Sinopsis Lakorn : Trabab See Chompo (Pink Sin) Episode 08 – 1


Sinopsis Lakorn : Trabab See Chompo (Pink Sin) Episode 08 – 1
Images : Channel 3

Selesai acara, Khun Nai mengajak Peat untuk bicara empat mata dengannya. Dia marah karena kedatangan Peat bertujuan untuk mempermalukannya dengan Kiew. Peat malah kesal karena itu kalimat pertama yang Khun Nai katakan padanya setelah tidak melihatnya untuk waktu yang lama. Khun Nai memperingati Peat untuk tidak memancing amarahnya. Tapi, Peat terus berbicara merendahkan Kiew yang bukan anak kandung Khun Nai.
“Aku benar-benar ingin tahu apa kelebihan putri tersayangmu itu sehingga kau lebih mencintainya daripada aku yang adalah anak kandungmu! Hingga kau bisa memberikan segalanya seperti ini. Tapi, lupakan saja, aku juga tidak peduli. Sekarang yang aku pedulikan hanya satu hal, wanita itu harus mengembalikan segala yang telah di ambilnya dariku.”
“Apapun yang hendak kau lakukan, aku tidak akan bisa menghentikanmu. Lakukan apapun yang kau inginkan, tapi ku peringatkan satu hal. Jangan menyakiti Kiew atau perusahaanku! Atau kau tidak bisa menyalahkanku jika aku menjadi kejam!” peringati Khun Nai.
--
Chaya kesal karena Kiew bisa menghadapi para reporter dengan baik. Tapi, dia lebih kesal lagi teringat ucapan Kriss padanya. Mengenai, apa Chaya akan mau mati kalau Peat suruh mati? Dia memang menjawab yakin kalau Peat pasti tidak akan pernah membencinya hingga ingin dia mati, tapi ucapan Kriss bahwa Peat saja bisa membenci ayah kandungnya hingga membalas dendam, apalagi pada Chaya yang hanya sebatas teman.
Kiew sendiri kesal karena sikap Peat tadi selama wawancara. Pa meminta Kiew untuk tenang, dan Kiew membalas kalau dia sudah sangat tenang sekarang. Pa mulai menggerutu dan bertanya alasan Peat pulang dan membuat kekacauan?
“Terkait ayahnya yang memintaku untuk menjadi penerus dirinya, ini masalah baru. Aku belum menjelaskannya padanya. Dia mungkin mengira kalau aku akan mencuri miliknya.”
“Lalu, kau akan menjelaskannya padanya?”
“Tidak tahu! Aku hanya tahu kalau sekarang ini aku sangat marah!”
Kiew meminta izin untuk menenangkan diri dulu pada Pa.
Saat Kiew hendak keluar dari ruang pesta, dia malah bertemu dengan Peat. Peat segera membekap mulut Kiew dan mendorongnya masuk ke dalam ruangan yang kosong. Kiew jelas heran dengan tindakan Peat.
“Aku ingin melihat wajah pembohong! Karena wajah ceria-mu, kau membuatku percaya ucapanmu 4 tahun yang lalu. Mengira kalau kau tidak ingin apapun dari ayahku. Jadi apa? Posisi penerus dari Prompitak adalah hal yang kau inginkan.”
“Aku masih memegang perkataanku.  Aku tidak pernah menginginkan harta ayah. Aku melakukan ini karena aku ingin membalas kebaikan ayah.”
“Aku tidak bodoh dan akan membiarkanmu menipuku lagi.”
“Kalau kau tidak percaya, tidak usah kita bicara. Lepaskan aku!” tegas Kiew.
Tapi, Peat menahan Kiew untuk pergi. Dia memeluk Kiew dari belakang dan membuat wajah mereka cukup berdekatan. Suasana menjadi canggung. Kiew berusaha melepaskan pelukan Peat. Tapi, Peat tidak membiarkannya dan malah mengejek Kiew yang takut untuk dekat dengannya. Kiew membantah kalau dia tidak takut, hanya saja dia tidak mau berdekatan dengan Peat untuk sedetikpun.
Peat membalik tubuh Kiew dan menegaskan kalau dia juga membenci Kiew! Kiew tidak peduli.
“Bilang padaku, siapa targetmu selanjutnya? Apa lagi yang kau inginkan dari Prompitak?”
Kiew tidak menjawab dan meminta Peat untuk melepaskannya. Kiew terus meronta dan Peat melepaskan Kiew dengan kasar, hal ini membuat Kiew terdorong ke belakang dan menabrak meja serta vas yang ada di belakangnya. Peat panik dan segera memeluk Kiew agar tidak terjatuh. Mereka saling bertatapan.
Kiew sadar dan meminta sekali lagi agar Peat melepaskannya. Jika Peat benci padanya, tidak perlu mengganggunya, karna dia juga membenci Peat! Peat malah memperlakukan Kiew dengan lebih kasar.
“Kita saling membenci. Menjadi dekat bersama itu adalah penderitaan!” tegas Peat.
Pa merasa cemas karena Kiew tidak kunjung kembali. Jadi, dia memutuskan untuk mencari Kiew. Sementara, Chaya yang kehilangan jejak Peat, menelpon Peat. Peat mengabaikan telepon Chaya. Hal ini membuat Chaya khawatir kalau Peat bersama Kiew lagi.
Peat masih terus menahan tangan Kiew agar tidak pergi. Kiew kehilangan kesabaran dan menginjak kaki Peat hingga keras. Karena injakan Kiew, Peat jadi kesakitan dan melepaskan Kiew.

