Sinopsis C-Drama : This World Does Not Look At Appearance E09
Xiaoting merasa sangat
lelah. Dia capek dengan semua tuduhan dan masalah yang dihadapinya. Dia tidak
mempermasalahkan jika harus menghadapi masalah dan kesulitan demi Xiaodi karna
Xiaodi adalah keluarganya. Tapi, dia merasa kalau semua masalah yang tidak
pernah berakhir itu, sudah menghancurkan hatinya hingga berkeping-keping.
Pecahan itu terasa tidak bisa lagi di satukan. Dia sudah tidak ingin lagi
tinggal di Shenzhen.
“Baiklah. Sebelum kau
meninggalkan Shenzhen, kau harus melihat Shenzhen lebih baik lagi,” ujar Ye dan
menarik Xiaoting untuk ikut dengannya.
Ye membwa Xiaoting
berkeliling kota Shenzhen. Pertama, Dia membawanya ke tempat lokasi syuting di
salah satu sudut kota. Di sana ada para kru dan artis yang sedang bekerja. Para
artis itu walau terlihat gemerlap di tv, tapi sebenarnya mereka bekerja lebih
dari 10 jam setiap harinya.
Tempat kedua adalah sebuah area
gedung perkantoran. Lihatlah, walau jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, masih
banyak pekerja yang bekerja di gedung itu. Bagi para pekerja itu, jam 9 malam
tidak ada bedanya dengan jam 9 pagi. Mereka sudah terbiasa kerja lembur.
Tempat terakhir adalah
restoran-restoran di pinggir jalan. Inilah pemandangan Shenzhe jam 11 malam.
Ada banyak orang yang menikmati makan malam disini. Dan saat seperti inilah
adalah saat terbaik bagi para restoran itu. Para pemilik akan bangun pukul 4
pagi setiap harinya untuk membeli bahan-bahan di pasar, kemudian mencuci dan
menyiapkan bahan-bahan. Mereka bekerja hingga tengah malam. Dan hal itu
merupakan rutinitas mereka setiap harinya.
Setelah menjelajahi semua
tempat itu, Ye membawa Xiaoting kembali ke tempat awal mereka bertemu tadi, di
jembatan. Dari sana, gemerlap kota Shenzhen masih terlihat jelas. Xiaoting yang
udah kelelahan dengan semua yang dialaminya tadi pun tertidur ketika sedang
duduk bersandar.
Ye tidak ingin membangunkan
tidur lelapnya. Dia melepaskan jaketnya dan meletakkannya di atas tubuh
Xiaoting sebagai selimut.
Dan malam berlalu seperti
itu. Xiaoting terbangun ketika sinar mentari menyinari wajahnya. Dia kaget
karna tertidur di sana dan lebih kaget karna Ye tertidur tidak jauh dari sana
tanpa mengenakan jaket. Dia bisa merasakan kebaikan hati Ye yang memberikan
jaketnya padanya. Ketika dia memasangkan jaket itu pada Ye, Ye terbangun.
Ye benar-benar mengerti
caranya menghibur dan menguatkan Xiaoting. Dia mengucapkan terimakasih karna
Xiaoting dia bisa melihat matahari terbit. Dia juga memberikan nasehat pada
Xiaoting, bahwa entah apapun yang terjadi, ketika matahari terbit, kota ini
akan tetap terlihat sama. Orang-orang tidak akan ingat berapa orang yang pergi
dan tinggal di kota ini. Dia juga pernah meninggalkan kota ini, tapi kemudian
dia kembali. Dia menyadari bahwa asalkan hati kita tetap sama, tidak peduli
kemanapun hasilnya akan tetap sama.
“Kemarin malam kau
membawaku berkeliling melihat orang yang hidup lebih sengsara daripadaku, tapi
mereka tidak pernah mengeluh. Ketika matahari terbit keesokan harinya, mereka
bertahan dan melanjutkan hidup masing-masing. Inilah Shenzhen,” ujar Xiaoting,
menyadari tujuan Ye menunjukkan tempat-tempat itu.
