Original Network : tvN
Ji A bersiap- siap untuk berangkat ke tempat kasus di laut. Dan dia juga membawa foto kedua orang tuanya.
Ji A dan Lee
Yeon kebetulan menaiki kapal yang sama. Dengan berbaik hati, Ji A menawarkan
bantuan jika Lee Yeon ingin mencari seseorang. Dan Lee Yeon langsung menolak.
“Aku ingin
bertanya. Apa semua mimpi dari bulgasari, makhluk legendaris, benar?” tanya Ji
A, ingin tahu.
“Mereka
dengan licik menggabungkan kebenaran dengan kebohongan. Dan mereka menunggu
orang-orang tertipu olehnya,” jawab Lee Yeon, menjelaskan.
“Jadi,
berarti sebagiannya benar,” kata Ji A, menyimpulkan.
Lee Yeon : “Perahu yang
sama. Pulau yang sama. Seorang wanita yang mirip dengannya. Firasatku terus
memberitahuku bahwa ini perpaduan yang sangat mencurigakan. Apa yang menanti
kami di pulau itu?”
Saat turun
dari kapal, Lee Yeon merasa sangat mual sekali.
Ji A bertemu
dengan si wanita yang merupakan keluarga korban Seo Ki Chang. Dan disaat itu,
Lee Yeon menghampirinya serta mengaku bahwa dia merupakan staf Ji A. Mendengar
itu, Ji A merasa kesal, karena Lee Yeon tiba- tiba mengaku sebagai staf nya.
Tapi dia membiarkannya.
Para nelayan
yang berada disana memperhatikan Lee Yeon dengan seksama. Dan Lee Yeon
menyadari itu serta merasa heran, tapi dia tidak terlalu memperdulikannya.
“Kukira kamu
tidak mau terlibat,” komentar Ji A kepada Lee Yeon. Ketika mereka sudah sampai
dirumah si wanita Seo.
“Aku berubah
pikiran. Tak perlu terganggu,” balas Lee Yeon dengan cuek. Lalu dia mulai
mengeluh, “Tempat yang kumuh. Haruskah aku melepas sepatuku?”
Lee Yeon
melihat- lihat foto dirumah si wanita Seo. Sementara Ji A menwawancarai si
wanita Seo.
“Apa dia
menghilang karena kecelakaan?” tanya Ji A.
“Mereka
bilang badai membalikkan kapalnya,” jawab si wanita Seo dengan sedih.
Tepat ketika
Ji A sedang melakukan wawancara, dengan santai, Lee Yeon lewat didepan kamera
dan mengambil segelas minuman serta keluar dari dalam rumah untuk menikmati
pemandangan.
Si wanita
Seo merasa sangat sedih dan mulai menangis. Dengan perhatian, Ji A pun langsung
memberikannya tissue. Lalu dia lanjut bertanya- tanya lagi. “Kapan kali
terakhir kamu mendengar kabar dari ayahmu?”
“Dia
menelepon pada pagi hari kecelakaan itu. Tapi aku melewatkan panggilan itu,”
jawab si wanita Seo sambil mempendengarkan rekaman suara yang ada di ponselnya.
Lee Yeon
yang berdiri di luar rumah diam- diam mendengarkan juga.
Pak Seo :
“Mampirlah jika kamu tidak terlalu sibuk. Ayah menyiapkan hidangan laut
untukmu. Ayah terus melihat mendiang ibumu di mimpi ayah belakangan ini. Dia
bergegas ke suatu tempat, menggandeng tanganmu. Dia pasti merindukan putrinya.”
Ibu Seo
meninggal karena kanker. Dan si wanita Seo tidak tahu, kenapa Pak Seo bisa
memimpikan Ibu Seo seperti itu. Lee Yeon kemudian berkomentar, jika orang yang
meninggal setelah menjalani masa hidupnya muncul, mereka pasti menginginkan
seseorang. Dan dia yakin bahwa orang yang seharusnya meninggal hari itu adalah
si wanita Seo, bukan Pak Seo. Tapi Pak Seo menyelamatkan nyawa si wanita Seo.
