Sinopsis Lakorn : Chuen Cheewa (2016) Episode 7 part 3

 

Original Network : Channel 7

Ketika Madam Kanda serta Yupa pulang, Kade sedang membuang- buang barang didalam kamar ke lantai sambil menjerit. Lalu saat Madam Kanda datang, Kade membuka kan pintu baginya dan langsung memeluknya serta menangis. Dengan perhatian, Madam Kanda menanyai, ada apa. Dan Kade mengadu bahwa Ton membencinya, dan ini semua salah Chuen. Karena Ton menyukai Chuen, dan dia tahu itu.

“Itu tidak akan lama lagi Kade. Tidak akan lama lagi, Chuen akan keluar dari kehidupan Khun Ton,” bujuk Madam Kanda agar Kade bersabar.


“Bisakah kamu berhenti mengatakan itu, Ma? Aku melihat dia mengejekku dan tersenyum padaku setiap hari!” teriak Kade.

“Nong Kade, tapi kali ini aku jamin,” kata Yupa, ikut membujuk Kade. “Ibumu dan aku barusan pergi bertemu seseorang hari ini,” katanya, penuh arti.

Mendengar perkataan penuh arti tersebut, Kade langsung tenang dan menghapus air matanya. “Siapa?” tanyanya, ingin tahu.


Kakekku tersayang,

Pada waktu kamu membaca surat ini. Aku akan berada di sekolah untuk beberapa dari sekarang. Kamu tidak perlu membalas surat ini. Karena dalam dua hari ini, aku akan datang menemui kamu dan Ibu. Aku akan menghabiskan liburan dengan kalian.

Aku tidak akan memberitahu mu apapun tentang Chawal didalam surat ini. Aku akan memberitahumu secara langsung, pada waktu aku datang. Aku jamin, ini lebih baik dibicarakan secara langsung.

Terakhir, aku membelikan baju untukmu, Ibu, dan Paman Mun. Oh, ada juga apel yang dulu aku sebut ‘Bapples’ . heheh ... Untuk yang lain, aku juga punya hadiah untuk mereka.


Membaca surat dari Chuen, membuat Kakek Chom merasa senang dan tersenyum- senyum sendiri. Ketika Ibu Choi melihat itu dari jauh, dia merasa penasaran dan bertanya. Dan Kakek Chom memberitahu kan kabar baik bahwa Chuen akan pulang dalam minggu ini. Kemudian Kakek Chom pamit untuk pergi membeli obat.

“Ayah, kita masih punya cukup obat untuk dua hari ini,” kata Ibu Choi, mengingatkan.

“Tapi aku ada janji dengan dokternya hari ini. Jangan khawatir, Mun akan datang dan menemanimu. Ada apa- apa, beritahu saja dia,” balas Kakek Chom. Lalu dia pamit dan pergi.


Chuen sedang berbelanja dipasar, dan disana dia bertemu dengan Songwut yang sedang berpura- pura bertanya ke orang sekitar ‘dimana rumah Bibi Saiarun’. Merasa bersimpati kepada Songwut, Chuen pun mengajak Songwut ke kediaman Sarayut untuk bertanya kepada orang Nanny Aon yang sudah lama tinggal di daerah sini. Mana tau Nanny Aon mengenal Bibi Sairaun dan tahu dimana Bibi Saiarun tinggal.


Ketika Chuen datang membawa Songwut, Yupa memperhatikan mereka dari balik semak- semak dan tersenyum. Karena ini tandanya, rencana mereka untuk mempertemukan Songwut dan Chuen berhasil.

Dengan senang, Yupa pulang ke rumah samping dan memberitahu Madam Kanda serta Kade bahwa Chuen barusan datang dengan membawa calon suaminya, Songwut. Mengetahui itu, Kade memuji kerja bagus Yupa.

“Ini tidak sulit sama sekali Nong Kade,” kata Yupa dengan bangga. “Aku tahu Chuen keluar untuk membeli roti dijam segini. Jadi aku hanya memberitahu itu pada Songwut. Itu saja.”

“Jadi sekarang, biarkan Songwut bekerja,” kata Madam Kanda, merasa puas.


