Original
Network : Channel 7
Malam hari. Nat dan Nan datang
mengunjungi Cheun yang ada dirumah kecil bersama dengan Nanny Aon. Mereka berdua datang untuk mengundang
Cheun makan wonton bersama, dan mereka sudah mengundang penjual wonton nya ke
sini.
“Bolehkah aku ikut makan juga?”
tanya Nanny Aon dengan bersemangat. Dan Nan mengiyakan.
“Kemudian bolehkah aku mengundang
Bibi Yohng untuk makan juga. Dia selalu membuatkan makanan untuk orang lain.
Jadi biar hari ini, orang lain yang memasakkan untuknya,” kata Cheun, meminta
izin. “Oh ya, sekalian P’Yam, P’Sa, Paman Wing dan Loy juga,” pintanya. Dan
dengan senang hati, Nat serta Nan mengiyakan. “Tapi kecuali Jan dan Juea,” kata
Cheun, menekankan. Mendengar itu, semuanya tertawa.
Ton sedang belajar. Lalu tiba-
tiba dia mendengar suara ketukan. Dan saat dia ingin mengintip ada apa diluar,
Tor datang ke kamar nya.
“Khun Ton, kamu mau makan wonton
bersama?” ajak Tor.
“Tidak,” tolak Ton langsung.
“Hei, kamu sudah besar sekarang. Jangan berkiaran dan bermain- main seperti
anak kecil,” tegurnya.
“Anak kecil apaan? Nanny Aon
baris paling depan,” balas Tor sambil tertawa. Lalu dia pamit dan pergi, karena
dia ingin makan wonton bersama yang lainnya.
Dihalaman. Setiap orang menikmati
semangkuk wonton yang Nat dan Nan belikan. Mereka makan sambil mengobrol serta
tertawa dengan keras. Dan dengan senang, Cheun berterima kasih kepada Nan. Lalu
Tor datang dan ikut bergabung dengan mereka.
“P’Nat, Ying Chat akan datang ke
kediaman Pichai Sarayut,” bisik Cheun, membantu Nan untuk mendekati Ying.
“Benarkah?” tanya Nan, senang
sekali.
Melihat Cheun dan Nan saling
berbisik- bisik, Tor merasa agak cemburu. Jadi dia berdehem pelan. Dan dengan
malu, Nan langsung terdiam serta memberikan kode kepada Cheun untuk jangan
memberitahukan rahasia ini.
“Ini rahasia P’Nat,” kata Cheun,
penuh arti. Dan semua tertawa sebagai tanda mengerti.
Mendengar canda tawa diluar, Ton
pun mengintip dari jendela. Dan melihat itu, Nanny Aon langsung memanggil Ton.
Tapi Ton malah berbalik badan dan mengabaikan panggilannya.
“Menurutku Khun Ton pasti ingin
bergabung juga dengan kita,” canda Chef Yhong, menebak sambil tertawa.
“Menurutku tidak. Dia itu mungkin
sudah mau tidur,” balas Tor dengan yakin.
Pagi hari. Di meja makan. Kade
mengomentari bahwa kita akan mencret jika kita makan sembarangan. Mendengar
itu, Cheun tahu kalau yang dimaksud oleh Kade adalah dirinya. Dan diapun
langsung menjelaskan kepada Lady Veena bahwa wonton yang semalam mereka makan
dijamin bersih serta enak, jika tidak, tidak mungkin penjualnya akan berjualan
untuk waktu yang lama. Lalu penjualnya ada bercerita kalau dia sudah berjualan
selama 10 tahun sampai sekarang.
“Dia mungkin saja berbohong,”
komentar Kade.
“Dia tidak berbohong. Aku ada
mendengar bahwa ada penjual wonton didekat sini, sejak sebelum aku pindah ke
sini,” kata Lady Veena, menjelaskan.
“Bibi berpihak pada Cheun?!”
tanya Kade, tidak terima.
“Kade. Aku tidak suka mendengar
kamu berbicara kasar,” tegur Lady Veena.
Ton merasa kalau apa yang Kade
katakan tidak lah salah. Jika kita makan sembarangan diluar, maka kita akan
sakit perut. Karena hal inilah, makanya Ton membela Kade. Dan dengan senang,
Kade mengucapkan terima kasih pada Ton.
“Aku juga makan dan tidak terjadi
apapun padaku. Paman penjualnya kelihatan bersih juga,” kata Tor, mendukung
Cheun.
“Terima kasih ya Khun Tor, karena
sudah memberikanku keadilan,” kata Cheun sambil menatap ke arah Kade dengan
penuh arti.
“Baiklah. Sudah cukup! Berdebat
pagi- pagi begini, membuatku kehilangan selera saja,” komentar Lord Pichai,
menyudahi perdebatan yang terjadi.
Mendengar itu, Cheun menatap Kade
sambil mengangkat sedikit alisnya dan tersenyum. Melihat ekspresi mengejek Cheun
itu, Kade jadi emosi. Dan dengan kesal, diapun pergi meninggalkan meja makan.