Mendengar
itu, si wanita Seo merasa terkejut. Dan Ji A langsung memukul Lee Yeon dengan
pelan untuk mengingatkan nya. Jadi Lee Yeon pun langsung mengalihkan
pembicaraan. “Itu yang mungkin dikatakan beberapa orang. Itu maksudku. Tidak ada Americano, bukan?”
Dua nelayan
menggosipi kenapa orang- orang dari stasiun TV seoul datang ke tempat mereka.
Dan mereka menduga bahwa itu karena Kyung Hee mengadu. Dan mereka merasa kesal
padanya.
“Perasaanku
benar-benar tidak enak. Kenapa kepalanya harus tersangkut di jaring kita?”
“Tidak ada
yang melihat Jin Shik sejak dia menemukan kepala itu, bukan?”
Jin Shik
bersembunyi didalam rumah dengan sikap sangat ketakutan. “Bukan aku. Aku tidak
melakukannya,” gumam nya sambil mengigil.
Si wanita
Seo menawarkan Ji A dan Lee Yeon untuk menginap dirumahnya, daripada menginap
di penginapan. Dan mereka berdua setuju. Lalu si wanita Seo pamit untuk pergi
sebentar.
“Ini memang
kumuh,” keluh Lee Yeon, ketika melihat kamarnya.
“Aku tidak
keberatan. Aku terbiasa karena perjalanan untuk pekerjaan,” balas Ji A.
“Aku
keberatan,” protes Lee Yeon. Dan Ji A tidak peduli.
Ji A
menyarankan Lee Yeon untuk pergi ke gunung saja, karena Lee Yeon pandai
menggali lubang. Jadi Lee Yeon bisa tinggal disana. Dan Lee Yeon menolak, sebab
dia sudah modern. Lalu dia melemparkan tas nya ke dalam kamar. Dan Ji A
menggunakan kakinya untuk menghalangi Lee Yeon masuk ke dalam kamar.
“Menggali
lubang adalah keahlianku,” kata Lee Yeon dengan bangga. Dia masuk melalui bawah
kaki Ji A.
Lee Yeon
pergi ke supermarket dan mencari- cari rasa es krim kesukaannya, tapi dia tidak
bisa menemukan itu sama sekali. Dan diapun mengeluh kepada pemilik supermarket.
“Kenapa kamu tidak menjual es krim cokelat mint?”
“Pilih saja
apa yang tersedia,” balas pemilik supermarket, kesal.
Ji A
menwawancarai dua nelayan yang menemukan tengkorak Pak Seo. Tapi kedua nelayan
tersebut sama sekali tidak bisa di ajak berbicara dengan serius, mereka berdua
terus menjawab dengan sikap bercanda dan tertawa. Lalu mereka berdua
menggodanya dengan menyuruhnya untuk menuangkan minuman. Dan dengan kesal, Ji A
pun menuangkan minuman kepada mereka sampai gelas mereka meluap dan tumpah.
“Beraninya
wanita berengsek dari luar datang kemari dan …”
“Jika kamu
akan memukulku, bisakah kamu berputar sedikit ke arah sini? Sudut itu tidak
terlihat bagus,” kata Ji A sambil menunjukkan handycam nya yang sedari tadi
menyala.
Ketika dua
nelayan tersebut pergi, Lee Yeon mendekati Ji A dan memuji betapa tangguhnya Ji
A. Lalu mereka berdua pun berjalan pulang bersama- sama.
“Kenapa kamu
mengikutiku?” tanya Ji A, merasa tidak sabar dengan sikap Lee Yeon.
“Aku tidak
mengikutimu.”
“Aku sedang
menyelidiki sebuah kisah,” kata Ji A, menjelaskan.
“Aku
melakukan hal serupa.”
Dengan
kesal, Ji A berhenti berjalan dan mempersilahkan Lee Yeon untuk jalan duluan.
