Original Network : tvN
“Halo. Aku di lantai satu. Siapa yang mau kopi?” tanya Ji A, menyapa rekannya di telpon.
Taluipa
meminum kopinya dengan sikap tenang dan santai. Sementara Lee Yeon yang duduk
di depannya, dia bersikap sangat serius. Dia ingin mengetahui apakah A Eum
sudah berenkarnasi. Dan mungkinkah A Eum di lahirkan kembali dengan wajah yang
sama.
“Hei.
Reinkarnasi itu acak. Kamu harus berdoa dia bukan laki-laki,” kata Taluipa,
menolak memberitahu.
“Astaga,”
gumam Lee Yeon, pasrah. “Laki-laki atau perempuan, cantik atau jelek… Itu tidak
penting. Selama usianya tidak melebihi 60 tahun,” katanya dengan serius.
“Meskipun
melebihi 60 tahun, dia masih bayi dibandingkan denganmu,” balas Taluipa.
“Tidak. Aku
tidak ingin dia mati terlalu cepat setelah akhirnya bertemu dengannya lagi.”
Ji A
menceritakan tentang mimpi nya kepada kedua rekannya, dia melihat mayat. Lalu
rekan Pyo gantian menceritakan tentang mimpinya, dia mimpi melihat rekan Kim
mengenakan pakaian berkabung hitam dan menangis dengan sangat sedih. Dan
kemudian rekan Kim juga gantian menceritakan tentang mimpinya.
“Aku
bermimpi gigiku tanggal,” kata rekan Kim, bercerita.
“Bukankah
itu mimpi yang buruk?” komentar rekan Pyo.
“Woi. Kamu
percaya takhayul untuk seseorang yang tidak percaya hantu,” balas Ji A, menegur
rekan Pyo yang membuat rekan Kim menjadi tidak bersemangat. “Jangan
menghiraukannya. Gigi tanggal di mimpimu juga berarti kamu bisa mendapat uang,”
hibur nya.
Mendengar
itu, rekan Kim merasa sangat lega. Dan tepat disaat itu, dia beneran
mendapatkan uang, karena ada orang yang mau membeli mimpinya itu supaya bisa
menang lotre.
Taluipa
menasehati Lee Yeon untuk jangan mencari A Eum, karena itu bisa memutar
balikkan takdir Lee Yeon lagi. Namun Lee Yeon tidak peduli. Lalu dia menasehati
Taluipa untuk berhenti memukuli Hyeonuiong, serta kurangi pesanan antar, karena
itu tidak bagus untuk kulit. Kemudian dia memberikan lipstik kepada Taluipa,
dan memintanya untuk membereskan keluhan sipil untuknya.
Lee Yeon
menghubungi Ji A dan meminta nama serta tanggal lahir dan waktu kelahiran kedua
orang tuanya. Dan dengan cepat, Ji A langsung men- sms kan nya.
Lee Yeon :
Ini bukan kabar baik atau buruk.
Ji A : Mari
bertemu.
Lee Yeon :
Temui aku di restoran The Snail Bride pukul 13.00.
Ji A datang
ke restoran yang Lee Yeon sebutkan. Ketika dia masuk ke dalam sana, si pemilik
membawa Ji A ke ruangan Lee Yeon dan dia mengomentari bahwa Ji A beruntung,
karena ini pertama kalinya Lee Yeon membawa seseorang.
Mendengar
komentar itu, Ji A merasa agak heran. Tapi dia tidak terlalu memikirkan nya.
Ketika Ji A
datang, Lee Yeon langsung memberitahunya. Tanggal dan waktu kelahiran yang Ji A
berikan tidak ada dalam daftar. Itu berarti ada kemungkinan bahwa kedua orang
tua Ji A masih hidup. Tapi dia tidak tahun dimana. Mengetahui itu, Ji A merasa
agak emosional, antara senang, sedih, dan tidak menyangka.
“Kenapa kamu
tidak makan? Kamu yang membayar,” kata Lee Yeon sambil makan dengan lahap. “Ini
bukan berita yang paling menggugah selera, ya?”
“Tidak. Aku
sangat bersyukur,” jawab Ji A. Lalu diapun mulai memakan makanannya. “Aku akan
menemukan mereka. Aku bilang mereka mungkin masih hidup, tapi tidak seorang pun
memercayaiku. Tidak seorang pun.”
Ji A
kemudian teringat sesuatu dan meminta maaf kepada Lee Yeon, karena telah
menggunakan obat bius padanya. Mendengar itu, Lee Yeon merasa terkejut, karena
ternyata Ji A tahu caranya untuk meminta maaf.
“Aku sungguh
hina. Aku tidak akan memintamu untuk memakluminya,” kata Ji A, mengakui
kesalahannya.
