Sinopsis K-Drama : Arthdal Chronicles
Episode 05-1
Images by : TvN
Part
1 : The Children of Prophecy
Tagon masuk ke dalam ruangan Sanung
dan Eunseom. Dia sudah menyembunyikan sebilah pisau di kakinya, tapi sayangnya
Eunseom melihat pisau itu. Dan tanpa bisa di elakkan lagi, mereka saling
menyerang. Tapi, ternyata, Tagon tidaklah menyerang Eunseom melainkan Sanung! Dia
menusukkan pisaunya ke Sanung! Eunseom yang melihat itu, terhenyak.
Flashback
Saat
Eunseom menangkap Sanung dan membawanya ke dalam menara itu, Sanung berkata
padanya kalau dia tidak akan mendapatkan apapun. Putranya ingin dia mati. Maka,
jika dia mati, yang di salahkan adalah Eunseom.
End
Dan Eunseom melihat dengan mata
kepalanya sendiri, bahwa benar, Tagon tidaklah membunuhnya melainkan membunuh
ayahnya sendiri!
Tagon sudah hampir bergembira ketika
berhasil membunuh Sanung, tapi kemudian dia tersadar kalau yang dibunuhnya
bukanlah Sanung melainkan seorang prajurit yang di buat mengenakan pakaian
Sanung. Tagon tersadar kalau dia sudah tertipu.
Dengan sinis, dia menatap ke arah
Eunseom. Dan dari ruang sebelah keluarlah Sanung.
Arthdal Chronicles
Asa Ron melakukan ritual kepada dewa. Asa
Yon masuk dan melapor padanya kalau Tagon masuk sendiri untuk menyelamatkan
Sanung Niruha. Dan saat itu, api persembahan tiba-tiba menyala besar.
Berita mengenai Tagon yang masuk
sendiri untuk menyelamatkan Sanung juga sampai pada Hae Mihol. Hae adalah orang
pintar dan dapat menebak kalau Sanung berada dalam bahaya sekarang. Mereka
harus cepat ke sana untuk menghentikan Tagon.
--
Eunseom meminta Sanung menepati
janjinya sebagai pemimpin serikat Arthdal. Tagon tertawa sinis mendengar
Eunseom meminta ayahnya menepati janjnya.
Flashback
Sanung
melihat kalung yang di kenakan Eunseom dan bertanya, “Kau sungguh putranya Asa
Hon?”
Dan
tiba-tiba, Sanung berkata akan membiarkan Eunseom dan suku Wahan pergi. Karena
rakyat Arthdal berhutang budi pada ibu Eunseom, Asa Hon. Dia berjanji sebagai
pemimpin serikat.
End
Tagon menyindir ayahnya yang selalu
saja mencari cara agar selamat dalam situasi apapun. Sanung balas berkata bahwa
ramalah Daraburu ternyata benar. Eunseom yang melihat mereka malah saling
berbicara, berteriak agar Sanung segera menepati janjinya.
Tapi, bukannya menepati janji, Sanung
dan Tagon malah terus saling berbincang. Sanung sudah tahu kalau Tagon dan Asa
Ron berkomplot untuk menyingkirkannya. Eunseom masih terus berteriak agar
Sanung menepati janjinya, katakan pada semuanya kalau Ksatria Wahan telah
melindunginya dari Tagon.
Sanung mengabaikan Eunseom dan masih membahas
saat Tagon membunuh ibunya dan sekarang mencoba membunuhnya. Tagon beralasan
kalau dia hanya ingin hidup.
“Tidak. Jika hanya itu tujuanmu, kau
sudah pergi saat itu,” ujar Sanung.
Flashback
Dulu,
saat Tagon masih remaja, Sanung sudah memerintahkan Tagon untuk meninggalkan Arthdal.
Tapi, Tagon berlutut dan memohon agar tetap di biarkan di Arthdal. Dia bahkan
bersedia untuk membunuh mereka semua (Neanthal) karena dia tahu caranya.
End
Eunseom sudah tidak tahan dan
berteriak lagi menyuruh Sanung untuk membuka jendela dan umumkan semuanya. Tagon
langsung bicara pada Eunseom yang tidak tahu apapun mengenai Tagon.
Sanung bersiap membuka jendela dan berkata
kalau Tagon sudah habis. Saat dia mengumumkan kalau Tagon berusaha membunuhnya
yang adalah ayah kandung Tagon, maka tidak akan ada yang memihal Tagon lagi.
Tanpa di duga, Tagon tiba-tiba meminta
maaf dan memohon agar di maafkan. Dia bahkan sampai berlutut. Sanung dan
Eunseom jelas terkejut melihatnya.
