Original Network : tvN
Ketika Ji A
pulang dan melihat Pyung Hee sedang membaca buku, dia langsung menyadari kalau
orang itu bukanlah Pyung Hee. Mendengar itu, Pyung Hee tertawa geli. Lalu dia
berubah menjadi Lee Rang.
“Bagaimana
kamu…”
“Ini tempat terbaik untuk membaca,” jawab Lee Rang dengan santai.
Lee Rang
kemudian berjalan mendekati Ji A secara perlahan. Dan Ji A pun melangkah mundur
secara perlahan juga untuk menjauhi nya. Lalu dia menebak, apakah Lee Rang
adalah orang yang telah membunuh tiga nelayan hari ini. Dan Lee Rang meminta
bukti untuk tuduhan itu.
“Buku itu,”
kata Ji A sambil menatap buku yang Lee Rang pegang.
“Ini? Aku
suka buku klasik,” balas Lee Rang.
“Moby Dick adalah novel berdasarkan
kejadian nyata. Kapal pemburu paus yang tenggelam di abad ke-19. Dia makan dan
dimakan. Sama seperti ayah Pyung Hee,” kata Ji A, menjelaskan tebakannya.
Lee Yeon
memeriksa rumah pemilik supermarket dan menemukan lukisan yang sama di dinding
rumahnya. Lalu dia mengambil pisau buah dan mengancam si pemilik untuk menjawab
pertanyaan nya. Jika tidak, maka si pemilik tidak akan pernah bisa melempar
jala lagi. Menerima ancaman tersebut, si pemilik merasa ngeri dan menganggukan
kepalanya.
“Jelaskan
lukisan ini,” kata Lee Yeon dengan tegas.
Lee Rang
menanyai Ji A, apa motif untuk dirinya membunuh para nelayan. Dan Ji A pun
menjelaskan pendapatnya, mungkin saja Lee Rang membunuh para nelayan untuk
mengalihkan perhatiannya dan Lee Yeon. Seperti pertunjukan kembang api yang
mencolok. Dan itu untuk menyembunyikan alasan sebenarnya Lee Rang berada di
pulau ini. Mendengar analisis itu, Lee Rang langsung memuji Ji A dengan
bersemangat.
“Luar biasa.
Kamu cukup pintar untuk wanita manusia,” puji Lee Rang. “Karena jawabanmu
benar, aku harus memberimu imbalan,” jelas nya. Lalu dengan cepat dia bergerak
dan merebut foto kedua orang tua Ji A.
Melihat itu,
Ji A ingin merebut kembali foto tersebut. “Berikan itu.”
“Kenapa?
Kamu melihat mereka dalam mimpimu,” balas Lee Rang.
Ji A heran,
bagaimana Lee Rang bisa tahu tentang mimpinya. Dan dengan bisikan iblis yang
menggoda, Lee Rang menyuruh Ji A untuk bercerita dengan jujur, karena mungkin
saja dia tahu jawabannya.
“Benarkah
kamu bisa menemukan mereka?” tanya Ji A dengan ragu dan penuh harap.
“Benar.
Haruskah aku mengabulkan keinginanmu itu?” balas Lee Rang sambil tersenyum manis.
Dengan
sedikit tergagap, karena merasa takut, si pemilik menjelaskan bahwa lukisan ini
adalah lukisan raja naga. Lukisan ini berguna untuk menenangkan badai dan
mengirimkan ikan kepada nelayan. Dan mereka juga mengadakan ritual besar untuk
nya.
“Pembohong,”
klaim Lee Yeon, tidak percaya. “Akan kupotong saja,” ancamnya.
“Aku
mengatakan yang sebenarnya!” jerit si pemilik dengan panik.
“Dari mana
kamu mendapatkan lukisan ini?” tanya Lee Yeon, ingin tahu.
“Salah satu
wanita desa membelinya dari daratan untuk setiap rumah tangga. Tanya saja siapa
pun!”
Setelah
mendapatkan semua informasi yang ingin diketahuinya, Lee Yeon menghinoptis si
pemilik. Dia memerintahkan si pemilik untuk melupakan semua yang barusaja si
pemilik lihat.
Dengan
santai, Lee Yeon mengambil sebungkus makanan ringan dan menanyakan harganya.
