Tiga orang anak SD menaiki gunung bersama untuk melihat pemandangan
dari atas sana. Michiru, dia membawa tas kedua temannya dan tas nya sendiri.
Sementara Shuta, dia mengendong Saku di punggungnya, karena kondisi Saku yang
tidak boleh terlalu kelelahan.
Yah, walaupun sebenarnya Shuta merasa sangat kelelahan dan kesulitan,
tapi dia tidak menyerah dan terus mengendong Saku sampai ke atas puncak. Dan
sesampainya diatas puncak, mereka bertiga merasa sangat terkagum- kagum melihat
pelangi yang sangat indah disana.
Enoshima Prism
Pagi hari. Jam 09.00 tepat. Jam alarm berbunyi. Dan dengan masih
setengah mengantuk, Shuta berusaha mematikan jam alarm nya. Namun Ibu masuk ke
dalam kamarnya, dan membuka tirai
jendela lebar- lebar. Sehingga mau tidak mau, Shuta pun bangun.
“Sudah dua tahun berlalu. Apa Michiru tidak pulang?” tanya Ibu sambil
memperhatikan foto-foto di lemarinya. Dan dengan acuh, Shuta menjawab bahwa
Michiru tidak akan pulang. Lalu dia berganti pakaian, memakai kemeja putih dan
jas hitam.
“Busungkan dada mu!” kata Ibu, memukul punggung Shuta dengan kuat. Lalu
dia keluar dari dalam kamar.
Sudah
lama, aku tidak bermimpi tentang masa kecilku.
Ketika Shuta keluar dari rumah nya. Tiga orang anak berlari dengan
kencang melewati nya. Melihat itu, Shuta merasa rindu dengan masa lalu nya.
Dulu
kami, selalu bertiga.
Shuta menaiki kereta. Waktu itu, sampai sebelum kematian
Saku.
Di rumah Saku. Shuta berdoa untuk Saku yang telah tidak ada di dunia
ini lagi. Setelah itu, karena disana ada terlalu banyak orang yang juga datang
untuk berdoa bagi Saku, maka Ibu Saku pun meminta agar Shuta menunggu di lantai
2 dulu. Dan Shuta pun mengiyakan.
Shuta masuk ke dalam kamar Saku. Dan melihat- lihat barang yang ada
disana. Foto-foto mereka bertiga. Dan sebuah surat dalam amplop biru.
Flash back
Suatu hari. Di tepi laut. Michiru datang menemui Shuta. Dia memberikan surat dalam
amplop biru kepada Shuta, dan meminta agar Shuta memberikan itu kepada Saku.
Dan dengan bercanda, Shuta menanyakan apa itu surat cinta. Dan Michiru
membalas bahwa bisa di bilang begitu.
Jadi Shuta pun tidak mau. Namun Michiru memaksanya.
“Apa kamu tidak datang ke pertandingan ku?” tanya Shuta.
“Kamu cemas ya, kalau Dewi kemenangan tidak datang?” canda Michiru.
“Dewi, siapa? Oh ya, mungkin aku baru bertemu Saku setelah
pertandingan,” jelas Shuta.
“Tidak apa- apa. Shuta! Jaga diri, ya,” balas Michiru. Lalu dia berlari
pergi.
Shuta menaiki sepeda untuk pulang, tapi di tengah jalan, rantai
sepedanya malah putus. Jadi dia pun pergi ke rumah Saku, untuk meminjam sepeda
Saku. Tapi karena Saku sedang tidak ada dirumah, karena ada pemeriksaan. Maka
Shuta pun meminjam sepeda dari Ibu Saku. Lalu dia memberikan surat yang
dititipkan oleh Michiru pada nya tadi.
Keesokan harinya. Shuta bertanding basket melawan sekolah lain. Tapi
sayangnya, di waktu terakhir, karena Shuta tidak berhasil menembakan bola masuk
ke dalam ring basket, maka tim Shuta pun kalah.
Ketika pertandingan telah selesai. Pelatih memanggil Shuta.
Shuta datang ke rumah sakit. Dan disana, dia melihat bahwa teman
baiknya, Saku telah meninggal. Ibu Saku menjelaskan pada Shuta bahwa Saku
terjatuh di depan stasiun, karena Saku berlari sekuat tenaga saat itu.
