Sinopsis Lakorn : Trabab See Chompo (Pink Sin) Episode 17 – 2


Sinopsis Lakorn : Trabab See Chompo (Pink Sin) Episode 17 – 2
Images : Channel 3
Kiew tertidur semalaman di sofa sambil memeluk foto ibunya. Begitu bangun, rasa sedih kembali menhinggapinya. Kiew berkata kepada dirinya sendiri agar menjadi kuat.
--


Kris tiba di perusahaan Peat. Dia masuk dengan senyum penuh arti. Peat membawa-nya menemi Khun Nai, dan Khun Nai bersedia memperkerjakan Kris. Kris berkata akan belajar dan melakukan yang terbaik untuk perusahaan. Peat memberitahu Kris kalau Kris akan menjadi konsultan-nya, mana tau Khun Nai tidak ingin melihat wajahnya, Kris bisa menggantikannya menemui Khun Nai. Khun Nai hanya bisa menghela nafas mendengar perkataan Peat.

Peat membawa Kris ke ruangan kerjanya dan memberikan dokumen proyek yang sedang perusahaan kerjakan. Dia menyuruh Kris untuk mempelajarinya. Setelah itu, Peat melihat ke seberang ruangannya, ruangan Kiew dan dia merasa khawatir karena Kiew tidak masuk kerja. Kris melihat ekspresi-nya tersebut.

--

Kiew memasak sarapan untuk dirinya. Tapi, dia tidak kosentrasi. Ponselnya berdering, telepon dari Kris. Pas sekali, sarapan yang di masaknya mendidih dan airnya tumpah keluar panci, Kiew berteriak panik dan langsung mematikan api kompor. Kris mendengar teriakannya dan ikut panik. Tapi, Kiew berkata tidak ada apa-apa dan bertanya ada masalah apa Kris menelponnya?

Kris menelpon untuk menanyakan keadaan Kiew terkait masalah kemarin. Kiew menjawab tidak ada apa-apa. Kris tidak percaya karena suara Kiew tidak demikian. Dia meminta Kiew untuk tidak usah berpura-pura kuat di depannya. Kris berusaha menyemangatinya dan bertanya dimana Kiew sekarang? Kiew tidak mau memberitahu dan meminta waktu sendiri. Setelah itu, Kiew langsung mematikan telepon Kriss.

Setelah mematikan telepon, Kiew kembali menangis.

Sementara Kris, dia hendak kembali ke ruangan. Tapi, ternyata Chaya sudah ada di belakangnya dan bertanya untuk apa Kris kemari? Kris menatapnya dengan tajam dan tidak menjawab. Chaya mendesaknya untuk menjawab, tapi Kris berjalan melewati Chaya.
“Kris, jangan berjalan melewatiku seperti ini!” perintah Chaya (bak seorang ratu saja!)
“Apa hak mu memberiku perintah?”
“Kenapa? Aku tidak bisa memerintahmu? Sekarang ini, kau tidak mau mendengarkan apapun yang ku katakan, kan? Oh, kau pasti buru-buru untuk pergi mencari Kiew. Kau sangat khawatir padanya. Hey, Kriss, apa kau sudah lupa? Wanita itu sudah menikah!”
“Aku tidak lupa. Orang yang lupa, mungkin adalah kau! Hingga kau memindahkan semua barangmu ke rumah orang yang sudah menikah.”

