Sinopsis K- Drama : Tale of the Nine Tailed Episode 2 part 3

 


Original Network : tvN

Ji A bersiap- siap untuk berangkat ke tempat kasus di laut. Dan dia juga membawa foto kedua orang tuanya.



Ji A dan Lee Yeon kebetulan menaiki kapal yang sama. Dengan berbaik hati, Ji A menawarkan bantuan jika Lee Yeon ingin mencari seseorang. Dan Lee Yeon langsung menolak.

“Aku ingin bertanya. Apa semua mimpi dari bulgasari, makhluk legendaris, benar?” tanya Ji A, ingin tahu.

“Mereka dengan licik menggabungkan kebenaran dengan kebohongan. Dan mereka menunggu orang-orang tertipu olehnya,” jawab Lee Yeon, menjelaskan.

“Jadi, berarti sebagiannya benar,” kata Ji A, menyimpulkan.


Lee Yeon : “Perahu yang sama. Pulau yang sama. Seorang wanita yang mirip dengannya. Firasatku terus memberitahuku bahwa ini perpaduan yang sangat mencurigakan. Apa yang menanti kami di pulau itu?”

Saat turun dari kapal, Lee Yeon merasa sangat mual sekali.


Ji A bertemu dengan si wanita yang merupakan keluarga korban Seo Ki Chang. Dan disaat itu, Lee Yeon menghampirinya serta mengaku bahwa dia merupakan staf Ji A. Mendengar itu, Ji A merasa kesal, karena Lee Yeon tiba- tiba mengaku sebagai staf nya. Tapi dia membiarkannya.


Para nelayan yang berada disana memperhatikan Lee Yeon dengan seksama. Dan Lee Yeon menyadari itu serta merasa heran, tapi dia tidak terlalu memperdulikannya.


“Kukira kamu tidak mau terlibat,” komentar Ji A kepada Lee Yeon. Ketika mereka sudah sampai dirumah si wanita Seo.

“Aku berubah pikiran. Tak perlu terganggu,” balas Lee Yeon dengan cuek. Lalu dia mulai mengeluh, “Tempat yang kumuh. Haruskah aku melepas sepatuku?”


Lee Yeon melihat- lihat foto dirumah si wanita Seo. Sementara Ji A menwawancarai si wanita  Seo.

“Apa dia menghilang karena kecelakaan?” tanya Ji A.

“Mereka bilang badai membalikkan kapalnya,” jawab si wanita Seo dengan sedih.


Tepat ketika Ji A sedang melakukan wawancara, dengan santai, Lee Yeon lewat didepan kamera dan mengambil segelas minuman serta keluar dari dalam rumah untuk menikmati pemandangan.


Si wanita Seo merasa sangat sedih dan mulai menangis. Dengan perhatian, Ji A pun langsung memberikannya tissue. Lalu dia lanjut bertanya- tanya lagi. “Kapan kali terakhir kamu mendengar kabar dari ayahmu?”

“Dia menelepon pada pagi hari kecelakaan itu. Tapi aku melewatkan panggilan itu,” jawab si wanita Seo sambil mempendengarkan rekaman suara yang ada di ponselnya.

Lee Yeon yang berdiri di luar rumah diam- diam mendengarkan juga.

Pak Seo : “Mampirlah jika kamu tidak terlalu sibuk. Ayah menyiapkan hidangan laut untukmu. Ayah terus melihat mendiang ibumu di mimpi ayah belakangan ini. Dia bergegas ke suatu tempat, menggandeng tanganmu. Dia pasti merindukan putrinya.”

Ibu Seo meninggal karena kanker. Dan si wanita Seo tidak tahu, kenapa Pak Seo bisa memimpikan Ibu Seo seperti itu. Lee Yeon kemudian berkomentar, jika orang yang meninggal setelah menjalani masa hidupnya muncul, mereka pasti menginginkan seseorang. Dan dia yakin bahwa orang yang seharusnya meninggal hari itu adalah si wanita Seo, bukan Pak Seo. Tapi Pak Seo menyelamatkan nyawa si wanita Seo.

Mendengar itu, si wanita Seo merasa terkejut. Dan Ji A langsung memukul Lee Yeon dengan pelan untuk mengingatkan nya. Jadi Lee Yeon pun langsung mengalihkan pembicaraan. “Itu yang mungkin dikatakan beberapa orang. Itu maksudku.   Tidak ada Americano, bukan?”

Dua nelayan menggosipi kenapa orang- orang dari stasiun TV seoul datang ke tempat mereka. Dan mereka menduga bahwa itu karena Kyung Hee mengadu. Dan mereka merasa kesal padanya.

“Perasaanku benar-benar tidak enak. Kenapa kepalanya harus tersangkut di jaring kita?”

“Tidak ada yang melihat Jin Shik sejak dia menemukan kepala itu, bukan?”

