Original Network : tvN
Lee Yeon terus memperhatikan Ji A dengan seksama. Lalu ketika Ji A mulai membahas tentang orang yang ingin membunuhnya, Lee Yeon menawarkan diri untuk menyelidiki hal tersebut.
“Aku
tidak mengerti. Kenapa dia mengincarku dan kenapa orang tuaku harus menderita
karena itu?” tanya Ji A, penuh pertanyaan. “Apa sebenarnya aku ini? Yeon,
kenapa kamu terus melindungiku tanpa banyak penjelasan?” tanyanya.
“Karena
aku tidak ingin kamu terluka,” jawab Lee Yeon dengan serius sambil mengelus
kepala Ji A. “Aku tidak mau kamu melakukan apa pun untukku. Semoga hidupmu
berakhir bahagia. Selain itu, aku ingin kamu memercayaiku.”
Lee
Yeon kemudian terpikir sebuah cara bagus. Dia akan menggunakan Lee Rang supaya
mereka bisa menemukan pria yang ingin membunuh Ji A. Dan memikirkan itu, Lee
Yeon pun menjawab telpon dari Lee Rang.
Dengan
kesal, Lee Rang menanyai, kenapa Lee Yeon tidak menjawab 22 telpon darinya. Dan
Lee Yeon menjawab bahwa dia sibuk. Dan Lee Rang tidak peduli serta mengajak Lee
Yeon untuk bertemu.
“Apa
yang kamu rencanakan kali ini?” tanya Lee Yeon, bersikap waspada.
“Aku
hanya merindukanmu. Itu saja,” balas Lee Rang, berbohong.
“Kamu
jelas menginginkan sesuatu. Aku sibuk. Sampai jumpa,” balas Lee Yeon. Dan
mendengar itu, Lee Rang semakin merasa kesal. “Di mana kamu sekarang?” tanya
Lee Yeon kemudian, merasa puas.
Lee
Yeon meminjam kuas seorang pedagang. Lalu dia menggunakan air, dan menuliskan
sebuah karakter yang dibaca ‘Cari’ di sepatunya. Setelah sesaat karakter
tersebut kemudian menghilang. Dan Ji A merasa takjub.
“Sepatu
ini akan memandu Rang kepada pria itu,” katanya, menjelaskan. “Kita hanya punya
satu kesempatan. Hari ini, kita harus mengawasi Rang apa pun yang terjadi.”
“Baik,
aku tidak akan kehilangan dia apa pun yang terjadi,” janji Ji A, penuh tekad.
Sesampainya
ditempat peramal, Lee Yeon menyuruh Ji A untuk masuk duluan. Sementara dia akan
menukar sepatu Lee Rang dengan milik nya terlebih dahulu.
Ketika
Ji A datang, Lee Rang menyapa nya dengan ramah. Tapi Ji A mengabaikannya serta
bersikap sinis kepadanya. Karena dia tidak menyukai Lee Rang.
“Kamu
sangat sensitif hari ini. Ini mulai membuatku bersemangat,” komentar Lee Rang.
“Kamu
selalu bersemangat setiap kali kita bertemu. Kamu seperti mengonsumsi narkoba,”
balas Ji A dengan sinis. Lalu Lee Yeon datang.
Ketika
Lee Yeon telah datang, Lee Rang memanggil si peramal. Dan si peramal pun
datang. Melihat nya, Lee Yeon merasa kalau si peramal hanyalah penipu saja,
jadi dia menarik kumis si peramal untuk membuktikan itu. Tapi ternyata itu
adalah kumis sungguhan.
“Dia
terus bicara omong kosong,” kata Lee Yeon, masih tidak percaya.
“Dia
sengaja melakukan itu, dasar bodoh,” balas Lee Rang. Lalu dia menyuruh si
peramal untuk mulai memeriksa Lee Yeon. “Mustahil dia yang paling berarti
bagiku,” gumamnya dengan pelan.
Si
peramal membuka kaca mata yang dikenakannya. Lalu menggunakan kaca pembesar,
dia memeriksa Lee Yeon. Dan benar, Lee Yeon adalah hal paling berharga dalam
hidup Lee Rang. Mendengar itu, Lee Rang mengumpat pelan. Sedangkan Lee Yeon
serta Ji A sama sekali tidak mengerti ada apa.
Tanpa
menjelaskan apapun, si peramal memberikan Alis Macan kepada Lee Rang. Kemudian
Lee Rang pun pamit untuk pergi duluan.
“Apa
yang kamu lakukan?” tanya Lee Yeon, menghentikan Lee Rang.
“Bagaimana
mengatakannya, ya? Aku menjualmu,” jawab Lee Rang. “Dia akan menjelaskan
bagaimana situasinya. Lagi pula, kamu punya banyak waktu. Sampai jumpa lain
kali,” pamitnya.