“Aku punya alasan!” (cih, membenarkan diri. Apapun itu, kau bodoh karena mau menuruti Peat dan melakukan hal yang kau jelas sadar kalau itu salah!)
“Alasan yang memihak dirimu sendiri. Dan apa kau pernah mendengarkanku? Apa yang pernah ku lakukan untukmu, tidak ada artinya bagimu! Kau tidak pernah melihat niat baikku. Tapi dengan Ai-Peat, apapun yang dia ingin kau lakukan, walaupun itu salah, kau tetap melakukannya! Dan seperti ini, kau masih mau aku memperhatikanmu?!”
“Jangan menyalahkanku. Aku melakukan segalanya demi kebahagiaan Peat.”
“Dan apa Peat bahagia? Apa dia tersenyum ketika bersamamu?”
“Tentu saja dia tersenyum. Aku dan Peat sangat bahagia.”
“Bahagia? Menjadi tidak bermoral? Hari dimana Peat sangat bahagia adalah di hari dia menikahi Kiew. Sejak dia kembali padamu, dia tidak pernah bahagia!’
“Tidak benar!” bantah Chaya.
“Terus saja membohongi diri mu, Chaya. Lakukan apapun yang kau inginkan. Masalahmu tidak ada hubungannya denganku. Bahkan jika kau berlutut di hadapanku, menangis dan memohon agar aku menolongmu, aku tidak akan peduli!” tegas Kris.
“Mau kemana kau?” hentikan Chaya pada Kris yang mau pergi. “Aku masih belum selesai bicara. Kau terburu-buru karena mau mencari Kiew? Kau pergi mencarinya, membuatnya nyaman. Dan kau memarahiku. Sebenarnya, kau juga berharap untuk mendapatkan cintanya.”
“Jangan gunakan pikiran kotormu itu dan menuduhkannya pada orang lain!” marah Kris. “Aku tidak pernah melakukan hal buruk seperti itu!” senyum Kris sinis dan pergi meninggalkan Chaya.
Chaya berteriak kesal, tapi Kris tidak peduli.
--
Pa pergi menemui Kiew. Dan setelah mendengar cerita Kiew, Pa menjadi sangat marah dan emosi. Dia bahkan ingin langsung mencari Peat dan menampar Chaya agar bisa sadar. Kiew melarang karena mereka sudah berbeda jalan.
Pa tidak terima kalau Kiew menyerah begitu saja. Kiew tidak tahu mau bagaimana lagi, karena Peat ternyata tidak mencintainya. Pa berusaha menghibur dan meminta Kiew untuk tidak menyerah begitu saja, tidak seperti Kiew yang di kenalnya. Tapi, Kiew benar-benar tidak bisa memikirkan apapun lagi.
Khun Nai juga datang ke sana. Dia meminta waktu untuk bicara dengan Kiew berdua. Dan Pa langsung menunggu di luar.
Khun Nai memberitahu Kiew kalau Pa yang memberitahunya mengenai dimana Kiew. Kiew mengerti dan meminta di biarkan tinggal di rumah ini sementara karena dia merindukan ibunya. Khun Nai bertanya sampai kapan? Kiew menjawab mungkin sampai Chaya meninggalkan rumah atau sampai Peat bersedia bercerai.
“Tolong jangan membicarakan perceraian. Aku ingin kau bicara dengan Peat dulu,” bujuk Khun Nai.
“Aku tidak punya hal yang mau di bicarakan lag dengannu lagi, yah. Peat menikahiku karena dia ingin balas denda. Dia melakukannya karena dia membenciku bukan mencintaiku. Kenapa kau ingin aku bertahan bersamanya?”
“Lalu gimana dengan mu? Kau mencintai Peat?”
“Sekarang ini, perasaanku tidak penting.”
Tap, Khun Nai meminta Kiew menjawab pertanyaannya.
--
Chaya masuk ke dalam ruangan Peat. Dan Peat dengan cuek-nya bertanya, ada masalah apa? Dengan ketus Chaya menjawab kalau dia sendirian di rumah. Dan dia merindukan Peat, makanya dia datang menemui Peat. Tapi, sepertinya Peat merindukan orang lain. Peat segera membantah hal itu.
“Baguslah. Karena sepertinya sekarang Kris akan melakukan tanggung jawab seorang suami menggantikanmu. Aku mendengar Kris menelpon Kiew dan bahwa dia akan menemuinya. Tapi tidak tahu dimana Kiew. Sebenarnya, bagus jika kau menceraikan Kiew. Biarkan Kris yang menjaga Kiew. Dan untuk kita berdua, kita bisa menikah.”
Peat tidak mau membicarakannya dan berkata ingin bekerja. Tapi, Chaya langsung berteriak kalau Peat sepertinya tidak ingin mendengarkannya membicarakan mengenai perceraian dan pernikahan.
“Ini jam kerja. Dan aku hanya tertarik dengan masalah kerja,” tegas Peat.
Chaya marah mendengar jawaban Paet dan langsung pergi dari kantor Peat.
  --
Kiew menjawab pertanyaan Khun Nai. Karena dia mencintai Peat-lah, makanya dia bersedia menikah dengan Peat. Tapi, sekarang dia sudah sadar kalau cinta-nya hanya bertepuk sebelah tangan. Khun Nai meminta Kiew untuk bertahan, karena dia percaya kalau Peat juga menikahi Kiew karena mecintai Kiew.  Tapi, dendam telah membutakan Peat.
“Jika kau mencintai Peat, aku ingin kau menggunakan cintamu untuk mengurangi kebencian Peat yang telah memakan hati Peat. Sebelum, semuanya menjadi terlambat.”
“Cinta ku tidak cukup berarti baginya, ayah.”
“Kiew, aku percaya kalau cinta-mu cukup berarti. Sekarang kau mungkin tidak siap mendengar apapun. Kenapa tidak begini saja, aku akan membiarkanmu beristirahat dulu. Kau ingin travelling, sayang? Aku akan mengatur nya untukmu.”
Kiew terdiam mendengar penawaran Khun Nai. Dan dia setuju.
Pa sendiri, menguping pembicaraan Khun Nai dan Kiew. Dan dia jadi emosi sendiri melihat kesedihan Kiew.
--
Katha menemui Kris dan memberikan rincian perbaikan biaya restoran Kris. Dia sudah menyelesaikannya. Kris berterimakasih atas bantuan Katha. Peat juga ada di sana dan mendengar pembicaraan mereka. Katha kemudian bertanya, apa keluarga Kris tahu kalau sekarang Kris bekerja di sini?
“Belum. Tapi, sebentar lagi mereka pasti tahu.”
Katha kemudian mengajak semuanya untuk makan bersama. Tapi, Peat menolak karena ada urusan. Katha berusaha membujuknya karena jarang-jarang mereka bisa berkumpul bersama.