Dan Lee Yeon menolak serta berdiri di belakang Ji A. Sebab dia masih mau
memanfaatkan Ji A.
Merasa
malas, Ji A pun mengabaikan Lee Yeon. Dia mencoba untuk mewawancarai para
warga, tapi anehnya, para warga malah menghindarinya.
“Kenapa kamu
membuatnya sangat sulit?” komentar Lee Yeon, melihat betapa kesulitan nya Ji A.
“Tidak mudah
membuat orang tua dari pedesaan membuka diri,” kata Ji A, menjelaskan.
“Mereka
selalu bernyanyi seperti burung saat aku bertanya. Aku mematahkan jari mereka
satu per satu sampai mereka menjawab,” kata Lee Yeon, menyarankan. “Aku ragu
itu akan produktif,” jelasnya. Lalu dia pamit.
“Kamu mau ke
mana?” tanya Ji A, kesal.
“Bukan hanya
orang yang punya mata dan mulut.”
Ji A
mengikuti Lee Yeon ke dalam hutan. Dan ketika dia melihat betapa seriusnya Lee
Yeon, diapun menanyai, apa yang Lee Yeon dengarkan. Dan Lee Yeon memberikan
tanda supaya Ji A diam. Jadi Ji A pun diam.
“Ini hutan
mati,” kata Lee Yeon, sesudah selesai meresapi hawa dihutan. “Semua roh di
hutan sudah pergi.”
“Kenapa?”
tanya Ji A, ingin tahu.
“Karena
mereka ditelantarkan dan dilupakan orang-orang.”
Dari jauh
seseorang memperhatikan Lee Yeon dan Ji A. Dan Lee Yeon menyadari itu. Lalu
seorang anak gadis keluar dari balik pohon serta memberikan hormat kepada Lee
Yeon.
“Aku menyapa
mantan penguasa hutan,” kata si gadis berpakaian hanbok. “Aku pernah melihatmu
dari jauh,” katanya, menjelaskan.
“Kamu roh
pohon penjaga. Kesialan apa yang terjadi di sini?” tanya Lee Yeon.
“Aku tidak
tahu. Pulau ini sudah berubah. Roh yang menjaga rumah-rumah dan roh daratan
sudah pergi. Jadi, tidak ada yang menjelaskan padaku apa yang terjadi di kota,”
jawab si gadis.
“Sejak
kapan?”
“Segera
setelah Perang Korea berakhir. Sesuatu yang jahat datang ke pulau ini bersama
badai …” jawab si gadis. “Tapi aku tidak bisa melihatnya dan terlalu lemah
untuk menghentikannya.”
“Pasti
sangat sepi karena kamu sendirian,” komentar Lee Yeon, bersimpati.
“Aku ingin
pergi, tapi tidak bisa karena kakiku terikat ke pohon,” balas si gadis sambil
menatap ke pohon besar yang brada di belakang nya.
Ji A
memperhatikan pohon itu, dan melihat tali yang terikat disana. Dan Lee Yeon
menyuruh Ji A untuk memotongkan tali itu. Dan Ji A pun melakukannya.
Si wanita
Seo dan seorang dukun melakukan ritual di tepi laut.
“Kamu jiwa!
Kamu arwah. Ya. Jiwa terkasih yang pergi hari ini. Jadilah arwah. Jadilah
jiwa.”
Si gadis
penjaga hutan mengucapkan terima kasih, karena Ji A telah membantunya. Dan Ji A
mengiyakan dengan senang hati. Lalu dia memperhatikan kaki si gadis yang penuh
dengan luka. “Omong-omong, pastikan kamu memakai sepatu. Kakimu yang cantik
penuh dengan luka,” katanya, menasehati.
“Kulihat
kamu punya sejarah dengan hutan ini,” kata si gadis, memperhatikan Ji A dengan
fokus.
“Tapi ini
kali pertamaku datang ke sini.”