Sementara di luar, suku Wahan sangat berharap kalau Eunseom akan menyelamatkan mereka. Mereka akan bisa pulang dan makan lagi. Tiba-tiba, Dalsae berkata kalau Eunseom sampai membunuh pemimpin mereka, maka rakyat Arthdal akan membalaskan dendamnya pada mereka, suku Wahan. Semua jelas menjadi semakin tidak tenang.
Tagon masih terus memohon maaf dan
bahkan membujuk Sanung untuk menuntunnya lagi ke jalan yang lurus. Sanung tidak
bisa dengan mudah percaya pada Tagon. Tagon meminta Sanung untuk memaafkan dan
memeluknya sama seperti dulu.
Saat
Tagon masih kecil, Sanung mencekiknya. Tapi, ketika dia hampir mati, Sanung
tiba-tiba berhenti. Sanung menangis dan memeluk Tagon dengan erat karena hampir
khilaf membunuh anaknya sendiri.
End
Mengingat hal itu, membuat Sanung teringat akan penyesalannya. Menerima Tagon kembali hari itu adalah kesalahan terbesar di dalam hidupnya. Dia lengah karena cinta seorang ayah dan memutuskan untuk menjaga Tagon, alih-alih membunuh atau mengusirnya. Dan itulah yang menyebabkan hal seperti ini terjadi.
Tagon tidak menyerah. Dia meminta
ayahnya lebih memilihnya daripada Eunseom yang hanyalah dujeumsaeng hina. Dia tidak
memohon belas kasihan ayahnya. Tapi, dengan menerimanya lagi, maka kekuasaan
Sanung akan semakin kuat. Jika Sanung bicara kepada rakyat sambil memegang
tangannya, maka keraguan rakyat akan mereka akan lenyap bagai salju di musim
semi. Mereka yang mengelukan namanya, akan menyebut nama Sanung lebih dahulu. Dan
kejayaan akan ada di depan Sanung. Bukan hanya itu, sekarang dia telah di kenal
memiliki kemampuan cenayang, jika Sanung memihaknya, maka Asa Ron tidak akan
bisa mengancam Sanung lagi.
Eunseom sepertinya sadar kalau Sanung
mulai goyah hingga dia berteriak agar Sanung segera membuka jendela dan melakukan
janjinya. Katakan bahwa Tagon berusaha membunuhnya dan dia lah yang
menyelamatkan Sanung.
Tagon bangkit, dan berkata : “Jika
ayah melakukan itu… Jika ayah mengkhianatiku, ayah pikir aku akan diam saja?!”
“Akan kuhentikan dia dan melindungimu!”
teriak Eunseom. “Walau harus mati.”
“Dia tidak akan menang dariku. Ayah tahu
kemampuanku.”
Sanung semakin ragu harus memihak
kepada yang mana. Sementara Eunseom bertanya pada dirinya sendiri, apa dia
benar-benar bisa menghentikan Tagon? Tagon juga merasa ragu dapat mengalahkan
Eunseom karena Eunseom berbeda, cepat dan kuat. Salah langkah sedikit saja, dia
bisa terlihat membunuh Sanung di depan semua orang.
Eunseom terkejut, apa Sanung
mengkhianatinya?
“Ayah tahu kelemahan terbesarku,”
ingati Tagon.
“Itu juga kelemahanku.”
“Ya, kebenaran itu bisa mencelakai
kita berdua. Mungkin… tidak ada alasannya bagi kita untuk saling bertarung. Sekali
ini saja. Kasihani aku sekali ini saja…,” pinta Tagon dan mengulurkan
tangannya. “Dan tolong, tuntun aku, ayah.”
Sanung ragu. Eunseom menjadi semakin
cemas. Dan… sanung melihat dengan seksama, Tagon masih memegang senjatanya di
tangan sebelahnya, walaupun dia mengulurkan sebelah tangan.
Sanung memilih untuk membuka jendela. Dia
akan memberitahu perbuatan Tagon. Tagon langsung menyerangnya. Dan Eunseom
langsung menyerang Tagon. Sayang, Tagon sangat cepat sehingga sebelum Eunseom
sempat berbuat apapun, Tagon telah menyayat leher Sanung.
“Maafkan ayah. Kau anak yang malang. Ayah
dahulu menyesal. Kini pun masih. Namun, mestinya ayah bunuh kau sejak dahulu,”
ujar Sanung dengan suara terbata.
--
“Airuju, apa yang kau tunjukkan?” doa
Asa Ron.