“Tidak. Aku
bisa maklum. Dan aku memakluminya,” balas Lee Yeon, serius.
Shin Joo
memeriksa seekor anjing yang sakit perut, karena makan terlalu banyak tteobokki
pedas level 5. Dan diapun meresepkan obat pencahar untuk si anjing.
“Kamu bisa
tahu apa yang dia makan hanya dengan melihatnya?” tanya si pemilik anjing, kagum.
“Aku
memahami bahasa mereka,” jawab Shin Joo dengan bangga.
Ji A merasa
sangat penasaran, apakah ada rubah lain seperti Lee Yeon di dunia ini yang
hidup seperti manusia dan mirip dengan manusia.
“Mereka
tinggal di kota ini sama seperti kalian. Mereka mengkhawatirkan real estat dan
krisis ekonomi,” kata Lee Yeon, menjawab rasa penasaran Ji A.
Ketika
pemilik anjing ingin membayar biaya pengobatan, Shin Joo menolak menerima
bayaran dengan kartu kredit. “Bayar tunai dan aku akan memberimu diskon,” kata
nya dengan ramah.
“Benarkah
biksu Dinasti Goryeo adalah rubah?” tanya Ji A, tidak menyangka. “Apa lagi?”
tanyanya dengan bersemangat.
“Bayarlah,”
kata Lee Yeon, mengingatkan. Dan Ji A pun melakukannya.
Melihat
kedekatan antara mereka berdua, si pemilik restoran tersenyum kecil.
“Apa ada
makhluk lain juga?” tanya Ji A, ingin tahu.
“Tentu. Dan
mereka tinggal di tempat yang tak disangka manusia.”
Jam
istirahat. Dengan bersemangat, Team Leader Choi mengajak rekan Pyo dan rekan
Kim untuk makan bersama di restoran The Snail Bride. Tapi rekan Pyo menolak,
karena dia bosan dengan makanan disana.
“Hei.
Samgyetang dan arak ginseng akan menyegarkan kita untuk melalui musim panas
ini,” kata Team Leader Choi.
“Jujurlah
pada kami, Pak. Kamu tertarik pada pemiliknya,” kata rekan Kim, tahu tentang
perasaan Team Leader Choi.
“Apa? Itu
sangat konyol!” sangkal Team Leader Choi dengan suara keras dan sikap malu-
malu. “Kalian melihat ayam yang mereka sajikan? Ikut saja,” ajaknya. Lalu
diapun berjalan pergi duluan.
Tepat disaat
itu, rekan Kim menerima telpon mengejutkan. “Ibuku meninggal.”
Mendengar
itu, rekan Pyo merasa terkejut dan bersalah. Karena sebelumnya, dia
mengomentari kalau mimpi gigi tanggal berarti bertanda buruk. Dan dia juga
teringat tentang mimpinya sendiri.
Lee Yeon
menjelaskan kepada Ji A bahwa dia berharap supaya mereka tidak pernah bertemu
lagi. Dan Ji A tidak setuju, karena dia belum berhasil menemukan dimana kedua
orang tuanya.
“A, aku
orang yang sibuk. B, mungkin saat ini kita hidup di dunia yang sama, tapi
tempat asal kita sangatlah berbeda,” kata Lee Yeon, menolak untuk membantu Ji
A. “Mereka yang mengintip duniaku akhirnya menjadi gila atau mati muda.”
“Aku tidak
peduli dan tidak akan menghalangimu. Jangan menghilang,” pinta Ji A sambil
memegang baju Lee Yeon supaya Lee Yeon tidak bisa kabur.
Tepat disaat
itu, ponsel Ji A berbunyi. Dan Lee Yeon pun menyuruhnya untuk mengangkat
terlebih tahulu. Dan Ji A pun mengangkat telponnya. Lalu dia merasa terkejut.
“Ibu rekan
kerjaku meninggal,” kata Ji A, memberitahu Lee Yeon. “Dia bermimpi giginya
tanggal semalam. Aku dan dia bermimpi buruk.”
“Mimpi buruk
yang menular,” gumam Lee Yeon, berkomentar. “Benarkah kamu ingin melihat dunia
tempat tinggalku?” tanyanya dengan serius.
Ji A meminta
bantuan pria yang sebelumnya membeli mimpi rekan Kim. Dia ingin masuk ke studio
tiga, karena dia tidak sengaja meninggalkan peralatan nya disana. Dan si pria
pun membawa dan membukakan pintu studio tiga untuk Ji A.
Ketika
mereka berdua sudah masuk ke dalam studio tiga, Ji A melemparkan beberapa logam
ke lantai. Dan si pria tiba- tiba berubah menjadi mengerikan. Wajahnya berubah
menjadi sangat merah, dan dengan rakus, dia memakan semua logam yang Ji A
lemparkan ke lantai. Melihat itu, Ji A merasa terkejut dan ngeri.