Ji
A ingin segera mengikuti Lee Rang, tapi Lee Yeon menghentikannya supaya menunggu
sebentar lagi.
Ketika
keluar, Lee Rang merasa bingung kemana sepatunya. “Hei. Dimana sepatuku?”
teriaknya, bertanya dengan kesal.
“Entahlah,”
jawab Lee Yeon dengan sikap acuh.
“Dia
selalu bersikap kekanak-kanakan pada saat paling tidak terduga,” gumam Lee
Rang, merasa malas. Lalu diapun menggunakan sepatu milik Lee Yeon.
Didalam
ruangan. Lee Yeon memberikan tanda kepada Ji A supaya mereka segera mengikuti
Lee Rang. Tapi si peramal malah menahan kaki Lee Yeon. Jadi Lee Yeon pun
menyuruh Ji A untuk pergi duluan.
“Lepaskan
aku,” perintah Lee Yeon.
“Kamu
milikku,” balas si peramal. “Kesepakatan adalah kesepakatan.”
Ji
A melihat Lee Rang sudah berjalan semakin menjauh dan diapun merasa panik. Dia
masuk kembali ke dalam dan memanggil Lee Yeon untuk segera pergi. Tapi tiba-
tiba si peramal malah membuat Lee Yeon menghilang dan masuk ke dalam tas
ajaibnya. Melihat itu, Ji A sangat terkejut.
“Pergilah.
Tokonya tutup untuk hari ini,” usir si peramal. “Dia masuk dalam koleksiku,”
jelasnya.
Ji
A merasa buru- buru, karena dia sangat ingin mengikuti kemana Lee Rang. “Kamu
akan ada di sini besok?” tanyanya, memastikan keamanan Lee Yeon terlebih
dahulu.
“Aku
hanya bekerja kapan pun aku menginginkannya. Lokasinya selalu berubah,” jawab
si peramal. Lalu diapun bersiap untuk menutup toko.
Ji
A merasa sangat bimbang. Antara harus mengikuti Lee Rang atau menyelamatkan Lee
Yeon. Tapi kemudian dia teringat perkataan si Gurbenur, juga perhatian yang Lee
Yeon berikan. Dan diapun memutuskan pilihannya, dia ingin menyelamatkan Lee Yeon.
“Katakan
apa yang harus kulakukan untuk mendapatkan Yeon kembali,” kata Ji A.
“Peraturannya tetap sama. Kamu bisa menukarnya dengan benda paling berharga bagimu,” jawab si peramal. “Jika kamu tidak kembali sebelum pukul 21.00, kesepakatan kita tidak sah.”
Lee
Rang tanpa sadar mengemudi menuju ke rumah si pria yang ingin membunuh Ji A.
Ji
A berlari sekuat tenaga sambil terus memeriksa waktu di jam tangannya.
Sesampainya
dirumah, Ji A berpikir keras, apa barang yang paling berharga untuknya. Dia
membongkar semua lemari dirumahnya. Lalu dia menaruh semua barang yang
menurutnya paling berharga di atas tempat tidur dan berpikir.
Jam
pasir terus bergerak turun.
Ji
A membawa barang nya ke tempat wisata. Disana dengan panik, dia berteriak
memanggil penjaga yang bertugas. “Halo? Tolong buka pintunya! Halo?” panggilnya
sambil mengedor- ngedor pintu gerbang. “Apa ada orang di dalam? Halo? Pak!”
teriak nya dengan rasa frustasi.
Disaat
Ji A merasa sangat putus asa, si Gurbenur muncul dan membuka kan pintu gerbang
untuk nya. “Aku mendengar suara yang tidak asing. Kedengarannya mendesak,”
jelasnya sambil mempersilahkan Ji A untuk masuk ke dalam.
“Terima
kasih. Terima kasih!” kata Ji A sambil berlari dengan buru- buru.
Tepat
disaaat jam pasir habis, Ji A sampai.
Ji
A memberikan kotak musik nya. Itu adalah hadiah ulang tahun terakhir yang orang
tua nya berikan. Dan ini sudah 21 tahun sejak kedua orang tuanya menghilang.
“Ada
darah di sini,” komentar si peramal.
“Karena
itu aku bertahan,” jawab Ji A.
“Ini
seperti hal terakhir yang menghubungkanmu dengan orang tuamu,” kata si peramal,
menyimpulkan. Dan Ji A menganggukan kepalanya.
Sesampainya
didepan rumah pria yang ingin membunuh Ji A. Yaitu rumah Pria Rang. Disana Lee
Rang baru tersadar, kenapa dia datang ke sana.
Dengan
heran, Lee Rang memeriksa sepatu yang di kenakannya. Dan benar saja, disepatu
tersebut ada kata ‘Cari’. Dan kemudian kata ‘Cari’ tersebut hangus dan
menghilang tanpa jejak.
