Sinopsis K-Drama : Arthdal Chronicles
Episode 05-2
Images by : TvN
Part
1 : The Children of Prophecy
Eunseom kembali ke tempat persembunyiannya
bersama dengan Dotti. Dan di sana sudah ada Chae-Eun. Begitu melihat Eunseom, Chae-Eun
langsung bertanya, apa yang terjadi? Eunseom tidak menjawab dan malah balik
tanya, dimana Tagon tinggal?
Chae-Eun tidak menjawab pertanyaan
Tagon dan berteriak menanyakan apa benar Eunseom membunuh Sanung Niruha?! Dotti
yang melihat mereka bertengkar, menggenggam tangan mereka dan meminta mereka untuk
tidak bertengkar.
Eunseom sedikit tenang dan memberitahu
kalau dia tidak membunuh Sanung.
“Jadi siapa?
“Menurutmu siapa?” balik tanya Eunseom.
“Tidak mungkin. Terserah kau percaya
atau tidak. Katakan dimana Tagon tinggal.”
Chae-Eun tentu tidak mau memberitahu
apalagi Eunseom bilang ingin menemui Tagon dan bicara padanya. Eunseom memohon
agar Chae-Eun memberitahunya karena dia mempunyai cara menyelamatkan suku
Wahan.
--
Taealha bertanya alasan Tagon
membiarkan Eunseom hidup. Dia tahu kalau Tagon pasti bisa menangkap Eunseom meskipun
Eunseom itu tangkas. Tapi, kenapa Tagon membiarkannya kabur? Apa Tagon
mempunyai rencana lain?
“Tidak ada. Aku hanya tidak bisa
mengejarnya,” jawab Tagon.
“Kenapa?” bingung Taealha.
Dan dia teringat, saat mereka berciuman
tadi, dia sempat melihat paha Tagon yang terluka, dan darahnya berwarna ungu!
Taealha segera memeriksa, dan benar, paha Tagon terluka dan warna darahnya
ungu!
--
Chae-Eun tidak percaya kalau Eunseom
memiliki jalan keluar. Tidak ada yang mempercayai Eunseom setelah Eunseom
mengacaukan semuanya.
“Kau tahu kami sebut apa sukumu? Dujeumsaeng.
Hewan hina yang bisa jalan, tapi tak bisa terbang. Ayam dan sukumu. Apa kau
bodoh? Tak bisa berpikir? Kau mau temui Tagon? Kau pikir dia akan mengampuni
nyawamu?”
“Aku tahu rahasianya,” beritahu
Eunseom. “Aku bisa menjatuhkannya.”
“Rahasianya?”
“Katamu aku orang bodoh yang tak bisa
berpikir. Tidak. Aku bisa dan sedang berpikir. Kau yang bilang, aku asing di
sini, tak paham tempat ini. Namun, kukatupkan gigiku dan mencakar tanah dengan
kukuku karena aku bisa berpikir keras untuk menemukan solusi menyelamatkan
sukuku. Aku harus selamatkan mereka.”
“Lalu apa? Apa rahasia Tagon?” tanya
Chae-Eun.
“Aku melihat kelemahannya.”
Flashback
Saat
dia bertarung dengan Tagon, dia sempat mengiris paha Tagon dan darah dari pisau-nya
mengenai kain pembalut pergelangan darahnya. Darah ungu Tagon, bukan darahnya!
Dan
itu mengingatkannya atas ucapan Tagon kalau Sanung tahu kelemahannya dan itu
juga adalah kelemahannya.
End
“Apa yang kau lihat?” tanya Chae-Eun,
lagi.
“Tagon adalah…,” ujar Eunseom
tersenyum senang menatap kain di tangannya, “Tagon
adalah… Igutu. Sama sepertiku.” (Dia tidak mengucapkannya pada Chae-Eun, tapi
bicara dalam hatinya).
--
Taealha terkejut dan bertanya apakah Eunseom
melihat ini? (Waoh, berarti Taealha tahu kalau Tagon adalah Igutu). Tagon juga
tidak begitu yakin, apakah Eunseom melihatnya atau tidak. Taealha panik dan
menyuruh Tagon untuk mengingatnya.
Flashback
Saat
Eunseom kabur dan dia hendak mengejarnya, saat itu dia baru sadar kalau pahanya
terluka dan darah ungunya terlihat. Tagon panik dan segera memeriksa sekitar ruangan,
dia mengoyak baju prajurit dan mengikatkannya pada pahanya untuk menutupi
lukanya tersebut. Dia juga melihat pisau Eunseom yang tertinggal dan segera
menyembunyikannya.
Saat
itu, terdengar langkah kaki, jadi Tagon langsung berlutut di samping Sanung dan
berpura-pura menangis.