Karena Xiaoting sudah
mendapatkan semangatnya kembali, Ye pun pamit pergi untuk bekerja.
--
Xiaoting pulang ke studio
dengan langkah ringan. Beban yang ada dibenaknya, sudah berhasil diatasinya
berkat Ye. Dia juga pulang dengan membawa sarapan untuk Taizhe dan Zihan. Udah
itu, dia lanjut bersih-bersih. Zihan yang selalu bersikap jutek sama Xiaoting,
kelihatan khawatir juga karna Xiaoting tidak pulang kemarin malam. Tapi melihat
Xiaoting yang bersemangat, harusnya semua baik-baik saja.
Taizhe juga sudah
siap-siap pagi-pagi. Hari ini ada pemotertan penting dan dia membawa Xiaoting
sebagai asistennya.
--
Dikantor, ada masalah baru
lagi. Jadi, Lucy melapor pada Lian Sheng kalau Charles belum menyerahkan
rencana penjualan padanya. Dia sudah mendesak untuk segera menyelesaikannya
tapi Charles bilang dia mengambil cuti dan akan menyerahkan proposalnya setelah
cuti. Lian Sheng tentu tidak menerima alasan tersebut karna pekerjaan itu sudah
diberikannya sejak 2 minggu lalu dan bukannya menyelesaikannya, Charles malah
mengambil cuti! Dia juga tidak menginformasikannya ke kantor.
“Okay. Beritahu HRD untuk
memberikan Charles libur panjang. Dia tidak perlu kembali,” perintah Lian
Sheng.
Lucy merasa ragu untuk
melaksanakan perintah tersebut karna bagian HRD sedang mendapat tekanan luar
biasa sekarang ini. Terlalu banyak personel yang diganti belakangan ini. Mereka
perlu memperkerjakan banyak orang tapi tidak bisa merekrut sebanyak itu. Jadi,
kalau mereka memberhentikan orang lagi, operasi perusahaan mungkin akan
terganggu.
Lian Sheng tidak menerima
alasan itu. Untuk apa mereka tetap mempertahankan orang yang tidak
menyelesaikan pekerjaannya! Tugas HRD adalah merekrut orang. Jika bagian HRD
gagal merekrut, artinya mereka gagal dalam pekerjaannya! Kalau itu terjadi,
pecat semua pekerja di bagian HRD!
Setelah masalah Charles,
sekarang Lian Sheng ingin tahu progress proyek resor tepi laut. Dia sudah
hampir menyelesaikan semua yang diperlukan dan apa Ketua sudah membaca proposal
yang diberikannya? Lucy menjawab kalau Ketua belum memberikan komentar apapun.
“Sekarang dia dimana?”
“Saya rasa dia keluar,”
jawab Lucy. “tn. Lin yang ada janji bertemu dengan Anda dan Ketua akan segera
tiba, tapi Ketua masih belum datang. Apakah saya harus menginformasikannya?”
tanya Lucy.
“Tidak perlu. Aku akan
menemui tn .Lin mewakili Ketua,” jawab Lian Sheng.
Dari raut wajahnya, Lian
Sheng kelihatan marah karna Yingshu tidak menyelesaikan pekerjaannya dan malah
pergi entah kemana.
Akhirnya, Lian Sheng lah
yang menemui tn. Lin. Untunglah pembicaraan mereka berjalan lancar dan mencapai
kesepakatan. Saat semua sudah siap, Yingshu baru tiba. Dia meminta maaf karna
datang terlambat (cih, bukan
terlambat lagi, karna dia tiba saat tn. Lin udah mau masuk ke mobilnya). tn.
Lin entah memuji atau menyindir, menyebut Yingshu yang masih muda tapi sangat
sibuk hingga berkeringat seperti itu!
