepedanya yang masih ada dirumah Tor. Dan Tor mengatakan bahwa dia akan mengantarkan Chuen. Jadi mereka terus saling mengatakan, ‘tidak usah antar’, ‘tidak apa, ku antar’, ‘tidak usah’, ‘tidak apa’. Mendengar itu, Ton merasa capek.

“Dia bilang tidak perlu antar, jadi tidak perlu antar dia,” keluh Ton, capek.


Sesampainya dirumah. Kade yang sudah menunggu kepulangan Ton sedari tadi, dia langsung membukakan pintu untuk Ton dan memegang tangannya untuk membantu. Melihat itu, dengan baik hati, Chuen menyarankan Kade untuk membantu menopang Ton, karena kaki Ton sedang sakit. Dan kali ini, Kade tidak mengatakan apapun untuk melawan Chuen.

Namun Ton tampak tidak suka kalau Kade membantunya. Jadi Tor pun menawarkan diri untuk membantu Ton. Namun Madam Kanda langsung menghentikan Ton dan mengatakan bahwa ini adalah tugas Kade. Dengan tidak sabaran, Ton menyuruh semuanya untuk minggir.

“Bisakah kamu jalan sendiri?” tanya Tor, khawatir.

“Bisa. Aku punya penolong,” jawab Ton. Dan setiap orang penasaran siapa. “Chuen,” panggil Ton. Dan Chuen sendiri merasa terkejut, ketika namanya dipanggil.


Awalnya Chuen ingin menolak. Tapi saat melihat Madam Kanda dan Kade, dia langsung mengubah pikirannya dan setuju untuk membantu Ton.

“Tolong lepaskan lengannya, Khun Kade,” kata Chuen sambil menopang Ton. “Ayo, Khun Ton,” ajaknnya. Tapi Kade tidak mau melepaskan tangan Ton. “Tolong minggir Khun Kade,” kata Chuen sekali lagi sambil tersenyum.

Melihat itu, bukan hanya Kade yang merasa kesal dan cemburu. Tapi Tor juga.


Dengan terpaksa, mereka semuapun hanya bisa diam dan mengikuti Ton dan Chuen dari belakang. Awalnya Chuen ingin membawa Ton untuk duduk di ruang tamu. Tapi Ton meminta Chuen untuk membantunya ke dalam kamar. Sekali lagi, melihat wajah Madam Kanda dan Kade yang tampak tidak senang serta cemburu, Chuen langsung mengubah pikirannya lagi, dan setuju. Bahkan dengan sengaja, dia berbicara dengan sikap intim kepada Ton, sehingga membuat Madam Kanda serta Kade semakin tidak senang.

“Khun Kanda,” panggil Lady Veena, ketika Madam Kanda dan Kade ingin pergi mengikuti Ton serta Chuen. “Mau kemana? Kamu tidak perlu ikut,” tanyanya.

“Bagaimana aku bisa tidak ikut?! Bagaimana jika dia mengambil keuntungan dari Khun Ton?!” keluh Madam Kanda, khawatir.

“Chuen adalah gadis. Dia juga putriku. Aku tidak akan salah menilai dia,” balas Lady Veena.

Mendengar itu, Madam Kanda dan Kade pun tidak bisa berkata- kata. Dan Tor pun pamit serta pergi dengan wajah asam.


Chuen mengantarkan Ton sampai ke kamar. Tapi sesampainya di kamar, Ton sengaja mau mengerjai Chuen lagi. Dia berpura- pura terjatuh dan menarik Chuen yang masih menopan tubuhnya. Sehingga Chuen pun terjatuh lagi di atas tubuh Ton seperti sebelumnya. Lalu wajah mereka berdua saling menatap satu sama lain dari jarak dekat.

Dengan panik, Chuen langsung berdiri dan pamit serta pergi. Melihat sikap Chuen yang panik dan malu- malu, Ton tersenyum geli.


Keluar dari kamar Ton, Chuen bertemu dengan Madam Kanda serta Kade. Lalu dengan sengaja, dia memegang kalung Chawal untuk di pamerkan. Dan tersenyum penuh kemenangan kepada mereka berdua.

“Chuen, jangan pernah berharap kamu akan mendapatkan Khun Ton,” kata Madam Kanda, memperingatkan Chuen.

“Apa kamu ada salah paham? Aku bahka tidak ingin menyentuhnya. Itu dia yang ingin aku untuk menopangnya ke dalam kamar,” kata Chuen, bersikap pura- pura bodoh dan polos.

“Chuen!” gertak Kade, kesal. “Aku tahu alasan mengapa kamu datang ke kediaman Pichai Sarayut!” tuduhnya.

“Oh, bagaimana kamu bisa tahu? Eh, atau ini karena dirimu sendiri ingin tinggal di kediaman Pichai Sarayut, jadi kamu bersikap paranoid, dan berpikir orang lain juga memikirkan hal yang sama sepertimu?” tanya Chuen, sambil memberikan tatapan tidak menyangka.

“Chuen! Kamu tidak akan pernah mengalahkan ku! Kamu tidak akan pernah mendapatkan Khun Tor dan Khun Ton!” tekan Madam Kanda.

“Karena putri dan keponakanmu sudah memesan mereka kan?” tanya Chuen dengan sikap polos. Lalu dia memegang kalung Chawal yang dipakainya. “Tapi kamu tidak bisa terlalu percaya diri. Lihat kalung ini. Aku hanya memikirkan urusanku sendiri, tapi suami datang dan memberikan ini padaku,” sindir nya. Lalu dia pamit dan pergi.

Didalam kamar. Sebelum tidur, Lady Veena menasehati Chuen. Jangan kecewakan Lady Veena yang sudah baik kepada mereka. Termasuk balas dendam. Dia ingin Chuen melepaskan rasa ingin balas dendam itu supaya Chuen bisa menemukan ketenangan. Mendengar nasihat ini, Chuen merasa heran, apakah Ibu Choi tidak membenci orang yang telah membuat mereka menderita.


“Aku dulu berpikir begitu. Tapi sekalinya aku tumbuh besar, menua, melihat berbagai penderitaan, ketidak pastian dalam hidup, itu membuatku menyadari bahwa kita hanya bisa hidup sekali saja. Lahir, tumbuh, sakit, dan mati. Pada saat kita lahir, kita sudah harus membayar karma kita. Setiap orang memiliki karmanya. Perbuat baik, mendapatkan karma baik. Perbuat jahat, mendapatkan karma jahat. Kita tidak perlu melakukan apapun,” jelas Ibu Choi, menasehati Chuen dengan sangat serius.

“Oh. Tapi mengapa orang jahat masih bahagia? Mereka punya keluarga yang bahagia,” tanya Chuen, masih agak tidak mengerti.

“Chuen, bagaimana kamu tahu mereka bahagia?” balas Ibu Choi, bertanya.



Tepat disaat itu, Kakek Chom datang ke kamar. Dia penasaran, apa yang Chuen dan Ibu Choi sedang bicarakan. Dan Chuen pun menjawab bahwa Ibu Choi sedang menceritakan tentang peraturan karma. Perbuatan baik akan membuahkan karma baik. Perbuatan jahat akan membuahkan karma jahat.

“Ibu mu benar. Tapi terkadang, karma sangat lama mencapai mereka. Kita harus memburu- buru kan nya, benar kan Choi?” tanya Kakek Chom dengan nada penuh arti sambil menatap tajam Ibu Choi. Dan Ibu Choi diam.

1 Comments

Previous Post Next Post