“Kade,” panggil Lady Veena,
khawatir.
“Bibi, biarkan saja dia. Dia
mungkin marah sekarang. Tidak ada gunannya kamu mengatakan apapun padanya
sekarang, itu mungkin akan membuatnya semakin marah,” kata Cheun sambil
menyentuh tangan Lady Veena dengan sikap perhatian.
“Cheun benar. Kade orang yang
tidak sabaran. Jadi biarkan dia tenang dulu,” kata Lord Pichai, setuju dengan
Cheun.
“Aku juga salah. Aku berbicara
seperti aku mengejek dia barusan,” kata Cheun, bersikap seperti merasa
bersalah. “Tapi aku benar- benar ingin berterimakasih pada Khun Tor. Hanya saja
karena aku berdebat dengan Khun Kade, itu membuat Paman Lord dan Bibi Lady,
Khun Ton, dan Khun Tor, jadi kehilangan selera,” katanya sambil menundukkan
kepalanya.
“Tidak apa,” hibur Lady Veena,
dia merasa kalau Cheun tidak salah.
“Ayo, lanjut makan,” kata Lord
Pichai.
Kepadahal suasana di meja makan
sudah membaik. Tapi Ton merasa tidak nafsu makan lagi. Jadi diapun berdiri dan pergi
meninggalkan meja makan.
Kade pulang sambil menangis. Dia
merengek dan meminta Madam Kanda untuk membalas kan dendam nya pada Cheun,
karena barusan Cheun mengejeknya pas di meja makan, bahkan Lord Pichai dan Lady
Veena malah berpihak pada Cheun. Mendengar itu, Madam Kanda langsung menyuruh
Mr. Niwat untuk memarahi Lady Veena nanti. Namun Mr. Niwat menolak. Sedangkan
Kanok, dia hanya diam saja dan makan, karena dia malas meladeni sikap cengeng
Kade.
Karena Mr. Niwat menolak
perkataannya, Madam Kanda jadi merasa kesal. Dan dia meluapkan rasa kesalnya
kepada Kanok. Dia mengambil gelas dan melemparkannya ke kepala Kanok.
“Hei, rakus! Adikmu menangis dan
kamu masih bisa makan!” bentak Madam Kanda.
“Kanok,” panggil Mr. Niwat,
khawatir, ketika melihat kepala Kanok berdarah. “Apa kamu baik- baik saja?”
tanyanya. Dan tanpa mengatakan apapun, Kanok pergi.
Melihat Kanok pergi begitu saja,
Madam Kanda semakin merasa kesal. Jadi dia memarahi Kanok lagi. Dan mendengar
itu, Mr. Niwat tidak sabaran lagi dengan sikap Madam Kanda, jadi dia berdiri
dan berjalan pergi. Tapi Madam Kanda tidak membiarkannya dan menghentikannya.
“Apa kamu tidak lihat kepala
Kanok terluka?!” tanya Mr. Niwat, marah.
“Apa kamu tidak lihat putrimu
berdiri disana dan menangis sampai matanya membengkak?!” balas Madam Kanda
dengan keras.
“Aku mau mengecek Kanok!” balas
Mr. Niwat, tidak peduli.
Dikamar. Dengan perhatian, Mr.
Niwat menghampiri Kanok dan mengajak Kanok untuk ke rumah sakit. Tapi Kanok
menolak.
“Jangan keras kepala. Ikut
denganku,” ajak Mr. Niwat, memegang tangan Kanok. Dan sambil menahan air
matanya, Kanok berjalan mengikuti Mr. Niwat.
Ditaman belakang. Dengan bangga,
Cheun menulis surat untuk Kakek Chom. Dia menceritakan tentang perdebatannya
dengan Kade, tentang Kanok yang terluka sampai menerima lima jahitan di kepala.
Itu semua karena dirinya. Lalu tiba-
tiba saja Ton datang, dan Cheun pun langsung menyembunyikan surat yang
ditulisnya.
“Kamu puas?” tanya Ton, ketus.
“Aku bisa melihat kalau kamu sengaja membuat Khun Kade terlihat seperti orang
yang egois didepan Paman dan Bibi,” komentarnya.
“Ya ampun! Bagaimana bisa aku
melakukan sesuatu seperti itu?” sangkal Cheun.
Ton sangat yakin kalau Cheun
pasti sengaja. Lalu dia meminta surat yang Cheun pegang. Dan tentu saja, Cheun
menolak. Kemudian Ton pun berniat untuk merebut surat tersebut secara paksa,
dia yakin pada ada sesuatu pada surat yang Cheun tulis. Dengan susah payah,
Cheun berusaha untuk melindungi surat yang di pegangnya tersebut.
Tepat disaat itu, Loy datang. Dia
melaporkan kalau teman- teman Cheun sudah datang. Dan mendengar itu, Cheun pun
langsung buru- buru pergi untuk menjauhi Ton.
Setelah Cheun dan teman- temannya
menyapa Lady Veena. Mereka berempat pergi ke dekat danau dan bersantai- santai
sambil minum serta menyemil.
