Lee Yeon
membantu mengobati luka di bahu Ji A. Dan Ji A merasa sangat kepanasan dibagian
lukanya. Lalu tiba- tiba sikapnya berubah dratis. Dia mengulurkan tangan nya
dan mencengkram leher Lee Yeon.
“Lama tidak bertemu, Yeon,” sapa Ji A.
12 Jam lalu
Nelayan
penggosip pertama, dia merasa sangat kehausan sekali sampai dia meminum banyak
air botol. Tapi walaupun sudah minum sangat banyak, dia masih merasa belum
puas. Jadi dia meminum air keran di kamar mandi. Namun kemudian air malah mati.
Jadi dia memasukkan wajah nya ke dalam kloset untuk meminum air yang berada di
dalam sana, tapi akhirnya dia tidak bisa mengeluarkan kepalanya sama sekali
dari dalam kloset. Sehingga diapun mati tenggelam di dalam sana.
Lee Rang
mengambil boneka jerami dengan foto Nelayan penggosip pertama, yang mengambang
di lautan. Di boneka jerami tersebut tertulis tulisan kutukan Kematian.
"Bab 3, Rahasia Raja Naga"
Ji A
memeriksa mayat Nelayan penggosip pertama, dan dia merasa heran, ketika
mengetahui kalau si Nelayan mati karena tenggelam didalam kloset. Dan perut nya
juga sangat gembung karena air.
“Ini yang
dia dapatkan setelah mengorbankan dirinya,” komentar Kapten kapal sambil
mencoba untuk menghubungi polisi. Dan Ji A ingin tahu apa maksud nya. “Dia
berada di kapal nelayan, Galaxy, yang terbalik itu.”
“Kalau
begitu, dia ada di kapal itu bersama ayah Pyung Hee,” kata Ji A, menyimpulkan.
“Ya,
totalnya ada empat orang.”
Dengan santai, Lee Yeon kemudian datang sambil meminum sebotol susu. Dan ketika dia melihat mayat Nelayan penggosip pertama, dia merasa jijik, karena si Nelayan sangat bau, seperti bau ikan busuk.
“Tapi
tubuhnya belum membusuk,” kata Ji A, heran. Dan Lee Yeon pun memeriksa tubuh
Nelayan penggosip pertama. Lalu dia menemukan rambut di genggaman tangannya.
Dan rambut itu berwarna hitam, kepadahal rambut si Nelayan berwarna putih
karena sudah beruban.
“Aku mencium
bau laut dan bau samar selimut dari rumah itu,” kata Lee Yeon, sampai mengendur
rambut tersebut dengan perasaan jijik.
“Rumah itu?
Maksudmu, rumah Seo Pyung Hee?”
Dipinggir
laut. Pyung Hee melakukan ritual untuk mengutuk orang. Dia menaruh tulang
binatang di sekelilingnya. Dia membuat dua boneka jerami dan menempelkan foto
orang di sana. Lalu dia menusuk jarinya dan membiarkan darahnya menetes ke
boneka jerami tersebut.
Ada sebuah
artikel yang berjudul 'Nelayan Hilang Pulang setelah 28 Hari'. Ada empat orang
yang menaiki Galaxy yang tenggelam. Tapi hanya ada tiga orang yang selamat. Salah
satu orang yang selama itu adalah si Nelayan penggosip pertama. Dan orang yang
tidak di temukan adalah Pak Seo, Ayah Seo Pyung Hee.
“Tampaknya
dia tidak akan menjadi yang terakhir,” kata Lee Yeon dengan yakin.
“Maksudmu
ada lebih banyak orang yang mungkin akan mati? Kalau begitu, kita harus pergi,”
ajak Ji A. Dan Lee Yeon menolak, karena itu bukan tugas nya. Tapi Ji A memaksa
nya untuk ikut.
Penyintas
kedua Galaxy, Jin Shik. Dia merasa sangat ketakutan sekali, sehingga dia
mengunci seluruh pintu dan jendela dirumahnya. Lalu dia masuk dan bersembunyi
di dalam tenda sambil memegang palu untuk melindungi diri. Kemudian tiba- tiba
saja sebuah bayangan lewat di depan tenda. Dan Jin Shik merasa sangat
ketakutan.