End
“Pisaunya ada padaku. Pertanyaannya, dia
lihat darahku atau tidak dalam momen singkat di tengah kekacauan itu,” ujar
Tagon.
--
Eunseom duduk sendirian. Dia masih
melihat kainnya yang berbecak darah biru.
“Jadi,
ternyata, Igutu bukan hanya aku,” ujar
Eunseom dalam hati. “Jadi, beginilah dua
anak monster bertemu.”
--
Kuil
Gunung Puncak Putih
Mubaek pergi ke kuil gunung puncak
putih dimana klan Asa berada. Dia ingin menemui Asa Sakan. Dia memperkenalkan
dirinya kepada Asa Sakan sebagai ksatria dari Suku Mulgil, Mubaek. Dia datang
untuk menanyakan sesuatu. Tapi, belum dia bertanya, Asa Sakan sudah bertanya
terlebih dahulu.
“Kau tahu tentang Cheonbuin?” tanya
Asa Sakan.
“Konon, Airuju kirim Cheonbuin, tiga
benda langit, dan menciptakan dunia ini,” jawab Mubaek.
“Apa tiga benda langit itu?”
“Pedang, lonceng, dan cermin, benar?”
“Benar. Dia juga bilang akan mengirim tiga
benda langit itu saat ingin mengakhiri dunia. Pedang untuk membunuh dunia, lonceng
untuk bergema di seluruh dunia, dan cermin untuk menerangi dunia. Tiga benda
itu akan mengakhiri dunia. Sekitar dua dekade lalu, tiga benda ini muncul
bersama di dunia. Dan semalam, lima bintang sejajar di langit. Lalu komet
muncul, menabrak bintang terbesar dalam batasan Ungu yang Terlarang,” beritahu
Asa Sakan.
“Aku tak mengerti.”
“Semalam, di Arthdal, pasti ada pria yang
membunuh ayahnya sendiri. Pria pembunuh ayahnya ini akan melawan benda langit, memastikan
dunia tak berakhir. Temukan dan bantu dia. Jika tidak, dunia akan berakhir.”
“Dunia akan berakhir? Apa tepatnya
maksudmu?”
“Dunia Saram. Tiga suku jadi Saram
karena Klan Asa bisa berkomunikasi pada para dewa. Begitulah peradaban ini dan
Serikat kita terbentuk. Jika dunia ini berakhir, kita akan kembali hidup seperti
orang biadab di zaman kuno. Pergi cari dia,” perintah Asa Kan.
“Bisa beri tahu aku… apakah Kepala
Suku, Asa Sin dan Risan menuju selatan?” tanya Mubaek.
“Ya, mungkin ke selatan.”
“Di selatan mana… Mungkinkah Iark, di
atas Tebing Hitam Besar?”
“Mungkin saja. Kenapa kau bertanya?”
tanya Asa Sakan, balik.
“Benda di sana…,” tunjuk Mubaek kepada
Totem yang ada di sana. “Apa Kepala Suku, Asa Sin, meninggalkannya?”
Mubaek keluar dari gua dengan langkah
lunglai. Dia teringat jawaban Asa Kan kalau Asa Sin menghilang bersama totem
yang di wariskan langsung kepada klan Asa dan totem yang ada di mereka
hanyalahnya totem palsu yang mereka buat setelah Asa Sin pergi. Tidak ada yang
tahu dimana aslinya.
Mubaek mengeluarkan totem yang di
temukannya di Iark, milik Suku Wahan. Totem yang sama seperti yang di miliki klan
Asa, tapi yang di miliki oleh klan Asa adalah palsu karena yang asli di bawa pergi
oleh Asa Sin. Mubaek juga ada bertanya, apa di balik Totem itu ada tertulis sesuatu
juga? Asa Kan menjawab tidak ada. Dan totem yang ada di suku Wahan, memiliki
gambar di baliknya.
(Wuaoaah. Tunggu. Jika Asa Sin, kepala
suku dari klan Asa pergi dan menuju Iark, dan bahkan meninggalkan totem di
sana. Apa mungkin, suku Wahan adalah klan Asa baru yang di bentuk oleh Asa Sin
dan Risan? Bukankah suku Wahan juga melakukan ritual tarian seperti yang di lakukan
oleh Choseol dan di ajarkannya pada Tanya? Dan Asa Moo juga melakukan tarian
untuk berkomunikasi dengan dewa.)
--
Prajurit mengumumkan kepada seluruh
rakyat. Siapapun yang bisa menangkap Eunseom akan di hadiahi delapan batang
perunggu, sepuluh pot jawawut dan juga gandum.
Danbyeok juga bertekad untuk menangkap
Eunseom yang telah membunuh ayahnya.
--
Tagon masih cemas mengenai Eunseom
yang entah melihat lukanya atau tidak. Taealha menghampirinya dan menunjukkannya
seragam putih yang akan di kenakan Tagon dalam Ollimsani hari ini. Sayangnya,
Tagon tidak terlihat antusias.
