Original
Network : Channel 7
Ketika Madam Kanda serta Yupa
pulang, Kade sedang membuang- buang barang didalam kamar ke lantai sambil
menjerit. Lalu saat Madam Kanda datang, Kade membuka kan pintu baginya dan
langsung memeluknya serta menangis. Dengan perhatian, Madam Kanda menanyai, ada
apa. Dan Kade mengadu bahwa Ton membencinya, dan ini semua salah Chuen. Karena
Ton menyukai Chuen, dan dia tahu itu.
“Itu tidak akan lama lagi Kade.
Tidak akan lama lagi, Chuen akan keluar dari kehidupan Khun Ton,” bujuk Madam
Kanda agar Kade bersabar.
“Bisakah kamu berhenti mengatakan
itu, Ma? Aku melihat dia mengejekku dan tersenyum padaku setiap hari!” teriak
Kade.
“Nong Kade, tapi kali ini aku
jamin,” kata Yupa, ikut membujuk Kade. “Ibumu dan aku barusan pergi bertemu
seseorang hari ini,” katanya, penuh arti.
Mendengar perkataan penuh arti
tersebut, Kade langsung tenang dan menghapus air matanya. “Siapa?” tanyanya,
ingin tahu.
Kakekku
tersayang,
Pada waktu
kamu membaca surat ini. Aku akan berada di sekolah untuk beberapa dari
sekarang. Kamu tidak perlu membalas surat ini. Karena dalam dua hari ini, aku
akan datang menemui kamu dan Ibu. Aku akan menghabiskan liburan dengan kalian.
Aku tidak
akan memberitahu mu apapun tentang Chawal didalam surat ini. Aku akan
memberitahumu secara langsung, pada waktu aku datang. Aku jamin, ini lebih baik
dibicarakan secara langsung.
Terakhir, aku
membelikan baju untukmu, Ibu, dan Paman Mun. Oh, ada juga apel yang dulu aku
sebut ‘Bapples’ . heheh ... Untuk yang lain, aku juga punya hadiah untuk
mereka.
Membaca surat dari Chuen, membuat
Kakek Chom merasa senang dan tersenyum- senyum sendiri. Ketika Ibu Choi melihat
itu dari jauh, dia merasa penasaran dan bertanya. Dan Kakek Chom memberitahu kan
kabar baik bahwa Chuen akan pulang dalam minggu ini. Kemudian Kakek Chom pamit
untuk pergi membeli obat.
“Ayah, kita masih punya cukup
obat untuk dua hari ini,” kata Ibu Choi, mengingatkan.
“Tapi aku ada janji dengan
dokternya hari ini. Jangan khawatir, Mun akan datang dan menemanimu. Ada apa-
apa, beritahu saja dia,” balas Kakek Chom. Lalu dia pamit dan pergi.
Chuen sedang berbelanja dipasar,
dan disana dia bertemu dengan Songwut yang sedang berpura- pura bertanya ke
orang sekitar ‘dimana rumah Bibi Saiarun’. Merasa bersimpati kepada Songwut,
Chuen pun mengajak Songwut ke kediaman Sarayut untuk bertanya kepada orang
Nanny Aon yang sudah lama tinggal di daerah sini. Mana tau Nanny Aon mengenal
Bibi Sairaun dan tahu dimana Bibi Saiarun tinggal.
Ketika Chuen datang membawa
Songwut, Yupa memperhatikan mereka dari balik semak- semak dan tersenyum.
Karena ini tandanya, rencana mereka untuk mempertemukan Songwut dan Chuen
berhasil.
Dengan senang, Yupa pulang ke
rumah samping dan memberitahu Madam Kanda serta Kade bahwa Chuen barusan datang
dengan membawa calon suaminya, Songwut. Mengetahui itu, Kade memuji kerja bagus
Yupa.
“Ini tidak sulit sama sekali Nong
Kade,” kata Yupa dengan bangga. “Aku tahu Chuen keluar untuk membeli roti dijam
segini. Jadi aku hanya memberitahu itu pada Songwut. Itu saja.”
“Jadi sekarang, biarkan Songwut
bekerja,” kata Madam Kanda, merasa puas.