Saat Songwut menyebut nama Saiarun, Nanny Aon menggelengkan kepalanya dan mengatakan bahwa dia tidak kenal. Dengan pintarnya, Songwut menjelaskan bahwa dia mendengar nama ini dari Kakak nya, kakak nya bilang Bibi Saiarun tinggal di Soi Chamroenjai, atau mungkin saja dia ada salah dengar, tapi dia tidak yakin. Sayangnya, Kakaknya ini sudah meninggal, jadi dia tidak bisa bertanya lebih rinci pada Kakaknya ini. Juga inilah alasan dia datang ke Bangkok, karena dia ingin mengundang Bibi Saiarun untuk pergi ke pemakaman Kakaknya.

Mendengar itu, Chuen merasa kasihan kepada Songwut.


“Jadi, apa yang akan kamu lakukan sekarang?” tanya Nanny Aon, juga kasihan pada Songwut.

“Aku akan kembali dan mengkremasi Kakakku terlebih dahulu. Lalu baru aku akan kembali ke sini lagi, karena aku bekerja di perusahaan disini,” jawab Songwut, menjelaskan. Lalu dengan sopan, dia pamit.

Sebelumnya Songwut datang dengan membawa beberapa barang untuk Bibi Saiarun, tapi karena Bibi Saiarun tidak bisa ditemukan. Maka dia meninggalkan itu dan memberikannya kepada Chuen serta Nanny Aon. Dan Chuen menolak. Lalu Songwut berpura- pura bingung harus bagaimana, karena tidak mungkin dia membawa ini, sebab dia hari ini jadwal keberangkatannya. Mengetahui itu, Nanny Aon semakin merasa bersimpati kepada Songwut, jadi dia bersedia menerima barang dari Songwut.

“Terima kasih banyak,” kata Songwut, memberikan hormat kepada Nanny Aon.



Chuen mengantarkan Songwut sampai keluar gerbang. Dan tepat disaat itu, Ton pulang. Melihat Chuen dan Songwut tampak dekat, Ton merasa cemburu dan dengan sengaja dia menekan klakson mobil dengan keras. Lalu dia masuk ke dalam rumah begitu saja.


Ton menunggu Chuen didepan pintu masuk. Saat Chuen kembali, dia memanggil Chuen. Dan dengan terpaksa, Chuen pun menghampirinya. Lalu mereka masuk ke dalam rumah bersama- sama.

Didalam rumah. Pelayan Sa menanyai, apakah Chuen mau makan siang bersama Ton, jika iya maka dia akan menyiapkannya. Dan tentu saja Chuen menolak. Tapi Ton memberitahu Pelayan Sa bahwa Chuen akan makan siang bersama dengannya. Lalu dia menanyai, Chuen mau makan dimana. Dan dengan acuh, Chuen menjawab bahwa dia tidak lapar.

“Kemudian lihat aku makan saja,” kata Ton, memutuskan. Lalu dia berjalan ke ruang makan.

Dengan sikap gentleman, Ton menarikkan kursi untuk Chuen duduki. Lalu dia duduk di sebrang Chuen. Dan dengan serius, dia menanyai, “Siapa barusan?” tanyanya.

“Dia datang mencari kerabatnya, tapi tidak ketemu,” jawab Chuen.

“Jadi kamu mengundangnya ke dalam rumah?” tanya Ton, tidak senang. “Jika kamu kenal dia, tidak apa- apa. Tapi jika itu orang asing, jangan pernah undang dia ke dalam rumah,” tegasnya.

“Tapi aku merasa kasihan padanya. Jadi aku membawa dia untuk menemui Nanny Aon, mana tahu Nanny Aon kenal dengan saudaranya,” jawab Chuen, menjelaskan alasannya membawa Songwut ke kediaman Sarayut.


“Bagaimana jika pria itu adalah kriminal?” tanya Ton.

“Aku lihat dia tampak baik,” balas Chuen dengan yakin.

“Apa kriminal akan mengatakan bahwa dia bukan kriminal?” balas Ton.

“Jika kamu tidak percaya, tanya Nanny Aon saja,” balas Chuen.

Ton merasa kalau Chuen sangat keras kepala. Dia takut Chuen bakal ditipu, tapi Chuen terus saja bersikeras tidak salah. Mendengar itu, Chuen diam sambil cemberut.


Kemudian Kade datang dan memanas- manasi Chuen tentang masalah Songwut. Dengan kesal, Chuen pun mulai berbicara dengan keras.