Lalu setelah itu, dia membayar makanan nya, dan berniat untuk pergi.
“Berapa
orang yang datang sebagai bagian dari tim produksi?” tanya si pemilik,
menghentikan Lee Yeon. “Seorang pria tampan mampir dan menanyakan arah ke rumah
Pyung Hee,” jelas nya.
“Pria
tampan?” gumam Lee Yeon, berpikir.
“Aku hanya
perlu mendengar satu kata. Ya,”
bisik Lee Rang, memberikan tawaran yang menggoda.
Mendengar
itu, Ji A menutup matanya dan menenangkan dirinya. Lalu setelah tenang, dia
membuka matanya dan balas berbisik dengan tegas. “Aku menolak.”
Lee Rang
tidak menyangka dengan jawaban Ji A, dan ingin tahu kenapa. Dan Ji A pun
menjelaskan, rubah tidak pernah berutang, dengan kata lain Lee Rang pasti
menginginkan imbalan. Mendengar analisis itu, Lee Rang mengomentari betapa kaku
nya Ji A.
“Aku akan
memberimu nasihat karena itu yang kamu rasakan. Jangan bertaruh dengan tragedi
orang lain hanya untuk bersenang-senang,” kata Ji A, menasehati. “Ada sebutan
untuk orang sepertimu. Berengsek,” katanya tepat dihadapan wajah Lee Rang.
“Kamu tidak
tahu betapa aku membenci perkataan vulgar. Sebut aku begitu lagi dan aku akan
membunuhmu,” keluh Lee Rang dengan serius sambil menunjuk wajah Ji A
menggunakan jari telunjuknya.
“Kenapa aku?
Kenapa kamu mencari masalah …” tanya Ji A, kesal.
“Aku sudah
selesai bicara denganmu,” balas Lee Rang. Lalu dia berjalan pergi.
Lee Rang
tiba- tiba teringat sesuatu. Dia ingin memberikan nasihat juga kepada Ji A.
Jangan terlalu mempercayai Lee Yeon. Karena pada saat Lee Yeon menemukan
keinginannya, maka Ji A akan memohon ampun. Mendengar itu, Ji A sama sekali
tidak mengerti. Tapi Lee Rang tidak peduli dan pergi begitu saja.
Lee Yeon
pulang dengan terburu- buru. Dan melihat kepulangannya, Ji A langsung memberitahu
bahwa Lee Rang sudah pergi, dan barusan Lee Rang mengatakan bahwa ia bisa
menemukan orang tuanya. Tapi dia menolak tawaran Lee Rang. Karena Lee Yeon
adalah rubah yang dipilih nya. Mengetahui hal itu, Lee Yeon merasa sedikit
bangga.
“Itu saja?”
tanya Lee Yeon.
Ji A
mengingat perkataan terakhir Lee Rang, “Jangan
terlalu memercayai Lee Yeon.” Tapi dia tidak memberitahu Lee Yeon mengenai
ini. “Ya, itu saja,” jawabnya.
Ji A
kemudian membahas mengenai Lee Rang yang tampak nya sedang merencanakan
sesuatu. Dan Lee Yeon tahu. Lalu dia masuk ke dalam kamar nya dengan santai.
Direstoran.
Sambil makan Shin Joo terus memperhatikan Yoo Ri yang sedang makan direstoran
yang sama bersama dengan para kliennya. Melihat itu, si pemilik restoran merasa
penasaran.
“Siapa yang
memesan meja?” tanya Shin Joo.
“Ki Yoo Ri.
Dia direktur Pasaraya Moze,” jawab si pemilik.
“Tampaknya
dia tidak mandiri,” komentar Shin Joo. “Rubah yang memiliki uang dan kekuasaan
masuk dalam salah satu dari dua kategori ini. Mereka berasal dari keturunan
bergengsi seperti Pak Lee Yeon atau mereka melanggar tabu dan merenggut nyawa
manusia,” jelas nya.
Menyadari
kalau Shin Joo terus menatapnya, Yoo Ri pun balas menatapnya sambil tersenyum
dengan manis dan sopan. Dan dengan gugup, Shin Joo langsung mengalihkan
tatapannya.
