Sinopsis K- Drama : Tale of the Nine Tailed Episode 3 part 3

 



Original Network : tvN

Setelah masuk jauh ke dalam hutan, Ji A menyadari kalau ponselnya hilang. Dan lalu dia bertemu dengan si Dukun wanita yang tinggal di tengah hutan. Dan dengan ramah dia memperkenalkan dirinya, lalu dia menanyai jalan untuk bisa kembali ke desa. Dan si Dukun pun menunjukkan jalan nya.



“Omong-omong, berapa lama Anda tinggal di sini?” tanya Ji A, ingin tahu.

“Sudah lama sekali. Aku sudah tinggal di sini lebih lama daripada yang kamu bayangkan,” jawab si Dukun.

“Kalau begitu, pernahkah Anda melihat orang-orang ini?” tanya Ji A sambil menunjukkan foto kedua orang tuanya. “Foto ini diambil di sini bertahun-tahun yang lalu,” jelasnya dengan penuh harap.

“Tunggu. Bukankah wanita ini hamil?” tanya si Dukun seperti mengetahui sesuatu.

“Ya. Anda ingat?” tanya Ji A, bersemangat.


Ji A duduk dirumah si Dukun dan meminum teh yang diberikan padanya. Melihat Ji A meminum tehnya, si Dukun tampak lega serta puas. Kemudian dia membahas mengenai kedua orang tua Ji A.

“Bayi di rahimnya sungsang atau tali pusar melilit lehernya. Intinya, mereka berdoa kepada Raja Naga di gua untuk persalinan yang mudah,” kata si Dukun, bercerita. “Dia sungguh menjawab doa. Bahkan saat Badai Sarah menerpa, hanya pulau kami yang aman. Dahulu kami mengadakan ritual besar untuknya,” jelasnya dengan bangga.

“Seperti ritual untuk tangkapan besar sebelum para nelayan melaut?” tanya Ji A. Dan si Dukun membenarkan. “Kapan ritualnya?”

“Selama Festival Hantu.”


Mengetahui itu, Ji A teringat tentang empat kasus pembunuhan berantai yang terjadi setiap tanggal 15 Juli pada kalender bulan, dan tanggal itu merupakan hari festival hantu. Lalu dia menatap ke arah bendera yang terpasang di tiang kayu dihalaman rumah. Bendera itu ada lima warna yang melambangkan, kehidupan, kematian, penyakit, kekayaan, dan leluhur. Itu berarti pemiliknya adalah seorang dukun.

“Ini pekerjaanku,” kata si Dukun, mengakui dengan jujur.

“Dan Bu. Wanita hamil di foto ini adalah seorang dokter. Dia pasti pergi ke rumah sakit, bukan gua, jika ada masalah dengan bayinya,” kata Ji A, menunjukkan kalau si Dukun telah bercerita berbohong. Lalu diapun berniat untuk pergi.


Si Dukun menyuruh Ji A untuk duduk kembali dan dia akan memberitahukan semuanya. Dan Ji A menolak. Lalu dia menjelaskan bahwa barusan dia tidak ada meminum teh si Dukun. Karena dia tidak biasa memakan atau minum pemberian orang asing. Setelah mengatakan itu, Ji A pun berjalan pergi.

Tapi anehnya, ketika Ji A baru berjalan beberapa langkah, dia tidak bisa bergerak sama sekali. Dan kemudian dia merasa lemas serta jatuh terbaring ke lantai.

“Bukan tehnya, tapi dupanya,” kata si Dukun menjelaskan dengan bangga sambil mendekati Ji A.


Dari bayangan di cermin, wujud si Dukun berubah menjadi seorang Nenek tua berambut putih. Dan Ji A terkejut melihat itu, tapi dia sama sekali tidak bisa bergerak untuk kabur.

Lee Rang mengaku kalah. Lalu dia memberitahu Lee Yeon bahwa sebentar lagi, Ji A akan menjadi tumbal, dan waktu Lee Yeon tidak banyak. Juga ponsel Ji A ada padanya, jadi Lee Yeon tidak akan bisa menghubungi Ji A.

Mengetahui itu, Lee Yeon langsung berkonsentrasi untuk mencari bau Ji A. Tapi anehnya bau Ji A menghilang, dan dia merasa sangat bingung sekali.


Si Dukun menaburkan bubuk berwarna emas di tanah.

Lee Yeon memperhatikan langit dan melihat kalau matahari akan segera terbenam. Dengan cemas, dia berharap supaya Ji A bisa bertahan sebentar saja lagi.