Saat Songwut menyebut nama
Saiarun, Nanny Aon menggelengkan kepalanya dan mengatakan bahwa dia tidak
kenal. Dengan pintarnya, Songwut menjelaskan bahwa dia mendengar nama ini dari
Kakak nya, kakak nya bilang Bibi Saiarun tinggal di Soi Chamroenjai, atau mungkin
saja dia ada salah dengar, tapi dia tidak yakin. Sayangnya, Kakaknya ini sudah
meninggal, jadi dia tidak bisa bertanya lebih rinci pada Kakaknya ini. Juga
inilah alasan dia datang ke Bangkok, karena dia ingin mengundang Bibi Saiarun
untuk pergi ke pemakaman Kakaknya.
Mendengar itu, Chuen merasa
kasihan kepada Songwut.
“Jadi, apa yang akan kamu lakukan
sekarang?” tanya Nanny Aon, juga kasihan pada Songwut.
“Aku akan kembali dan mengkremasi
Kakakku terlebih dahulu. Lalu baru aku akan kembali ke sini lagi, karena aku
bekerja di perusahaan disini,” jawab Songwut, menjelaskan. Lalu dengan sopan,
dia pamit.
Sebelumnya Songwut datang dengan
membawa beberapa barang untuk Bibi Saiarun, tapi karena Bibi Saiarun tidak bisa
ditemukan. Maka dia meninggalkan itu dan memberikannya kepada Chuen serta Nanny
Aon. Dan Chuen menolak. Lalu Songwut berpura- pura bingung harus bagaimana,
karena tidak mungkin dia membawa ini, sebab dia hari ini jadwal
keberangkatannya. Mengetahui itu, Nanny Aon semakin merasa bersimpati kepada
Songwut, jadi dia bersedia menerima barang dari Songwut.
“Terima kasih banyak,” kata
Songwut, memberikan hormat kepada Nanny Aon.
Chuen mengantarkan Songwut sampai
keluar gerbang. Dan tepat disaat itu, Ton pulang. Melihat Chuen dan Songwut
tampak dekat, Ton merasa cemburu dan dengan sengaja dia menekan klakson mobil
dengan keras. Lalu dia masuk ke dalam rumah begitu saja.
Ton menunggu Chuen didepan pintu
masuk. Saat Chuen kembali, dia memanggil Chuen. Dan dengan terpaksa, Chuen pun
menghampirinya. Lalu mereka masuk ke dalam rumah bersama- sama.
Didalam rumah. Pelayan Sa
menanyai, apakah Chuen mau makan siang bersama Ton, jika iya maka dia akan
menyiapkannya. Dan tentu saja Chuen menolak. Tapi Ton memberitahu Pelayan Sa
bahwa Chuen akan makan siang bersama dengannya. Lalu dia menanyai, Chuen mau
makan dimana. Dan dengan acuh, Chuen menjawab bahwa dia tidak lapar.
“Kemudian lihat aku makan saja,”
kata Ton, memutuskan. Lalu dia berjalan ke ruang makan.
Dengan sikap gentleman, Ton
menarikkan kursi untuk Chuen duduki. Lalu dia duduk di sebrang Chuen. Dan
dengan serius, dia menanyai, “Siapa barusan?” tanyanya.
“Dia datang mencari kerabatnya,
tapi tidak ketemu,” jawab Chuen.
“Jadi kamu mengundangnya ke dalam
rumah?” tanya Ton, tidak senang. “Jika kamu kenal dia, tidak apa- apa. Tapi
jika itu orang asing, jangan pernah undang dia ke dalam rumah,” tegasnya.
“Tapi aku merasa kasihan padanya.
Jadi aku membawa dia untuk menemui Nanny Aon, mana tahu Nanny Aon kenal dengan
saudaranya,” jawab Chuen, menjelaskan alasannya membawa Songwut ke kediaman
Sarayut.
“Bagaimana jika pria itu adalah
kriminal?” tanya Ton.
“Aku lihat dia tampak baik,”
balas Chuen dengan yakin.
“Apa kriminal akan mengatakan
bahwa dia bukan kriminal?” balas Ton.
“Jika kamu tidak percaya, tanya
Nanny Aon saja,” balas Chuen.
Ton merasa kalau Chuen sangat
keras kepala. Dia takut Chuen bakal ditipu, tapi Chuen terus saja bersikeras
tidak salah. Mendengar itu, Chuen diam sambil cemberut.
Kemudian Kade datang dan memanas-
manasi Chuen tentang masalah Songwut. Dengan kesal, Chuen pun mulai berbicara
dengan keras.