Lee Yeon dan
Ji A duduk bersantai sambil menyantap mie instant bersama, dan juga sambil
mengobrol. Ji A ingin tahu, apakah Lee Yeon tidak merindukan alam. Dan Lee Yeon
langsung menjawab tidak, karena tidak ada mall disini serta dia tidak bisa
hidup tanpa kopi hitam dan es krim
cokelat mint.
“Kamu rubah
yang unik,” komentar Ji A.
“Hidup sama
saja bagi semua orang. Hanya karena para wanita ini memakai celana longgar
dengan motif bunga tidak berarti mereka berhati baik. Cari tahu dan kamu akan
menemukan berbagai rahasia kotor,” kata Lee Yeon, menasehati.
“Apa kamu
juga begitu?” tanya Ji A sambil memperhatikan Lee Yeon. “Aku hanya penasaran
bagaimana kehidupanmu selama berabad-abad.”
“Lalu
bagaimana denganmu?” balas Lee Yeon, bertanya. “Kenapa kamu mencari orang tuamu
selama ini?”
“Sederhana.
Aku merindukan mereka. Aku merindukan ibu dan ayahku,” jawab Ji A.
“Aku juga.
Aku menunggu orang yang kurindukan,” jawab Lee Yeon.
Mengetahui
itu, Ji A jadi ingin tahu tentang Lee Yeon. Dia ingin tahu, apakah orang yang
Lee Yeon rindukan adalah cinta pertama Lee Yeon. Jika iya, kenapa Lee Yeon dan
‘dia’ berpisah. Dan Lee Yeon pun menjawab, makhluk pertama yang dia cintai
adalah wanita manusia yang akhirnya mati, karena itulah dia masih merindukan nya.
“Tapi kamu
bilang kamu menunggunya. Kamu menunggu orang yang sudah mati?” tanya Ji A,
tidak menyangka.
“Dia
berjanji akan lahir kembali,” jawab Lee Yeon dengan sedih. Lalu dia
meninggalkan piringnya dan pergi. Dan Ji A menatap nya dengan tatapan bersimpati.
Yoo Ri
memperbaiki make-up nya didalam kamar mandi. Lalu setelah selesai, dia ingin
masuk ke dalam ruangan staf. Tepat disaat itu, Shin Joo datang, dan dia
mengingatkan Yoo Ri untuk tidak boleh masuk ke sana. Dan Yoo Ri meminta maaf
serta berpura- pura bahwa dia tidak sengaja. Tapi Shin Joo tidak percaya.
“Apa aku
terlihat seperti orang yang akan mencuri?” tanya Yoo Ri, membela dirinya.
“Bagaimana kalau kita berkenalan? Lagi pula, kita spesies yang sama. Aku Yoo
Ri,” ajaknya sambil mengulurkan tangannya dan tersenyum manis.
“Secara
teknis, spesies kita tidak sama. Kurasa kamu dari Rusia,” balas Shin Joo,
menolak untuk bersentuhan dengan Yoo Ri. “Bagaimana caramu datang ke Korea? Apa
kamu …” tebaknya, curiga.
Yoo Ri
menyela Shin Joo dan menceritakan kisahnya dengan sikap sedih. Dia
diselundupkan diantara pistol Makarov dan berada di dalam penerbangan selama
sembilan jam. Dan ketika telah mendarat, dia merasa ingin sekali menembak wajah
penyelundup tersebut. Sehingga dia merasa sebal, ketika mendengar orang
mengatakan bahwa dia bukan tipe yang mandiri. Mendengar itu, Shin Joo merasa
tidak enak dan sedikit bersalah.
“Kamu ingin
tahu rahasia kesuksesanku,” kata Yoo Ri. Dan Shin Joo membenarkan. Dengan
manis, Yoo Ri menyuruh Shin Joo untuk mendekat. Lalu ketika Shin Joo mendekat,
dia mencium pipinya. “Aku manis tapi juga mematikan,” bisiknya dengan suara
seksi sambil mengarahkan pistol ke arah perut Shin Joo. Kemudian dia mengambil
kalung yang Shin Joo kenakan dan pergi dengan sikap keren.
Tepat ketika
Yoo Ri telah berjalan pergi, Shin Joo langsung terjatuh dan terduduk di
tempatnya.
