Andai Saja Pahlawan Bisa Hidup Lebih Normal
Dokter Gu yang mau dikujungi oleh ayah Jia Jia ternyata adalah ayah Gu Ran. Saat tau ternyata anak mereka berteman, kedua orang tua menjadi semakin akrab. Dan biar tidak terlalu bosan ikut dalam pembicaraan orang tua, dr. Gu menyuruh Gu Ran membawa Jiang Jia ke kamarnya untuk bermain. Begitu masuk ke kamar, sifat asli keduanya yang sedari tadi di tahan langsung keluar. KEKEKEKE.
Jiang Jia langsung tertarik sama foto yang ada di meja Gu Ran. Foto selfie Gu Ran saat main basket. Gu Ran udah pede mau menceritakan tentang foto itu, tapi ternyata Jiang Jia tertarik karena di foto itu juga terpotret sosok Qian Yu. Setelah membahas foto, Jiang Jia mau bermain komputer Gu Ran. Gu Ran langsung panik karena sebelumnya dia mengganti wallpaper komputernya menjadi foto Jiang Jia. Makanya, dia langsung menutup mata Jiang Jia dan dengan cepat mengubah wallpaper komputernya. Jiang Jia salah paham mengira kalau Gu Ran menyembunyikan yang tidak-tidak di dalam komputernya. Salah pahamnya ke arah negatif, jadi wajar saja kalau Gu Ran membela diri kalau itu tidak seperti yang dibayangkan. Dan karena itu, mereka malah jadi bertengkar.
Suara pertengkaran mereka kedengaran sampai ke ruang tamu. Padahal, kedua orang tua baru saja memuji sifat masing-masing anak, eh, malah keterbalikan daripada yang dikatakan. HAHAHAHAHA. Keduanya langsung bertatapan dengan canggung. Untung ada Ibu Gu Ran yang mengalihkan topik dengan memotongkan buah untuk mereka.
Tidak terasa, liburan sudah berakhir.
Selesai liburan malah merebak virus influeza.Dan karena virus itu juga, kedua orang tua Gu Ran harus melakukan dinas ke Huiyuan untuk membantu di sana. Dan karena mendesak, mereka akan pergi besok. Paling lama mereka harus pergi sekitar 2 minggu hingga 1 bulan. Gu Ran sebenarnya sedih karena harus ditinggalkan lagi, tetapi dia mencoba untuk baik-baik saja dan memuji mereka yang keren. Satu lagi, Gu Ran khawatir karena orang tuanya harus melakukan dinas ke tempat yang beresiko. Meski kelihatan cuek, diam-diam, Gu Ran memasukkan sekotak obat flu ke dalam koper orang tuanya.
Besok harinya, di sekolah, Gu Ran menceritakan mengenai orang tuanya yang melakukan perjalanan dinas ke luar kota. Guan Fang merasa kasihan karena dia akan sendirian di rumah. Gu Ran langsung menyangkal karena dia sudah terbiasa di tinggal orang tuanya. Lagian, jika orang tuanya tidak ada, dia bisa lebih bebas dalam bermain. Setelah mengatakan semua itu, dia mengajak Guan Fang untuk datang ke rumahnya untuk bermain game. Guan Fang tidak bisa karena dia harus membantu neneknya. Lu Rang juga tidak bisa karena mau mengerjakan PR. Ada raut kesedihan di wajah Gu Ran meskipun dia menutupinya dengan sikap ceria.
Di rumah sendirian, Gu Ran memang kesepian. Dia makan mie instan sambil menonton video di komputer. Setelah bosan, dia mengirim pesan untuk mengganggu Jiang Jia. Tidak lama, dia mendapat telepon dari Ibunya yang menanyakan keadaannya. Dia berbohong pada Ibunya kalau dia baru selesai makan dengan teman dan baru tiba di rumah. Padahal kenyataannya, dia hanya makan me instan sendirian. Masih ada banyak yang ingin dibicarakan oleh Gu Ran, tetapi dia bisa mendengar suara perawat yang memanggil Ibunya karena ada pasien.
Guan Fang lagi mencoba menghubungi Gu Ran. Dia merasa khawatir karena Gu Ran tidak bisa di telepon padahal sejam lalu baru saja mengirim pesan padanya. Nenek juga khawatir padanya apalagi saat tau Gu Ran lagi sendirian di rumah. Dia menyuruh Guan Fang untuk ke rumah Gu Ran sekarang juga. Nenek juga agak kesal dengan Guan Fang yang tidak peka, pantesan saja tidak punya teman sebelumnya. Bisa-bisanya dia percaya ucapan Gu Ran yang bahagia sendirian di rumah.