“Jin Shik.
Ini aku,” kata si bayangan.
“Pak Seo?
Kamukah itu Pak Seo?” tanya Jin Shik dengan gemetar.
Pak Seo
terus- menerus memanggil nama Jin Shik. Jadi akhirnya, Jin Shik pun
memberanikan dirinya untuk keluar dari dalam tenda. Tapi tidak ada siapapun
diluar. Lalu ketika dia berbalik untuk melihat ke belakang dia melihat sebuah
bayangan, dan dengan ketakutan, diapun langsung berlari kabur dari dalam
rumahnya sendiri.
Nelayan
penggosip kedua, yang merupakan penyintas ketiga Galaxy. Dia merasa sangat
kelaparan, sehingga dia memakan semua makanan yang berada di dalam kulkasnya.
Tapi walaupun begitu dia tetap tidak bisa merasa puas.
Ada satu
kesamaan dirumah Jin Shik dan dirumah Nelayan penggosip kedua. Dirumah mereka
berdua terdapat lukisan dewa berpakaian merah dan berjanggut putih.
Ji A datang
ke rumah Nelayan penggosip kedua. Ketika dia melihat ada asap yang keluar
dicerobong dapur, dia tahu kalau si Nelayan ada didalam rumah, jadi diapun
mengentuk dengan sopan. Tapi Lee Yeon yang tidak sabaran, dia langsung
menendang pintu rumah.
Si Nelayan
penggosip kedua merasa terkejut ketika mendengar suara pintu di tendang. Jadi
diapun berhenti makan dan mengambil pisau untuk melindungi dirinya. Tapi
melihat itu, Lee Yeon sama sekali tidak takut, malahan dengan santai dia duduk
di kursi dan langsung menanyakan apa yang ingin di ketahui nya. Dan dengan
emosi, si Nelayan mengusir Lee Yeon untuk keluar dari rumah nya.
“Aku ingin
kamu menjawab pertanyaanku dengan sopan. Jika tidak, aku akan mulai mematahkan
jari-jarimu,” ancam Lee Yeon sambil memelintir tangan si Nelayan yang
mengarahkan pisau ke arah nya. “Apa yang terjadi di kapal itu?”
“Kami
menghadapi badai yang tidak terduga hari itu. Prakiraan cuacanya salah,” jawab
si Nelayan dengan ekspresi memelas, karena kesakitan.
“Lalu kenapa
hanya tiga orang yang selamat?” tanya Lee Yeon, lagi.
“Pak Seo
terbawa ombak. Dan kami tersesat di laut. Hanya itu yang kuingat,” jawab si
Nelayan dengan jujur. Dan ketika Lee Yeon menekan tangannya. “Aku bersumpah!
Saat bangun, aku berada di pantai,” jeritnya dengan panik.
“Baik. Kumulai dengan kelingkingmu,” ancam Lee Yeon, serius.
Ji A
menghentikan Lee Yeon dan mulai gantian bertanya. “Anda melewatkan 28 hari di
sekoci itu tanpa makanan atau air. Tidak mengherankan Anda hilang akal. Cahaya
matahari yang terik akan membakar kulit Anda. Bahkan dengan perut kosong, aku
yakin Anda terus mabuk laut. Anda mungkin muak menunggu seseorang datang
menyelamatkan Anda, dan aku yakin makin memikirkannya, Anda makin marah. Kenapa aku? Kenapa? “ kata nya,
menyerang si Nelayan secara psikologis untuk membuatnya mengingat kejadian hari
itu.
“Diam!”
teriak si Nelayan sambil menutup kedua telinga nya.
“Hari kelima
mungkin hari terburuk karena sama sekali tidak hujan. Pertama, Anda akan
mengalami dehidrasi,” kata Ji A, terus lanjut berbicara. Dan secara perlahan si
Nelayan mulai mengingat apa yang terjadi hari itu.
