Sinopsis Lakorn : Chuen Cheewa (2016) Episode 7 part 4

 

Original Network : Channel 7

Tengah malam. Madam Kanda tiba- tiba datang, mengetuk pintu kamar, serta memanggil dirinya, dan Yupa merasa terkejut serta tidak berani untuk membuka pintu bagi Madam Kanda. Dia meminta, apakah mereka bisa berbicara besok saja, karena dia sedang merasa tidak enak badan. Sebenarnya, alasan Yupa tidak ingin membuka pintu adalah karena sekarang wajahnya sedang terluka akibat dipukul oleh Songwut sebelumnya, jadi dia tidak berani bertemu dengan Madam Kanda.

Namun Madam Kanda ingin berbicara sekarang juga, dan dia meminta Yupa untuk membuka pintu. Dengan terpaksa, Yupa pun mengiyakan. Tapi sebelum dia membuka pintu, dia mematikan lampu kamarnya terlebih dahulu. Lalu setelah dia membuka kan pintu, dia membalikkan badannya dan tidak berani menatap Madam Kanda.

“Mengapa kamu tidak menyalakan lampu?” tanya Madam Kanda, heran. Karena sekarang terlalu gelap.

“Aku sudah mau tidur,” jawab Yupa.

“Itu berarti kamu baru pulang kan?”

“Aku sudah pulang sejak lama. Khun Songwut sangat baik dan dia memperkenalkan ku ke beberapa kawannya,” jawab Yupa, berbohong.


Melihat Yupa berbicara sambil membelakanginnya, Madam Kanda jadi curiga ada sesuatu. Jadi diapun mendekati Yupa, lalu dia melihat luka di wajah Yupa. Dengan gugup, Yupa langsung beralasan bahwa ini akibat dia tidak sengaja terpeleset dan mengenai batu, untungnya hanya terkena satu sisi wajah saja. Namun Madam Kanda tidak percaya dan tetap curiga. Jadi Yupa pun langsung mengalihkan topik, dia memberitahu Madam Kanda bahwa besok Songwut akan datang menemui Chuen.

“Bagus. Aku tidak berpikir akan secepat ini,” kata Madam Kanda, puas.

“Nee… ini kan karena uangmu,” balas Yupa.


“Ku kira temanmu tidak peduli tentang uang?” komentar Madam Kanda, ketus.

“Siapa bilang?” balas Yupa dengan ketus juga. “Oh ya, aku pikir dia mungkin ingin segera memiliki istri juga,” katanya, memberitahu.

“Aku ingin lihat wajah Chuen pada waktu itu.”


Tengah malam. Ton dan Tor datang ke kamar Lord Pichai serta Lady Veena. Ton datang untuk memberitahu bahwa dua bulan lagi dia akan berangkat ke luar negri untuk melanjutkan sekolahnya. Rencana awal, Ton ingin berangkat ke luar negri, akhir tahun nanti, tapi karena persiapannya sudah okay dan juga dia ingin mempelajari bahasa inggris lebih baik lagi, jadi dia akan berangkat lebih cepat, yaitu dua bulan dari sekarang.

“Kemudian kita batalkan pergi ke farmhouse besok,” kata Lord Pichai, dia mendukung keputusan Ton. Jadi dia membatalkan rencana lain.

“Tidak apa. Bibi Lady dan Ayah bisa pergi,” kata Ton, penuh pengertian.

“Tidak bisa. Urusanmu lebih penting. Kamu punya banyak hal yang harus dipersiapkan. Beritahu aku jika kamu butuh bantuan apapun ya,” kata Lady Veena.

“Terima kasih,” balas Ton.

Jika Ton pergi ke luar negri, maka Tor akan merasa sedikit kesepian, tapi tidak apa, karena dia tahu Ton hanya akan tinggal disana selama 2 tahun saja, dan 2 tahun itu akan berlalu tampak terasa. Namun Tor salah. Karena Ton berencana tinggal lebih lama disana, sebab dia ingin mendapatkan gelar Ph.D nya disana juga.