“Khun Ton, kamu lihat. Aku berbicara baik- baik, tapi dia malah marah,” gerutu Kade dengan sikap manja kepada Ton.

“Chuen orang yang moody an,” komentar Ton.

Melihat sikap Kade dan Ton yang menjengkelkan, Chuen merasa sangat kesal. Jadi tanpa mengatakan apapun, dia pergi. Dan Kade berpura- pura khawatir.


Karena kejadian barusan, mood Chuen jadi buruk. Kebetulan ketika dia ke taman belakang, dia bertemu dengan Kanok. Dan diapun meluapkan rasa kesalnya kepada Kanok. Dengan suara keras, dia menyuruh Kanok untuk pergi.

“Jangan sok bertingkah baik padaku. Aku benci Chawal!” gumam Chuen.


Diruang makan. Setelah Ton selesai makan, dia mau pergi. Namun dengan sikap manja, Kade menahan Ton, karena dia belum selesai makan. Makan sendirian, tidak enak, jadi dia mau Ton menemaninya. Dan Ton menolak serta menyarankan Kade untuk memanggil Kanok dan makan bersama Kanok saja. Tapi Kade tidak mau dan terus menekankan bahwa dia mau Ton yang menemaninya makan.

“Kamu gadis. Hati- hati dengan perkataanmu. Kamu tidak seharusnya mengeskpresikan perasaanmu begitu terbuka. Untung sekarang kamu cuma mengatakan itu padaku. Jika pada orang lain, kamu akan terlihat buruk,” kata Ton, menegur cara berbicara Kade yang terus menekankan ‘ingin dengan Ton’.


“Apa yang kamu mau? Berbicara balik dan membuat wajah seperti Chuen?!” balas Kade, menyindir secara halus. “Ah, tidak. Aku harusnya memanggil dia, Khun Chuen. Kemudian kamu akan senang,” sindirnya.

Mendengar itu, Ton merasa sangat malas untuk meladeni Kade. Jadi diapun pergi.


Kanok menghampiri Mr. Niwat dan duduk didekatnya. Dia memberitahu Mr. Niwat bahwa dia tidak mengerti, kenapa Chuen sangat membenci mereka. Jika Chuen hanya membenci Madam Kanda, Kade, dan Yupa, maka dia bisa mengerti. Tapi Chuen kelihatannya membenci seluruh anggota keluarga mereka.

“Jika begitu, mengapa dia tidak membenci Bibi Lady juga?” tanya Mr. Niwat, untuk membuat Kanok jangan berpikiran terlalu banyak.

“Mungkin karena Bibi mengubah nama terakhirnya,” tebak Kanok. “Oh, tapi aku lihat dia memakai kalung keluarga kita,” katanya, heran.

“Menurutku, Chuen hanya mood-an. Jadi jangan terlalu pedulikan,” balas Mr. Niwat.


Ditaman belakang. Chuen sedang tidur- tiduran di atas Hammock (tempat tidur gantung), lalu tiba- tiba saja Ton datang. Ketika Chuen merasakan hal itu, ada orang yang datang, diapun bangun dan melihat ke belakang. Dan dia terkejut, saat melihat kalau ternyata yang datang adalah Ton. Jadi tanpa sengaja, diapun terjatuh. Dan dia mengeluh kesakitan. Lalu dia melihat ke arah Ton dan menuduh kalau Ton pasti menyumpahin nya supaya jatuh serta menertawainya. Mendengar tuduhan tidak masuk akal itu, Ton merasa bingung, karena sedari tadi dia tidak ada tersenyum ataupun tertawa sama sekali.

“Jadi kenapa kamu berdiri disana?!” keluh Chuen, dengan emosi. “Atau… kamu kira kamu bisa datang ke sini sesuka mu?! Jika begitu, aku akan hancurkan tempat ini!” omelnya.


Alasan Chuen membangun taman belakang ini menjadi seperti di Rungsit, karena dia merindukan rumahnya. Dia merindukan segala yang ada di Rungsit. Jadi dia berharap tempat ini bisa menghibur kerinduannya sedikit. Mengetahui itu, Ton meminta maaf. Kemudian Ton pergi.

Tanpa mengatakan apapun lagi, Chuen diam dan memperhatikan Ton pergi.