“Khun Ton, kamu lihat. Aku
berbicara baik- baik, tapi dia malah marah,” gerutu Kade dengan sikap manja
kepada Ton.
“Chuen orang yang moody an,”
komentar Ton.
Melihat sikap Kade dan Ton yang
menjengkelkan, Chuen merasa sangat kesal. Jadi tanpa mengatakan apapun, dia
pergi. Dan Kade berpura- pura khawatir.
Karena kejadian barusan, mood
Chuen jadi buruk. Kebetulan ketika dia ke taman belakang, dia bertemu dengan
Kanok. Dan diapun meluapkan rasa kesalnya kepada Kanok. Dengan suara keras, dia
menyuruh Kanok untuk pergi.
“Jangan sok bertingkah baik
padaku. Aku benci Chawal!” gumam Chuen.
Diruang makan. Setelah Ton
selesai makan, dia mau pergi. Namun dengan sikap manja, Kade menahan Ton,
karena dia belum selesai makan. Makan sendirian, tidak enak, jadi dia mau Ton
menemaninya. Dan Ton menolak serta menyarankan Kade untuk memanggil Kanok dan
makan bersama Kanok saja. Tapi Kade tidak mau dan terus menekankan bahwa dia
mau Ton yang menemaninya makan.
“Kamu gadis. Hati- hati dengan
perkataanmu. Kamu tidak seharusnya mengeskpresikan perasaanmu begitu terbuka.
Untung sekarang kamu cuma mengatakan itu padaku. Jika pada orang lain, kamu
akan terlihat buruk,” kata Ton, menegur cara berbicara Kade yang terus
menekankan ‘ingin dengan Ton’.
“Apa yang kamu mau? Berbicara
balik dan membuat wajah seperti Chuen?!” balas Kade, menyindir secara halus.
“Ah, tidak. Aku harusnya memanggil dia, Khun Chuen. Kemudian kamu akan senang,”
sindirnya.
Mendengar itu, Ton merasa sangat
malas untuk meladeni Kade. Jadi diapun pergi.
Kanok menghampiri Mr. Niwat dan
duduk didekatnya. Dia memberitahu Mr. Niwat bahwa dia tidak mengerti, kenapa
Chuen sangat membenci mereka. Jika Chuen hanya membenci Madam Kanda, Kade, dan
Yupa, maka dia bisa mengerti. Tapi Chuen kelihatannya membenci seluruh anggota
keluarga mereka.
“Jika begitu, mengapa dia tidak
membenci Bibi Lady juga?” tanya Mr. Niwat, untuk membuat Kanok jangan
berpikiran terlalu banyak.
“Mungkin karena Bibi mengubah
nama terakhirnya,” tebak Kanok. “Oh, tapi aku lihat dia memakai kalung keluarga
kita,” katanya, heran.
“Menurutku, Chuen hanya mood-an.
Jadi jangan terlalu pedulikan,” balas Mr. Niwat.
Ditaman belakang. Chuen sedang
tidur- tiduran di atas Hammock (tempat tidur gantung), lalu tiba- tiba saja Ton
datang. Ketika Chuen merasakan hal itu, ada orang yang datang, diapun bangun
dan melihat ke belakang. Dan dia terkejut, saat melihat kalau ternyata yang
datang adalah Ton. Jadi tanpa sengaja, diapun terjatuh. Dan dia mengeluh
kesakitan. Lalu dia melihat ke arah Ton dan menuduh kalau Ton pasti menyumpahin
nya supaya jatuh serta menertawainya. Mendengar tuduhan tidak masuk akal itu,
Ton merasa bingung, karena sedari tadi dia tidak ada tersenyum ataupun tertawa
sama sekali.
“Jadi kenapa kamu berdiri disana?!”
keluh Chuen, dengan emosi. “Atau… kamu kira kamu bisa datang ke sini sesuka
mu?! Jika begitu, aku akan hancurkan tempat ini!” omelnya.
Alasan Chuen membangun taman
belakang ini menjadi seperti di Rungsit, karena dia merindukan rumahnya. Dia
merindukan segala yang ada di Rungsit. Jadi dia berharap tempat ini bisa
menghibur kerinduannya sedikit. Mengetahui itu, Ton meminta maaf. Kemudian Ton
pergi.
Tanpa mengatakan apapun lagi,
Chuen diam dan memperhatikan Ton pergi.