Saat mereka keluar bersama untuk mencari makan, Pa ternyata juga datang ke sana. Dia langsung menghampiri Peat dan menatapnya penuh kemarahan. Katha yang melihat kedatangan Pa, berusaha menggoda, apa Pa datang untuk mencari Kiew? Atau mencarinya karena tahu dia ada di sini?
“Tidak lucu. Aku datang untuk mencari Nai Peat. Aku datang untuk membicarakan mengenai Kiew. Jika kau tidak mencintainya, ceraikan dia. Kenapa kau masih mempertahankannya? Biarkan dia pergi dan menemukan orang yang lebih baik. Aku tidak bisa melihat temanku sedih lagi.”
“Itu urusanmu,” jawab Peat.
“Bajing**!” maki Pa dan hendak menampar Peat.

Tapi Katha menahan tangan Pa dan meminta Pa untuk bicara baik-baik. Pa marah karena dia sudah bicara baik-baik, tapi lihat respon Peat. Pa terus memarahi Peat yang tidak bersikap seperti lelaki dan pasti akan menyesalinya suatu saaat nanti. Tapi, Katha langsung menyeretnya menjauh dari sana.

Katha sangat berusaha menahan Pa untuk tidak menemui Peat hingga akhirnya Pa kehabisan tenaga. Dengan marah, Pa memperingatkan Katha untuk tidak memihak pada Peat dan Chaya.