Lian Sheng mencoba menahan
kemarahannya dihadapan Yingshu. Tapi begitu tn. Lin sudah pergi, dia menunjukkan
raut wajah tegasnya. Dia juga langsung menuju ke ruang kerja Yingshu. Yingshu
terus mengikutinya sambil meminta maaf. Alasannya datang terlambat karna dia
berpartisipasi dalam program pembuatan film. Yang menyelenggarakan program itu
adalah Steven, fotografer idolanya. Dan kesempatan ini adalah hal langka, jadi
dia tidak bisa menyia-nyiakannya. Dia berjanji hal ini tidak akan terjadi di
kemudian hari lagi.
“Kau kira aku akan menerima
penjelasan ini?”
“Sudah ku bilang, ini tidak
akan terulang lagi. Kenapa kau begitu serius? Ayo, smile.”
Lian Sheng tidak suka
dengan sifat tidak bertanggung jawab Yingshu tersebut dan juga sifat santainya.
Dia menegaskan mengenai hubungan kantor dan pribadi. Selama di kantor, dia
tidak pernah memanggil Yingshu dengan nama dan selalu memanggilnya ‘Ketua’. Dan
yang mereka bicarakan di kantor adalah masalah kerja. Dia hanya tersenyum
kepada Yingshu secara pribadi, bukan di kantor.
“Ini adalah informasi
detail mengenai resort tepi laut. Aku harap kau dapat menanggapinya dengan
serius. Ini hal penting. Ini adalah proyek besar kedua Anda sejak menjadi
Ketua. Secara profesional, aku harap kau bisa melakukannya dengan baik. Secara pribadi, ini adalah harapanku padamu,”
ujar Lian Sheng serius dan menyerahkan dokumen ditangannya. “Tidak semua orang
bisa menjadi Ketua. Karna sekarang kau adalah Ketua, aku harap kau bisa
bertahan lama di posisimu. Aku juga berharap kau tidak mengecewakan dirimu
sendiri.”
Setelah sedikit pelajaran
dan nasehat yang diberikanya, Lian Sheng pun pergi. Yingshu juga menjadi
terdiam karna perkataan Lian Sheng memang benar adanya. Dia sekarang adalah
Ketua Ounuo dan memiliki tanggung jawab besar.
--
Taizhe ternyata pergi ke
sebuah daerah dipinggiran pantai. Di sana ada seorang pria tua pelukis yang
belum menyelesaikan lukisannya. Pria itu sudah sering melihat Taizhe dan muak
karna Taizhe terus menerus datang untuk memotret karyanya.
Xaoting yang baru pertama
kali ikut, bingung. Kenapa pria itu begitu marah? Taizhe pun menjelaskan kalau
dia hanya mau memotret karya pria tersebut, tapi pria itu menolak. Pria itu
merasa kalau Taizhe merusak inspirasinya. Padahal, dia tidak melakukannya. Dia
merasa kalau pria itu memang sudah kehabisan inspirasi dan melampiaskannya
padanya. Aneh sekali! Pria itu sudah lama melukis karya tersebut tapi hanya
tinggal sedikit bagian di ujung yang belum di gambarnya entah sekarang. Entah
apa alasannya.
Penjelasan Taizhe membuat
Xiaoting menjadi penasaran. Makanya, waktu Taizhe mengajaknya pergi, Xiaoting
tidak ikut. Dia malah kembali dan duduk di tangga yang ada dibelakang pria itu.
Pria itu tidak menyadarinya sama sekali karna terlalu fokus menatap lukisannya
yang belum selesai. Xiaoting malah duduk anteng di situ dan mengikuti setiap
gerakannya. Waktu pria itu marah, Xiaoting malah membuka jaketnya dan
menunjukkan jas hujan transparan berwarna warni yang dikenakannya.
Dia mengajak pria itu untuk
bicara baik-baik. Pria itu menolak karna merasa Xiaoting tidak paham apapun.
Xiaoting walaupun nggak pernah belajar seni, tapi menurutnya, harusnya karya
itu bisa selesai hanya dengan sekali sapuan. Kecuali… pria itu tidak bisa
melewati batas dirinya.