Malam hari. Yupa bertemu dan
makan bersama dengan Songwut. Sepertinya Yupa tidak belajar dari kejadian
sebelumnya, karena ketika Songwut hanya memuji kalau dia lebih cantik daripada
Chuen, begitu saja, dia sudah senang. Lalu dia mulai membandingkan, antara dia
dan Kade, siapa yang lebih cantik. Dan dengan mulut pintarnya, Songwut menjawab
bahwa Chuen dan Kade, mereka berdua tidak bisa mengalahkan Yupa. Juga dia
paling mencintai Yupa.
“Sekali kamu mengatakan mereka
berdua sebagai istrimu, aku pasti akan kalah,” keluh Yupa, bersikap cemburuan.
“Tidak, malah sebaliknya. Aku
akan membuatmu menjadi istri pertama. Untuk Khun Chuen dan Khun Kade, mereka
akan menjadi istri kedua serta ketiga,” kata Songwut dengan mulutnya yang
pintar berbicara serta manis.
“Aku tidak percaya padamu,” balas
Yupa sambil cemberut.
“Percaya padaku. Karena kamu
adalah penolongku,” kata Songwut dengan sikap sangat tulus. “Oh ya, selesai
makan, ayo ke rumah ku,” ajaknya.
“Tidak bisa, Bibi Kanda akan
memarahiku. Dia tidak suka aku pulang telat,” balas Yupa, bersikap jual mahal.
“Mengapa tidak bisa? Ini sudah
gelap. Ayolah ke rumah ku,” bujuk Songwut.
“Mmm… bon nya belum dibayar,”
balas Yupa, setuju. Tapi dia ingin Songwut membayar makanan mereka terlebih
dahulu.
Yupa kadang cukup pintar. Tapi
kadang sangat bodoh. Dengan sedikit rayuan serta bujukan manis dari Songwut,
Yupa sudah setuju dengan ajakan Songwut. Tapi sayangnya, Songwut sama sekali
tidak mau membayar makanan mereka ini. Songwut menyuruh Yupa untuk membayar.
Mengetahui itu, Yupa merasa kesal. Tapi karena Songwut tetap tidak mau
membayar, jadi Yupa pun terpaksa membayar.
Setelah itu, Yupa ingin pulang
saja. Tapi Songwut tidak mengizinkannya. Lalu tanpa malu, Songwut menyuruh Yupa
untuk membelikannya dua kilo jeruk. Dan saat Yupa tidak mau membayar, Songwut
langsung merebut tas Yupa serta mengambil uang dari tas Yupa untuk membayar.
Kemudian setelah itu, dia sama sekali tidak mau mengembalikan tas Yupa.
Dengan panik, Yupa mengikuti
Songwut dan berusaha merebut tas nya.
Yupa mengikuti Songwut sampai ke
dalam kamar sewaan Songwut. Dia ingin mengambil tasnnya. Tapi Songwut malah
menamparnya.
“Jangan posesif terhadap uang
suamimu!” bentak Songwut.
“Kamu punya uang! Kan Bibi baru
saja memberikanmu uang!” keluh Yupa, tidak terima.
“Hei!” gertak Songwut sambil
memegang dagu Yupa dengan kuat, sehingga Yupa merasa sakit. “Setiap suami dan
istri menggunakan dompet yang sama. Mengerti?!” jelasnya. Lalu dia mengecup
pipi Yupa. “Jika kamu ingin menjadi istri Songwut, kamu harus mengerti.
Jelas?!” tegasnya.
Dengan susah payah, Yupa
melepaskan tangan Songwut dari dagunya. Lalu dia berteriak, “Siapa bilang aku
ingin menjadi Istrimu, pria gila?!”
“Yupa!” bentak Songwut sambil
mendorong Yupa ke tempat tidur. “Jika kamu mengatakan itu, maka aku tidak akan
mood lagi!”
Dengan perasaan sedih dan takut,
Yupa diam serta menangis. Namun melihat tangisannya, Songwut sama sekali tidak
peduli. Yang Songwut pedulikan adalah Madam Kanda nanti akan curiga, jika mata
Yupa tampak bengkak. Lalu Yupa pun berhenti menangis. Kemudian Yupa mengambil
uangnya dan memberikan itu kepada Songwut, kemudian dia ingin pergi. Tapi jelas
saja, Songwut tidak akan membiarkannya.
“Tunggu. Selagi kamu sudah disini, mari tinggal dan bicara sebentar,” kata Songwut dengan lembut. Lalu dia mulai menciumin Yupa.