Ji A berada dalam keadaan tidak sadarkan diri dan tubuh terikat.



“Sama sepertimu, ibumu datang secara sukarela ke pulau ini. Sejak dia hamil, dia memimpikan hal yang sama setiap malam. Kamu memperdaya ibumu saat berada di kandungannya,” kata si Dukun, bercerita dengan sinis.

Ternyata Ji A tidak pingsan. Dan dia mendengar jelas perkataan si Dukun.

Langit sudah berubah menjadi gelap. “Aku roh gunung yang asli, penguasa gunung dan sungai. Angkat kegelapan ini dan pandu aku ke arahnya!” perintah Lee Yeon sambil merentangkan ke dua tangannya ke alam.


Sayangnya cara itu sama sekali tidak berhasil, dan Lee Yeon merasa stress serta frustasi. Namun tiba- tiba saja pepohonan didalam hutan mulai bergerak dan ada cahaya kunang- kunang yang muncul di langit. Para kunang- kunang itu menuntunkan jalan untuk nya.

“Ayo,” kata Lee Yeon dengan bersemangat.



Si Dukun menyeret Ji A ke arah sumur. Lalu dia menyalakan lilin. “Tidak ada gunanya,” komentar si Dukun kepada Ji A yang berusaha untuk melepaskan diri dan kabur.

“Ternyata Anda,” kata Ji A dengan jijik.

“Mayat para wanita yang ditemukan di pulau ini. Semuanya tumbal yang berharga.”

“Yang benar saja,” umpat Ji A. “Hei, Bu. Itu pembunuhan.”

“Jadilah tumbal,” kata si Dukun wanita, tidak peduli. “Kamu anak yang sangat istimewa.”


Si Dukun menatap ke dalam sumur. “Kamu tidak tahu sudah berapa lama penantianku,” katanya dengan bersemangat. Lalu dia menarik Ji A dan berusaha untuk membunuh nya menggunakan pisau serta mendorong nya masuk ke dalam sumur. Dan dengan bersusah payah, Ji A memberontak.


Lee Yeon berlari dengan cepat mengikuti para kunang- kunang yang menuntun kan jalan untuknya. Kemudian ketika dia telah sampai, dia tidak bisa masuk ke dalam halaman si Dukun, karena ada garis penghalang yang menghalanginya.

“Matilah. Kamu harus mati. Kamu harus mati,” kata si Dukun sambil menahan Ji A dan mengangkat pisau di tangannya.

“Berhenti!” perintah Lee Yeon. “Jangan sentuh dia. Aku akan mencabik lengan dan kakimu,” ancamnya, mengingatkan.


“Ini tidak berkaitan dengan penguasa gunung yang lama,” balas si Dukun, tidak takut sama sekali kepada Lee Yeon. “Bagaimana jika kamu pergi saja?”

“Kata mayat hidup,” ejek Lee Yeon. “Siapa yang memberimu umur panjang yang tidak pantas kamu terima?” tanyanya dengan tegas. “Katakan siapa yang kamu layani.”

“Lagi pula, kamu tidak bisa menghentikanku. Bunga evening primrose akan menghalangimu,” balas si Dukun sambil tertawa dengan sangat bangga.


Lee Yeon mengulurkan kakinya dan berusaha untuk melewati garis yang membatasinya. Tapi sayangnya dia sama sekali memang tidak bisa lewat. Dan melihat itu, si Dukun semakin tertawa dengan keras. Lalu dia mencoba untuk menusuk Ji A. Dan Ji A menggunakan tangannya untuk menahan pisau tersebut. Sehingga tangannya pun berdarah.

Melihat itu, Lee Yeon teringat akan kematian A Eum.


Ji A memegang ujung sumur dan berusaha untuk bertahan agar tidak jatuh sepenuhnya ke dalam sumur. Dan si Dukun tidak mungkin membiarkannya, dia ingin menjatuhkan Ji A.


Lee Yeon menggunakan kekuatannya. Sembilan ekornya muncul dengan sangat indah. Membuat alam bergejolak. Melihat itu, si Dukun merasa panik.

Menggunakan kekuatannya, Lee Yeon menurunkan hujan dan lalu dia melewati garis pembantas. “Kembali ke Bumi,” perintahnya. Lalu petir menyambar si Dukun dengan kuat.



Sebelum Ji A sempat terjatuh sepenuhnya ke dalam sumur, Lee Yeon sampai didekatnya dan menariknya untuk naik ke atas permukaan.


Taluipa terkejut, ketika merasakan Lee Yeon merenggut nyawa manusia.


Lee Rang tersenyum menatap hujan.