Kiew langsung kabur keluar dan Peat mengikutinya. Chaya melihat hal itu. Kiew berjalan dengan cepat dan untungnya dia bertemu dengan Pa di depan toilet. Pa melihat tangan Kiew yang merah dan bertanya ada apa? Kiew tidak menjawab dan hanya masuk ke dalam toilet.
Peat kehilangan jejak Kiew. Chaya langsung menghampirinya dan berpura-pura bodoh dengan bertanya kemana saja Peat? Peat berbohong kalau dia hanya berkeliling saja.
“Apa kau punya masalah dengan wanita itu?” interogasi Chaya.
Peat tidak menjawab. Dan Chaya meminta Peat untuk jujur padanya, karena hanya dia orang yang tulus pada Peat.
“Aku bertengkar dengan wanita itu. Aku ingin tahu apa lagi yang ingin dia curi dari ayahku.”
“Dan wanita itu menyangkalnya,” tebak Chaya. “Seorang pencuri tidak akan pernah mengaku kalau dia pencuri! Cara terbaiknya … kau harus berhenti bicara dengannya. Peat, kau bisa memberitahuku, apa yang akan kau lakukan selanjutnya? Aku harus tahu, karena aku ingin membantumu.”
“Terimakasih Chaya. Tapi tidak usah, aku akan mengatasi semuanya sendiri. Aku akan membuat wanita itu keluar dari hidupku dan juga hidup ayahku.”
Chaya senang melihat ekspresi kemarahan dari wajah Peat.
Kris dan Katha melihat mereka. Katha merasa senang karena akhirnya mereka berempat akan berkumpul bersama lagi. Dia mengajak semuanya untuk berpesta merayakan reunian mereka.
--
Mereka tiba di sebuah café. Sayangnya, hanya Katha yang bersemangat sementara 3 orang lainnya tampak malas. Katha meminta mereka semua untuk bersenang-senang, tapi tetap saja mereka tidak bisa. Kris menyindir Peat yang masih tidak bisa menilai Khun Nai dan Kiew dengan baik dan penuh praduga. Peat tidak suka mendengarnya dan bertanya dengan nada merendahkan, sudah seberapa dekat Kriss dengan ayahnya dan Kiew? Hingga bisa membela mereka seperti ini?

“Hey! Peat!” marah Kriss.
“Apa?!” emosi Peat terpancing.
Katha memohon agar Kris dan Peat tenang. Sementara Chaya dengan lembut meminta Peat untuk tidak marah, dan kepada Kris, Chaya menyuruhnya untuk bicara dengan baik.
“Jangan menghinaku dan Kiew,” peringati Kris.
“Kau ingin bilang kalau tidak ada apa-apa di antara kalian? Tidak ada yang mendalam?”  