“Pergilah ke
utara pulau ini. Di sana kamu akan menemukan jawaban pertama,” balas si gadis,
memberikan saran. Lalu dia berjalan pergi meninggalkan hutan. Dan dia
menghilang begitu saja di udara kosong.
Melihat itu,
Ji A merasa takjub. Dan Lee Yeon memuji Ji A atas kerja bagusnya. Lalu dia menjelaskan,
tali yang diikat oleh doa dan harapan manusia, hanya bisa di lepaskan oleh
manusia. Kemudian diapun membuang tali yang Ji A pegang.
Menggunakan
kompas di ponselnya, Ji A berjalan menuju ke arah utara.
Si wanita
Seo memohon supaya jasad Ayahnya di kembalikan, jadi dia bisa menguburkannya.
Dan si dukun berdoa serta menari- nari untuk memohon itu. Tapi tiba- tiba dia
berhenti, dan si wanita Seo merasa heran.
“Dia tidak
ada di air. Tubuhnya kembali ke pantai sebelum kepalanya!” kata si Dukun dengan
sikap histeris. “Ayahmu!’ teriaknya. Dan si wanita Seo terkejut.
Sesudah
sampai di depan pintu Gua Jangsansa, Lee Yeon berniat untuk pergi dan mencari
makanan. Tapi Ji A langsung menghentikannya dan menyuruhnya untuk jangan
bergerak sedikitpun. Dan Lee Yeon pun berhenti di tempatnya dengan bingung ada
apa.
“Aku merasa
pernah melihat tempat ini sebelumnya. Ini tempatnya,” kata Ji A dengan yakin
sambil mencocokkan latar belakang di foto kedua orang tuanya. “Di sinilah foto
ini diambil. Ini tidak lama setelah aku dikandung. Aku juga datang ke sini. Aku
datang bersama orang tuaku selagi masih di rahim ibuku.”
Ji A
kemudian berdiri didepan gedung gua dan berpikir. “Kenapa orang tuaku datang ke pulau ini?”
Saat malam.
Ji A masih sibuk berpikir. Sementara Lee Yeon yang sudah tiduran, dia mengomel,
karena selimutnya sangat bau. Dan Ji A pun menyarankan Lee Yeon untuk pergi ke
penginapan saja. Tapi Lee Yeon menolak, karena dia punya alasannya.
“Asal kamu
tahu, hatiku berlemak. Itu kronis,” kata Ji A, mencoba mengetes Lee Yeon.
“Kenapa aku
harus tahu?” balas Lee Yeon, tidak mengerti.
“Kamu rubah
berekor sembilan. Mungkin kamu akan menginginkan hati …”
“Kami tidak
makan sampah itu!” balas Lee Yeon. Dan Ji A tertawa. Melihat itu, Lee Yeon jadi
teringat akan A Eum. “Jangan tertawa terutama dengan wajahmu itu.”
“Ada apa
dengan wajahku? Apa?” balas Ji A sambil menatap Lee Yeon secara dekat. Dan Lee
Yeon pun menutupi wajahnya menggunakan selimut.
Shin Joo
menceritakan kepada si pemilik restoran mengenai Lee Yeon yang pergi ke pulau
untuk mencari A Eum. Dan menurutnya, Lee Yeon sangat romantis. Tapi itu tidak
berdampak positif untuk Lee Yeon.
“Setidaknya
sekali dalam hidup kita, kita bertemu satu orang yang membuat kita rela
menyerahkan nyawa,” kata si pemilik, membela Lee Yeon.
“Aku tidak
akan mengabdikan diriku untuk cinta. Tujuanku adalah melindungi Pak Lee,” kata
Shin Joo dengan serius.
“Itu juga
mungkin cinta.”
Lee Yeon
memperhatikan Ji A yang tertidur dengan nyenyak. Dia menggunakan kekuatannya
untuk memeriksa, apakah ada manik rubah di dalam Ji A. Tapi hasilnya
mengecewakan. Lalu diapun menutupi tubuh Ji A menggunakan selimut dan pergi
keluar dari kamar.