Setelah
beberapa hari berada diatas kapal yang mengambang tidak menentu ditengah
lautan. Si Nelayan penggosip pertama mulai merasa sangat kehausan. Si Nelayan
penggosip kedua mulai merasa sangat kelaparan. Begitu juga dengan Jin Shik. Sementara
Pak Seo yang kaki nya terluka, dia menatap foto putrinya, Pyung Hee, dengan
penuh kerinduan, dia sangat yakin kalau Pyung Hee sekarang pasti sangat
khawatir.
Lalu
kemudian, si Nelayan penggosip pertama, si Nelayan penggosip kedua, dan Jin
Shik. Mereka bertiga mulai menatap Pak Seo dengan tatapan ganas.
“Tapi ini
aneh. Anda kelaparan selama 28 hari, tapi berat badanmu tidak merosot,”
komentar Ji A.
“Anda tidak
punya Wi-Fi, jadi, tidak bisa memesan makanan,” kata Lee Yeon, menambahkan.
“Apa yang
Anda makan?” tanya Ji A dengan serius.
Si Nelayan
penggosip kedua merasa sangat panik dan gugup. “Hentikan! Aku… Aku tidak
melakukannya. Bukan aku. Aku tidak melakukannya,” katanya secara berulang-
ulang.
“Ada
apa dengan kalian? Apa yang kalian lakukan?” tanya Pak Seo, merasa ngeri
melihat tatapan seram dimata ketiga temannya. “Jangan lakukan ini. Kumohon,”
pintanya, ketakutan.
Namun
mereka bertiga sama sekali tidak peduli dan membunuh Pak Seo. Demi bisa
bertahan hidup.
Si Nelayan
penggosip kedua mulai bertingkah gila. Dia tertawa seram dan mendekati Ji A
yang dilihatnya sebagai daging. Dan Lee Yeon pun langsung mendorong si Nelayan.
“Daging.
Dagingku. Berikan …” kata si Nelayan. Kemudian tiba- tiba dia tercekik sendiri
dan mati.
Melihat itu,
Ji A merasa sangat terkejut. Dan saat dia memeriksa tubuh si Nelayan penggosip
kedua. Dia menemukan rambut hitam didalam genggaman tangannya.
Seo Pyung
Hee menangis dengan sedih untuk Ayahnya. Lalu Lee Rang datang dan berdiri
disebelahnya. Dia menyuruh Pyung Hee untuk berhenti menangis, karena keinginan
Pyung Hee sudah terkabul. Hanya tersisa satu orang saja. Kemudian dia
menanyakan, apa imbalan untuk nya.
Taluipa
merasa sangat kesal, karena ada yang mengacaukan daftarnya lagi. Mendengar
amarahnya itu, Hyeonuiong yang sedang menyiram tanaman diatas langsung berlari
terburu- buru dan menghampirinya.
“Astaga. Ada
kesalahan,” komentar Hyeonuiong, melihat tanda peringatan di komputer daftar
jiwa.
“Seseorang
yang tidak ada di daftar baru saja mati lagi,” teriak Taluipa, marah.
“Sayang,
jangan terlalu histeris tentang itu,” kata Hyeonuiong, menenangkan. Dan Taluipa
menatapnya dengan tajam. “Tidak, maksudku, jangan terlalu tertekan. Aku salah
mengucapkannya,” katanya dengan pelan. Lalu dia memijat bahu Taluipa untuk
membuatnya supaya jangan terlalu marah.
Taluipa
merasa curiga terhadap sikap Hyeonuiong, dia menebak kalau Hyeonuiong pasti
barusaja menonton drama korea, selagi dia sibuk bekerja. Dan Hyeonuiong
langsung menyangkal serta menjelaskan bahwa barusaja dia menyirami Pohon
Euiryeong. Dan Taluipa tidak percaya, karena tidak mungkin menyiram pohon
selama tiga jam.