Jin Shik bersembunyi didalam rumah dengan sikap sangat ketakutan. “Bukan aku. Aku tidak melakukannya,” gumam nya sambil mengigil.

Si wanita Seo menawarkan Ji A dan Lee Yeon untuk menginap dirumahnya, daripada menginap di penginapan. Dan mereka berdua setuju. Lalu si wanita Seo pamit untuk pergi sebentar.


“Ini memang kumuh,” keluh Lee Yeon, ketika melihat kamarnya.

“Aku tidak keberatan. Aku terbiasa karena perjalanan untuk pekerjaan,” balas Ji A.

“Aku keberatan,” protes Lee Yeon. Dan Ji A tidak peduli.

Ji A menyarankan Lee Yeon untuk pergi ke gunung saja, karena Lee Yeon pandai menggali lubang. Jadi Lee Yeon bisa tinggal disana. Dan Lee Yeon menolak, sebab dia sudah modern. Lalu dia melemparkan tas nya ke dalam kamar. Dan Ji A menggunakan kakinya untuk menghalangi Lee Yeon masuk ke dalam kamar.

“Menggali lubang adalah keahlianku,” kata Lee Yeon dengan bangga. Dia masuk melalui bawah kaki Ji A.


Lee Yeon pergi ke supermarket dan mencari- cari rasa es krim kesukaannya, tapi dia tidak bisa menemukan itu sama sekali. Dan diapun mengeluh kepada pemilik supermarket. “Kenapa kamu tidak menjual es krim cokelat mint?”

“Pilih saja apa yang tersedia,” balas pemilik supermarket, kesal.


Ji A menwawancarai dua nelayan yang menemukan tengkorak Pak Seo. Tapi kedua nelayan tersebut sama sekali tidak bisa di ajak berbicara dengan serius, mereka berdua terus menjawab dengan sikap bercanda dan tertawa. Lalu mereka berdua menggodanya dengan menyuruhnya untuk menuangkan minuman. Dan dengan kesal, Ji A pun menuangkan minuman kepada mereka sampai gelas mereka meluap dan tumpah.


“Beraninya wanita berengsek dari luar datang kemari dan …”

“Jika kamu akan memukulku, bisakah kamu berputar sedikit ke arah sini? Sudut itu tidak terlihat bagus,” kata Ji A sambil menunjukkan handycam nya yang sedari tadi menyala.

Ketika dua nelayan tersebut pergi, Lee Yeon mendekati Ji A dan memuji betapa tangguhnya Ji A. Lalu mereka berdua pun berjalan pulang bersama- sama.

“Kenapa kamu mengikutiku?” tanya Ji A, merasa tidak sabar dengan sikap Lee Yeon.

“Aku tidak mengikutimu.”

“Aku sedang menyelidiki sebuah kisah,” kata Ji A, menjelaskan.

“Aku melakukan hal serupa.”

Dengan kesal, Ji A berhenti berjalan dan mempersilahkan Lee Yeon untuk jalan duluan. Dan Lee Yeon menolak serta berdiri di belakang Ji A. Sebab dia masih mau memanfaatkan Ji A.


Merasa malas, Ji A pun mengabaikan Lee Yeon. Dia mencoba untuk mewawancarai para warga, tapi anehnya, para warga malah menghindarinya.

“Kenapa kamu membuatnya sangat sulit?” komentar Lee Yeon, melihat betapa kesulitan nya Ji A.

“Tidak mudah membuat orang tua dari pedesaan membuka diri,” kata Ji A, menjelaskan.


“Mereka selalu bernyanyi seperti burung saat aku bertanya. Aku mematahkan jari mereka satu per satu sampai mereka menjawab,” kata Lee Yeon, menyarankan. “Aku ragu itu akan produktif,” jelasnya. Lalu dia pamit.

“Kamu mau ke mana?” tanya Ji A, kesal.

“Bukan hanya orang yang punya mata dan mulut.”


Ji A mengikuti Lee Yeon ke dalam hutan. Dan ketika dia melihat betapa seriusnya Lee Yeon, diapun menanyai, apa yang Lee Yeon dengarkan. Dan Lee Yeon memberikan tanda supaya Ji A diam. Jadi Ji A pun diam.



“Ini hutan mati,” kata Lee Yeon, sesudah selesai meresapi hawa dihutan. “Semua roh di hutan sudah pergi.”

“Kenapa?” tanya Ji A, ingin tahu.

“Karena mereka ditelantarkan dan dilupakan orang-orang.”

Dari jauh seseorang memperhatikan Lee Yeon dan Ji A. Dan Lee Yeon menyadari itu. Lalu seorang anak gadis keluar dari balik pohon serta memberikan hormat kepada Lee Yeon.


“Aku menyapa mantan penguasa hutan,” kata si gadis berpakaian hanbok. “Aku pernah melihatmu dari jauh,” katanya, menjelaskan.