“Iya. Aku menarikmu keluar, karena takut kalau security akan melaporkanmu ke polisi karena telah melakukan kekerasan pada karyawan mereka. Dan juga… aku ingin tahu keadaan Kiew.”
“Belum mati, tapi seperti hidup di neraka,” beritahu Pa. “Aku tahu kalau Nai Peat pasti ada rencana jahat. Ketika Kiew ingin menikahinya, seharusnya aku menghentikannya. Bagaimanapun dia sudah kalah, jadi lupakan saja. Daripada dia harus menghadapi hal mengerikan yang telah Chaya dan Nai Peat lakukan.”
“Jika saja aku menyadari sesuatu mengenai Peat dan Chaya, aku mungkin dapat melakukan sesuatu.”
“Sekarang ini, kau ti dak berniat melakukan sesuatu?”
“Aku mau. Tapi, Ai-Peat sudah berjanji padaku akan menyelesaikan hal ini secepatnya dan membuat segalanya kembali benar.”
Pa tidak percaya. Menurutnya, hal yang benar untuk dilakukan sekarang ini adalah bercerai, tapi Peat malah tidak mau bercerai. Dia merasa kalau Katha terlalu mempercayai Peat. Katha berjanji tidak akan membiarkan Peat melakukan hal yang buruk. Dia meminta Pa untuk menunggu dan lihat saja. Tapi, dari ekspresi wajahnya, Katha sadar kalau dua temannya telah melakukan hal yang melewati batas.
--

Chaya duduk di ruang tamu rumah Peat seorang diri. Saat Khun Nai pulang, dia langsung menyapanya dan menanyakan Khun Nai hendak makan apa? Dia sudah memesankan makanan dari hotel. Dan dia akan meminta Taeng untuk menyiapkannya. Khun Nai menolak, karena dia sudah makan dan menyuruh Chaya untuk makan sendiri saja.
“Taeng, tolong siapkan kopi untukku dan bawa ke ruang kerjaku ya,” perintah Khun Nai pada Taeng dan langsung ke ruangan kerjanya.
“Khun Chaya, kau masih belum mau makan? Aku bisa menyiapkan meja untukmu,” sindir Taeng.
“Aku menunggu Peat.”

Taeng dengan kosakata tidak sopan menyuruh Chaya untuk terus menunggu saja. Chaya benar-benar kesal mendengarnya.
--

Kris mempelajari dokumen-dokumen yang di berikan Peat. Dan dia menemukan ada hal yang tidak lazim di pengeluaran-pengeluaran yang di keluarkan perusahaan.
Tee masuk dan memberikan dokumen lain yang di berikan Khun Nai untuk Kris pelajari. Dan jika ada sesuatu, Kris bisa membicarakannya dengan Khun Nai dan Kris. Kris berterimakasih.
“Tapi, Khun Tee. Mengenai angka-angka ini…”
“Ada apa?”
“Tidak ada. Aku akan menanyakannya sekalian setelah selesai memeriksa-nya,” ujar Kris tidak jadi.
Dan anehnya, Tee terlihat tidak nyaman.
--
Chaya menunggu Peat pulang hingga malam. Tapi, Peat tidak juga pulang dan bahkan tidak bisa di hubungi. Hal ini membuat Chaya merasa khawatir.
Khun Nai siap dari ruang kerjanya dan hendak masuk ke kamar. Dia melihat Chaya yang masih menunggu Peat di ruang tamu.
“Paman!” panggil Chaya. “Peat masih belum pulang.”
“Lalu kenapa kau masih menunggunya? Kau tidak sehat kan? Kenapa kau tidak istirahat saja?” jawab Khun Nai dengan cuek dan lanjut naik tangga.
Chaya menahan kejengkelannya.
--

Peat tidak pulang ke rumah, karena dia pergi ke rumah Kiew. Dia memandangi Kiew terus menerus di jendela yang memperlihatkan Kiew. Dia tidak terlihat bahagia karena telah menyakiti Kiew, justru sebaliknya.
--

