Images by : JTBC
Ba Reun tiba di rumah dan penyewa memandanginya. Dia mencibir kalau percuma punya anak hakim kalau tetap harus menyewa.
Dan juga terlihat kalau ayah Ba Reun selalu terlibat masalah hingga mendapat surat pengadilan sidang. Ba Reun marah karena ayahnya selalu membantu temannya dan membuatnya terlibat masalah.
Semua orang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing di dalam kereta termasuk Ba Reun. Ba Reun sendiri bernarasi kalau dia tidak suka berinteraksi dengan orang-orang, akan tetapi, dia juga tidak suka hidup terpencil di pulau.
Ba Reun dalam perjalanan ke pengadilan. O Reum yang ada di belakangnya, memanggilnya, dia mengenakan rok pendek dan tampak mencolok. Dia juga membawa kantong kertas. O Reum berencana tampil mencolok dan akan bertahan. Ba Reun sampai kaget.
“Novelis favorit-ku menulis hal ini : ‘antara tembok kukuh dan tinggi dan telur yang bisa pecah jika menabrak tembok itu, aku akan selalu membela telur’,” ujar O Reum dan memandang ke arah gedung pengadilan.
Ba Reun mendoakan supaya O Reum bisa berhasil.
Perhatian O Reum juga terpaku pada nenek yang berdiri melakukan demo sendirian di depan pengadilan meminta kasusnya di buka kembali. Itu adalah nenek yang kemarin menampar Ba Reun.
O Reum masuk ke dalam gedung dan perhatian semua orang terfokus padanya. Mereka menyorakinya dan terlihat tidak nyaman. Mereka bahkan berbisik-bisik menyebutnya sudah gila.
Hakim Han melihatnya dan menegur pakaian O Reum. Sek. Lee juga melihatnya dan terlihat tertarik. O Reum sendiri menjawab kalau tidak ada peraturan mengenai cara berpakaian hakim, jadi dia tidak salah. Tapi, jika Hakim Han tidak menyukainya, dia akan menukar pakaiannya.
Ternyata, kantong tas yang dibawa O Reum berisi pakaian lain. Dia segera ke kamar mandi dan menukar pakaiannya. Dan saat keluar, Hakim Han dan Ba Reun ternganga kaget. O Reum mengenakan pakaian tertutup dari atas hingga bawah dan mengenakan cadar.
“Ini pakaian paling sederhana yang kumiliki. Setelah kupikir-pikir, Anda benar, seorang wanita tidak seharusnya menunjukkan kulit mereka. Pria bukan masalahnya, kan?” tanya O Reum.
Hakim Han benar-benar tidak menyangka kalau O Reum akan bertindak hingga sejauh ini karena perkataannya kemarin. Di tambah lagi, O Reum menyuruhnya memilih pakaian dengan rok mini tadi, atau yang sekarang? Hakim Han terdiam dan bergegas ke ruangannya.
O Reum sudah bertukar pakaian normal. Dia mengeluarkan sebuah gambar di tasnya dan menempelkannya di dindingnya menghadap ke lukisan goya milik Ba Reun. Dia juga mengeluarkan buku-buku mengenai feminisme. O Reum ternyata juga pernah kuliah mengambil jurusan piano dan bahkan pernah masuk koran.
Ba Reun menyindir O Reum yang pasti sangat suka membalas dendam. O Reum tertawa.
O Reum kemudian merasakan sakit di kakinya karena lecet menggunakan hak tinggi. Ba Reun melihat ke laci meja-nya dan ada sekotak plester. Tetapi, dia tidak berani menawarkannya ke O Reum.
O Reum membahas mengenai kasus nenek yang demo di depan pengadilan. Ba Reun memberitahu kalau nenek itu kalah sidang terkait kematian anaknya saat menjalani operasi. Nenek itu menuntut rumah sakit tersebut. Dan lagipula, nenek itu mau naik banding di saat tenggat waktu yang di berikan sudah lewat. Jadi, nenek itu hanya bisa menerimanya karena itu sudah keputusan.
“Kurasa teriakan orang tidak berdaya bunyinya sama dengan anak kecil yang rewel bagimu,” sindir O Reum. “Hakim Im, apa alasanmu menjadi hakim?”
“Bagaimana denganmu? Untuk membela yang lemah, agar tercipta masyarakat adil, dan untuk mengubah dunia? Untuk alasan seindah itu?”
“Bukankah wajar? Tanpa aspirasi semacam itu, tidak boleh menjadi hakim.”
“Itu luar biasa. Kau pikir dunia itu indah? Orang kelas atas memang bertingkah seperti bangsawan. Aku menjadi hakim untuk mencari nafkah supaya tidak perlu minta bantuan atau melayani seperti budak. Satu hal lagi, kurasa tugas kita adalah melindungi dunia ini dari orang yang berlagak ingin melindungi dunia. Dunia tidak akan berubah. Kita harus memastikannya agar tidak memburuk. Jangan berlebihan dan jangan membela siapapun. Bersikap objektif dan ikuti aturan seperti sebuah robot.”
O Reum sedikit tersinggung mendengar Ba Reun yang seolah tahu mengenai hidupnya. Tapi, dia akan tetap membantu nenek itu.
Ba Reun terdiam. Dia tidak dapat menjawab pertanyaan itu.
“Jika ingin memahami orang lain, kau harus berpikir dari sudut pandang orang itu. Dengan kata lain, kau harus berempati dengan orang itu dan menjadi dirinya,” narasi Ba Reun.
Ba Reun teringat saat kencan butanya dengan wanita ketiga. Saat itu ibu si wanita dan wanita itu menghina anak yang terlahir dari orang tua yang buruk dan juga tidak mempunyai pendidikan tinggi. Dan mereka sangat senang karena mengetahui kalau ayah Ba Reun adalah jurnalis. Ba Reun saat itu memberitahu kalau ayahnya sudah bukan jurnalis lagi. Ayahnya di pecat dan sejak saat itu dia selalu minum-minum dan seoarang penggangguran. Sementara ibunya menjual produk asuransi dan kesehatan untuk membiayai keluarga. Dan tentu saja, ibu si wanita dan wanita jadi tidak enak mendengarnya. Di tambah lagi, Ba Reun segera bangkit dan memutuskan kencan buta tersebut.
Ba Reun kemudian ingat saat O Reum yang masih SMA memainkan piano untuk acara malam persahabatan klub baca perpustakaan. Itu adalah lagu yang sekarang sering di mainkan Ba Reun.
Ayah saat itu yang dalam keadaan mabuk, sangat senang karena Ba Reun mendapatkan lagi penghargaan dan menempelkannya di dinding. Ibu mengomeli ayah karena jika menempelkan ke dinding, wallpaper dinding akan terkelupas saat penghargaan di lepas dan membuat orang yang menyewakan rumah marah. Tapi, ayah meminta ibu tidak cerewet. Ayah berkata kalau dia yakin Ba Reun akan tumbuh menjadi hakim yang hebat. Saat itu, ibu tidak suka mendengarnya. Dia mengingatkan ayah kalau ayah di pecat, di pukuli dan di usir begitu saja, dan saat mereka melaporkan, hakim malah menyuruh mereka menyiapkan bukti. Ibu merasa kalau hakim bukanlah pekerjaan yang hebat.
“Itu dahulu. Kini, kita butuh hakim yang berbeda. Anakku harus hidup di dunia yang lebih baik,” ujar ayah.
Tags:
msham