“Sayang,
ketekunanku tidak penting. Daftarnya berantakan,” kata Hyeonuiong dengan suara
keras dan gugup untuk melindungi dirinya. “Aku akan segera memperbaiki
statistik mortalitas regional. Tunggu di sini sebentar,” katanya, kemudian dia
langsung kabur.
“Aku
penasaran masalah apa yang akan terjadi,” gumam Taluipa sambil memperhatikan
data di komputernya.
Ji A datang
ke rumah Jin Shik. Tapi Jin Shik sama sekali tidak ada dirumah. Dan ketika dia
memeriksa rumah Jin Shik, dia merasa merinding melihat satu lukisan yang ada
disana.
Ji A : “Aku melihat
banyak lukisan saat mengumpulkan informasi untuk acara TV-ku. Tapi aku belum
pernah lihat lukisan yang membuatku merinding begini. Entah kenapa. Ada yang
hilang dari gambar ini.”
Ji A
melakukan pencarian di internet dan menemukan lukisan yang mirip dengan lukisan
dirumah Jin Shik. Nama lukisan itu adalah Lukisan Raja Naga.
Tepat disaat
itu, Lee Yeon tiba- tiba masuk ke dalam rumah dan mengkagetkan Ji A. Tapi Lee
Yeon sama sekali tidak merasa bersalah dan hanya mengatakan kata ‘maaf’ sebagai
formalitas saja.
“Dua orang
tewas. Kenapa kamu tidak bisa memberiku reaksi yang lebih masuk akal?” keluh Ji
A, karena melihat Lee Yeon memakan cemilan dengan santainya.
“Tahukah
kamu berapa orang di Joseon yang tewas selama 50 tahun perang?” balas Lee Yeon,
bertanya. “3,5 juta orang. Aku sudah melihat lebih banyak kematian daripada
semua perusahaan pemakaman di negara ini.”
“Aku yakin
ada setidaknya satu kematian yang membuat hatimu sedih di antara 3,5 juta orang
itu,” balas Ji A, tanpa bermaksud apapun. Tapi itu membuat Lee Yeon tiba- tiba
teringat akan kematian A Eum.
Ji A
mengajak Lee Yeon untuk sama- sama memperhatikan Lukisan Raja Naga. Dan Lee
Yeon mengomentari kalau orang didalam lukisan ini tidak mirip dengan asli nya,
karena orang aslinya tidak setampan ini. Mendengar itu, Ji A menghela nafas
kesal. Lalu dia mulai bersikap serius lagi.
“Lihat. Ini
lukisan yang biasanya,” kata Ji A, membandingkan lukisan di dinding dengan
lukisan di Internet. “Kamu menyadari apa yang berbeda?” tanyanya. “Ini tidak
ada kakinya.”
“Kaki? Kamu
benar,” kata Lee Yeon, setuju.
“Naga yang
tidak punya kaki. Kamu mengerti apa ini?” tanya Ji A.
“Ini bukan
naga. Ini ular.”
“Ini Imoogi.”
Ditengah
hutan. Ada sebuah sumur yang tertutup dan tersegel. Si Dukun menjelaskan kepada
Lee Rang bahwa yang berada didalam sumur itu adalah Roh keabadian, Raja
kebusukan, Lee Ryong. Dia adalah makhluk yang tewas saat menghadapi Lee Yeong
dan A Eum. Mengetahui itu, Lee Rang tertawa keras.
“Sebelum
memasuki tubuh wanita itu, dia memercayakan sebagian tubuhnya kepada keluarga
kami yang dukun,” kata si Dukun, menjelaskan.
“Kurasa dia
tidak pernah mengerahkan semuanya. Dia kebalikanku,” komentar Lee Rang dengan sikap
tidak terlalu peduli dan santai. “Omong-omong, kamu sudah siap?”
“Seorang
wanita yang lahir di tahun kambing. Tumbal hidup,” jawab si Dukun. “Dan…”
“Serahkan
Yeon kepadaku,” sela Lee Rang, menghentikan si Dukun. “Pergilah ke makam dan
pilih bunga evening primrose yang tumbuh di daging dan darah mayat,”
perintahnya. Lalu dia berniat pergi.