“Kamu roh pohon penjaga. Kesialan apa yang terjadi di sini?” tanya Lee Yeon.

“Aku tidak tahu. Pulau ini sudah berubah. Roh yang menjaga rumah-rumah dan roh daratan sudah pergi. Jadi, tidak ada yang menjelaskan padaku apa yang terjadi di kota,” jawab si gadis.

“Sejak kapan?”

“Segera setelah Perang Korea berakhir. Sesuatu yang jahat datang ke pulau ini bersama badai …” jawab si gadis. “Tapi aku tidak bisa melihatnya dan terlalu lemah untuk menghentikannya.”

“Pasti sangat sepi karena kamu sendirian,” komentar Lee Yeon, bersimpati.

“Aku ingin pergi, tapi tidak bisa karena kakiku terikat ke pohon,” balas si gadis sambil menatap ke pohon besar yang brada di belakang nya.

Ji A memperhatikan pohon itu, dan melihat tali yang terikat disana. Dan Lee Yeon menyuruh Ji A untuk memotongkan tali itu. Dan Ji A pun melakukannya.


Si wanita Seo dan seorang dukun melakukan ritual di tepi laut.

“Kamu jiwa! Kamu arwah. Ya. Jiwa terkasih yang pergi hari ini. Jadilah arwah. Jadilah jiwa.”


Si gadis penjaga hutan mengucapkan terima kasih, karena Ji A telah membantunya. Dan Ji A mengiyakan dengan senang hati. Lalu dia memperhatikan kaki si gadis yang penuh dengan luka. “Omong-omong, pastikan kamu memakai sepatu. Kakimu yang cantik penuh dengan luka,” katanya, menasehati.

“Kulihat kamu punya sejarah dengan hutan ini,” kata si gadis, memperhatikan Ji A dengan fokus.

“Tapi ini kali pertamaku datang ke sini.”

“Pergilah ke utara pulau ini. Di sana kamu akan menemukan jawaban pertama,” balas si gadis, memberikan saran. Lalu dia berjalan pergi meninggalkan hutan. Dan dia menghilang begitu saja di udara kosong.

Melihat itu, Ji A merasa takjub. Dan Lee Yeon memuji Ji A atas kerja bagusnya. Lalu dia menjelaskan, tali yang diikat oleh doa dan harapan manusia, hanya bisa di lepaskan oleh manusia. Kemudian diapun membuang tali yang Ji A pegang.


Menggunakan kompas di ponselnya, Ji A berjalan menuju ke arah utara.



Si wanita Seo memohon supaya jasad Ayahnya di kembalikan, jadi dia bisa menguburkannya. Dan si dukun berdoa serta menari- nari untuk memohon itu. Tapi tiba- tiba dia berhenti, dan si wanita Seo merasa heran.

“Dia tidak ada di air. Tubuhnya kembali ke pantai sebelum kepalanya!” kata si Dukun dengan sikap histeris. “Ayahmu!’ teriaknya. Dan si wanita Seo terkejut.


Sesudah sampai di depan pintu Gua Jangsansa, Lee Yeon berniat untuk pergi dan mencari makanan. Tapi Ji A langsung menghentikannya dan menyuruhnya untuk jangan bergerak sedikitpun. Dan Lee Yeon pun berhenti di tempatnya dengan bingung ada apa.


“Aku merasa pernah melihat tempat ini sebelumnya. Ini tempatnya,” kata Ji A dengan yakin sambil mencocokkan latar belakang di foto kedua orang tuanya. “Di sinilah foto ini diambil. Ini tidak lama setelah aku dikandung. Aku juga datang ke sini. Aku datang bersama orang tuaku selagi masih di rahim ibuku.”


Ji A kemudian berdiri didepan gedung gua dan berpikir. “Kenapa orang tuaku datang ke pulau ini?”



Saat malam. Ji A masih sibuk berpikir. Sementara Lee Yeon yang sudah tiduran, dia mengomel, karena selimutnya sangat bau. Dan Ji A pun menyarankan Lee Yeon untuk pergi ke penginapan saja. Tapi Lee Yeon menolak, karena dia punya alasannya.

“Asal kamu tahu, hatiku berlemak. Itu kronis,” kata Ji A, mencoba mengetes Lee Yeon.

“Kenapa aku harus tahu?” balas Lee Yeon, tidak mengerti.

“Kamu rubah berekor sembilan. Mungkin kamu akan menginginkan hati …”



“Kami tidak makan sampah itu!” balas Lee Yeon. Dan Ji A tertawa. Melihat itu, Lee Yeon jadi teringat akan A Eum. “Jangan tertawa terutama dengan wajahmu itu.”


“Ada apa dengan wajahku? Apa?” balas Ji A sambil menatap Lee Yeon secara dekat. Dan Lee Yeon pun menutupi wajahnya menggunakan selimut.