Mengetahui itu, Lord Pichai dan yang lainnya tetap mendukung Ton.


Pagi hari. Dirumah kecil. Nanny Aon serta Chuen sedang membicarakan tentang Ton, lalu tiba- tiba saja Ton datang. Dan Nanny Aon tertawa serta memberitahu Ton bahwa dia dan Chuen barusan sedang membicarakan tentang Ton. Kemudian dengan bersemangat, dia ingin memberitahu Ton apa yang barusan dia dan Chuen bicarakan. Dengan panik dan gugup, Chuen mulai batuk- batuk, berharap Nanny Aon tidak membocorkan pembicaraan mereka barusan.

“Nanny, selesaikan apa yang ingin kamu katakan tadi,” kata Ton, penasaran. “Dia akan segera baikkan,” katanya sambil menatap Chuen.

“Ok. Aku bertanya pada Chuen, antara kakek nya, Ibu nya, dan kamu….” kata Nanny Aon. Dan dengan panik, Chuen batuk- batuk lebih keras. Lalu karena itu, Nanny Aon pun berbicara lebih keras supaya Ton bisa mendengar suaranya. “Siapa yang akan lebih dia rindukan?!”


“Mengapa dia merindukanku? Selain kakek dan Ibunya, dia punya banyak orang yang dirindukan,” balas Ton, agak tidak percaya.

“Tapi orang- orang itu tidak pergi jauh. Hanya kamu yang pergi ke luar negri,” balas Nanny Aon, menjelaskan. Mendengar itu, Chuen terbatuk semakin keras.

“Ayo bawa dia ke dokter,” kata Ton sambil menatap Chuen penuh arti.

“Aku sudah baikkan,” balas Chuen, langsung berhenti terbatuk- batuk. Melihat itu, Nanny Aon merasa heran, tapi dia juga senang karena Chuen sudah baikan.

Nanny Aon kemudian menyarankan agar Chuen dan Ton makan siang bersama. Dan Chuen ingin menolak, tapi Ton sudah setuju duluan. Lalu Ton pergi, karena dia mandi terlebih dahulu. Dan setelah dia pergi, Chuen mengeluh pada Nanny Aon.

“Khun Chuen, kamu perlu makan dengannya. Kan tidak lama lagi, kamu tidak akan bisa bertemu dengan Ton. Hari ini saja Ton sibuk mempersiapkan dokumen- dokumennya dan belum memakan apapun,” jelas Nanny Aon. “Sudahlah, makan dengannya,” bujuknya. Dan Chuen pun terdiam.

Saat Pelayan Jan ke dapur, dia mendapat kabar kalau Ton dan Chuen akan makan siang bersama di dekat danau. Jadi dia buru- buru pulang ke rumah samping, dan menanyai Pelayan Juea yang sedang bersih- bersih, kapan Madam Kanda serta Kade akan pulang. Lalu Pelayan Juea menjawab bahwa dia tidak tahu.

“Tidak tahu? Kamu selalu mengatakan tidak tahu. Apa yang kamu tahu?! Huh?!” keluh Pelayan Jan, kesal.

“Aku tahu. Khun Yupa ada di kamarnya,” jawab Pelayan Juea dengan bangga.


Didalam kamar. Yupa menyentuh pipi nya yang memar serta sedikit sakit. Lalu tiba- tiba Pelayan Jan datang, mengatakan kalau Chuen dan Ton akan makan siang bersama. Mendengar itu, Yupa sama sekali tidak peduli.

“Mengapa kamu memberitahuku? Sana, beritahu Khun Kade,” kata Yupa dengan acuh.

Dengan kesal, Pelayan Jan pergi dari kamar Yupa dan turun ke lantai satu. Melihat itu, Pelayan Juea memberitahu Pelayan Jan bahwa sekarang Yupa sedang bad mood, karena wajah Yupa di tampar oleh seseorang.