Lee Yeon membalut luka ditangan Ji A. Lalu dia bantu menopang Ji A supaya bisa berjalan. Tapi karena Ji A sedang sangat lemas untuk berjalan, maka Lee Yeon pun langsung mengendong nya saja.


“Siapa wanita itu?” tanya Ji A, ingin tahu.

“Manusia. Manusia yang ingin hidup lebih lama,” jawab Lee Yeon.

“Aku ingin sekali memukul mulutnya,” keluh Ji A.

“Yang benar saja. Kamu hampir mati tadi,” balas Lee Yeon.

“Tapi aku tidak mati.”


Ketika Lee Yeon dan Ji A telah berjalan menjauh. Sesuatu muncul dari kedalaman sumur.


Saat Shin Joo mengetahui apa yang terjadi, dia mengomeli Lee Yeon. Dan dengan santai, Lee Yeon membalas bahwa dia hanya perlu menerima hukuman saja.

“Ini sebabnya kamu tidak boleh terlibat dengan wanita manusia,” omel Shin Joo.

Sebelum membalas, Lee Yeon memastikan tidak ada siapapun didekatnya. “Wanita ini tahu soal kehidupan lampau A Eum. Entah siapa dia, tapi aku akan mengawasinya.”

“Kisah cintamu sangat terkenal di antara kami. Mungkin adikmu yang mempermainkanmu,” balas Shin Joo. Lalu tiba- tiba dia mendengar pengumuman harga barang diskon. Dan dia merasa tertarik.

“Kamu mengambil kartu kreditku lagi?” tanya Lee Yeon dengan tegas.

“Halo? Pak Lee? Suaramu putus-putus. Pak Lee!” balas Shin Joo berpura- pura kalau sinyal sedang tidak bagus. Lalu dia langsung mematikan telpon dari Lee Yeon.

Ketika Lee Yeon masuk ke dalam kamar, Ji A sedang meminum alkohol untuk menenangkan dirinya dari kejadian yang baru saja terjadi, dan dia mengajak Lee Yeon untuk ikut minum bersamanya.

“Aku tidak pernah mengatakan apa pun karena bisa membuatku tampak kuno, tapi kamu terlalu santai denganku padahal tidak tahu berapa usiaku,” komentar Lee Yeon.

“Mereka yang berusia lebih dari 60 tahun dianggap sebagai kakek,” balas Ji A dengan acuh.



Setelah meminum segelas bir, dengan serius Ji A menanyai, kenapa Lee Yeon terus menyelamatkannya. Dan Lee Yeon tidak menjawab. Ji A lalu menebak, apakah dia memiliki sesuatu yang Lee Yeon cari.

Mendengar itu, Lee Yeon menatap Ji A dan teringat akan A Eum.



“Ada banyak pertanyaan di benakku, tapi akan kubiarkan untuk saat ini. Tapi aku akan mengatakan ini,” kata Ji A, berhenti bertanya. “Terima kasih, Yeon,” katanya dengan tulus. “Aku yang berusia 9 tahun dan yang berusia 30 tahun hidup berkat dirimu. Begini, tapi aku akan membalasnya suatu hari nanti,” janjinya.

Mendengar itu, Lee Yeon teringat lagi akan A Eum.

A Eum : “Kamu bisa mengandalkanku untuk melindungimu.”

Mengingat akan A Eum, Lee Yeon tiba- tiba saja merasa canggung menatap Ji A. Lalu diapun mulai minum- minum bersama dengan Ji A.


Para warga desa berjalan mendekati sumur.




Ditepi laut. Lee Rang memberikan sesuatu yang dibungkus dengan kain dan kertas mantra kepada seorang pria berpakain jas hitam dan kemeja putih.


Pagi hari. Lee Yeon memperhatikan kaki Pyung Hee tampak pincang sebelah. “Kamu cukup beruntung bisa hidup untuk menceritakan kisah itu. Jangan pernah mengutuk orang lagi. Karma bisa menyeramkan,” komentarnya, menasehati.

Mendengar itu, Pyung Hee merasa heran, kenapa Lee Yeon bisa tahu. Dan dia juga merasa malu.




Ji A berlari mendekati Lee Yeon dengan panik. “Kosong. Semua orang hilang. Seolah-olah seluruh desa menghilang. Bayangan manusia pun tidak terlihat.”

Mengetahui itu, Pyung Hee tampak bingung. Dan Lee Yeon merasa terkejut.



Seperti perkataan Ji A. Semua orang di desa menghilang ntah kemana.

Post a Comment

Previous Post Next Post