Menyadari
kalau Ji A memperhatikannya, si pria pun ingin menyerang Ji A. Dan tepat disaat
itu, Lee Yeon muncul. Dia menghentikan si pria dan menghajarnya.
Tindakan si
pria dan Lee Yeon sangat cepat, sehingga Ji A agak kesulitan melihat pergerakan
mereka.
Ketika si
pria melemah, Lee Yeon mengeluarakan pedang nya. “Kapan kamu dibebaskan? Kukira
kamu bilang akan tetap bersikap baik,” katanya dengan serius.
“Aku tidak
berbuat salah,” balas si pria, panik.
“Sungguh?
Kalau begitu, aku yang berengsek?” balas Lee Yeon, sinis.
Dengan panik,
si pria berlutut di hadapan Lee Yeon dan memohon padanya. “Tolong jangan bunuh
aku.”
“Beri aku
satu alasan yang bagus untuk itu,” balas Lee Yeon. Dan si pria bingung harus
mengatakan apa. “Tidak ada, bukan? Mati sajalah,” kata Lee Yeon sambil bersiap
untuk membunuh si pria.
“Tunggu
sebentar! Tunggu,” pinta si pria sambil berpikir keras. “Adikmu bilang aku bisa
makan di sini.”
Ji A yang
sedari tadi hanya diam saja dan memperhatikan mereka berdua, dia merasa sangat
penasaran dan ingin tahu, jadi diapun bertanya. “Makhluk apa itu?”
“Bulgasari,”
jawab Lee Yeon. (Bulgasari : Makhluk legendaris yang makan mimpi buruk). “Makan
logam menyingkap identitas asli mereka,” katanya, menjelaskan dengan lebih
jelas.
Disaat Lee
Yeon dan Ji A mengobrol, Bulgasari mulai merangkak ke atas dan mencoba untuk
melarikan diri. Melihat itu, Lee Yeon merasa sangat malas.
Karena tidak
bisa kabur begitu saja dari dalam ruangan, maka Bulgasari pun menggunakan Ji A
sebagai sanderanya. Dan ketika Lee Yeon berjalan mendekat, dia meneriaki Lee
Yeon untuk jangan mendekat. Dan Lee Yeon tidak peduli, karena dia hanya ingin
mengobrol dengan Ji A saja.
“Saat ini,
apa yang bisa kamu lakukan untukku selain menghalangiku?” tanya Lee Yeon dengan
serius.
“Aku…” kata
Ji A, tidak bisa memberikan jawaban.
Menggunakan
kekuatannya, Lee Yeon melemparkan beberapa koin logam kepada Bulgasari dan
menjatuhkannya. Lalu dia berjalan mendekati Ji A dan menasehatinya dengan
tegas. “Kembalilah ke dunia tempatmu yang seharusnya. Manusia yang terbiasa
dengan kegelapan akan menjadi makhluk yang bukan manusia atau makhluk lainnya.”
Setelah
mengatakan itu, Lee Yeon menendang pelan si Bulgasari. “Hei, kamu. Berdiri. Aku
tahu kamu belum mati.”
Ketika
sedang menangkap ikan dilaut, seorang nelayan menemukan sebuah tengkorak
manusia. Dan dia merasa sangat terkejut. “Itu mayat!” teriaknya.
“Jaga
ucapanmu. Jangan pernah mengucapkan kata itu di kapal,” kata nelayan lain,
menutup mulut nya.
“Kapten, ada
Yain di kapal,” kata nelayan lain, memberitahu kapten kapal.
“Mari kita
memberi hormat,” jawab kapten.
Si nelayan
yang menemukan tengkorak tersebut, dia tidak setuju bila tengkorak itu
dibiarkan tetap berada di atas kapal, dia ingin membuang tengkorak itu kembali
ke dalam laut saja.
“Saat
bertemu Yain, sudah tradisi membawanya kembali ke pantai. Jika tidak, mereka
akan menghantui kapal,” kata nelayan lain, menasehatinya.
Kapten
menuangkan segelas soju dan memberikan hormat kepada si tengkorak. Lalu tiba-
tiba dia menemukan sesuatu, si tengkorak memakai satu gigi emas. Dan gigi emas
itu sangat mirip dengan Pak Seo yang di kenalnya.
Mendengar
itu, ketiga nelayan merasa terkejut dan memperhatikan si tengkorak dengan
serius.
Ji A menemui
Detektif Baek, karena dia tertarik dengan kasus- kasusnya. Dia tertarik sebab
dia sangat ingin bisa menemukan kedua orang tuanya. Dan Detektif Baek pun
menceritakan kasus terbaru yang di ketahuinya.