Lee Yeon
mengingat perkataan Lee Rang dan nasihat dari Taluipa. Dan dia merasa sangat
tidak berdaya. Karena dia masih belum bisa menemukan A Eum nya.
Pagi hari.
Ketika Ji A bangun, dia merasa heran, kenapa ada selimut di tubuhnya.
Lee Yeon
memberikan ginseng liar ke dua nenek untuk menyogok mereka. Dia akan memberikan
itu, asalkan dua nenek mau berbicara terlebih dahulu dengan Ji A.
“Jangan
bicara santai dengannya,” kata Ji A, menegur Lee Yeon.
“Tapi dia
baru berusia 74 tahun. Bagiku dia bayi,” balas Lee Yeon, tidak merasa ada yang
salah.
Karena di
sogok, dua nenek pun bersedia untuk diwawancarai. Dan dengan senang, Ji A pun
langsung menanyai tentang tengkorak yang ditemukan, kenapa setiap orang seperti
menghindar untuk membahas itu. Mendengar pertanyaan tersebut, dua nenek merasa
tidak nyaman dan ragu. Namun demi ginseng liar, maka mereka pun bersedia
memberitahu.
“Kamu tidak
boleh memberi tahu siapa pun bahwa kamu mendengarnya dari kami,” kata nenek
pertama. Dan Ji A langsung setuju. “Begini, ini bukan pertama kalinya. Kepala
manusia … ”
Ji A
menghubungi rekan Pyo untuk mencari tahu apakah ada kasus serupa yang dulu
pernah terjadi. Dan rekan Pyo menjelaskan bahwa dulu ada empat wanita yang
ditemukan, tapi tidak dikenal. Insiden pertama terjadi di tahun 1954.
“Tahun 1954?
Apa yang terjadi di pulau ini?” gumam Ji A, berpikir.
Tepat disaat
itu, Ji A melihat Jin Shik yang berlari dengan sikap panik. Dan Ji A pun
memanggil serta mengejarnya masuk ke dalam hutan, karena dia ingin bertanya-
tanya.
“Enyahlah,
hantu!” kata Jin Shik, ingin menyerang Ji A menggunakan palu.
Tepat disaat
itu, Lee Yeon muncul. Dan dia melindungi Ji A. Dia merebut palu yang Jin Shik
pegang dan ingin memukul nya. Tapi Ji A langsung menghentikannya. Jadi Jin Shik
pun lepas dan kabur.
“Yoo Ri, ada
sesuatu yang kuinginkan… Tempat ini?
Kami baru saja buka … Rumah hantu,” kata Lee Rang di telpon.
Dua nelayan
sebelumnya mati secara misterius. Satu mati tenggelam didalam kloset kamar
mandi. Satu mati karena tangan nya tidak mau keluar dari dalam mulut nya.
Lee Yeon
membantu mengobati luka Ji A menggunakan obat tradisional yang dibuatnya dari
tumbukan tumbuh- tumbuhan. Dan Ji A mengeluh panas.
“Astaga,
jangan cengeng,” kata Lee Yeon.
“Tanganmu
panas sekali. Panas sekali,” balas Ji A dengan kesakitan.
Luka yang
Jin Shik sebabkan membuat kulit Ji A perlahan- lahan berubah. Dan Lee Yeon
merasa heran, kenapa bisa begitu. Lalu tiba- tiba Ji A mencengkram lehernya.
“Lama tidak
bertemu, Yeon.”
“Siapa
kamu?” tanya Lee Yeon, heran.
“Ini aku.
Orang yang kamu tunggu.”
“Apa?” tanya
Lee Yeon, terkejut.
Ji A
mengelus wajah Lee Yeon dengan lembut. “Tapi izinkan aku bertanya. Kenapa kamu
membunuhku?” tanyanya dengan tatapan serius. Dan Lee Yeon terdiam.