Sinopsis K-Drama : Arthdal Chronicles
Episode 02-3
Images by : TvN
Part
1 : The Children of Prophecy
Eunseom masih mencoba mengendarai Bantu.
Tapi, Bantu tiba-tiba kabur dan masuk ke dalam hutan. Eunseom langsung berlari
mengejarnya. Dan saat itulah, dia bertemu dengan seorang suku Anja yang masih
selamat dan sedang kabur. Tapi, walaupun selamat, orang tersebut terluka sangat
parah.
Dengan keadaan terbata-bata, orang Anja
itu memberitahu apa yang terjadi. Untungnya Eunseom bisa sedikit-sedikit
mengerti bahasa Anja.
“Ada yang mau mencuri negeri?” tanya
Eunseom mengartikan yang di dengarnya.
Tapi, tiba-tiba saja, sebuah panah
terlempar ke arahnya dan mengenai pohon. Eunseom terkejut karena belum pernah
melihat senjata berbentuk panah. Dan salah seorang pasukan Daekan tiba dan
segera memanah Eunseom. Eunseom terkejut mendengar mereka berbahasa sepertinya,
dan karena itu, dia tidak sempat menghindari panah. Eunseom segera berlari
kencang menghindari panah yang terus di arahkan padanya.
Ketika dia berhasil kabur dai si pemanah,
dia malah di serang orang berpedang yang tiba-tiba muncul. Orang itu berhasil
sedikit mengiris lengan Eunseom dan terkejut karena darahnya berwarna ungu.
“Kau Igutu!” sadarnya.
Terdesak, Eunseom melawan mereka dan
berhasil membunuh 2 orang yang menyerangnya. Dia segera mengambil senjata pedang
mereka.
“Batu macam apa ini?” bingung Eunseom,
yang baru pertama kali melihat pedang.
--
Yeolson dan rombongan kembali dan
memberitahu kematian suku Anja. Dan mereka menduga kalau suku Wabi lah yang
menyerang suku Anja. Choseol berkata tidak karena dia baru saja bertemu dan
berdamai dengan suku Wabi. Tapi, tetap saja mereka menuduh suku Wabi dan ingin
berperang. Choseol tidak setuju karena perang akan menimbulkan banyak korban.
“Bukan Suku Wabi!” teriak Eunseom yang
baru kembali dalam keadaan terluka.
--
Pasukan Daekan menemukan 2 rekan
mereka yang mati. Mubaek yang melihatnya, bertanya-tanya siapa pelakunya? Dan tidak
jauh dari mereka, ada Bantu.
--
“Kabarnya mereka mau mencuri negeri,” beritahu
Eunseom.
“Mencuri negeri? Itu mustahil. Suku
Anja tak punya negeri,” ujar Yeolson.
“Memiliki negeri sama dengan memiliki
langit dan angin. Orang tak pernah dan tak bisa memilikinya, bagaimana bisa
dicuri orang?” ujar Choseol.
“Dia bohong!” tuduh Dalsae lagi.
“Dalsae, aku tak bohong,” teriak
Eunseom. “Kesatria Anja yang mengatakannya! Juga, lihat ini. Mereka diserang
pakai ini,” Eunseom menunjukkan pedang yang di temukannya. “Dan lagi… mereka
bicara bahasa kita.”
Semua suku Wahan terkejut. Dalsae tersenyum
dan berteriak dia berbohong. Untuk membuktikan perkataannya, Eunseom berkata
akan membawa ksatria Anja itu kemari.
--
Eunseom berlari kencang ke dalam
hutan. Dan Bantu mengikutinya. Mereka berlari bersama.
--
Suku Wahan dalam keadaan genting karena
perkataan Eunseom. Tapi, tetap saja, Dalsae dengan keegoisannya berkata kalau
ucapan Eunseom tidak pernah maksud akal. Dia bahkan berkata kalau hanya kebohongan
yang keluar dari bibir ungu Eunseom. Dia mempengaruhi semua suku untuk setuju
dengannya.
Tidak hanya itu, dia meminta Eunsom di
usir. Mereka harus memilih, dia atau Eunseom yang pergi. Semua langsung panik
dan mencoba membujuk Dalsae.
Saat itulah pasukan Daekan tiba. Mereka
terkejut karena pasukan Daekan menaiki kuda. Dotti (anak Suku Wahan) melihat
nya langsung berkata kalau paman Eunseom tidak berbohong. Mereka bisa menaiki
kuda.
Anak-anak suku Wahan tidak sadar
keadaan yang terjadi dan mendekati pasukan Daekan. Dan tanpa perasaan, prajurit
Daekan membunuh anak-anak itu. Kegemparan terjadi. Panah api di tembakkan. Suku
Wahan di serang, di seret dan di aniaya. Banyak orang dari suku Wahan yang
mati. Saat itu, hanya anak-anak yang berhasil kabur karena orang dewasa berusaha
menyelamatkan mereka (ah, mengiris hati. Kematian hanya karena ketidakpuasan
manusia).
Mereka di ikat kaki tangan dan kepala
di letakkan benda menyerupai tangga. Mereka akan di bawa menjadi budak untuk
Arth, termasuk Tanya. Air mata, kehilangan, kemarahan berkecamuk di setiap sudut
Wahan. Belum cukup itu saja, mereka membakar habis tempat tinggal suku Wahan,
dimana anak-anak masih ada yang bersembunyi di sana.