Yupa membawa Madam Kanda untuk
menemui Songwut. Dalam perjalanan ke sana, Madam Kanda merasa kepanasan, lalu
dia curiga kenapa Yupa tampak sangat familiar dengan jalanan sini. Dan dengan
cepat, Yupa beralasan bahwa dia jarang ke sini, tapi Songwut pernah bercerita
padanya, jadi dia tahu jalanan disini.
“Kita sudah sampai. Sebelah sana,
Songwu ada disana,” kata Yupa sambil menunjuk ke depan. Dia tidak ingin Madam
Kanda berpikir dan curiga padanya.
Dengan sikap gentleman, Songwu
menyapa Madam Kanda serta Yupa. Lalu dia mempersilahkan mereka berdua duduk di
kursi yang sudah di lap nya sebelumnya. Mendengar kalau kursinya sudah di
bersihkan, barulah Madam Kanda mau duduk. Kemudian tanpa berbasa- basi, dia
memberitahu Songwut bahwa dia ingin Songwut menyingkirkan Chuencheewa, dan
Songwut boleh melakukan apapun, asalkan Chuen pergi dari kediaman Sarayut dan
dari hidup setiap orang.
“Tapi aku tidak pernah bertemu
dia,” kata Songwut.
“Jangan khawatir. Aku akan
mengatur supaya kamu bisa bertemu dengannya,” kata Yupa, memberikan jaminan.
“Jika kamu sukses, aku akan
memberikan mu hadiah,” kata Madam Kanda, menawarkan upah atau hadiah kepada
Songwut.
“Mengenai hadiah atau uang, itu
tidak sepenting pertemanan. Jika teman tidak saling membantu, bagaimana
pertemanan bisa berlanjut?” kata Songwut, seolah- olah dia membantu teman
secara tulus, bukan karena hanya dia diberikan hadiah.
“Kelihatannya kalian berdua
sangat dekat,” komentar Madam Kanda, agak curiga sambil melirik ke arah Yupa
yang merasa gugup.
“Teman adalah hal yang paling
penting. Aku berteman dengan Yupa. Juga aku senior Khun Kade di sekolah
dulunya, tapi saat itu aku berhenti bersekolah karena ada kecelakaan,” kata
Songwut, menjelaskan. Untuk menghilangkan rasa curiga Madam Kanda.
Madam Kanda sebenarnya tidak
terlalu peduli dengan Songwut. Dia hanya peduli, apakah Songwut dan Yupa
memiliki hubungan, karena dia tidak akan menyetujui hal itu terjadi. Kemudian
dia memberikan seamplop uang sebagai uang muka untuk Songwut.
Namun seperti biasa, Songwut
berpura- pura bersikap gentleman. Dia mengatakan kalau dia tidak akan menerima
uang itu, sebelum pekerjaannya selesai.
“Baiklah,” kata Madam Kanda,
berniat menyimpan amplop itu ditas nya kembali.
Melihat itu, Songwut panik dan
langsung mengambil amplop uang tesebut. “Tapi pamanku pernah mengajarkan, jika
seseorang memberikan, kita tidak seharusnya menolak,” jelasnya sambil
tersenyum.
Karena Nat dan Nan sering datang
membawakan bunga mawar untuk Chuen. Maka Loy menanam itu di sekitar taman
depan.
Ton lewat dan melihat- lihat
bunga- bunga mawar tersebut. Lalu Kade datang membawakan minuman serta cemilan
untuk Ton. Tapi Ton menolak, karena dia tidak suka. Kemudian Kade pun mulai
berbicara mengenai Chuen yang bersikap seperti mak coblang untuk Nat serta
Ying. Dan Kade tertawa, karena menurutnya itu hal yang lucu, Chuen bermain mak
coblang untuk Nat serta Ying, tapi akhirnya Chuen pasti akan merebut Nat
sendiri. Jadi pasti bakal terjadi masalah.
“Aku tidak peduli. Juga aku tidak
suka mendengar omong kosong. Kamu tidak perlu memberitahuku,” kata Ton dengan
sikap dingin. Lalu dia pergi.
Ketika Nat melihat Ying haus, dia
mengambilkan minuma untuk Ying. Tapi Ying tidak terlalu menghargai itu, karena
dia punya tangan, jadi dia bisa mengambil minuman sendiri. Sebagai mak coblang,
Chuen berusaha untuk membantu Nat dengan meminta Ying untuk kasihan pada Nat.
Tapi Ying tidak peduli, karena dia punya tangan dan minuman ada didepannya. Dan
mendengar itu, Nan merasa geli serta setuju dengan perkataan Ying.
“Mengapa kamu tidak mengundang
Prof. Ton bergabung dengan kita? Dia pasti kelaparan sekarang,” tanya Ying,
ingin tahu. Mendengar itu, Tor merasa cemburu.
“Biarkan saja dia lapar. Itu tidak ada hubungannya denganku,” balas Chuen, acuh. Dan setiap orang tertawa, kecuali Tor yang merasa cemburu.