Sinopsis K-Drama : Ms. Hɑmmurɑβi Episode 02 - 2

Images by : JTBC
Ba Reun datang ke kantor dan O Reum menggodanya mengenai hal kemarin saat Ba Reun mabuk dan mengomel. Tapi, Ba Reun ternyata tidak ingat hal tersebut.
O Reum kemudian menghubungi pegawai Yoon Ji Young dan meminta berkas transkrip persidangan lebih awal. Nn. Yoon mengiyakan dengan berat. Kemudian, O Reum menelpon pegawai Maeng Sa Sung dan meminta laporan untuk kasus tanpa pengacara untuk di tulis dengan lebih mendetail. Tn. Maeng mengiyakan dengan berat hati karena hal itu akan memakan lebih banyak waktu.
Usai berteleponan, Ba Reun memberitahu O Reum kalau para pegawai akan merasa tidak senang jika O Reum mengubah cara kerja mereka. Tetapi, O Reum tidak mempedulikan nasihat Ba Reun tersebut. Terlihat sekali jika cara kerja mereka sangat bertentangan.
Nn. Yoon datang dan menyerahkan banyak berkas kasus untuk O Reum dan Ba Reun. Ba Reun memperhatikan berkas - berkas tersebut di tempeli banyak post-it. Setelah Nn. Yoon keluar, Ba Reun bertanya pada O Reum apakan O Reum sudah meninjau kasus kemarin mengenai nenek yang mengklaim telah melunasi hutangnya. Ba Reun menyuruh O Reum untuk tidak melakukan hal yang macam-macam karena kurangnya bukti, dia mengingatkan kalau mereka harus menilai berdasarkan bukti, bukan simpati. Tetapi, O Reum malah menilai tulisan tangan nenek yang menurutnya canggung dan sangat rinci. Terlihat kalau O Reum lebih mengedepankan perasaannya dan mendukung nenek tersebut. Dia bahkan bertanya pada Ba Reun, apakah tidak ada solusi?
Ba Reun menjawab kalau itu kesalahan nenek sendiri karena tidak meminta bukti pelunasan. O Reum menyindir Ba Reun yang sangat dingin. Dia juga memberitahu kalau diluar sana banyak orang yang tidak pernah menulis atau membaca kontrak sehingga tidak mengerti hal seperti itu. Dia bertanya pada Ba Reun apakah menjadi hakim, hal seperti kebenaran tidak penting dan yang penting adalah kontrak?
“Kami membutuhkan bukti untuk menemukan kebenaran. Seorang hakim bukanlah peramal atau ahli fisiognomi,” jawab Ba Reun.
O Reum tetap kukuh pada pendiriannya, menurutnya seorang hakim harus mempercayai orang berdasarkan seberapa kuat cerita mereka. Ba Reun dengan tegas memberitahu kalau tidak ada bukti berarti tidak ada kemenangan. O Reum sangat marah dengan pendirian Ba Reun tersebut.
Bo Wang datang berkunjung lagi ke ruangan Ba Reun dan heran karena mereka masih bekerja. Kemudian, dia juga mengomentari suasana ruangan yang seperti saat dia sedang melakukan wajib militer karena sangat tegang. Dan dia datang untuk mengingatkan kalau mereka ada pertemuan klub tenis hari ini.
Ba Reun dan O Reum sudah tiba di lapangan tenis. Ba Reun satu tim dengan polisi penjaga sidang Lee Dan Di melawan O Reum dan Bo Wang. Masalahnya ternyata Ba Reun tidak pandai bermain tenis sehingga tim-nya kalah. Nn. Lee sangat kesal mengetahui Ba Reun yang payah main tenis dan menyesal memilih satu tim dengan Ba Reun.
Saat bermain, Ba Reun melihat bola hampir mengenai O Reum, sehingga secara refleks, dia maju dan memeluk O Reum untuk melindunginya. Dan bola mengenai kepala Ba Reun, suasana sempat menjadi canggung.
Saat sedang beristirahat, lagi-lagi dia melihat bola hampir mengenai O Reum, sehingga dia berusaha melindungi dengan menghadang bola. Dan bola berakhir mengenai pipi-nya. Bo Wang menegur pemain tersebut tetapi dia juga mengejek Ba Reun yang menangkap bola dengan pipi bukan tangan. Ba Reun tentu kesal dan malu mendengarnya.