“Kenapa?” tanya Shuta, tidak paham.
“Dia ingin mengantar Michiru. Katanya, dia akan pergi ke Inggris untuk
belajar. Itu yang tertulis, di dalam surat. Shu-chan, tolong lihat wajah Saku
baik- baik,” jelas Ibu Saku. Kemudian dia pergi keluar dari dalam kamar, dan
menangis.
Flash back end
Shuta mengeluarkan surat itu dari dalam amplop untuk membaca nya. Tapi karena merasa ragu, maka dia pun
memasukan kembali surat tersebut ke dalam amplop. Dia tidak jadi membaca nya.
Ibu Saku datang membawakan minuman untuk Shuta. Lalu mereka berdua
duduk bersama dan mengobrol. Kemudian setelah itu, Ibu Saku mengatakan bahwa
Shuta boleh mengambil barang apapun yang ada dikamar Saku ini, sebagai kenang-
kenangan agar Saku tidak dilupakan oleh temannya. Karena menurutnya, hal paling
menyakitkan adalah saat kita dilupakan.
“Aku tidak mungkin, melupakannya,” kata Shuta dengan yakin. Dan Ibu
Saku mengucapkan terima kasih, lalu dia pamit turun ke bawah.
Shuta melihat- lihat lemari buku milik Saku. Dan disana dia menemukan
sebuah buku yang berjudul ‘Kimi mo Time
Traveler ~ Kamu juga penjelajah waktu!’. Membaca buku judul itu, Shuta
tertawa, lalu dia membukanya, dan menemukan sebuah jam tangan kecil di dalam
nya.
Distasiun kereta. Shuta memakai jam tangan kecil itu ditangannya, lalu
dia membaca buku petunjuk tersebut. Cara pakainya adalah bayangkan masa yang
ingin kamu datangin. “Apa benar bisa menjelajah waktu dengan barang seperti
ini?” gumam Shuta.
Kereta datang. Dan Shuta pun masuk ke dalamnya. Lalu dia duduk.
Kemudian saat kereta mulai melaju, Shuta memegang tangannya dengan erat dan
memejamkan matanya, dia membayangkan masa yang ingin di datanginnya.
Kereta masuk ke dalam terowongan gelap yang sangat panjang. Dan jam
tangan yang dipakai oleh Shuta berputar dengan cepat, mundur ke belakang. Lalu
pintu keluar terowongan terlihat, dan cahaya putih terang menerangin isi
kereta.
“Kenapa … kamu berpakaian seperti itu?” tanya Saku. Dan mendengar itu,
Shuta membuka matanya. Lalu melihat Saku yang duduk di depannya, dia pun
langsung berteriak memanggil nama Saku dengan terkejut.
Shuta mengikuti Saku keluar dari dalam kereta. Dan dengan masih
kebingungan, Shuta merebut koran seseorang untuk melihat tanggal berapa hari
ini. “2010… 2 tahun yang lalu,” gumam Shuta.
Saku merebut kembali koran yang Shuta ambil, kemudian dia mengembalikan
koran tersebut dan meminta maaf. Dengan masih kebingungan serta tidak percaya,
Shuta menanyakan tanggal berapa hari ini.
“20 Desember. Apa kamu baik- baik saja?” tanya Saku, heran.
“Sehari
sebelum kematianmu?” gumam Shuta dalam pikirannya.
Saku memperhatikan jam tangan yang dipakai oleh Shuta, dan mengatakan
bahwa sepertinya dia pernah melihat jam tangan itu.
“Aku datang dari masa depan,” kata Shuta, tanpa sadar. Dan tentu saja,
Saku tidak mempercayai nya sama sekali. Lalu Shuta berusaha menyakinnya, tapi
akhirnya dia menyerah, karena Saku tetap tidak percaya padanya.
“Kita harus segera berangkat, kalau terlambat Michiru pasti akan
berisik,” kata Saku, mengajak Shuta untuk cepat.
Ketika melihat Michiru ada di hadapannya, Shuta menyapanya dan
mengatakan, ‘lama tidak berjumpa’ pada Michiru. Dan mendengar itu, Michiru
merasa sangat heran, karena perkataan itu terasa seperti mereka sudah lama
tidak bertemu. Kemudian Michiru mengomentari Shuta yang berpakaian aneh.