“Dia bilang, dia jatuh!” kata Pelayan Jan.

“Owh… aku tahu perbedaan antara bekas jatuh dan bekas tamparan. Kan aku sering kenak pukul,” balas Pelayan Juea dengan sangat yakin.

Lalu dengan jiwa nakal yang tiba- tiba terbangkitkan, Pelayan Jan dan Pelayan Juea berniat untuk pergi ke dekat danau dan memata- matai Chuen serta Ton saja. Malas memperdulikan tentang Yupa.


Di tepi danau. Ketika makan siang dimulai, pada saat Ton dan Chuen sama- sama ingin membuka tutup mangkok, tangan mereka saing bersentuhan. Dengan canggung, Ton menarik tangannya duluan dan meminta maaf.

Melihat kedekatan antara Chuen dan Ton yang walaupun tampak cangung, tapi Pelayan Jeua dan Pelayan jan merasa geram. Mereka merasa kalau Kade harus melihat kejadian ini secara langsung.

“Aku tidak bisa lihat! Tidak bisa lihat!” kata Pelayan Juea sambil menutup matanya.

“Kemudian tutup matamu! Tutup!” keluh Pelayan Jan.


Chuen tidak berpikiran kalau Ton akan beneran datang untuk makan siang bersamanya. Mengetahui apa yang Chuen pikirkan, Ton menekankan bahwa dia tidak membenci Chuen. Dan Chuen membalas bahwa dia juga tidak membenci Ton. Saat mereka saling mengatakan itu, suasana yang canggung pun mencair.

“Ayo makan,” ajak Ton. Dan Chuen mengangguk sambil tersenyum. 


Ketika Madam Kanda serta Kade pulang, Pelayan Jan dan Pelayan Juea langsung melaporkan tentang Chuen dan Cheewa.

“Apa?!” teriak Kade.


Selesai makan, Ton menanyai dengan rasa penasaran, kenapa Chuen tidak pulang ke kampung. Dan Chuen pun menjawab bahwa ini bukan karena Ton, tapi karena dia melihat setiap orang tampak sibuk, jadi dia tidak mau merepotkan dan juga dia sudah menuliskan surat untuk memberitahu Kakek Chom.

“Saat aku kembali, kamu mungkin sudah lulus sekolah,” gumam Ton. “Akankah kamu mengantarkan ku?” tanya Ton, dengan perasaan berharap.

“Aku tidak tahu kapan kamu akan berangkat,” balas Chuen.

“Sepertinya kamu tidak peduli,” kata Ton, menggoda Chuen.

“Sepertinya aku yang tidak terlalu penting bagimu,” balas Chuen.

“Jika kamu tahu kapannya, akankah kamu mengantarkanku?” tanya Ton, dengan perasaan berharap. Sambil menatap Chuen.

“Iya,” jawab Chuen langsung. Dan mendengar itu, Ton tersenyum senang.

Karena perasaan Ton sedang sangat senang sekali, maka diapun mengajak Chuen untuk ikut ke suatu tempat dengannya. Dan Chuen pun mengiyakan, karena dia memang sedang punya waktu luang sekarang.

“Kalau begitu, bersiaplah,” kata Ton sambil tersenyum.


Ketika Ton masuk ke dalam rumah dan menunggu Chuen untuk berganti pakaian serta bersiap- siap, Kade yang sedari tadi sudah duduk dan menunggu di ruang tamu, dia langsung berdiri dan menghampiri Ton. Lalu saat dia tahu kalau Ton dan Chuen mau pergi, dia ingin ikut juga.

“Bisakah kita berangkat?” tanya Chuen, yang sudah selesai berganti pakaian. Dan Ton mengiyakan. Dengan panik, Kade langsung menghentikan Ton dan merengek untuk di ajak juga. “Banyak tempat yang harus ku tuju termasuk rumahku,” kata Chuen, menjelaskan. Ini tandanya dia menolak Kade untuk ikut.