Esok hari,
Khun Nai memanggil Peat ke ruang kerjanya. Dia memberikan dokumen dan meminta Peat untuk pergi menggantikannya rapat di luar negeri. Dia sudah meminta Tee untuk menyiapkan segala urusan kepergian Peat (tiket, passport dsb). Peat sedikit heran, karena semuanya terburu-buru.
“Awalnya, aku berpikir untuk pergi, tapi aku sibuk dengan urusan mendadak. Dan hal lainnya, aku ingin partner perusahaan kita mengenalmu juga. sekarang, aku punya Kriss yang akan membantu pekerjaanmu. Jadi, aku memutuskan untuk membiarkanmu pergi mewakiliku.”
“Tidak masalah. Aku akan meng­handle semua pekerjaanmu,” ujar Kris pada Peat.
Dan tidak ada alasan lagi pada Peat untuk menolak pergi.
--
Malam hari,
Chaya membantu Peat untuk mempacking baju yang akan di bawanya untuk dinas keluar negeri. Chaya dengan khawatir bertanya, kapan Peat akan pulang? Dia bahkan meminta untuk ikut. Peat melarang Chaya untuk ikut karena ini adalah urusan kerja dan dia juga akan pulang minggu depan.
“Mengirim-mu pergi tiba-tiba seperti ini, aku rasa Paman Nai ingin menjauhkanmu dariku.”
“Aku juga tidak tahu. Bahkan walaupun seperti itu. Dia hanya bisa memisahkan kita berdua sementara, bukankah begitu?”
“Jangan lupa untuk merindukanku ya.”
Peat tidak menjawab. Dia malah menyuruh Chaya untuk kembali ke kamarnya, dan dia bisa mempacking bajunya sendiri. Chaya tanpa malu memohon agar bisa tidur di kamar ini bersama dengan Peat.
“Ketika aku kembali, kita akan tinggal bersama,” usir Peat secara halus. “Mimpi indah.”
Chaya menyadari kalau Peat mengusirnya secara halus dan kesal.
--
Peat sudah tiba di Seoul, Korsel. Dan menuju ke hotel yang telah di pesankan oleh Khun Nai.

Begitu masuk, Peat melihat ponselnya dan melihat wallpaper ponselnya adalah foto-nya bersama dengan Kiew. Dia menghela nafas dan memutuskan untuk mandi saja.
Tidak lama, Kiew juga tiba di Seoul. Dan dia juga menuju hotel yang telah di sediakan oleh Khun Nai untuknya beristirahat. Dia di berikan kamar hotel yang sama seperti kamar hotel Peat. Nomor 0804.

Peat masih asyik mandi tidak menyadari kehadiran Kiew di kamarnya. Kiew juga tidak menyadari ada Peat di kamar itu dan berkeliling melihat sekeliling kamar hotel. Dia masuk ke kamar tidur dan membuka cardigan-nya.
Pas dengan Peat yang keluar kamar mandi hanya memakai handuk. Mereka saling terkejut.
--
“Terimakasih Khun Cho. Aku harus merepotkanmu mengenai hal ini, tolong biarkan mereka berdua menikmati bulan madu mereka. Dan jika mereka berdua punya masalah dan tidak ingin bersama, suruh mereka untuk menelponku!” ujar Khun Nai di telepon sambil tersenyum.
Selesai telepon, dia memberitahu Tee kalau semuanya berjalan sesuai rencana. Dia juga tidak pernah menyangka akan berperan sebagai cupid seperti ini. Dia juga berterimakasih pada Tee karena sudah merekomendasikannya untuk mengirim Peat dan Kiew untuk bulan madu bersama.
“Aku pikir bahwa jika mereka berdua bisa bersama dan jauh dari orang lain, mungkin akan lebih mudah buat mereka untuk saling mengerti satu sama lain,” jawab Tee.
“Aku harap juga begitu.”
--
Kiew memakai kembali cardigannya dan hendak keluar kamar. Tapi, Peat segera menariknya dan melarangnya pergi. Dia bertanya bagaimana Kiew bisa kemari?
“Aku naik pesawat,” jawab Kiew.
“Jawab dengan benar.”
“Kalau begitu, lepaskan aku dulu!”
Tapi, Peat malah menjatuhkan tubuh Kiew ke atas tempat tidur dan menatapnya dengan tajam.
BERSAMBUNG


Post a Comment

Previous Post Next Post