“Kali ini,
kamu harus mencari tahu sendiri. Kita tahu siapa dia, tapi penjaga pantai
mengambil kasus itu,” kata Detektif Baek dengan serius.
“Kamu tahu
penyebab kematiannya?”
“Belum. Tapi
mereka mengidentifikasi korbannya,” jawab Detektif Baek.
“Siapa dia?”
Tengkorak
yang ditemukan dibawa oleh para polisi untuk di periksa. Dan seorang wanita
muda, yang merupakan keluarga korban, dia menangis dengan sangat sedih, dan dia
ingin melihat tengkorak Ayahnya untuk memastikan, tapi polisi tidak
mengizinkan.
Tepat disaat
itu, Lee Rang datang. Dengan berbaik hati, dia memberikan sapu tangannya kepada
si wanita dan tersenyum dengan manis kepadanya.
Lee Yeon
terus teringat akan taruhan yang Lee Rang ajukan. Jadi diapun mengancam si
Bulgasari yang dikurung nya di dalam kulkas. Dia bertanya dimana Lee Rang. Dan
si Bulgasari menolak untuk memberitahu, karena dia akan tetap mati jika dia
memberitahu.
“Aku jauh
lebih kuat darinya,” kata Lee Yeon. Lalu dia memberikan ponselnya, dan menyuruh
si Bulgasari untuk menghubungi Lee Rang. Dan si Bulgasari menolak, karena dia
merasa sangat ragu.
Akhirnya,
Lee Yeon pun bersedia untuk memberikan waktu lagi kepada si Bulgasari. Dan ketika
Lee Yeon akan menutup pintu kulkas, si Bulgasari langsung mengulurkan kakinya.
Karena dia tidak ingin di kurung di dalam kulkas lagi.
“Baiklah.
Aku akan meneleponnya,” kata si Bulgasari, memutuskan.
Bulgasari
menelpon Lee Rang.
Lee Rang
menunggu si Bulgasari di restoran pinggir laut. Tapi ternyata yang datang malah
Lee Yeon. Dan diapun sadar kalau Lee Yeon pasti memaksa si Bulgasari untuk
menelponnya, karena barusan si Bulgasari terdengar gugup ditelpon.
“Kamu sudah
dewasa. Dahulu kamu benci ikan mentah,” kata Lee Yeon sambil memakan makanan
Lee Rang dengan sikap santai dan tanpa rasa sungkan.
“Berhentilah
terlihat santai. Kamu pasti tidak sabar karena datang selarut ini. Aku benar,
bukan? Dia bereinkarnasi, bukan?” tanya Lee Rang, menebak. Dan Lee Yeon hanya
diam saja. “Menurutmu dia masih hidup atau sudah mati?”
“Dia masih
hidup. Jika ingin membunuhnya, kamu akan membawa jasadnya. Kamu suka bertaruh,
jadi, kamu tidak akan merusak kesenangannya,” jawab Lee Yeon dengan sangat
yakin.
“Tapi
bagaimana jika aku meninggalkan luka pada hadiah berharga kita?” tanya Lee
Rang, bermain- main.
“Jangan
berpikir untuk melukainya.”
“Apa yang
akan kamu perbuat jika aku melukainya? Beri tahu aku. Aku sangat bersemangat.”
Lee Yeon
malas menanggapi Lee Rang. Dia tahu Lee Rang bersikap seperti ini karena Lee
Rang kekurangan rasa perhatian, sebab Lee Rang mempunyai kompleks saudara.
Semua ini disebabkan karena dulu dia meninggalkan Lee Rang demi seorang wanita,
dan dia menyadari kesalahannya itu. Mendengar pengakuan, itu Lee Ran merasa
terharu.
“Bukankah
itu yang ingin kamu dengar?” tanya Lee Yeon, mengubah sikapnya menjadi dingin
kembali. “Apa aku membuatmu kesal?” tanyanya.
Dengan
kesal, Lee Rang menjatuhkan meja di hadapannya dan mencengkram kerah Lee Yeon.
“Aku sudah selesai bermain-main. Gadis itu ada dalam genggamanku.”
“Jaga
sikapmu. Jangan berkeliaran di luar malam-malam. Dan jangan minum terlalu
banyak. Itu tidak baik untukmu.,” balas Lee Yeon, menasehati.
“Dasar gila.
Kamu tahu di mana dia? Haruskah kuberi tahu atau tidak?” tanya Lee Rang, kembali
bermain- main.
“Aku tidak
perlu tahu. Kamu di sini, dan hanya satu insiden yang terjadi di daerah ini
hari ini,” jawab Lee Yeon dengan sangat yakin. Lalu diapun pergi.