“Tagon. Aku sudah berpikir. Kau tahu
dia dujeumsaeng. Cukup menakjubkan dia bicara bahasa kita. Mungkin dia keturunan
leluhur kita. Namun, dia tetap dujeumsaeng. Sekalipun melihat lukamu, dia tak
akan tahu tentang Igutu. Mereka dari Iark. Mereka biasa tinggal di ujung
selatan. Pasti tak pernah lihat Neanthal. Tak mungkin mereka tahu soal Igutu. Sekalipun
melihat darahmu, dia hanya bisa takjub. Kurasa itu mustahil. Sekalipun tahu
soal Igutu, dia tetap tak tahu artinya jadi Igutu di sini. Apa yang diketahui
dujeumsaeng? Benar?”
Tagon sedikit tersenyum dan
berterimakasih karena Taealha begitu berusaha keras untuk menghiburnya.
“Tagon. Apa arti hari ini bagi kita? Ini
hari penting bagi kita berdua. Kau… Kau akan menjadi dewa. Karena itu aku
memilihmu, kau lakukan langkah pertama hari ini. Jangan biarkan dia alihkan
perhatianmu. Dia hanya dujeumsaeng,” ingati Taealha. “Ulat bulu unguakan menjadi kupu-kupu. Katakan bait berikutnya.”
“Di
tengah badai hujan pun, dia merentangkan sayap.”
Tagon kemudian mengaitkan jarinya
dengan erat pada Taealha.
--
Hae Mihol memarahi anak buahnya karena
belum juga menemukan Taealha. Dia yakin kalau Taealha merencanakan sesuatu,
jadi mereka harus segera menemukannya.
Tidak lama, Danbyeok tiba dan langsung
bertanya tujuan Hae Mihol mencarinya. Hae Mihol memberitahu dugannya, kalau
mungkin bukan Eunseom yang membunuh Sanung, tapi Tagon. Apalagi, Tagon saat itu
memiliki kambing hitam (Eunseom) dan tidak ada yang bisa menjadi saksi. Danbyeok
tidak yakin karena jika Tagon kemarin memilih menyelamatkan ayah mereka, Tagon
kan bisa menjadi pahlawan.
“Dia sudah jadi pahlawan. Kau lihat bagaimana orang menatap Tagon
kemarin? Jika begini, dia bisa jadi pemimpin Serikat. Jika itu terjadi, apa kau
bisa pertahankan posisimu? Kau pikir Suku Hae akan selamat? Kita harus
menghentikannya.”
“Aku tak bisa menuduh kakakku tanpa
bukti.”
“Benar. Maka kita harus temukan dujeumsaeng
itu secepatnya. Dia satu-satunya saksi.”
Danbyeok kemudian tersadar kalau dia
belum melihat Taealha. Kemana Taealha? Hae Mihol gugup and berbohong kalau Taealha
sakit dan tidak bisa menjalankan perintah Sanung.
--
Danbyeok memerintahkan pengawalnya
untuk mulai mencari Eunseom. Mereka tidak tahu wajah Eunseom, jadi mereka harus
menanyai setiap orang yang mencurigakan. Dan tanyakan hal yang dujeumsaeng
tidak tahu jawabannya. Dan juga, cari Taealha dan pelayannya, Haetuak!
--
Pengawal Hae juga merasa ini adalah situasi
genting. Situasi mereka berbeda dari Danbyeok. Jika Tagon menjadi pemimpin
serikat, dia akan meminta rahasia teknologi perunggu suku Hae. Sekarang, mereka
juga sudah kehilangan Sanung dan tidak bisa mencegah Tagon.
“Ada satu yang bisa. Hanya satu orang,”
ujar Hae Mihol.
Tanpa menunggu lama, Hae Mihol langsung
pergi menuju kediaman Asa Ron.
Dia tidak sadar kalau Gilseon adalah
mata-mata Tagon. Gilseon segera melapor pada Tagon kalau dugaan Tagon benar. Hae
Mihol pergi ke Kuil Agung. Taealha malah berkata kalau ayahnya memang mudah di
tebak.
“Sekarang giliranku,” ujar Tagon.
--
Asa Ron heran melihat Hae Mihol
menemuinya. Apalagi Mihol berkata dia ingin mengakui sesuatu.
--
Tagon menemui Danbyeok. Melihat Tagon,
Danbyeok bertanya-tanya, apakah benar Tagon membunuh ayah mereka atau tidak?
“Aku kemari untuk meminta persetujuan.”
--
Asa Ron masih bersikap sombong melihat
Mihol yang tampak tunduk kepadanya. Dan Mihol langsung berkata kalau Asa Ron
sudah berbohong mengenai Tagon yang di anugerahi kemampuan cenayang para dewa. Itu
semua ide Tagon kan? Asa Ron menyangkal hal itu.