Shin Joo menceritakan kepada si pemilik restoran mengenai Lee Yeon yang pergi ke pulau untuk mencari A Eum. Dan menurutnya, Lee Yeon sangat romantis. Tapi itu tidak berdampak positif untuk Lee Yeon.

“Setidaknya sekali dalam hidup kita, kita bertemu satu orang yang membuat kita rela menyerahkan nyawa,” kata si pemilik, membela Lee Yeon.

“Aku tidak akan mengabdikan diriku untuk cinta. Tujuanku adalah melindungi Pak Lee,” kata Shin Joo dengan serius.

“Itu juga mungkin cinta.”


Lee Yeon memperhatikan Ji A yang tertidur dengan nyenyak. Dia menggunakan kekuatannya untuk memeriksa, apakah ada manik rubah di dalam Ji A. Tapi hasilnya mengecewakan. Lalu diapun menutupi tubuh Ji A menggunakan selimut dan pergi keluar dari kamar.

Lee Yeon mengingat perkataan Lee Rang dan nasihat dari Taluipa. Dan dia merasa sangat tidak berdaya. Karena dia masih belum bisa menemukan A Eum nya.

Pagi hari. Ketika Ji A bangun, dia merasa heran, kenapa ada selimut di tubuhnya.

Lee Yeon memberikan ginseng liar ke dua nenek untuk menyogok mereka. Dia akan memberikan itu, asalkan dua nenek mau berbicara terlebih dahulu dengan Ji A.

“Jangan bicara santai dengannya,” kata Ji A, menegur Lee Yeon.

“Tapi dia baru berusia 74 tahun. Bagiku dia bayi,” balas Lee Yeon, tidak merasa ada yang salah.


Karena di sogok, dua nenek pun bersedia untuk diwawancarai. Dan dengan senang, Ji A pun langsung menanyai tentang tengkorak yang ditemukan, kenapa setiap orang seperti menghindar untuk membahas itu. Mendengar pertanyaan tersebut, dua nenek merasa tidak nyaman dan ragu. Namun demi ginseng liar, maka mereka pun bersedia memberitahu.

“Kamu tidak boleh memberi tahu siapa pun bahwa kamu mendengarnya dari kami,” kata nenek pertama. Dan Ji A langsung setuju. “Begini, ini bukan pertama kalinya. Kepala manusia … ”


Ji A menghubungi rekan Pyo untuk mencari tahu apakah ada kasus serupa yang dulu pernah terjadi. Dan rekan Pyo menjelaskan bahwa dulu ada empat wanita yang ditemukan, tapi tidak dikenal. Insiden pertama terjadi di tahun 1954.


“Tahun 1954? Apa yang terjadi di pulau ini?” gumam Ji A, berpikir.

Tepat disaat itu, Ji A melihat Jin Shik yang berlari dengan sikap panik. Dan Ji A pun memanggil serta mengejarnya masuk ke dalam hutan, karena dia ingin bertanya- tanya.

“Enyahlah, hantu!” kata Jin Shik, ingin menyerang Ji A menggunakan palu.



Tepat disaat itu, Lee Yeon muncul. Dan dia melindungi Ji A. Dia merebut palu yang Jin Shik pegang dan ingin memukul nya. Tapi Ji A langsung menghentikannya. Jadi Jin Shik pun lepas dan kabur.


“Yoo Ri, ada sesuatu yang kuinginkan…  Tempat ini? Kami baru saja buka … Rumah hantu,” kata Lee Rang di telpon.


Dua nelayan sebelumnya mati secara misterius. Satu mati tenggelam didalam kloset kamar mandi. Satu mati karena tangan nya tidak mau keluar dari dalam mulut nya.

Lee Yeon membantu mengobati luka Ji A menggunakan obat tradisional yang dibuatnya dari tumbukan tumbuh- tumbuhan. Dan Ji A mengeluh panas.

“Astaga, jangan cengeng,” kata Lee Yeon.

“Tanganmu panas sekali. Panas sekali,” balas Ji A dengan kesakitan.


Luka yang Jin Shik sebabkan membuat kulit Ji A perlahan- lahan berubah. Dan Lee Yeon merasa heran, kenapa bisa begitu. Lalu tiba- tiba Ji A mencengkram lehernya.


“Lama tidak bertemu, Yeon.”

“Siapa kamu?” tanya Lee Yeon, heran.

“Ini aku. Orang yang kamu tunggu.”

“Apa?” tanya Lee Yeon, terkejut.

Ji A mengelus wajah Lee Yeon dengan lembut. “Tapi izinkan aku bertanya. Kenapa kamu membunuhku?” tanyanya dengan tatapan serius. Dan Lee Yeon terdiam.

Post a Comment

Previous Post Next Post