Si
peramal menemukan sesuatu yang menarik pada Ji A. Dan diapun menyuruh Ji A
untuk mengulurkan tangan. Dan dengan patuh Ji A pun mengulurkan tangan kirinya.
“Kamu
terlahir dengan takdir yang sangat spesial. Air dan api mungkin bertempur, dan
bumi mungkin gelap, tapi logam akan menguasainya. Jadi, meski kamu dikelilingi
kegelapan, bulan akan menyinari dari langit,” kata si peramal dengan
bersemangat.
“Apa
maksudnya?” tanya Ji A, tidak mengerti.
“Kamu
memiliki butiran rubah. Itu bulanmu. Berikan aku butiran itu,” pinta si
peramal. “Hidupmu sangat diberkati sekalipun tanpa bulan itu. Jadi, …”
“Akan
kuberikan kepadamu. Aku tidak percaya pada takdir,” kata Ji A tanpa ragu.
Kesepakatan
pun tercipta. Dan garis di tangan Ji A kemudian berubah.
Imoogi
menggerak kan salah satu pion caturnya. “Butiran rubahnya hilang,” gumamnya
dengan senang.
Ji
A tidak memberitahu Lee Yeon apa yang dia berikan untuk membeli Lee Yeon. Dia
bahkan merasa bahwa harga Lee Yeon sangat murah. Jadi Lee Yeon adalah miliknya
dari sekarang.
“Kamu
penjahat yang lebih mengerikan daripada Jafar,” komentar Lee Yeon.
Dirumah.
Lee Yeon menanyai, kenapa Ji A tidak mengikuti Lee Rang. Dan Ji A menjelaskan
bahwa sebenarnya dia merasa bingung. Tapi dia yakin bahwa dia bisa mempercayai
Lee Yeon. Dan hidupnya akan berakhir bahagia bersama dengan Lee Yeon.
Mendengar
itu, Lee Yeon merasa bangga dan senang.
Ji
A kemudian memperhatikan foto kedua orang tuanya dan merasa rindu. Dia merasa
bersalah, karena ternyata alasan kedua orang tuanya menghilang adalah karena
dirinya.
“Kamu
boleh menangis jika menginginkannya,” kata Lee Yeon, mengibur Ji A. Dan Ji A
menolak sambil menikmati ceker ayam nya.
Didalam
kamar. Imoogi berdiri diam sendirian.
Taluipa
tiba- tiba merasa gelisah.
Lee
Yeon pamit kepada Ji A. dan Ji A menghentikannya. “Yeon, tunggu. Jangan terlalu
baik kepadaku. Sejujurnya, itu membuatku takut. Memiliki pelindungku membuatku
ingin menjadi mengandalkanmu, dan aku khawatir itu hanya akan menjadikanku
makin lemah. Jadi, begitulah kamu menjalani hidupmu,” katanya dengan lemas.
Lalu diapun tertidur.
Dengan
lembut, Lee Yeon mengelus wajah Ji A. “Ini janjiku kepadamu. Kamu akan bersatu
kembali dengan keluargamu dan menjalani sisa hidupmu. Saat waktunya tiba, kamu
akan melupakan waktumu bersamaku dan pengetahuan yang kamu miliki tentang
duniaku. Kamu akan menjalani kehidupan normal manusia.”
Lee
Yeon tiba- tiba muncul, dan Taluipa pun merasa terkejut serta memarahinya.
“Nenek
tahu semuanya, bukan?” tanya Lee Yeon langsung. “Imoogi. Dia masih hidup.”
Saat
Ji A terbangun, dia sudah berada didalam kamar tempat Imoogi berdiri sendirian.
Dan dia merasa sangat bingung serta heran. Karena sebelumnya dia berada di
ruang tamu rumahnya sendiri.
Taluipa
duduk dengan tenang dan menjelaskan, “Gadis itu yang membangunkannya dari
tidurnya. Dan kamu yang mencarinya, melawan nasihatku.”
“Kalau
begitu, dia hidup. Kalau begitu, apa yang kuperjuangkan?” tanya Lee Yeon,
merasa kecewa. “Kenapa A Eum harus merelakan nyawanya?”
“Itu
jalan yang kalian berdua pilih. Aku sudah berulang kali memperingatkanmu. Rubah
dan manusia tidak akan pernah berakhir bersama. Obsesimu akan menimbulkan
malapetaka,” kata Taluipa dengan serius dan tegas. Tapi Lee Yeon tidak peduli.
Sekarang dia hanya ingin tahu dimana Imoogi.
Imoogi
membalikkan wajahnya dan menatap Ji A. “Halo,” sapanya.
Ji
A tersentak dan kembali ke dalam ruang tamu rumahnya sendiri.
“Apa
yang keluar dari sumur langsung bersembunyi. Tapi sebagian baru-baru ini
ditemukan,” kata Taluipa, memberitahu.
“Apa?”
Dileher
Ji A muncul semacam sisik ular.