Shin Joo
menghubungi Lee Yeon dan menceritakan apa yang terjadi barusan. Dia merasa
frustasi karena kalungnya diambil, karena tanpa kalung itu dia tidak bisa
mengerti dengan apa yang di katakan hewan.
“Itu
hukumanmu karena mengaku sebagai dokter hewan terhebat,” komentar Lee Yeon
dengan acuh. “Pencuri yang mematikan? Tidak ada yang lebih menyedihkan daripada
dibutakan oleh kecantikan wanita …”
“Tapi
hidupmu juga hancur karena jatuh cinta pada wanita cantik,” balas Shin Joo,
tidak mau kalah. Dan dengan keras, Lee Yeon langsung membentaknya.
Dengan
lemas, Shin Joo kembali membahas inti masalah. Apa yang harus dilakukannya
sekarang. Dan Lee Yeon memberitahukan cara yang sederhana, yaitu rebut kembali
kalung tersebut.
“Aku tidak
bisa. Dia membawa pistol,” kata Shin Joo.
“Kamu rubah.
Bagaimana bisa pistol membuatmu takut?” balas Lee Yeon, tidak mengerti.
“Kamu tahu
aku trauma setelah ekorku ditembak oleh seorang pemburu. Kembalilah segera,” rengek
Shin Joo, memohon. Dan Lee Yeon tidak mau peduli.
Ketika Lee
Yeon berbalik, dia merasa heran melihat ke atas.
Ditepi laut.
Si Dukun wanita memasang tiang- tiang kayu dengan kain- kain putih. Lalu dia
berdoa ke arah laut dengan wajah tersenyum.
Lee Yeon
merasa heran, kenapa ranting- ranting kayu di pohon banyak yang patah. Dan dia
merasa itu pasti sangat menyakitkan. Lalu diapun memperbaiki beberapa ranting
yang masih bisa di selamatkan.
“Semoga kamu
tumbuh dengan baik,” kata Lee Yeon, berharap untuk si pohon.
Lee Yeon : “Angin berembus
dari barat laut. Ada yang datang.”
Ji A
menghubungi rekan Pyo, dan menanyai, apakah rekan Pyo sudah menemukan apa yang
di suruhnya. Dan rekan Pyo pun memberitahukan apa yang ditemukannya. Ada empat
kasus yang terjadi, tidak lama setelah Perang Korea berakhir. Mendengar itu, Ji
A teringat perkataan si gadis penjaga hutan.
“13 Agustus
1954. 25 Agustus 1961. 6 September 1979. 7 September 1987,” kata rekan Pyo,
memberitahukan tanggal kejadian kasus secara berurutan. Dan Ji A langsung
mencatanya. “Selisih tanggalnya sangat jauh, tapi ini kasus pembunuhan
berantai.”
“Hari apa?”
tanya Ji A.
“Jumat,
Jumat, Kamis, dan Senin.”
Mendengar
info itu, Ji A langsung berpikir keras dan memeriksa kalender di ponselnya.
“Kalender bulan. Semuanya terjadi pada 15 Juli berdasarkan kalender bulan. Jika
aku benar, semuanya terjadi di tanggal yang sama,” jelas Ji A, menemukan
petunjuk. “Dan hari ini harinya.”
Mengetahui
itu, rekan Pyo merasa khawatir kepada Ji A, dan menyuruh Ji A untuk segera pergi
dari pulau tersebut. Dan Ji A semakin penasaran, apa yang sebenarnya terjadi di
pulai ini.
Tepat disaat
itu, Jin Shik muncul, dan Ji A pun mendekatinya untuk bertanya- tanya. Tapi Jin
Shik malah berlari menghindarinya dengan sikap ketakutan. Dan Ji A pun
mengejarnya. Lalu ketika Jin Shik terjatuh, dia ingin membantunya. Tapi Jin
Shik malah melukai nya dan ingin memukul nya menggunakan palu.
Untung saja,
tepat disaat itu, Lee Yeon datang dan menyelamatkannya.
Ketika Lee
Yeon ingin memukul Jin Shik menggunakan palu, Ji A langsung meneriakinya untuk
berhenti. Dan Lee Yeon pun berhenti. Lalu Jin Shik langsung berlari dan kabur.