Woah, pria tersebut mulai
menujukkan ketertarikan. Dia pun mendengarkan pendapat Xiaoting dengan seksama.
Xiaoting tau kalau pria itu sudah banyak membuat lukisan dan dengan
kemampuannya, tidak mungkin dia ragu begitu lama untuk menyelesaikan bagian
terakhir.
Taizhe yang kembali untuk
membawa Xiaoting, kaget karna Xiaoting udah akrab sama si bapak. Bapak itu
bercerita kalau dia hanya ingin membuat karya yang sempurna. Xiaoting malah
dengan santai memberikan nasehat pada bapak itu dan Taizhe. Menyuruh keduanya
untuk tidak terlalu terobsesi pada sesuatu.
“Pak, apa kemungkinan
terburuk yang bisa terjadi pada karyamu?”
“Tong sampah.”
“Jika kau sudah siap secara
mental, maka ini bukan hal sulit,” ujar Xiaoting.
Dia pun tiba-tiba berdiri
dan melihat kumpula cat yang ada di lantai. Tanpa ragu, dia mengambil cat
berwarna biru laut dan melemparkannya ke bagian putih yang belum selesai di
kanvas. Bapak itu tentu marah karna Xiaoting menghancurkan karyanya.
Kemarahan itu mendadak
lenyap karna merasa bahwa lemparan cat terakhir membuat karyanya menjadi
sempurna. Taizhe juga memuji hasilnya yang bagus.
“Nona, apa kau pernah belajar
seni sebelumnya?”
Xiaoting menggelengkan
kepala.
“Kenapa kau berani
menggunakan warna ini?”
“Insting,” jawab Xiaoting.
Akhirnya, Taizhe pun
diizinkan untuk memotret karyanya. Sementara si bapak mengajak Xiaoting
berbincang. Bapak mengucapkan terimakasih karna Xiaoting membantu mencerahkan
pikirannya dan menyelesaikan karyanya. Dia sedang dalam berada di fase takut
kalau karya terbaru tidak bisa melewati karya sebelumnya. Dan karena itu, di
tahap terakhir, dia tidak bisa menyelesaikan lukisan tersebut. Selama dia belum
menyelesaikannya, maka dia tidak harus menunjukkannya pada pubik. Terkadang,
diri kita bukan dibatasi oleh orang lain, tapi oleh diri sendiri.
“Nona, kau berbakat dalam
hal bakat. Apa kau pernah berpikir untuk melukis?”
Xiaoting menggelengkan
kepala.
“Kau tidak seharusnya
menyia-nyiakan bakatmu. Kau harus mencoba menggalinya,” saran si bapak.
Taizhe sudah selesai
memotret karya si bapak dan mengucapkan terimakasih karna sudah diberikan izin.
Dia juga berterimakasih karna bantuan Xiaoting dia bisa mendapatkan izin
tersebut.
Begitu pulang ke rumah,
Taizhe langsung mencetak semua foto itu. Xiaoting sangat kagum dengan hasil
foto itu sekaligus iri karena Taizhe mengetahui bakatnya. Taizhe ternyata
mendengar obrolan si bapak dengan Xiaoting dan mendukung bahwa Xiaoting
berbakat dalam hal warna. Dia merasa kalau Xiaoting harus mencoba
mempelajarinya dan mungkin saja dia akan bisa mencapai impiannya.
Perkataan Taizhe dan si
bapak benar-benar memberikan secercah harapan bagi Xiaoting.
--
Yingshu mulai bekerja
dengan serius. Dia nggak lagi kelayapan di jam kerja. Jiajie (nama Inggrisnya :
Grace) juga mulai sekarang akan
bekerja di kantor secara tetap, bukan hanya datang sesekali. Yingshu sangat
senang dengan keputusannya karena merasa bertambahnya pendukungnya.