Si Dukun
menghentikan Lee Rang dan menanyai, benarkah Lee Rang adalah saudara Lee Yeon.
Dan Lee Rang membenarkan, tapi lebih tepat nya, mereka adalah saudara tiri.
“Jika dia
bangun, Lee Yeon tidak akan selamat,” kata si Dukun, mengingatkan dengan sikap
curiga. Dan Lee Rang tidak peduli. “Kenapa kamu membantu musuh kakakmu?”
tanyanya, ingin tahu.
Lee Yeon
menarik tangan Ji A dan mengajaknya untuk segera pergi dari pulau terkutuk ini,
karena jika Ji A tetap berada disini, maka Ji A bisa mati. Dan Ji A merasa
heran, kenapa Lee Yeon mau menyelamatkanya, kepadahal Lee Yeon tidak peduli dan
tidak mau menolong orang lain. Dan Lee Yeon tidak mau menjelaskan kenapa.
Karena Lee Yeon tidak mau menjelaskan, maka Ji A pun tidak mau ikut pergi
bersamanya, sebab dia ingin mencari tahu kenapa Ayah dan Ibunya datang ke pulau
ini.
Lee Rang
memuji sikap si Dukun yang tidak sepenuhnya mempercayai rekan sendiri.
Mendengar itu, si Dukun merasa canggung dan tidak enak. Lalu Lee Rang menanyai,
apakah si Dukun pernah bertemu dengan Lee Yeon, ketika Lee Yeon masih menjadi
roh gunung.
“Aku hanya
mendengar tentangnya lewat rumor,” jawab si Dukun. “Empat roh gunung paling
kejam yang menguasai negeri. Tidak ada yang berani mengeksploitasi hutan, dan
Pegunungan Baekdudaegan selalu rimbun,” jelas nya.
“Kakakku
hanya bergelar roh gunung. Dia tidak memahami altruisme. Tapi asal kamu tahu,
bahkan saat kami berbagi apel, dia selalu memberiku bagian yang lebih besar.
Aku masih ingat rasa manis apel itu,” balas Lee Rang.
“Lalu
kenapa…” tanya si Dukun, tidak mengerti.
“Dia
menggunakan tangan lembut yang dia pakai mengiris apel itu untuk mengiris
perutku. Tentunya, aku lebih terluka secara emosional daripada jasmani,” jawab
Lee Rang sambil menunjukkan luka di perutnya.
“Karena itukah …”
“Lagi pula,
aku rubah. Aku harus membalas perbuatannya. Aku bertekad untuk pergi ke Neraka
bersama Yeon,” lanjut Lee Rang, menjelaskan dengan penuh tekad.
Rekan Pyo
datang ke perpustakaan sesuai instruksi Ji A. Lalu dia mencari artikel mengenai
setiap insiden atau kecelakaan yang terjadi di ‘Pulau Eohwa’.
“Apa yang
kamu cari?” tanya rekan Pyo, ingin tahu.
“Aku
terganggu dengan perkataan para wanita tua di sini,” jawab Ji A.
Lee Yeon
menghubungi Taluipa untuk mencari tahu, apakah Imoogi benar- benar sudah mati.
Dan Taluipa membalas dengan bertanya, bukankah Lee Yeon sendiri yang mengakhiri
hidup Imoogi. Dan Lee Yeon mengiyakan dengan agak ragu.
“Lalu?”
tanya Taluipa, heran.
“Tidak
apa-apa. Aku hanya khawatir. Jika A Eum terlahir kembali ke dunia ini, makhluk
itu tidak bisa kubiarkan hidup dengannya,” jawab Lee Yeon dengan serius.
“Kesetiaan
yang luar biasa,” komentar Taluipa sambil mendengus geli. Dan sebelum dia
sempat mengatakan apapun lagi. Lee Yeon langsung mematikan telponnya.
“Lihat berandal kurang ajar ini,” keluh Taluipa, kesal. Lalu dia memikirkan perkataan Lee Yeon barusan.