Esok hari,
Pipi Ba Reun menjadi memar sehingga dia menggosokan telur ke memar-nya tersebut. Dia kemudian tanpa sengaja melihat ke samping dan melihat wajah O Reum. Dari wajah O Reum, dia dapat melihat kasus apa yang sedang di baca oleh O Reum karena wajah O Reum tidak bisa menyembunyikan ekspresi-nya.
Ekspresi O Reum kemudian berubah menjadi senyum-senyum sendiri, sehingga Ba Reun menjadi penasaran kasus apa yang sedang O Reum baca. Dia bangkit berdiri dan berpura-pura melakukan peregangan untuk melihat komputer O Reum. Dan ternyata O Reum sedang melihat foto kue. Dia menyindir O Reum yang pasti sedang lapar hingga melihat foto kue dengan penuh kebahagiaan. Dia kemudian mengajak O Reum makan bersama tetapi O Reum menolak karena dia belum selesai.
Ba Reun pulang dari membeli kopi. Saat itu, dia melihat papan demo yang biasa digunakan nenek tergeletak di luar gedung pengadilan tapi nenek tidak ada. Dia menduga kalau nenek itu tidak lagi datang berdemo.
Tapi, saat dia masuk ke dalam gedung. Dia melihat kalau nenek itu sedang bersama O Reum duduk di ruang tunggu. Ba Reun menghela nafas karena O Reum lagi-lagi ikut campur.
Saat bekerja, dia melihat O Reum sedang mempelajari kasus nenek tersebut. Ba Reun bertanya pada O Reun kalau itu bukan kasus mereka, kan? O Reum membenarkam, itu kasus dari nenek itu dan dia sedang membantu. Dia menemukan sebuah celah, hasil dari putusan kasus di kirim ke rumah nenek, tetapi putra tuan tanah yang menerima surat, lupa dan terlambat memberikan surat tersebut sehingga nenek melewatkan batas waktu untuk naik banding. Ba Reun mengerti, kalau nenek itu bisa meminta agar hak naik banding di pulihkan, tetapi tetap saja O Reum tidak boleh mengisikan formulir untuk nenek tersebut. O Reum memberitahu kalau pengacara yang akan mengisikannya. Ba Reun jelas heran, karena dari penampilan si nenek, tidak mungkin dia bisa menyewa pengacaran. O Reum tersenyum kalau ada pengacara yang akan membantu, tetapi dia tidak mau memberitahukan lebih lanjut kepada Ba Reun.
Ba Reun juga tidak bertanya lagi. Dia hanya bertanya apakah O Reum sudah selesai menulis penilaian untuk minggu depan? O Reum menenangkan kalau dia akan dapat menyelesaikannya tepat waktu. Ba Reun menyindirnya karena menghabiskan banyak waktu untuk kasus tanpa bukti dan mendapatkan masalah karena laporan orang lain.
“Prioritas mu adalah harus memastikan kasus mu ditangani dengan sempurna. Begitu ada lubang, apakah itu dilakukan dengan niat baik atau bukan tidak masalah. Di sini, tidak ada kesalahan yang ditoleransi bahkan jika niatmu baik,” tegas Ba Reun.
“Tentu tentu. Aku mengerti, kau seperti ibu mertua,” ejek O Reum.
O Reum pergi menelpon seorang pengacara terkenal kenalannya dan meminta bantuan untuk mengurus kasus nenek yang demo di depan pengadilannya. Pengacara tersebut menyanggupi.
O Reum kembali masuk ke ruangannya dengan senyum heran dan tentu saja Ba Reun heran melihatnya.
Tidak lama, Tn. Maeng masuk dan menghadap O Reum. Dia segera mengemukakan keluhannya. Dia merasa tidak bisa lagi bekerja dengan O Reum. O Reum tentu kaget mendapat keluhan itu termasuk Ba Reun yang mendengarnya.
“Nn. Yoon bekerja lembur tiap malam. Tahukah kau? Apakah kau ingin setiap dokumen yang telah di kirimkan diberi nomor sehingga mereka dapat di atur lebih baik? Itu bagus sekali. Tapi mengapa asisten panitera kami harus bekerja lembur untuk melakukannya untukmu? Kau ingin kami memanggil dokter … siapa yang belum menyerahkan laporan mereka? Kau mungkin berpikir bahwa membuat panggilan telepon bukanlah masalah besar. Tapi kau tahu apa? Jika kau membuat panggilan telepon sendiri, kau akan belajar, tidak ada yang bisa dilakukan dengan mudah. Jika orang datang untuk membuat keluhan, kami harus menghibur mereka sampai mereka pergi. Ketika kami menelpon balik, dokter pergi bekerja untuk hari itu. Apakah kau ingin kami terus seperti ini? Hakim adalah pejabat tinggi. Kau dianggap sakral. Orang-orang seperti kami dari peringkat departemen bawah tidak bisa melakukan itu. Jika tidak bisa di ubah, aku akan membuat laporan kepada serikat pekerja di Pengadilan Negeri,” jelas Tn. Maeng.