--
Hae Mihol dan Hae Yeobi berjalan cepat
menuju tempat Sanung di sekap. Dalam perjalanan, Hae Mihol terus bertanya di
dalam hatinya, apa alasan Sanung hingga begitu membenci Tagon? Apa alasannya?
--
Tagon tertawa senang. Dia menatap Eunseom dan bertanya, “Apa kau sungguh berpikir bisa membebaskan sukumu dengan menangkap pemimpin Serikat? Kau tahu tempat apa ini? Kau tahu apa itu bangsa? Kau tidak akan bisa menyelamatkan sukumu karena tidak tahu tempat apa ini, apa itu bangsa, dan apa yang menggerakkan dunia. Kau jelas tidak mengerti,” ujar Tagon sambil melepas jubah Sanung yang di pakai prajurit yang sudah mati itu dan memakaikannya kembali pada Sanung.
“Bagaimana kau… bagaimana kau…,” ujar
Eunseom terbata, masih shock.
“Kau tidak tahu tentang ini. Kaulah
yang akhirnya akan membunuh sukumu.”
Eunseom masih bisa bangkit dan meraih
pisaunya, “Akan ku beritahu semua orang, kau membunuh pemimpinmu,” ujarnya dan
berjalan keluar.
Tidak hanya itu, Tagon berkata bahwa
suku Wahan pun akan di bantai. Eunseom benar-benar down mendengar hal tersebut.
Dan karena itu, dia menyerang Tagon. Tapi, tentu saja kemampuan berkelahi Tagon
jelas di atas Eunseom.
“Kau istimewa. Kau tangkas. Aku terkejut
kau bisa menirukan seni bela diri Pasukan Daekan. Namun, situasinya tidak
sesederhana itu,” ujar Tagon dan meulai menyerang Eunseom.
Eunseom terjatuh dan pisaunya
terlepas. Pisau Tagon berada tepat di atasnya dan siap menusuknya. Tapi,
Eunseom bisa melepaskan diri dari pisau tersebut dengan menendang Tagon dan
kemudian melompat keluar dari jendela yang mengarah ke arah belakang.
Para rakyat mulai gelisah karena tidak
ada tanda-tanda Sanung dan Tagon. Danbyeok tidak bisa menunggu lagi sehingga dia
memerintahkan pasukannya untuk masuk ke dalam. Mereka tidak bisa hanya menunggu
Tagon. Pasukan Daekan malah masih menyuruh untuk percaya pada Tagon dan
menunggunya.
Danbyeok marah karena mereka meragukan
perintahnya dan bahkan berani menentangnya. Dia mengingatkan mereka semua,
kalau tanpa Mubaek, mereka tidak akan bisa mengalahkannya. Ini adalah Arthdal,
dan dia serta petugas pengaman akan maju.
Dengan perlahan mereka masuk ke dalam. Tapi, begitu mereka masuk, mereka hanya menemukan Tagon yang sedang menangisi mayat Sanung.
“Maafkan aku. Aku tidak bisa
menghentikannya,” ujar Tagon.
Semua langsung menangis, termasuk Danbyeok
yang tidak percaya melihat mayat ayahnya.
--
Eunseom kabur menjauh darisana dengan
Bantu.
--
Hae Mihol tiba di sana. Tapi, baru saja tiba, dia harus mendapati kabar dari para prajurit kalau Sanung Niruha telah meninggal. Semua rakyat langsung berlutut dan menangis dengan pilu. Chae-Eun jelas terkejut. Danbyeok memerintahkan agar semua gerbang masuk Arthdal di kunci dan semua tempat di geledah.
Tagon juga ada di sana dan berteriak
frustasi, seolah benar-benar menangisi kepergian Sanung.
Hae Mihol tahu kalau Tagon lah yang
telah membunuh Sanung, tapi dia tidak bisa mengatakan apapun karen aitu
hanyalah dugaannya. Suku Wahan bingung dengan situasi ini. Dan Tanya bertanya-tanya
mengenai apa yang terjadi pada Eunseom.
--
Eunseom melajukan Bantu jauh dari
sana. Dia juga tampak takut.
--
Asa Ron tiba di sana dan melihat Tagon yang menangisi Sanung. Tapi, Tagon meliriknya sekilas dan tidak tampak sedih sama sekali.
“Seperti belatung menggali masuk hati
macan yang sakit, seperti tikus menggerogoti leher burung yang jatuh. Ada
dujeumsaeng hina kabur dari sini setelah membunuh ayahku, pemimpin Serikat
Arthdal! Dia masih hidup,” teriak Tagon, sambil menunjuk ke arah Suku Wahan.