“Aku mau ikut,” kata Kade dengan tajam pada Kade. Lalu dengan manja, dia kembali merengek pada Ton sambil menggoyang- goyangkan tangan Ton. “Yah, Khun Ton,” pintanyanya. Dan Ton diam.

“Maaf Khun Kade. Aku tidak suka orang lain ikut,” kata Chuen. Lalu dia mengajak Ton untuk berangkat. Dan Ton mengiyakan.



Dengan sikap keras kepala, Kade mengikuti Ton dan Chuen yang berjalan pergi. Dia menghentikan mereka berdua dan terus merengek untuk ikut juga. Tapi Ton menolak, karena mereka pergi berhubungan dengan urusan Chuen, jadi tidak mungkin membawa Kade. Melihat sikap Ton kepada Kade, Chuen merasa senang.

“Ayo Khun Ton,” ajak Chuen. Dan Ton pun masuk duluan ke dalam mobil. Sedangkan Chuen menghentikan Kade sambil tersenyum mengejek.

“Arghh… Chuen,” keluh Kade, kesal.


Tepat ketika Chuen dan Ton pergi, Songwut datang menggunakan becak. Kebetulan Loy mau menutup pagar, jadi Songwut pun memanggil Loy. Lalu saat tahu kalau Chuen barusaja pergi, Songwut pun menitipkan buah- buahan serta saus yang dibawanya untuk Nanny Aon dan Chuen kepada Loy. Dan Loy menerima itu.

“Juga, tolong beritahu Khun Chuen bahwa aku sudah menemukan rumah  Bibi Saiarun. Didekat Charoenkrung. Ingat ya,” kata Songwut dengan sikap sopan. “Terima kasih.”

“Sama-sama,” balas Loy. Lalu dia masuk ke dalam rumah.


Didalam mobil. Ton menanyai, apakah Chuen sangat membenci Kade. Dan Chuen menyuruh Ton untuk bertanya langsung kepada Kade. Lalu Chuen diam. Melihat itu, Ton pun mengalihkan pembicaraan.

“Jadi kamu mau kemana?” tanya Ton.

“Owh… bukannya kamu bilang mau membawaku ke suatu tempat,” balas Chuen, heran.

“Kamu bilang pada Khun Kade, ada banyak tempat yang ingin kamu kunjungi,” balas Ton. Dan Chuen diam. “Jika kamu tidak tahu mau kemana, aku akan membawamu ke Phahurat. Karena kamu akan mengantarkanku nanti, jadi aku akan membelikan mu beberapa pakaian canti sebagai gantinya,” jelas Ton. Mendengar itu, Chuen tersenyum senang.


Seperti biasa, sehabis ditolak Ton dan diejek oleh Chuen, Kade pergi menemui Madam Kanda sambil menangis. Lalu dia mengadukan tentang kejadian barusan. Dan Madam Kanda menyuruh Kade untuk sabar dan jangan bertindak ceroboh, karena Chuen adalah orang yang pintar.

“Kamu ingin dia terus mengejekku seperti ini?! Apa yang dia lakukan padaku, kamu bahkan tidak ada lihat!” teriak Kade, emosi.

“Kade dengarkan aku,” kata Madam Kanda. Lalu dia ingin membisikkan sesuatu ditelinga Kade. Tapi tiba- tiba saja telpon rumah berbunyi. Jadi diapun tidak jadi berbisik.

Ternyata yang menelpon adalah Songwut. Menerima telpon tersebut, Madam Kanda langsung ingin bertemu dengan Songwut sekarang.



Lalu Madam Kanda dan Songwut pun bertemu di tempat sebelumnya. Tanpa berbasa- basi, Madam Kanda langsung memberitahu, “Aku ingin kamu menyingkirkan Chuen dalam dua hari ini,” perintahnya.

1 Comments

Previous Post Next Post