Original
Network : OCN tvN
“Drama ini adalah fiksi. Tokoh, tempat, organisasi, insiden, kelompok, dan latar. Tidak berdasarkan kenyataan”
Tempat bernama ‘Kesejahteraan Harapan’ adalah sebuah tempat dimana
anak- anak kecil hingga berusuia belasan, diperbudak. Mereka disuruh untuk
mengerjakan berbagai pekerjaan kotor dan melelahkan, walaupun mereka terluka
atau apapunlah, mereka tetap harus bekerja. Dan disana, setiap mereka diberikan
kode nomor, tertulis dibaju mereka, jadi mereka bukan dipanggil dengan nama,
tapi dengan nomor.
“Nomor 11 tertangkap semalam,” kata Anak kedua dengan berbisik-
bisik, memberitahu beberapa temannya. “Dia sekarang ada di Gudang di halaman
belakang pusat.”
“Gudang itu?”
“Ya, tempat itu. Tempat eksekusi Kesejahteraan Harapan.”
Mendengar pembicaraan mereka, penjaga tahanan datang dan
menendang- nendang Anak kedua. Melihat itu, setiap anak langsung menyingkir dan
tidak berani untuk membantu.
Nomor 11 yang dimaksud, dia adalah kode nomor Anak pertama.
Diruang eksekusi, lebih tepatnya sel penjara, Ayah Ji memberitahu temannya,
yang sekarang adalah si Manajer Happy Foods. Dia mengatakan kalau sekarang dia
tidak mau membunuh orang, karena ini tidak akan baik untuk bayinya, bayi yang
sedang dikandung oleh istrinya. Dia tampak sangat bahagia sekali saat
menceritakan tentang ini. Dan Manajer mengucapkan selamat padanya.
“Kupikir aku tidak akan pernah bisa punya anak,” gumam Ayah Ji. “:Kamu
tahu apa yang kupikirkan saat kami hamil setelah 10 tahun? Dewa selalu
memihakku,” katanya sambil tertawa senang. Lalu dia keluar dari sel, “Lepaskan
dia,” perintahnya.
Anak pertama dibawa kembali ke dalam asrama oleh dua penjaga.
Keempat temannya merasakan hal ini, tapi mereka terus menutup mata mereka dan
berpura- pura tidur. Saat kedua penjaga pergi, barulah mereka berempat bangun
dan mendekatinya. Mereka membantu anak pertama, dan mengucapkan kepada anak
pertama karena berhasil kembali hidup- hidup. Dan anak pertama tertawa.
Kemudian mereka berlima memulai rapat serius. Anak pertama
menceritakan pengalaman melarikan dirinya. Dia berhasil bertemu dengan polisi,
tapi ternyata polisi yang ditemuinya bersekongkol dengan para penjaga di tempat
ini. Namun ada satu kabar bagus, dia berhasil menemukan jalan untuk kabur dari
sini.
“Bisakah kita kabur tanpa ketahuan Anjing Gila?” tanya Anak
ketiga, khawatir. “Bagaimana jika kita minta bantuan lebih banyak orang?”
tanyanya, menyarankan.
“Tidak ada lagi orang di luar sana yang bisa membantu kita,” jawab
Anak pertama dengan sangat serius. “Mulai sekarang, kita hanya bisa percaya
pada diri sendiri,” jelasnya.
Walaupun agak takut, tapi mereka berlima kemudian sepakat untuk
sama- sama kabur dari tempat ini. Dan mereka menggabungkan tangan mereka untuk
saling menyemangati.
@@@
"Episode
3, Anak-anak yang Dia Telantarkan"
Saat Det. Sung Jun terbangun, dan melihat seluruh keluarganya ada,
dia merasa senang. Tapi bukannya menunjukkan rasa perhatian, seperti menanyakan
‘gimana? Ada sakit? Ada yang tidak enak?’ dan sebagainya, Ayah Ryu dan Ibu Ryu
malah mulai mengocehi Det. Sung Jun lagi serta membanding- bandingkannya dengan
Hakim Sung Hoon. Membuatnya merasa tidak nyaman.
Menurut pandangan Ayah Ryu dan Ibu Ryu, Det. Sung Jun selalu bertindak
gegabah dan membuat orang- orang repot, tidak seperti Hakim Sung Hoon. Lalu
mereka berdua menyarankan supaya Det. Sung Jun berhenti saja menjadi polisi.
Namun untuk menempatkan Det. Sung Jun dibagian seperti Departemen Inspeksi atau
Departemen Intelijen, itu sepertinya kurang cocok juga. Intinya tidak ada yang
cocok untuk Det. Sung Jun.
“Kenapa aku harus berhenti dari kepolisian?” tanya Det. Sung Jun
dengan lemah.
“Karena kamu selalu membuat masalah,” jawab Ibu Ryu, secara
langsung. “Sampai kapan kami harus mencemaskanmu?” tanyanya, capek.