Emosi Kriss benar-benar tersebut, tetapi Peat malah semakin kurang ajar. Kriss mau tidak mau jadi meninju wajah Peat. Peat tidak terima dan balas meninju. Akhirnya mereka malah berantem di dalam café tersebut. Katha juga emosi dan berteriak menyuruh mereka untuk berantem di luar atau dia akan lapor polisi. Kriss dan Peat berhenti.
Dan…
Melanjutkannya di luar. Katha berteriak menyuruh mereka berhenti, tetapi teriakannya di abaikan.
“Kalian akan saling membunuh satu sama lain karena wanita itu?” marah Chaya. “Kalian sudah gila!”
Percuma! Mereka juga tidak mendengar kata-kata Chaya. Katha berusaha melerai, tapi malah di dorong ke belakang. Chaya maju dan berusaha memisahka mereka. Peat yang lagi emosi, menepis tubuh Chaya dengan kasar. Chaya terdorong ke belakang dan hal itu membuat Kriss dan Peat kaget.
“Aku tidak pernah berpikir kalau akan ada hari seperti ini,” ujar Chaya dengan sedih. “Kenapa harus menjadi begini?”
Peat langsung menenangkan Chaya dan meminta maaf. Sementara Kriss, dia memilih untuk pergi. Katha mengejarnya dan menawarkan untuk mengantar Kris pulang.   
“Tidak perlu. Aku bisa pulang dengan taksi.”
“Ai-Kriss. Tolong jangan marah dengan Chaya. Dan jangan marah juga dengan Ai-Peat. Kita teman…”
“Benar! Aku tidak bisa melakukan apapun! Aku tidak tahu bagaimana harus sedih. Tidak bisa marah juga dengan Nai Peat. Aku tidak bisa melakukan apapun sama sekali!” marah Kriss.

Katha melihat Kriss yang menatap Peat yang memeluk Chaya. Dia tahu yang di rasakan Kriss. “Jika kau ingin menangis, aku akan memberikan bahuku untuk tempatmu menangis,” ujar Katha.
Kriss menolak hal itu dan pergi dari sana. Katha tidak tahu harus berbuat apa lagi.
--
Kiew melihat lonceng angin hadiah dari Peat, dan teringat semua perlakuan kasar Peat padanya tadi. Kiew benar-benar kesal.

Kebetulan dia bertemu dengan Khun Nai yang sedang berjalan di taman belakang rumah juga. khun Nai mengajak Kiew bicara. Dia berterimakasih karena Kiew telah sabar menghadapi Peat tadi.
“Jika ada masalah, atau jika Peat melakukan sesuatu yang tidak pantas padamu, beritahu langsung padaku, ya.”
“Aku akan mencoba untuk tidak membuat masalah. Aku akan membuktikan kemampuanku pada Peat, kalau aku jujur. Meskipun aku harus mencoba atau bersabar, aku akan melakukannya. Jadi, ayah bisa merasa tenang dan bahagia.”
Khun Nai berterimakasih atas perhatian Kiew.
--
Chaya mengobati luka di wajah Peat dengan lembut, tapi Peat nampak sedang memikirkan sesuatu. Dengan kesal, Chaya bertanya apa yang sedang Peat pikirkan?
“Kriss menyukai wanita itu,” ujar Peat.
“Terus kenapa?” teriak Chaya.
“Aku tidak suka!” Peat balas berteriak.
“Kenapa?”
“Aku tidak mau temanku berhubungan dengan musuhku. Wanita itu munafik. Ai-Kriss tidak akan bisa mendapatkannya.”
“Terkait cinta dan masalah hati, siapa yang bisa melarang Peat?! Jika Kriss menyukai wanita itu, kau bisa apa?”
“Aku akan menghancurkannya!”
“Jangan seperti ini Peat. Kenapa tidak mengatasi hal yang lebih penting dari ini terlebih dahulu?”
“Masalah ini juga penting!”
Chaya kehilangan kata-kata. Tidak tahu harus bagaimana lagi.
--
Esok hari,
Peat datang ke perusahaan PPT. Khun Nai, Kiew dan Tee menyambutnya. Khun Nai bertanya mengenai wajah Peat (sudut bibirnya) yang memar, dan Peat menjawab kalau dia hanya melakukan latihan tinju dengan temannya. Khun Nai meminta Peat untuk lebih berhati-hati. Dia mengajak Peat untuk ke ruangannya.