Malam hari. Yupa bertemu dan makan bersama dengan Songwut. Sepertinya Yupa tidak belajar dari kejadian sebelumnya, karena ketika Songwut hanya memuji kalau dia lebih cantik daripada Chuen, begitu saja, dia sudah senang. Lalu dia mulai membandingkan, antara dia dan Kade, siapa yang lebih cantik. Dan dengan mulut pintarnya, Songwut menjawab bahwa Chuen dan Kade, mereka berdua tidak bisa mengalahkan Yupa. Juga dia paling mencintai Yupa.

“Sekali kamu mengatakan mereka berdua sebagai istrimu, aku pasti akan kalah,” keluh Yupa, bersikap cemburuan.

“Tidak, malah sebaliknya. Aku akan membuatmu menjadi istri pertama. Untuk Khun Chuen dan Khun Kade, mereka akan menjadi istri kedua serta ketiga,” kata Songwut dengan mulutnya yang pintar berbicara serta manis.


“Aku tidak percaya padamu,” balas Yupa sambil cemberut.

“Percaya padaku. Karena kamu adalah penolongku,” kata Songwut dengan sikap sangat tulus. “Oh ya, selesai makan, ayo ke rumah ku,” ajaknya.

“Tidak bisa, Bibi Kanda akan memarahiku. Dia tidak suka aku pulang telat,” balas Yupa, bersikap jual mahal.

“Mengapa tidak bisa? Ini sudah gelap. Ayolah ke rumah ku,” bujuk Songwut.

“Mmm… bon nya belum dibayar,” balas Yupa, setuju. Tapi dia ingin Songwut membayar makanan mereka terlebih dahulu.


Yupa kadang cukup pintar. Tapi kadang sangat bodoh. Dengan sedikit rayuan serta bujukan manis dari Songwut, Yupa sudah setuju dengan ajakan Songwut. Tapi sayangnya, Songwut sama sekali tidak mau membayar makanan mereka ini. Songwut menyuruh Yupa untuk membayar. Mengetahui itu, Yupa merasa kesal. Tapi karena Songwut tetap tidak mau membayar, jadi Yupa pun terpaksa membayar.


Setelah itu, Yupa ingin pulang saja. Tapi Songwut tidak mengizinkannya. Lalu tanpa malu, Songwut menyuruh Yupa untuk membelikannya dua kilo jeruk. Dan saat Yupa tidak mau membayar, Songwut langsung merebut tas Yupa serta mengambil uang dari tas Yupa untuk membayar. Kemudian setelah itu, dia sama sekali tidak mau mengembalikan tas Yupa.

Dengan panik, Yupa mengikuti Songwut dan berusaha merebut tas nya.

Yupa mengikuti Songwut sampai ke dalam kamar sewaan Songwut. Dia ingin mengambil tasnnya. Tapi Songwut malah menamparnya.

“Jangan posesif terhadap uang suamimu!” bentak Songwut.

“Kamu punya uang! Kan Bibi baru saja memberikanmu uang!” keluh Yupa, tidak terima.

“Hei!” gertak Songwut sambil memegang dagu Yupa dengan kuat, sehingga Yupa merasa sakit. “Setiap suami dan istri menggunakan dompet yang sama. Mengerti?!” jelasnya. Lalu dia mengecup pipi Yupa. “Jika kamu ingin menjadi istri Songwut, kamu harus mengerti. Jelas?!” tegasnya.

Dengan susah payah, Yupa melepaskan tangan Songwut dari dagunya. Lalu dia berteriak, “Siapa bilang aku ingin menjadi Istrimu, pria gila?!”

“Yupa!” bentak Songwut sambil mendorong Yupa ke tempat tidur. “Jika kamu mengatakan itu, maka aku tidak akan mood lagi!”



Dengan perasaan sedih dan takut, Yupa diam serta menangis. Namun melihat tangisannya, Songwut sama sekali tidak peduli. Yang Songwut pedulikan adalah Madam Kanda nanti akan curiga, jika mata Yupa tampak bengkak. Lalu Yupa pun berhenti menangis. Kemudian Yupa mengambil uangnya dan memberikan itu kepada Songwut, kemudian dia ingin pergi. Tapi jelas saja, Songwut tidak akan membiarkannya.

“Tunggu. Selagi kamu sudah disini, mari tinggal dan bicara sebentar,” kata Songwut dengan lembut. Lalu dia mulai menciumin Yupa.

Post a Comment

Previous Post Next Post