Karena ucapan Nenek, Guan Fang jadi merasa khawatir. Dia langsung menghubungi Jiang Jia untuk mengetahui alamat Gu Ran. Soalnya, Jiang Jia kan pernah ke rumah Gu Ran. Ah, kalau bisa, jika dia lagi tidak akan kerjaan, bisa nggak dia membantu memeriksa duluan ke rumah Gu Ran?
Jiang Jia ternyata mau. Dia langsung ke rumah Gu Ran yang tidak jauh dari rumahhnya. Gu Ran ternyata sakit. Wajahnya amat pucat. Jiang Jia yang awalnya mau marah-marah padanya, langsung berubah khawatir. Dia langsung menghubungi Guan Fang, masalahnya Guan Fang terjebak macet dan tidak tau bakal berapa lama lagi sampai tiba. Ya udah, Jiang Jia akan memberikannya obat dan mengompresnya dulu, kemudian saat Guan Fang tiba, jika kondisinya belum membaik, mereka akan membawanya ke rumah sakit.
Kondisi Gu Ran sangat lemah sehingga dia tidak menyadari siapa yang lagi merawatnya sekarang. Setelah beberapa waktu, Gu Ran sudah lebih baik dan baru melihat Jiang Jia. Dia beneran tidak fokus sebelumnya hingga tidak sadar saat membukakan pintu untuk Jiang Jia masuk. Jiang Jia langsung menjelaskan kalau dia datang karena Guan Fang yang menghubunginya dan sampai sekarang, Guan Fang juga belum tiba.
Umur panjang, Guan Fang akhirnya tiba. Begitu tiba, dia langsung mengemas barang-barang Gu Ran untuk membawanya ke rumahnya. Kenapa? Karena sebagai cucu neneknya, dia udah bisa menebak, neneknya pasti akan menyuruhnya mengunjungi Gu Ran setiap hari untuk memeriksa keadaan. Dan demi kesehatan fisik dan mentalnya, lebih baik dia membawa Gu Ran untuk nginap di rumahnya. Awalnya, Gu Ran merasa tidak enak, tetapi saat tau kalau Nenek sudah menyiapkan banyak makanan untuknya, Gu Ran langsung mau menginap.
Begitu tiba, Guan Fang langsung menyiapkan tempat tidur untuk Gu Ran. Mereka berdua akan tidur di lantai. Dengan begitu, dia tidak perlu takut Gu Ran jatuh dari tempat tidur dan nggak canggung karena tidur berdua di ranjang, lebih baik tidur berdua di lantai.
Selama Guan Fang menyiapkan tempat, Gu Ran teleponan dengan orang tuanya. Ibunya baru bisa pulang sekitar 2 minggu lagi. Dia juga meminta Gu Ran untuk membantu mencatat jika ada pasien yang menelpon ke rumah. Gu Ran padahal mau memberitahu kalau dia sakit, tetapi karena merasa orang tuanya sudah terlalu sibuk, Gu Ran jadi tidak mau terlalu membuat mereka khawatir.
Jiang Jia bisa menyadari suasana hati Gu Ran yang buruk. Hal ini membuat Gu Ran jadi sedih karena Jiang Jia bisa menyadarinya tetapi kedua orang tuanya tidak. Dia sering curiga, bagi Ayah dan Ibunya, apakah dia penting? Saat kecil, kedua orangtuanya selalu lembur. Dia selalu menutup mata sendirian dan saat buka mata juga sendirian. Jika sedang tidak bahagia, dia akan bersembunyi di sudut kamar sambil membayangkan tampang orang tuanya yang kebingungan karena tidak bisa menemukannya sepulang kerja. Namun, setelah bangun tidur pun, mereka masih belum pulang. Jadi, dia hanya bisa memeluk guling dan tidur. Sampai sekarang pun mereka tidak tau kalau saat kecil, dia pernah berkali-kali bermain petak umpet dengan mereka karena mereka tidak pernah menemukannya. Jadi, dia selalu menang berkali-kali. Dia sangat ingin kalah sekali saja.
“Kalau begitu, hari ini aku menang. Aku menemukanmu,” ujar Jiang Jia.
Ujaran yang membuat Gu Ran tersenyum. Jiang Jia juga menyombongkan diri pandai bermain petak umpet, jadi lain kali ajak saja dia bermain. Kata-kata penghiburan itu sangat menghibur hati Gu Ran. Jiang Jia juga bilang kalau Gu Ran lebih cocok dengan wajah tersenyum.