Mihol tidak bisa di bodohi. Dia sudah
tahu kalau malam sebelum sidang keramat, Tagon menemui Asa Ron secara rahasia.
“Niruha. Awalnya, kukirim putriku,
Taealha, kepada Tagon sebagai yeomari. Namun, dia pun tertarik padanya. Dengan
kata lain, Tagon mempermainkan kita.”
“Jadi, apa maksudmu?”
--
Danbyeok bertanya persetujuan apa yang
ingin di minta Tagon. Tagon meminta agar dia di izinkan melakukan Ollimsani (ritual
pra atau pasca kematian untuk membimbing roh ke dewa – sama seperti di episode
01) untuk Sanung. Tapi, jika Danbyeok tidak mengizinkannya, dia tidak akan
melakukannya.
“Aku yakin perasaanmu sama. Ayah baru
meninggal, aku hanya bisa bahas ini bersamamu. Ayah paling percaya padamu. Kau kepala Suku
Saenyeok. Aku kakakmu, tapi aku beogeumbari (anak haram) yang tak kenal ibunya.
Aku bukan putra yang baik, tapi aku...”
“Ollimsani bagi pemimpin Serikat harus
dilakukan Pendeta Tinggi,” ujar Danbyeok.
“Aku akan minta izinnya.”
“Apa kau… membunuh ayah?” tanya
Danbyeok (laelah, mana ada yang ngaku kalau di tanya begitu langsung).
“Apa? Apa katamu?” tanya Tagon balik,
berpura-pura kaget.
“Kesatria Daekan menyerang ayah setelah
Sidang Keramat.”
“Aku harus tahu faktanya. Aku mau tahu
apa ayah menyewa orang untuk melaporkanku. Aku mau bicara padanya. Aku mau
tanya kenapa ayah lakukan itu.”
“Aku selalu memihakmu. Bahkan saat kau
masuk sendirian. Harapanku besar karena percaya padamu, juga pada kemampuanmu. Kupikir,
"Jika Tagon selamatkan ayah, konflik tahunan antara mereka mungkin
berakhir. Ayah akan membuka diri padanya." Apa aku salah? Apa kau membunuh
ayah?”
“Untuk apa aku...”
“Sebab kau muak dan bosan akan hal
itu! Aku yakin kau benci ayah. Apa kau membunuhnya?”
“Aku mau membunuh. Kau, bukan ayah. Kau,
Danbyeok. Aku ingin kau mati. Kupikir ayah akan sayang aku jika kau tiada. Kukira
itu bisa buat ayah sayang dan memperlakukanku seperti kepadamu. Sampai batuan
putih runtuh dan karang biru hancur, baik aku di Dataran Bulan atau di atas
Tebing Hitam Besar, kupikir sudah cukup perbuatanku bagi ayah untuk mengakuiku.
Namun, kini, aku tak akan dapat pengakuan itu. Kau pikir aku membunuhnya?”
“Taealha. Ayah mencuri Taealha darimu. Apa aku salah?”
“Benar. Aku memang mau membunuh… Mihol.
Aku pertama terbuka pada Taealha saat umurku 17 tahun. Mihol jadikan dia yeomari
untuk mengawasi ayah. Pria itu, Mihol, mengambil Taealha dariku. Bagai ular
licik bertaring, dia memisahkan aku dan ayah,” ujar Tagon.
Dia memutarbalikkan semua faktanya. Memanfaatkan
hati Danbyeok yang polos.
--
“Tagon ingin menjadi raja,” beritahu Mihol.
Asa Ron tidak tahu apa itu raja. Dia bahkan
bertanya apa itu yang di miliki suku Hae di dataran jauh di barat, Remus?
(ingat suku Hae adalah pendatang di Arthdal).
“Raja itu pemimpin segala, yang paling
berkuasa di bawah langit,” jelas Mihol. “Karena itu, kau harus menjadi pemimpin
Serikat. Akan kubantu.”
“Tak ada pendeta yang jadi pemimpin
Serikat,” ujar Asa Ron.
“Kansareu Niruha pernah. Akan kubujuk
tiap kepala suku. Dalam rapat suku, tuntut Tagon atas kematian Sanung Niruha dan
usir dia, lalu jadilah pemimpin Serikat,” pinta Hae Mihol.
Dan tentu saja Asa Ron yang tamak,
sangat tertarik dengan tawaran tersebut.
--
Tagon selesai menemui Danbyeok. Dia bahkan
berpura-pura goyah hingga harus di bantu Moogwang. Moogwang kemudian bertanya
pada Tagon, apa yang harus mereka lakukan pada suku Wahan?
Tags:
Arthdal Chronicles