“Aku tahu itu sulit. Tapi, seharusnya tidak dilakukan jika perlu? Kita kan pegawai negeri,” jawab O Reum, tetap pada pendiriannya.
“Yoon Ji Young terlalu baik. Dia melakukan semua yang di berikan. Apakah kau tahu bahwa dia seorang ibu tunggal? Dia harus menjemput anaknya yang berumur lima tahun, dari TK sebelum pulang. Agar tidak bekerja lembur, dia bekerja tanpa istirahat. Tolong biarkan dia bernapas. Aku mohon.”
O Reum terdiam. Dia tiak menyadari hal tersebut. Tn. Maeng yang selesai mengeluarkan unek-uneknya, segera pamit keluar. Sementara itu, O Reum berusaha menahan tangisnya.
Hakim Han masuk kemudian dan memarahi O Reum. Dia marah karena O Reum menghubungi nenek yang mengklaim telah membayar hutang. O Reum menjelaskan kalau dia menelpon karena ingin memeriksa sesuatu. Hakim Han marah mendengarnya, O Reum tidak boleh melakukan itu. Mereka hanya boleh mendengarkan kedua belah pihak selama persidangan! Dan tidak boleh hanya memanggil satu pihak! O reum meminta maaf, dia menjelaskan kalau dia hanya mendengar bahwa boleh dilakukan panggilan telepon untuk menverifikasi apakah mereka dapat melakukan amandemen (perubahan keputusan).
“Amandemen? Kasus itu tidak bisa di ubah,” teriak Hakim Han.
“Sejujurnya, pihak lain tampak seperti rentenir berpengalaman. Aku menelpon kalau-kalau wanita tua itu dimanfaatkan,” bela O Reum.
“Atas dasar apa kau percaya bahwa yang lain adalah rentenir?”
“Wanita tua itu konsisten sejak awal. Aku yakin dia punya alasan…
“Jika dia adalah rentenir, dia harusnya sudah menaruh agunan di deposito. Dia akan meminjamkan lebih banyak uang setelah seminggu. Kau berpikir bahwa dia adalah rentenir berpengalaman?” tanya Hakim Han dengan marah. “Apa kau tahu, apa yang wanita tua itu katakan kepada pihak lain sesudahnya?”
Dan nenek itu menelpon penggugat dan memberitahu kalau O Reum adalah sepupu jauhnya dan mereka baru saja berteleponan. Dia menyuruh penggugat untuk menghentikan kasus itu atau jika tidak dia tidak akan membayar sepeserpun. Dia mengancam penggugat untuk menarik kembali kasus.
“Setelah panggilan telepon, penggugat datang untuk mengajukan keluhan. Dia menangis! Dia mengeluhkan departemen kita! Astaga, kau mempermalukan aku! Aishhh!” marah Hakim Han sambil keluar.
O Reum meminta maaf. Dia tidak tahu harus mengatakan apa karena semua salahnya. Dia menangis dan Ba Reun memutuskan keluar untuk memberikan waktu pada O Reum.
O Reum berdiri di depan pengadilan dan menangis. Dia memandangi gedung pengadilan di depannya.
Hufft… sebenarnya, niat O Reum adalah baik. Tapi, betul seperti yang dikatakan Ba Reun, sebagai hakim, mereka tidak bisa menggunakan perasaan. Mereka harus berpegang pada bukti, karena kita tidak pernah tahu apakah seorang manusia berbohong atau tidak.
Mungkin O Reum teringat dengan ahjuma kenalan pasarnya yang kalah kasus sidang karena tidak ada bukti padahal pernyataannya benar, sehingga dia menganggap semua orang tua yang terlihat kasihan dan menyakinkan, jujur atas penyataannya. Mungkin O Reum juga teringat dengan pernyataan ahjumma pasar kalau dia takut dengan hakim karena wajah mereka yang tanpa ekspresi sehingga O Reum memutuskan untuk menunjukkan ekspresi-nya selama persidangan. Akan tetapi, semua pilihan O Reum salah. Dia tidak bisa bersikap objektif dan malah menjadi subjektif, dimana hal itu merupakan hal fatal bagi seorang hakim.
O Reum juga menilai Ba Reun yang dingin dan tidak berperasaan sehingga mengabaikan semua nasihat Ba Reun, hakim yang lebih berpengalaman darinya. Harusnya O Reum sadar, bahwa tidak ada manusia yang sempurna, termasuk dirinya.
Semoga dengan keluhan Tn. Maeng dan kesalahannya menilai kasus nenek yang mengklaim membayar hutang, O Reum bisa belajar dan menjadi hakim yang lebih baik lagi.
Bagaimana pendapat kalian mengenai O Reum?

1 Comments

  1. Setuju dgn kakak.. Aku jadi inget kata"nya JaeChan di WYWS kalo ekspresi wajah itu menipu ..kita tidak pernah tauu tangisan atau senyuman diwajah itu sebuah kebohongan atau kejujuran.. Ini sebuah pengalaman berharga buat O Reum.. Tetap semangat O Reum ^^ dan buat kakak semangat juga bikin sinopsisnya:))

    ReplyDelete
Previous Post Next Post