Gu Ran tampaknya benar-benar sudah jatuh cinta pada Jiang Jia. Saat tidur saja, wajahnya memerah hanya dengan membayangkan Jiang Jia. Guan Fang sampai khawatir dan mengira kalau dia masih sakit. Gu Ran yang merasa malu berusaha mengabaikannya. Dan akhirnya, mereka malah bertengkar.
Pagi-pagi, Lu Rang sudah mendapat pesan dari Gu Ran dan Guang Fang yang curhat mengenai kelakuan masing-masing. Gu Ran mengeluhkan soal dengkuran Guan Fang yang sangat keras seperti meriam. Guan Fang mengeluhkan Gu Ran yang tidur laasak karena menendanganya dengan kuat hingga dia mengira Gu Ran sudah bermutasi. Keduanya memohon agar Lu Rang datang ke rumah Guan Fang. Dia tidak sanggup. Ah ya, neneknya juga memasak daging asam manis, jadi cepatlah datang.
Setelah melihat pesan Gu Ran, Lu Rang menyempatkan diri melihat status WeChat Zai Zai. Zai Zai ternyata juga sakit flu dan mengeluh karna dia tidak mempunyai penghangat ruangan dan kantong air panasnya juga rusak. Lu Rang jadi mengkhawatirkan keadaannya sehingga diam-diam, dai pergi membelikan obat dan meninggalkannya di depan rumah Zai Zai. Setelah itu, dia baru menelpon Zai Zai dan membuat alasan kalau dia membeli terlalu banyak obat untuk Gu Ran yang lagi nginap di rumah Guan Fang, jadi dia bagikan saja ke Zai Zai.
Zai Zai tentu tidak mempercayainya karena rumahnya dan rumah Guan Fang berlawanan arah. Jika Lu Rang sampai rela dari ujung ke ujung hanya untuk ‘sekalian’ memberikannya obat, bukankah artinya ini niat hatinya. Ah, dia memang paling menyukai cara bicaranya yang berbeda dengan niat hati.
Lu Rang akhirnya tiba di rumah Guan Fang. Setelah menemani sejenak, dia malah di tahan dan di paksa menginap sama Guan Fang dan Gu Ran. Gu Ran yang tidur di tengah mereka, memegang tangan mereka dengan erat agar tidak bisa kabur. WKWKWKWK. Baru saja mau tidur, Gu Ran mendapat telepon dari Ibunya. Ibunya mengabari kalau dia dan ayah akan segera pulang karena influeza di Huiyuan sudah terkendali. Awalnya, direktur rumah sakit masih mau meminta mereka tinggal lebih lama, tetapi ayah Gu Ran cemas karena Gu Ran sendirian di rumah dan bersikeras mau pulang. Gu Ran jelas senang karena ayah dan ibunya ternyata memikirkannya. Mereka juga sudah berencana akan membuatkannya makanan yang enak.
Lu Rang datang ke atap untuk memeriksanya yang tidak kunjung turun sekalian mengantarkan jaket.
“Rasanya tidak peduli kapanpun itu, dunia ini selalu memerlukan pahlawan. Namun, seharusnya tidak ada orang yang berharap keluarganya menjadi pahlawan itu, kan?” tanya Gu Ran.
Lu Rang tidak bisa menjawabnya. Tetapi, dia meminjamkan walkman-nya untuk Gu Ran agar dia tidak mendengar dengkuran Guan Fang malam ini.
Ah, hari sudah larut dan Gu Ran dengan Lu Rang sudah tidur duluan. Sementara, Guan Fang masih asyik chattingandengan Jiang Jia dan Zai Zai, mengirimkan foto mereka bertiga yang tidur bersama. Lagi asyik chat, Gu Ran tiba-tiba saja merebut selimut Guan Fang padahal di sebelahnya ada Lu Rang. HAHAHAHA.
Epilog,
Zai Zai seperti biasa membuat video harian. Dia baru sadar kalau sakit terkadang bisa menyenangkan. Dia mendapatkan banyak hal dari Lu Rang. Seperti kantong air panas, obat dan yang terpenting : perhatian dari Lu Rang.
Ada satu lagi yang tidak diketahui Zai Zai, bahwa Lu Rang sebenarnya ada di depan rumahnya dan melihat hingga dia mematikan lampu kamar. Dia memastikan Zai Zai tidur lebih awal agar cepat sembuh.
Meskipun hidungku tersumbat, sepertinya pendengaranku semakin peka.
Mendengar suaranya yang memasuki telingaku dengan begitu jelas, sepertinya membuatku menjadi tidak takut pada apapun lagi.