“Aku lelah. Tolong pergilah,” kata Det. Sung Jun. Lalu dia menutup
matanya, karena dia tidak mau mendengarkan perkataan mereka.
Kepada Det. Sung Jun, yang kasar dan selalu bertindak gegabah,
Ayah Ryu dan Ibu Ryu tidak merasa puas padanya. Tapi kepada Hakim Sung Hoon
yang patuh, bebas dari ke khawatiran, dan membanggakan, Ayah Ryu dan Ibu Ryu
merasa sangat puas padanya.
Ketika mereka bertiga keluar dari dalam kamar dan mulai tertawa.
Det. Sung Jun semakin merasa tidak nyaman. Karena sikap Ayah Ryu dan Ibu Ryu
jelas sangat berbeda padanya.
Cho Eun Ki datang ke rumah sakit untuk menjenguk Det. Sung Jun.
Tapi karena dia tidak ada hubungannya dengan pasien, maka perawat tidak bisa
memberitahu kan padanya nomor kamar Det. Sung Jun. Kemudian secara kebetulan, Cho
Eun Ki bertemu dengan Hakim Sung Hoon.
Ditaman. Cho Eun Ki dan Hakim Sung Hoon mengobrol berdua selama
sebentar. Hakim Sung Hoon merasa agak bersalah dan tidak enak, sebab dia
sepertinya kurang keras dalam memberikan peringatan, sehingga Cho Eun Ki masih
bisa terluka. Lalu dia memberikan sapu tangan kepada Cho Eun Ki untuk dipakai
menutupi luka di leher Cho Eun Ki, supaya Cho Eun Ki tidak terlalu trauma dan
teringat kejadian kemarin, ketika melihat luka sendiri. Setelah itu, dia
memberitahukan dimana kamar rawat Det. Sung Jun.
Sebenarnya, saat Cho Eun Ki tahu kalau Hakim Sung Hoon adalah
kakak Det. Sung Jun, dia agak tidak menyangka. Karena menurutnya Hakim Sung
Hoon dan Det. Sung Jun tidak tampak mirip.
Ketika Cho Eun Ki datang berkunjung, Det. Sung Jun berpura- pura
baik- baik saja. Untuk menunjukkan kalau dia memang baik- baik saja, dia
menggerakan tangannya ke depan dan ke belakang. Tapi kemudian dia berhenti,
karena punggung nya terasa agak sakit. Lalu dia beralasan kalau ini hanya
kram. Melihat itu, Cho Eun Ki tidak
mengekspos kebohongannya dan tersenyum.
“Ini harus kuletakkan di mana?” tanya Cho Eun Ki, menunjukkan
barang yang dibawanya.
“Letakkan saja di meja,” jawab Det. Sung Jun.
Cho Eun Ki lalu berjalan mendekati meja. Pada saat dia melihat
pisau buah di atas meja, dia tiba- tiba teringat kejadian kemarin. Dengan erat
dia memegang barang bawaannya untuk menenangkan diri. Menyadari itu, Det. Sung
Jun langsung menyingkirkan pisau itu dari meja. Kemudian dia meminta maaf.
“Tidak apa-apa,” kata Cho Eun Ki, berpura- pura baik- baik saja
“Kamu tahu harus menjalani perawatan untuk trauma, bukan? Ada
pusat perawatan psikologis untuk korban yang dikelola oleh kepolisian. Sebaiknya
kamu segera ke sana dan menjalani perawatan,” kata Det. Sung Jun, menyarankan.
“Baiklah,” jawab Cho Eun Ki, pelan.
Kemudian, Cho Eun Ki memberikan kartu namanya pada Det. Sung Jun.
Dia adalah tipe orang yang selalu membalas budi dan terima kasihnya. Jadi jika
Det. Sung Jun butuh bantuannya, maka Det. Sung Jun dapat menghubunginya. Dia
akan membantu apapun, selain hal yang mengharuskannya menyerahkan nyawanya atau
banyak uang.
“Apa pun? Pernyataan itu sangat berbahaya,” komentar Det. Sung
Jun, memperhatikan kartu nama Cho Eun Ki. Pusat
Komunitas Anak Mooyoung.
Ibu Ji menjadi gila. Dia menyalakan lilin di atas kue ulang tahun
untuk Ji Eun dan menyanyikan lagu selamat ulang tahun sambil bertepuk tangan
pelan.
Sedangkan Ayah Ji. Dia duduk menyendiri di dalam kamar sambil
memegang foto Ji Eun. Kemudian ketika Manajer datang, memberikan flashdisk
rekaman seperti yang Pak Jung katakan, barulah dia ada tampak bersemangat
sedikit.