Dengan
perhatian, Lee Yeon mengobati bahu Ji A yang terluka menggunakan daun- daunan
yang ditumbuk. Dan Ji A mengeluh panas. Lalu tiba- tiba saja kulit Ji A yang
terluka berubah menjadi bersisik seperti ular. Dan kemudian Ji A mencekik leher
nya.
“Lama tidak bertemu, Yeon,” sapa Ji A yang kerasukan. “Ini aku. Orang yang kamu tunggu. Tapi izinkan aku menanyakan sesuatu,” katanya sambil membelai wajah Lee Yeon dengan halus. “Kenapa kamu membunuhku? Hubungan buruk kita akan berakhir jika kamu tidak menghentikan perahunya menyeberangi Sungai Samdo,” kata nya dengan tajam.
“Tidak. Wanita itu terlahir dengan wajah yang hanya
bisa kukenali. Dan aku tidak melihatnya dalam dirimu,” balas Lee Yeon dengan
sangat yakin.
“Kamu
benar-benar tidak tahu apa pun, Yeon,” komentar Ji A dengan geli. Lalu dia
semakin mencekik leher Lee Yeon. Tapi kemudian tiba- tiba saja dia kembali ke
kesadarannya, karena dia merasakan panas yang sangat di lukanya. “Apa yang kamu
lakukan kepadaku? Itu sangat panas,” keluh nya.
“Bekas lukanya hilang.” Lee Yeon merasa heran melihat luka di bahu Ji
A telah menghilang. “Siapa kamu?” tanyanya dengan dingin. “Jawab aku,”
tuntutnya. “Siapa kamu?” bentaknya, bertanya.
“Ini aku, Ji
A. Aku Ji A,” jawab Ji A sambil menatap Lee Yeon dengan heran.
Lee Yeon
menyadari sesuatu. Dia mengambil batu di dekatnya dan melemparkan itu kepada
Lee Rang yang berada dibelakang nya. Dan Lee Rang menangkap batu tersebut
dengan sikap santai.
Lee Yeon
kemudian menarik tangan Ji A dan membawanya untuk berlari pergi. Tapi Ji A
tiba- tiba malah berhenti begitu saja. Ji A berhenti karena teringat fotonya
tertinggal. Dan Lee Rang menggunakan kesempatan itu untuk melemparkan batu ke
arah Ji A. Untung nya, Lee Yeon bertindak dengan cepat dan berhasil melindungi
Ji A.
Melihat Lee
Yeon melindungi nya menggunakan tubuhnya Ji A merasa kaget. Dan Lee Yeon
tersenyum dengan bangga. Lalu dia menyuruh Ji A untuk segera lari.
“Apa yang
terjadi? Apa kalian berpacaran?” tanya Lee Rang dengan sikap santai. Lalu dia
mulai berlari dengan sangat cepat ke arah Lee Yeoon dan Ji A.
“Cepat.
Cepat lari,” perintah Lee Yeon sambil mendorong Ji A untuk pergi. Kemudian dia
berusaha untuk menghentikan Lee Rang yang sudah mendekat. Dan Ji A pun segera
berlari pergi.
Lee Rang
sekali lagi mencoba mengejar Ji A, ketika dia berhasil lepas dari Lee Yeon. Dan
Lee Yeon sekali lagi mencoba untuk menahan Lee Rang. Dan Ji A mengambil barang-
barangnya serta segera berlari secepat mungkin.
Lee Rang
menyuruh Lee Yeon untuk minggir. Dan Lee Yeon menolak serta mengajak Lee Rang
untuk bermain dengan nya saja. Dan Lee Rang mengeluh bahwa ini adalah kekerasan
dalam keluarga.
“Saat anak
tidak berperilaku baik, mereka harus dipukul. Tapi karena aku tidak melakukan
itu, kamu menjadi bedebah,” kata Lee Yeon sambil menunjuk Lee Rang.
“Kamu terus
menyalahkanku padahal kamu yang menjadikanku yatim piatu,” balas Lee Rang.
“Aku harus
memberimu pelindung mulut Natal tahun ini,” gumam Lee Yeon dengan capek.
Kemudian Lee Yeon dan Lee Rang kembali bertarung lagi.