Sinopsis K-Drama : Ms. Hɑmmurɑβi Episode 08- 3


Sinopsis K-Drama : Ms. Hɑmmurɑβi Episode 08- 3
Images by : JTBC
Malam hari,
Di rumah, Hakim Han menonton TV bersama istrinya sambil menungu anaknya pulang sekolah. Tetapi, dia merasa masuk angin dan terus menerus buang angin dan bersendawa. Istrinya kesal dan memberikan obat untuk Hakim Han minum kemudian menyuruh Hakim Han untuk cuci piring sebagai ganti olaharga.
Anaknya yang bungsu pulang dan langsung masuk kamar. Hakim Han menggerutu kesal karena anaknya masuk dan tidak memperlihatkan wajahnya. Anaknya mendengar dan mengirim foto dirinya ke Hakim Han. Hakim Han makin kesal. Anak tertua pulang dan sama seperti adiknya, dia langsung masuk ke kamar. Istrinya menyuruh Hakim Han untuk maklum karena anaknya dalam usia remaja dan labil.
Esok hari,
Sek. Lee masuk ke dalam ruangan Hakim Han dan memberikan surat dari penggugat di kasus hak anak. Awalnya, Hakim Han menyuruh sek. Lee untuk memberikan surat kepada Nn. Yoon dan masukkan sebagai salah satu dokumen kasus. Tetapi, hal itu di urungkannya, dia membaca surat itu dan terkejut.
Hakim Han mengumpulkan O Reum dan Ba Reun. Dia memberitahukan isi surat yang di bacanya.
“Wanita yang akan membantunya bukanlah bibinya. Pengguggat tak punya orang tua maupun keluarga. Dia ditinggalkan di panti asuhan. Pengurus panti asuhan terus memukulinya, jadi dia melarikan diri pada umur 15 tahun. Saat melakukan semua pekerjaan, dia bertemu wanita ini dan suaminya. Dia tinggal di sana dan bekerja di kebunnya selama tiga tahun. Wanita itu memberikannya uang tabungannya dan memaksanya sekolah di Seoul. Berkatnya, dia bisa jadi seorang supir alat berat. Kurasa dia cukup beruntung,” beritahu Hakim Han.
“Dia sudah lama kesepian. Itulah sebabnya dia sangat terobsesi dengan anaknya,” simpul Ba Reun.
“Dia tak mau kesepian lagi, jadi dia menikah dan mulai menabung. Namun setelah menikah, dia ingin punya rumah dengan pekarangan besar oleh karena itu dia kesana kemari cari uang. Dia tak sadar kalau isterinya menjadi kesepian. Orang bisa jadi sangat bodoh, bukan?” tanya Hakim Han, “Apa yang harus kita lakukan? Kau ada masukan?”
“Menurut Pedoman Pengadilan Tinggi, keputusan hak asuh anak harus dibuat mempertimbangkan hal yang terbaik mengenai sang anak. Hubungan orang tua dengan anak, keinginan untuk membesarkan anak, kemampuan finansial…,” ujar Ba Reun.
“Astaga. Sudah jelas kita harus mempertimbangkan hal itu,” potong Hakim Han.
“Saat seorang orang tua merawat anaknya, itu seperti dia…,” lanjut Ba Reun lagi.
“Lupakan pedoman itu,” kesal Hakim Han, “Kau tak lihat sesuatu yang salah? Kenapa pria tak bersalah harus kehilangan anaknya? Isterinya lah yang berselingkuh.”
“Menurut pedoman, meskipun sang isteri bertanggung jawab atas perceraian yang terjadi, kebaikan bagi sang anak,” lanjut Ba Reun lagi. Dan saat melihat wajah Hakim Han yang kesal mendengar perkataannya yang ngotot pada pedoman, Ba Reun langsung berhenti bicara.
“Kasus-kasus seperti inilah yang sangat sulit,” gumam Hakim Han.

Hakim Han pulang larut malam dalam keadaan mabuk. Istrinya kesal melihatnya mabuk lagi. Hakim Han tertawa dan meminta izin untuk melihat anak-anaknya yang sudah tidur. Dia masuk ke kamar dan tersenyum kecil melihat wajah kedua putrinya. Walaupun sudah besar, saat tidur, wajah putrinya masih seperti seorang anak kecil.
Flashback
Saat kedua anaknya masih kecil, anak tertua pernah suatu kali tidak mau tidur walaupun hari sudah malam. Hakim Han berusaha membujuknya untuk tidur tetapi putrinya malah menjawab kalau dia mau BAB.