“Hari ini dia aneh sekali, apa karena dia habis memakan jamur yang
tumbuh di belakang gedung olahraga, ya. Katanya dia penjelajah waktu,” kata
Saku mengomentari Shuta.
“Kamu mau saja makan jamur seperti itu, untunglah perutmu tidak
bermasalah,” kata Michiru mengetawai Shuta.
Benar
juga, 2 tahun yang lalu. Hari ini, aku keracunan makanan dan terkena diare.
Gara-gara itu, saat pertandingan keesokan harinnya, aku sama sekali tidak bisa
berkutik.
“Sialan Saku!” kata Shuta dulu, karena Saku membuatnya memakan jamur
aneh.
Saku menanyakan kepada Michiru, mengapa Michiru menyuruh mereka berdua untuk
datang ke sekolah. Tapi Michiru tidak mau memberitahu. Dan saat mengetahui
bahwa mereka datang untuk bersih- bersih sekolah, Shuta serta Saku pun
mengomel, karena ini seharusnya adalah pekerjaan anggota OSIS.
Namun Michiru menenangkan mereka berdua untuk tidak mengomel, karena
ini adalah sesuatu yang akan menjadi kenangan indah nantinya.
“Kalau aku tidak masalah, tapi Shuta besok ada pertandingan penting,
tahu!” kata Saku, protes.
“Kamu ada latihan basket jam berapa?” tanya Michiru.
“Sudahlah, besok kami pasti kalah,” jawab Shuta, acuh. “Aku mengincar 3
point. Tapi gagal,” kata Shuta sambil bersikap melempar bola.
Saku mengetawai Shuta, dan menceritakan kepada Michiru mengenai Shuta
yang mengaku datang dari masa depan. Buktinya adalah jam tangan mesin waktu.
Mendengar itu, Michiru tertawa dan tidak percaya juga. Lalu Michiru memotret
mereka berdua.
Setelah selesai bersih- bersih, Michiru mengajak mereka berdua untuk
berfoto bersama.
Kalau
hari ini memang benar 20 desember 2 tahun yang lalu. Maka besok. Michiru akan
pergi ke Inggris tanpa memberitahu kami.
Acara foto- foto berlanjut. Mereka bertiga terus berfoto bersama, disetiap
tempat dan disetiap sudut sekolah, tempat dimana mereka melakukan kegiatan
bersih- bersih. Lalu terakhir, didalam labor. Disana Michiru menemukan beberapa
prisma kaca kecil di dalam laci, dan dia terpikirkan akan sesuatu ide yang
bagus.
Michiru menempelkan prisma- prisma kecil tersebut ke tali. Dan kemudian
Shuta serta Saku menggantungnya di depan jendela. Lalu setelah semua selesai,
mereka duduk bersama dan memandangin cahaya yang prisma- prisma itu hasilkan
didalam ruangan.
“Aku pasti tidak akan melupakan pemandangan ini,” kata Michiru kepada
mereka berdua.
“Sebelumnya juga pernah ada hal seperti ini, kan?” tanya Shuta,
teringat akan pelangit yang mereka lihat ketika kelas 3 SD dulu. Dan Saku serta
Michiru mengiyakan.
Michiru mengambil kamera dan memotret cahaya yang prisma- prisma
hasilkan. “Waku ini… akan abadi selamanya,” gumamnya.
Tiga teman seklub basket Shuta. Ketika mereka melihat Shuta yang berada
didalam ruangan labor dari luar jendela, mereka merasa heran. Karena setahu
mereka, Shuta mengatakan bahwa dirinya keracunan makanan, sehingga dia tidak
bisa datang.
“Alasan ya.. tidak akan ku biarkan,” kata seorang teman Shuta. Lalu dia
melemparkan bola basket yang dibawanya.
“Michiru, kamu besok…” kata Shuta ingin bertanya. Tapi tiba- tiba saja
dari belakang, kepalanya terpukul bola basket. Dan lalu dia pun menghilang dari
sana.
Tags:
Enoshima Prism
Lanjut min, semangat 😀
ReplyDelete