“Saku! Berjanjilah padaku! Kamu harus membahagiakan Michiru!” kata
Shuta sambil terus mengayuh sepeda dengan sekuat tenaga.
“Apa itu? Kamu tahu…”
“Sudahlah! Berjanjilah padaku!” potong Shuta. “Walaupun pada akhirnya… kamu akan melupakan janji itu.” pikir
Shuta.
Shuta dan Saku sampai distasiun kereta, tepat disaat kereta juga tiba.
Dan mereka berteriak memanggil nama Michiru yang berada di sebrang.
Lalu ketika kereta telah berangkat, dan mereka melihat bahwa Michiru
masih berada disana, tidak masuk ke dalam kereta barusan. Maka Saku dan Shuta
langsung menghampirinya.
“Jika ingin menyampaikan perasaanmu sampaikanlah sendiri. Aku tidak
tahu harus bagaimana jika menerima surat seperti ini,” kata Saku, mengembalikan
surat yang Michiru berikan kepadanya. Lalu dia menyuruh Michiru untuk berbicara
langsung pada Shuta.
Mendengar pembicaraan mereka berdua, Shuta merasa bingung. Apalagi
Michiru hanya diam, dan sama sekali tidak menjelaskan ada apa dengannya.
Saku memberikan surat Michiru kepada Shuta, dan menyuruh Shuta untuk
membacanya. Sebenarnya, Shuta merasa tidak enak untuk membaca surat itu. Namun
karena Michiru mengangguk memberikan izin padanya, maka dia pun membaca surat
itu.
Aku titip Shuta. Tolong, ingatkan jangan terlalu banyak makan es. Saat ujian,
tiap malam tolong hubungin dia, katakan ‘Berjuanglah!’. Beri dia semangat. Saat
sebelum bertanding, bilang padanya ‘Jika kalah akan aku tertawakan’. Seandainya
dia benar- benar kalah, ajak dia ke karaoke, ya.
Sekali- kali bicarakan lah soal
penyakitmu dengannya. Mungkin… ada sesuatu yang tidak bisa kamu putuskan
seorang diri.
Yang terakhir, jika Shuta suka pada
seseorang… Tolong segera hubungin aku. Saat itu, aku akan segera terbang dari
Inggris kembali ke Jepang.
Selesai membaca surat itu, Shuta menatap pada Michiru. Dan dengan ragu,
Michiru balas menatapnya. Melihat itu, Saku tampak cemburu.
“Dengan begini aku lega. Lebih baik seperti ini,” kata Shuta. Dan
mendengar itu, Saku tidak mengerti dengan maksud Shuta.
Kereta selanjutnya tampak sudah mau tiba. Dan melihat itu, Shuta
melanjutkan perkataannya,”Michiru. Jika suatu hari kita bertemu. Tersenyumlah
padaku. Walaupun kamu tidak mengenal siapa aku. Aku pasti akan membalas senyum
mu.”
“Kamu ini bicara apa?” tanya Michiru, tidak mengerti.
“Saku. Aku titip Michiru padamu.”
“Apa kamu baik- baik saja?” tanya Saku, tidak mengerti juga.
Kereta tiba. Dan pintu kereta terbuka. Melihat itu, Shuta menatap ke
arah Michiru dan Saku, lalu dia membawa koper Michiru masuk ke dalam kereta.
“Terima kasih,” kata Michiru, tampak bingung siapa Shuta.
Kemudian setelah Michiru masuk ke dalam kereta, Shuta menyuruh agar
Saku mengikuti Michiru dan mengantarkannya ke bandara.
“Eh, siapa?” tanya Saku, melupakan siapa Shuta.
“Sampai jumpa,” kata Shuta kepada mereka berdua sambil tersenyum. Lalu
pintu kereta tertutup di depannya, dan kereta melaju pergi.
Shuta menangis. “Selamat tinggal,
Saku. Selamat tinggal, Michiru. Selamat tinggal, Diriku.”
Jam berputar mundur sangat cepat. Kembali ke masa dimana mereka bertiga
belum pernah bertemu, dan belum saling mengenal satu sama lain.
Sore hari. Didalam kelas yang
sepi. Kyoko memperhatikan Prisma kecil yang ada disana. “Aku akan mengingatmu.
Aku tidak akan melupakanmu,” katanya sambil tersenyum.
Sebuah prisma kecil tergeletak didekat pantai, dan Shuta memungutnya.
Lalu dia mendekatkan prisma itu ke dekat cahaya matahari.
Michiru dan Saku berjalan –jalan bersama di tepi pantai. Kemudian
disaat itu, ketika Michiru melihat Shuta yang sedang memegang sebuah prisma,
dia bertanya apa itu Prisma. Dan Shuta pun menjawab bahwa tampaknya itu hanya
sebuah batu kuarsa biasa, tapi indah.
“Iya, ini indah,” kata Michiru. Sambil memperhatikan prisma itu.
“Itu untuk mu saja. Aku sering menemukan nya disekitar sini,” kata
Shuta. Dan Michiru tersenyum mengucapkan terima kasih. Begitu juga dengan Saku.
Dan Shuta balas tersenyum kepada mereka berdua.
Sesudah itu, Saku dan Michiru berjalan pergi. Begitu juga dengan Shuta.
Mereka berpisah jalan, karena sekarang mereka bukan lagi sahabat, melainkan
hanya orang asing yang tidak sengaja saling bertemu dan berpapasan.
Tags:
Enoshima Prism