Di dalam ruangan Khun Nai, Khun Nai meminta Peat dan Kiew untuk bekerja sama. Peat langsung menolak hal itu. Dia ingin pekerjaannya dan Kiew di pisahkan, dan dengan begitu mereka bisa membuktikan kemampuan mereka. Siapapun yang tidak bisa melakukannya, harus meninggalkan perusahaan. Kiew awalnya diam, tapi Peat terus menyindirnya dan akhirnya dia menyetujui taruhan itu.
Khun Nai akhirnya juga setuju. Dia meminta mereka untuk melakukan presentasi marketing untuk produk baru perusahaan dan temukan cara untuk membuat produk itu laku dalam tiga bulan. Dan dia akan membiarkan orang-orang di ruang rapat nanti yang memilih rencana terbaik di antara Kiew dan Peat.
“Kau terlihat sangat percaya diri,” komentar Khun Nai melihat ekspresi Peat. “Aku lupa. Jurusanmu sesuai dengan bidang ini.”
“Tapi, aku merasa kasihan pada seseorang. Ayah bisa membantunya jika mau. Aku bisa mengerti,” sindir Peat pada Kiew.
“Tidak perlu, yah. Aku bisa melakukannya sendiri. Agar jika aku menang, si pengecut ini tidak akan bisa membuat alasan.”
Setelah pertemuan itu, Tee membawa Kiew dan Peat ke ruangan kerja mereka. Ternyata, ruangan kerja Kiew dan Peat saling berhadapan. Kiew meminta pertukaran kantor, dan Peat menyindirnya takut.
“Aku takut jika seseorang akan mencuri ideku untuk presentasi,” sindir Kiew.
Mereka kemudian masuk ke dalam ruangan masing-masing.


Peat begitu masuk dalam ruangannya, langsung melihat ke arah ruangan Kiew. Saat Kiew menyadarinya, Peat langsung memasang wajah marah. Kiew jadi kesal.
--

Tee menghadap Khun Nai. Khun Nai bertanya pendapat Tee, di antara Kiew dan Peat, siapa yang akan menang?
“Khun Peat lulus untuk bidang ini, sementara Khun Kiew, dia sangat bertekad dan fokus. Aku rasa persentase mereka 50-50.”
“Aku juga merasa seperti itu. Tapi, aku akan lebih lega kalau Peat dan Kiew bisa bekerja sama. Bukan menjadi musuh seperti ini.”
“Jika saat ini Khun Kiew bisa membuktikan dirinya, dia mungkin bisa membuat Khun Peat menerimanya. Dan mungkin akan bersedia untuk lebih lunak.”
“Aku mempercayakanmu untuk melatih Kiew dan juga memberikan rekomendasi pada Peat juga. Aku ingin mereka berdua mampu melewati hal ini.”
Tee mengerti. Dan pamit keluar untuk meneruskan pekerjaannya.
--
Kiew memasang fotonya dan ibunya di atas mejanya. Kiew kemudian mulai mempelajari dokumen yang ada. Tapi, dia benar-benar bingung dan tidak mengerti.
--
Kriss sedang memasak di restorannya. Chaya juga datang ke sana dan menyuruh Kriss untuk memakai obat. Kriss tidak mau mendengarkan Chaya dan terus memasak. Chaya menghentikan tangan Kriss untuk mengocok bahan masakan, tapi Kriss menepisnya.
“Jika kau tidak berhenti, aku tidak mau bicara denganmu lagi,” ancam Chaya (Aisssh!!! Ancaman seperti itu terus. Berharap Kriss tidak jatuh pada wanita seperti Chaya).
Kebetulan Katha datang, tapi begitu melihat Chaya dan tampaknya mereka sedang bicara serius, Katha jadi tidak berani masuk ke dalam restoran.
“Jika kau datang hanya untuk menyuruhku minta maaf pada Peat, aku tidak akan mau!”
“Tapi kau menyakiti Peat terlebih dahulu!”
“Tapi Peat menghinaku dan Kiew duluan!”
“Berhenti berteman dengannya. Wanita itu akan menghancurkan persahabatanmu dengan Peat.”
“Mau dengan siapa aku berteman, itu terserah aku.”
Chaya marah dan menyebut Kriss sudah berubah. Dan dia menuduh kalau itu semua karena Kiew. Kriss menegaskan kalau tidak ada yang bisa merubahnya. Chaya mengancam kalau dia tidak akan peduli lagi pada Kriss.
“Sudah selesai bicara? Bisa pergi? Jadi aku bisa lanjut kerja!” usir Kris halus.

Menyadari kalau suasana menegang, Katha masuk dan menyapa dengan riang seolah tidak tahu apa yang terjadi. Tapi, Chaya mengatakan kalau dia akan pergi sekarang dan meminta Katha mengobati luka Kriss. Chaya memberikan kantong kecil berisi obat-obatan. Kris mengambil kantong obat itu dari Katha.



Post a Comment

Previous Post Next Post