Suku Wahan terkejut karena mereka di
salahkan atas perbuatan Eunseom. Sementara Tanya menghela nafas lega karena
Eunseom ternyata masih hidup.
“Bagaimana kita balaskan dendam ayah?”
teriak Tagon.
Dan semua rakyat Arthdal langsung
berteriak agar membunuh suku Wahan. Tagon tersenyum sinis menatap Tanya. Tidak cukup
semua langsung melempari suku Wahan dengan batu. Chae-Eun yang melihatnya saja
tampak sangat-sangat tidak menduga semua ini. Rakyat Arthdal yang tidak tahu
apapun kebenarannya, terus menyerang suku Wahan.
Asa Ron menatap ke arah Tagon. Dan dalam
hatinya bertanya : “Tidak mungkin. Apakah
dia yang membunuh Sanung?”
--
Eunseom dijatuhkan Bantu di tanah
lapang dan kemudian Bantu pergi menjatuh. Dan tiba-tiba saja, Eunseom seolah
mendengar suara-suara jeritan. Tidak hanya itu, dia seolah melihat para suku Wahan
yang di aniaya dengan kejam. Di tusuk pisau. Dan Tanya yang merasa sangat frustasi
melihat para suku Wahan yang di tikam rakyat Arthdal. (dan memang itu yang
terjadi).
Eunseom sampai meringkuk ketakutan. Dan dia teringat ucapan Choseol dulu : “Kami tidak tahu apa kau akan menguntungkan suku Wahan atau akan membawa malapetaka ke atas kami.”
Dia juga teringat ucapan Tagon, kalau
dia lah yang akhirnya membunuh suku-nya sendiri. Eunseom menjerit frustasi
karna dirinya, suku Wahan di bunuh.
Dan karena rasa bersalah serta frustasi
itu, Eunseom mengambil sebuah batu dan melemparkannya hingga terpecah. Dia
mengambil pecahan yang tajam dan hendak menggunakan pecahan itu untuk membunuh
dirinya sendiri. Tetapi, saat hendak melakukannya, dia tiba-tiba melhat sesuatu
di tangannya. Di kain yang membalut tangannya. Dan tiba-tiba, dia meraba
tubuhnya.
“Tidak, mustahil,” ujar Eunseom.
--
Puas menganiaya suku Wahan, rakyat
Arthdal pun pergi, meninggalkan mereka. Para prajurit langsung memeriksa tubuh
suku Wahan yang masih hidup dan yang tidak. Mereka mengumpulkan tubuh yang
sudah tidak bernyawa.
“Ibu
Choseol. Ibu tidak tahu apapun. Tidak ada panggilan dari Serigala Putih Besar. Dia
sudah tahu… seperti apa tempat ini. Ini… bukan tempat yang seharusnya kami
datangi. Sudah berakhir. Kini, semuanya sudah berakhir. inilah akhir dari Wahan,” itu yang di pikirkan Tanya.
--
“Belum berakhir,” ujar Eunseom. “Ini…
ini bukan milikku. Tagon… Tagon,” ujar Eunseom dan membuka balutan kain di
pergelangan tangannya. “Mustahil.”
Dia melihat kain itu dan sampai jatuh
berlutut, “Ini belum berakhir. Jika kau masih hidup, bertahanlah. Ini belum berakhir.”
--
“Ayah,
beristirahatlah dengan tenang. Kudoakan ini dari dalam lubuk hatiku,” ujar Tagon di dalam hatinya.
Hae Mihol ada di sana, dan dia menatap
Tagon dengan tajam.
--
Memang bermuka dua. Begitu membunuh ayahnya, Tagon langsung pergi menemui Taealha. Taealha yang melihat Tagon kembali masih dengan kaki utuh, merasa senang karena artinya semua berjalan lancar. Haetuak yang ada di sana, juga kaget karena Tagon masih selamat. Haetuak yang sadar situasi, kemudian keluar dari kamar dengan alasan akan menyiapkan makanan.
“Aku sembunyi di sini sejak kita bertemu
di barak. Aku sangat butuh udara segar. Aku tahan napas, menunggu ini berakhir.”
Haetuak yang masih menyalakan lampu,
kaget. Begitu pula Taealha.
“Jadi, itu sungguh terjadi. Kau sungguh… melakukannya. Bagus. Kerjamu bagus,” puji Taealha dan memeluk Tagon dengan erat. Bagai anak kecil, Tagon menangis di pelukan Taealha.
Tidak hanya memeluk, Taealha juga
mencium Tagon walaupun di sana masih ada Haetuak. Haetuak yang merasa menjadi
obat nyamuk langsung keluar kamar.
Tags:
Arthdal Chronicles