--
Para pembesar pasukan
Daekan beristirahat di kediaman mereka yang nyaman. Sekaligus menandai daerah-daerah
yang telah berhasil mereka kuasai.
“Aku antusias dan semangat saat kita
menuruni Tebing Hitam Besar. Menurut Legenda Aramun Haesulla, Iark mungkin
tempat kaburnya Ayah Risan dan Ibu Asa Sin. Lalu Aramun, utusan Asa Sin, juga
akan ke Iark. Karena itu aku berharap melihat Kanmoreu di sini.”
“Kanmoreu di sini?”
“Itu hanya khayalan. Kuda terhebat
sedunia ditunggangi oleh Aramun Haesulla.”
Dan Tagon tampak tertarik dengan
pembicaraan mereka.
--
Suku Wahan yang telah tertangkap, di
periksa yang masih sehat dan kemudian di paksa berjalan. Saat berada di padang,
tiba-tiba dari arah belakang, terdengar derap langkah kuda. Eunseom datang
dengan menunggangi Bantu. Melihat Eunseom dari kejauhan, suku Wahan langsung
berteriak meminta bantuan Eunseom.
Suku Wahan mulai memberontak. Eunseom menyelamatkan
ikatan mereka dan melawan prajurit yang mengawal. Daesal ternyata tidak
tertangkap dan berada tidak jauh dari sana.
Keadaan sangat genting, hanya beberapa
yang bisa kabur, dan beberapa yang tertangkap kembali. Prioritas Eunseom adalah
menyelematkan Tanya. Dia memanfaatkan keadaan saat situasi kacau dan menaikkan
Tanya ke Bantu. Mereka kabur dengan kuda.
Yangcha melihat hal itu dan segera melemparkan
rantai untuk menjerat kaki kuda, tapi Bantu berhasil menghindar dengan melompat
tinggi. Yangchan sampai terkejut. Tapi, dia tidak menyerah dan kali ini
menjerat kaki Tanya dengan rantainya. Berhasil!
Tanya terjatuh dari kuda dan di seret
dengan rantai oleh Yangcha. Eunseom segera menolong. Dia menahan rantai Yangcha
dan berusaha melepaskan rantai yang menjerat kaki Tanya.
“Pergi saja,” perintah Tanya. “Aku tak
bisa. Aku anak Komet Biru. Aku harus bersama sukuku,” ujarnya dan melihat semua
anggota suku yang di aniaya termasuk Choseol dan Yeolson. “Selamatkan dirimu. Lalu
suatu hari, kembalilah untuk kami.”
“Berikan aku nama. Beri sesuatu agar
bisa terus berjuang. Jadi, aku tak menyerah.”
Dan belum sempat Tanya mengatakan
apapun, panah di tembakkan ke arah mereka dan dia di seret dengan paksa dengan
rantai yang menjerat kakinya.
“Mimpi!” teriak Tanya, walau terseret.
“Itulah namamu. Karena kau mimpiku, juga mimpi Wahan! Jadi, kembalilah untukku,
apa pun yang terjadi.”
Eunseom tidak punya pilihan lain lagi
kecuali kabur. Dia kabur dengan menaiki Bantu. Tapi, para pasukan Daekan tidak
bisa membiarkannya dan mulai mengejar. Mubaek berhasil mendekatinya dan
mengarahkan pedangnya mendekati Eunseom. Tapi, di saat itu, Bantu menoleh dan kemudian
berlari semakin kencang.
Bantu sangat kencang, hingga kuda-kuda
lain tidak bisa mengejarnya. Bahkan tampak kuda-kuda itu tidak mau berlari
mengejar Bantu.
“Kudaku tak mau berderap. Kuda lainnya juga. Mustahil… Tak mungkin. Kuda
itu mungkin… Kanmoreu?” pikir Mubaek
--
Di kediaman Tagon, anak buahnya
memberitahu kalau Kanmoreu bukan hanya kuda yang berlari cepat.
“Bukan hanya cepat. Sejak kuda pertama
yang pernah hidup, Kanmoreu keturunan langsung dari silsilah panjang kuda
sulung. Ingatan berlarian di alam liar ada dalam otaknya. Maka kuda lain tak
bisa mendahuluinya. Kita bisa cambuk kuda kita, tapi tetap tak bisa
mengejarnya.”
“Astaga, jika Kanmoreu sungguh ada…”
“Itu cuma legenda. Itu hanya cerita
lama,” ujar Tagon.
--
“Jika kuda itu Kanmoreu… maka dia Aramun Haesulla!”
Di zaman
manusia turun dari pohon, mereka belajar memakai api dan membuat pisau tajam, menciptakan
roda dan mulai meratakan jalan, dan akhirnya belajar menanam benih dan tinggal
di satu tempat, tapi mereka tak punya bangsa atau raja. Saram tak punya impian dan
belum mencapai puncak piramida alam yang agung. Negeri nenek moyang kita yang
jaya. Tempat ini, Arth.
-Bersambung-
Tags:
Arthdal Chronicles