Hakim Han menemani putrinya BAB. Dan walau sudah 1 jam, putrinya masih belum bisa juga BAB. Hakim Han menduga kalau putrinya hanya berpura-pura mau BAB, hanya karena tidak mau tidur. Putrinya membantah, dia benar-benar ingin BAB. Hakim Han jadi kesal juga dan menyuruh putrinya untuk melakukan yang dia mau saja. Dan Hakim Han membiarkannya di dalam kamar mandi sendirian.
Sudah setengah jam berlalu, Hakim Han jadi cemas karena putrinya tidak mau juga keluar dari kamar mandi. Jadi, dia kembali ke kamar mandi. Dan dia melihat putrinya yang sedang berusaha BAB. Dan terdengar suara, putrinya benar-benar BAB.
Usai putrinya BAB, Hakim Han menghampirinya. Dia meminta maaf karena sudah salah paham. Putrinya mengalami sembelit. Tetapi, putrinya yang masih polos heran dan bertanya ada apa? Apa ayahnya juga sulit BAB? Hakim Han tersenyum mendengar hal itu.
End
“Kenapa anak-anak… bertumbuh dengan sangat cepat?” gumam Hakim Han sambil melihat wajah kedua putrinya.
Dia melihat foto putrinya saat masih kecil dan menyadari kalau waktu cepat sekali berlalu. “Apa aku… takkan melihat mereka seperti ini lagi?” Hakim Han menangis mengingat anak-anaknya saat kecil. “Apa aku bisa hidup… tanpa mereka?”
Esok hari,
Persidangan terakhir,
Penggugat merasa bersemangat karena merasa akan memenangkan hak asuh anak. Hakim Han menatapnya dan menghela nafas berat.
“Penggugat,” panggil Hakim Han, “Anda tahu apa yang ditakuti oleh anak kedua Anda? Serangga. Dia lebih takut dengan ngengat. Tentu, dia juga takut dengan serangga lain. Kalau begitu, kau tahu apa yang diinginkan puteri tertua akhir-akhir ini? Dia ingin ke konser BTS dengan empat sahabatnya. Namun sebenarnya, dia ingin pergi bareng pria yang mirip Park Bo Gum. Investigator kami yang ahli di bidang psikologi mengatakan bahwa puteri Anda sangat cepat terbuka padanya. Semua orang di departemen kami punya banyak pekerjaan untuk membuat sebuah laporan. Penggugat. Semua yang dilakukan anak-anak bagaikan dunia baru bagi mereka. Anda ingin tinggal di rumah dengan pekarangan besar di pedesaan. Tentu saja akan bagus. Namun, bukan itu impian anak Anda. Anak Anda punya mimpinya di dunianya sendiri. Mereka takkan menunggu ayah mereka. Mereka akan bertumbuh tanpa Anda sadari,” jelas Hakim Han. “Penggugat, maaf. Sepertinya Anda takkan mampu 'tuk melindungi dunia puteri Anda karena luka yang Anda rasakan. Saat ini, tak ada hukum yang bisa mendukung Anda. Saya harap waktu akan menyembuhkan luka keluarga Anda dan itu adalah keputusan terbijak daripada hukum sendiri,” itu keputusan Hakim Han. Hakim Han terlihat sedih membacakan putusannya.
Penggugat menangis mendengarnya. Menyadari dia tidak memenangkan hak asuh anak. Menyadari bahwa dia hanya berusaha mencapai mimpinya sendiri tanpa memikirkan mimpi anak-anaknya.
Nn. Yoon juga menangis mendengar perkataan Hakim Han.
O Reum sendiri juga menangis di kamar mandi usai sidang.
Ba Reun masuk ke ruangan dan melihat wajah O Reum yang muram. Dia bertanya apa O Reum habis menangis? O Reum membenarkan, dia menangis hari ini. Alasannya, dia iri dengan puteri penggugat dan iri dengan putera Nn. Yoon juga. Walaupun, anak-anak itu harus menghadapi situasi sulit, kedua orang tua berpisah, tetapi setidaknya mereka tahu kalau orang tua mereka mencintai mereka tanpa batas.
Ba Reun memberitahu kalau O Reum kan juga masih punya ibu-nya. O Reum membenarkan, tetapi keadaan ibunya semakin parah setiap hari.
“Sebenarnya, aku mulai menghilang dari ingatan ibuku hari demi hari,” beritahu O Reum penuh kesedihan.
O Reum mendapat pesan dan hal itu membuatnya ingin segera pulang. Ba Reun cemas dan menawarkan diri untuk ikut walaupun O Reum menolak.
Mereka pergi mengunjungi ibu O Reum. Perawat memberitahu kalau dokter ingin bertemu dengan O Reum. Jadi, Ba Reun tinggal berdua dengan ibu O Reum.
“Halo, aku Im Ba Reun. Aku rekan kerja puteri Anda. Puteri Anda bekerja dengan sangat baik. Dia memang masih baru, tapi dia adalah hakim yang baik. Aku yakin dia akan menjadi hakim yang cemerlang suatu saat nanti,” cerita Ba Reun walaupun ibu O Reum tidak menunjukkan reaksi apapun.

Ba Reun melihat sekitar dan melihat ada sebuah gitar di pojok ruangan. Dia mengambilnya dan mulai memainkan sebuah lagu.
O Reum kembali ke ruangan dan melihat Ba Reun yang sedang bermain gitar. O Reum menangis melihat ibunya yang menikmati permainan gitar Ba Reun.

“Lagu ini berjudul "You Are the Apple of My Eye". Pada negara ber-bahasa Inggris, kata, "apple", kadang merujuk pada pupil mata. Karena bentuknya yang bulat layaknya apel. Saat Anda melihat seseorang, Anda bisa melihat pantulan orang itu di mata Anda. Itu artinya orang yang selalu Anda lihat ada di mata Anda. Seperti pupil mata. Setelah Hakim Park lahir, sudah berapa kali Anda melihatnya? Puteri Anda bagaikan "pupil di mata Anda". Apapun yang dikatakan oleh dokter, kenangan-kenangan itu akan tetap tersisa. Kenangan itu akan selalu ada selamanya. Hakim Park. Kau takkan dilupakan. Takkan pernah,” narasi Ba Reun.

1 Comments

Previous Post Next Post