Wanita bermulut sobek yang sebelumnya disebutkan sebagai salah
satu korban dari Pak Jung. Dia datang ke tempat dimana Pak Jung dirawat. Disana
dia berpura- pura menanyakan arah kepada polisi yang sedang berjaga. Dan disaat
polisi tersebut, teralihkan, seorang anak kecil masuk ke dalam kamar rawat Pak
Jung.
“Won Woong,” panggil Pak Jung, senang melihat putranya. Lalu dia
memeluk putranya tersebut, “Won Woong. Ayah akan melakukan apa pun untukmu. Jika
harus melompat ke kobaran api, ayah akan melakukannya. Jika harus melompat ke air,
ayah juga akan melakukannya. Ayah akan bertaruh nyawa agar kamu tetap aman. Jangan
mencemaskan apa pun dan tumbuhlah dengan sehat. Mengerti?” kata nya dengan
sangat serius.
Dengan patuh, Won Woong menganggukkan kepalanya. Dan Pak Jung
merasa lega.
Hakim Sung Hoon kembali ke kamar rawat Det. Sung Jun, dia ingin
memastikan bagaimana sebenarnya cara Pak Jung bisa tahu alamat Cho Eun Ki.
Sayangnya, Det. Kang yang menyelidiki Pak Jung tidak berhasil mendapatkan
informasi apapun, karena Pak Jung tidak menjawab pertanyaannya.
“Setelah persidangan, sebagian Daftar Alamat Juri hilang. Nama Cho
Eun Ki ada di sana,” kata Hakim Sung Hoon, memberitahu.
“Kalau begitu, apa Jung Man Chun memiliki daftar itu?” gumam Det.
Sung Jun, berpikir. Lalu dia teringat sesuatu. “Aku mengerti. Bedebah itu sudah
berencana untuk menjadikan Cho Eun Ki target. Makanya dia membentak para juri. Dia
bilang, "Kalian semua akan
mati" dan semacamnya,” tebak nya dengan yakin.
Akibat Pak Jung yang menyelinap masuk ke dalam rumah serta
menyerangnya, Cho Eun Ki jadi menjadi memiliki trauma. Saat dia sampai di
rumah, dia takut untuk masuk ke dalam, dan dia berusaha untuk memberikan
sugesti pada dirinya sendiri agar jangan takut, karena semuanya telah berlalu.
Tapi tetap saja kakinya tidak mau bergerak.
Tepat disaat Cho Eun Ki masih berdiri di luar, Ibu Jo muncul dari
dalam rumah. Dan melihat Cho Eun Ki, dia langsung mendekati serta memeluknya.
Dan Cho Eun Ki menangis kuat.
Didalam rumah. Ibu Jo membantu merapikan baju- baju Cho Eun Ki.
Lalu dia mengajak Cho Eun Ki untuk pulang ke kampung bersamanya dan cari
pekerjaan lain. Tapi Cho Eun Ki menolak. Kemudian dia teringat tentang Yu Na
dan mengkhawatirkannya. Yu Na mengingatkan dia pada dirinya dulu, jadi dia
ingin membantu Yu Na agar menjadi lebih baik.
“Apa ini saatnya kamu mencemaskannya? Kamu hampir mati belum lama
ini!” keluh Ibu Jo, marah, karena Cho Eun Ki malah masih sempat mengkhawatirkan
orang lain.
“Tapi aku selamat,” kata Cho Eun Ki, sambil memegang tangan Ibu Jo
untuk menenangkannya. “Aku memutuskan untuk menginap di pusat untuk sementara. Aku
sudah mendapat izin dari bosku hari ini,” jelasnya.
“Kenapa kamu terlahir sebagai putri ibu?” keluh Ibu Jo mulai
menangis.
Ibu Jo menangis, karena dia merasa bersalah. Dia tidak bisa
memberikan rumah yang layak untuk Cho Eun Ki. Namun Cho Eun Ki sama sekali
tidak berpikir kalau ini adalah salah Ibu Jo, sebab dia usianya sudah mau masuk
30 tahun, ini tandanya dia sudah dewasa. Jadi mencari rumah, bekerja, dan
menjalin hubungan, itu adalah tanggung jawabnya sendiri. Juga ini sebuah
kebetulan, makanya dia terpilih sebagai juri di persidangan. Jadi penyebab dia
terluka, bukan karena dia tinggal dirumah atap ini.
“Berhentilah menangis,” pinta Cho Eun Ki.
“Baiklah,” kata Ibu Jo, mengerti.
"Pusat
Komunitas Anak Mooyoung"
“Benarkah
aku hanya kurang beruntung?” pikir Cho Eun Ki, merenung. Lalu dia
menghentikan dirinya untuk berpikiran aneh, dan tidur.
@@@
"Prioritas kami adalah melindungi aktor cilik dan hewan. Adegan berbahaya tidak dilakukan anak-anak atau hewan. Tapi dengan pemeran pengganti dan boneka”