Masalahnya, Jiajie masih
membenci dan mencurigai Lian Sheng karna masa lalu yang pernah terjadi diantara
mereka dulu. Makanya, waktu dia tahu Lian Sheng mempercayakan Yingshu untuk
menangani proyek resort tepi laut, dia malah merasa ragu kalau Lian Sheng ada
tujuan tertentu.
Kabar kalau Jiajie akan
bekerja secara resmi di perusahaan, tiba ditelinga tn. Zhao dan tn. Weng. tn.
Zhao ini punya rencana jahat. Dia membahas mengenai resort tepi laut yang
sedang diincar hotel Ounuo. Yanng mengincar proyek itu bukan hanya Ounuo tapi
masih ada tiga perusahaan lain. Nah, tn. Zhao memiliki saham di salah satu
perusahaan tersebut. Karna itu, jika dia bisa mendapatkan akses ke dokumen
penawaran Ounuo, dia akan memiliki peluang untuk memenangkannya.
“Apa kau memintaku untuk
mencuri dokumen penawaran? Mustahil! Lian Sheng mengelola proyek ini. Aku tidak
punya akses ke sana! Bahkan, aku sudah diturunkan ke Departemen Logistik. Aku
tidak bisa mendapatkan akses sama sekali,” tolak tn. Weng.
“Lian Sheng sudah
menyerahkan proyek ini pada Ketua. Yingshu adalah keponakanmu. Tak seorangpun
bisa mengubahnya. Aku rasa, kau bisa mendapatkan akses ke sana melalui
Yingshu.”
tn. Weng tetap saja ragu
untuk mengkhianati Yingshu. Apalagi yang dilakukan nanti bisa berefek pada
Ounuo juga. Ah, tapi kesetiannya lenyap hanya karna tn. Zhao mengingatkan bahwa
Yingshu ikut andil dalam menurunkan dan memindahkan posisinya.
--
Lian Sheng mencoba menjalin
hubungan baik dengan Jiajie. Dia berkunjun ke ruang kerjanya untuk mengucapkan
selamat karna kembali bekerja di kantor. Sayangnya, Jiajie menanggapinya dengan
sinis. Dia juga menegaskan akan melakukan pertentangan dengan apapun yang Lian
Sheng lakukan jika ada yang menurutnya tidak sesuai. Lian Sheng tidak masalah
sama sekali dengan hal tersebut.
Pembicaraan mereka berakhir
karna Lian Sheng mendapat telepon. Yang menelpon adalah Xiaoting. Xiaoting
meminta Ye untuk datang ke tempat biasa mereka karna ada hal mendesak. Padahal
Lian Sheng sangat sibuk, tapi dia menyempatkan diri ke tempat Xiaoting karna
khawatir dia mengalami masalah lagi.
Tujuan Xiaoting mengajak
bertemu bukan karna dia mendapat masalah lagi tapi untuk memberikan hadiah. Dia
membelikan Lian Sheng pelindung lutut wol yang bisa membuatnya tetap hangat dan
aman dimusim dingin.
“Kau bilang adalah hal
mendesak. Apa maksudmu ini?”
Xiaoting mengangguk. Dia
pun mulai menjelaskan panjang lebar kalau sekarang musim dingin, jadi dia hanya
bisa memberikan kado ini sekarang. Kalau di musim panas kan tidak mungkin. Ye merasa
itu tidak perlu karna hanya menghabiskan uang Xiaoting. Dengan ceria, Xiaoting
menjawab kalau harganya tidak mahal, hanya 85 yuan. Walau Ye terus mengomelinya
menghabiskan uang, Xiaoting nggak peduli dan tetap memasangkan pelindung lutut
itu di kaki Ye.
Ye benar-benar tersentuh
dengan hadiah itu. Kemarahannya juga lenyap, berganti dengan canda tawa. Saat
bersama Xiaoting, dia benar-benar menjadi lebih bahagia. Xiaoting juga tampak
jauh lebih bahagia saat bersama Ye. Mereka sudah banyak menghabiskan waktu
bersama. Hubungan yang dimulai dengan aneh, entah kenapa, membuat keduanya
menjadi lebih dekat. Ini yang mungkin dinamakan takdir.
“Terimakasih tn. Ye.
Sebenarnya, setiap kali aku tidak bahagia dan sedih, kau yang selalu
menenangkan dan menyemangatiku. Jika bukan karnamu, aku mungkin tidak akan
mendapatkan kesempatan untuk melihat kota ini lagi. Lihat. Kota ini sangat
indah. Jika bukan karna kau menyemangatiku dan mendorongku untuk terus maju,
aku mungkin sudah kabur sejak lama. Untunglah, aku tidak kabur dan secara
berani menghadapi kota ini dan mendapat hadiah.”
“Hadiah apa?”
“Seseorang memujiku dan
bilang kalau aku berbakat dalam hal warna. Apa menurutmu aku harus bekerja
keras dalam aspek ini?”
“Pertama, kau harus
mempunyai bakat. Jika pekerjaan yang kau tekuni berubah menjadi hobimu, tentu
saja hal itu akan membahagiakan. Kau akan merasa seperti mendapat penghargaan
dan kebahagiaanmu akan bertambah dua kali lipat. Meskipun, ketika dia bilang
kau berbakat dalam hal warna, hal itu tidak jelas. Kau harus melakukannya dalam
tindakan.”
Xiaoting mendengarkan
nasehatnya dengan baik. Dia benar-benar akan berusaha sebaik mungkin untuk
mencapai tujuannya. Dan mungkin saja, dimasa depan, dia akan menjadi terkenal.
--
Baru juga tiba di rumah,
Lian Sheng sudah mendapat telepon. Yang menelponnya adalah perwakilan dari SJ,
Pete. Dia menelpon untuk tahu perkembangan Lian Sheng di Ounuo. Lian Sheng
menjawab kalau semua berjalan sesuai pace
nya, jadi jangan khawatir. Pete menegaskan kalau dia percaya kemampuan Lian
Sheng dan menunggu kabar baik darinya.
“Aku tidak akan
membiarkanmu menunggu lama,” jawab Lian Sheng.
Begitu telepon berakhir,
dia tiba-tiba saja merasakan rasa sakit di kepalanya.
--
Hari yang baru,
Studio Taizhe hari ini akan
melakukan pemotretan model. Dia juga mengundang tn. Chen, seorang styling di sekolah seni dan MUA (Make Up Artist) terkenal untuk merias
modelnya hari ini. Selama tn. Chen
bekerja, Xiaoting terus memperhatikannya. Dia terpesona melihat cara tn. Chen
menggunakan berbagai make up dan warna untuk merias model tersebut menjadi
sangat cantik.
Xiaoting dan Zihan beneran
kagum dengan kemampuan tn. Chen. Mereka terang-terangan memujinya sangat hebat.
Zihan bahkan berkomentar kalau make up bisa
membuat seseorang menjadi sangat cantik, untuk apa melakukan operasi plastik.
“Kau terlalu berlebihan.
Sebenarnya, di dunia ini tidak ada wanita jelek. Semua orang seperti kanvas.
Selama kau punya inspirasi dan hasrat untuk membuat sesuatu, kau bisa
menyelesaikan sebuah karya seni,” ujar tn. Chen, rendah hati.
Perkataan tn. Chen itu
benar-benar bagus dan membuat Xiaoting menjadi termotivasi. Dia sudah tahu
impiannya. Dia akan menjadi styling.
Zihan tidak mau
menyia-nyiakan kesempatan dan meminta tn. Chen untuk meriasnya. tn. Chen yang
baik hati pun mau meriasnya dan membuatnya menjadi cantik. Dia juga mengajari
tekniknya tergantung pada bentuk wajah, hidung dan mata Zihan. Zihan
benar-benar puas dengan hasilnya dan sangat kagum dengan kemampuan tn. Chen.
Luar biasa!