Original
Network : jTBC Netfix
Eun Suk datang berkunjung ke kantor Jong Hoon. Dia menunjukkan
sebuah kasus kriminal kepadanya. Lalu dia mengeluh kalau sejak dia melahirkan,
dia agak kesulitan untuk menjadi pimpinan Klinik Hukum. Kemudian dia melihat
penghargaan- penghargaan yang pernah Kang Sol B dapatkan, dan dia merasa Kang
Sol B sungguh cerdas.
“Kasusnya akan kuurus,” kata Jong Hoon, menawarkan bantuan,
setelah dia membaca kasus kriminal yang Eun Suk bawa.
“Uruslah masalahmu dulu,” balas Eun Suk.
Jong Hoon lalu mengambil tesis milik Byung Ju dan memberikannya
kepada Eun Suk. Dia menyuruh Eun Suk untuk membandingkan tesis ini dengan tesis
milik Kang Sol B. Setelah itu, dia pergi duluan. Dan Eun Suk merasa agak
bingung.
Joon Hwi mengundang Kang Sol B ke dalam grup lagi. Dan Kang Sol B
berniat untuk keluar, tapi dia merasa ragu. Lalu akhirnya, dia tetap keluar.
Joon Hwi berdiri dilantai atas dan memperhatikan Kang Sol B yang
berada dilantai bawah. Kemudian dia menelpon Kang Sol B. “Kau meninggalkan
kami? Apa rencanamu?” tanyanya.
“Mencari tutor,” jawab Kang Sol B, singkat. Lalu dia mematikan
telponnya.
Dewan Ko datang menemui Kepsek lagi. Dia terus mengajukan protes
agar Jong Hoon dipecat. Dan dengan capek, Kepsek menjelaskan kepadanya bahwa
saat ini Jong Hoon sudah dibebastugaskan. Tapi Dewan Ko tidak peduli. Dia ingin
Jong Hoon langsung dipecat, karena dia yakin Jong Hoon adalah pembunuhnya.
“Dia belum didakwa, tuntutannya belum dikonfirmasi,” kata Kepsek,
menenangkan Dewan Ko dan mencoba melindungi Jong Hoon.
“Dia didakwa, berarti dia bersalah!” bentak Dewan Ko dengan keras.
“Sebelum para alumni berhenti berdonasi…” katanya, mau mengancam.
Tepat disaat itu, Sekretaris Kepsek menelpon dan memberitahu bahwa
Jong Hoon meminta untuk bertemu. Dan Kepsek mengiyakan.
“Jangan biarkan dia berhenti. Dia harus dipecat agar dia berhenti
kemari,” tegas Dewan Ko. Dan Kepsek diam, karena merasa agak capek.
Ketika Dewan Ko berpapasan jalan dengan Jong Hoon, dia mengatai
kalau Jong Hoon sangat sombong sekali, karena tidak menyapanya. Dan Jong Hoon
membalas, apakah Dewan Ko ingin disapa oleh seorang pembunuh.
“Aku tak sempat mengucapkan selamat tinggal padanya,” kata Dewan
Ko sambil menghela nafas sedih, mengingat tentang Byung Ju. “Kau mungkin
hindari masa tahanan meski telah membunuh seseorang, tapi jangan bermimpi untuk
menetap di Fakultas Hukum ini. Akan kupastikan untuk memenggal kepalamu,”
tegasnya, penuh emosi.
Mendengar itu, Jong Hoon memegang lehernya sambil tersenyum dengan
tenang. “Jika kau datang untuk itu, usahamu sia-sia. Aku terima
pembebastugasanku sesuai aturan, tak lebih dari itu. Akan kulakukan apa pun
dalam ruang lingkup hukum untuk melawan dan berjuang,” katanya, membalas.
Dewan Ko semakin merasa kesal kepada Jong Hoon. Karena Jong Hoon
tampak sama sekali tidak takut, kepadahal Jong Hoon telah di dakwa. Dan Jong Hoon
memang tidak takut, malahan dengan sengaja dia mengungkit kembali kasus
penyuapan yang pernah Dewan Ko lakukan. Saat itu Dewan Ko dengan percaya diri
mengatakan bahwa di dakwa bukan berarti bersalah. Jadi beginilah dia sekarang,
belajar dari Dewan Ko dulu.
“Sampai kapan kau akan bersikap arogan? Kita lihat saja,” ancam
Dewan Ko.
“Pada hari kematiannya, menurutmu mengapa aku berusaha naik
pesawat?” kata Jong Hoon, mengajukan pertanyaan. “Aku sedang berusaha mencari
Kang Dan. Asal kau tahu saja,” katanya, memberitahu. Lalu dia berjalan pergi.
Kang Sol A sedang menangani kasus ‘Ortu Jahat’ yang masuk di
Klinik Hukum. Juga dia sibuk mengerjakan tugas untuk menjadi asisten Jong Hoon.
Dan Joon Hwi kemudian datang ke Klinik Hukum untuk membantu Kang Sol A menyelesaikan
tugas- tugasnya.
Jaksa Jin datang menemui Jong Hoon dan berbincang singkat
dengannya. Dan seperti biasa, sikap Jong Hoon selalu membuat nya merasa kesal.
Karena Jong Hoon menyuruhnya untuk segera mencabut dakwaan. Jika dia melakukan
itu, maka dia akan kehilangan wajah. Tapi Jong Hoon bersikap acuh serta
menyindir bahwa tidak ada yang lebih berbahaya selain membuang waktu sebagai
jaksa.
“Jaksa yang membuang
waktunya mempermalukan timbangan. Kenyataannya, Jaksa Seo justru membuang
waktunya, aku paham kenapa kau marah dan merasa dikhianati,” komentar Jaksa
Jin. “Aku harus mengerahkan seluruh tenagaku untuk mempertahankan dakwaan ini.
Sampai jumpa di pengadilan,” jelasnya. Lalu dia berjalan pergi.
Ketika Jaksa Jin baru berjalan beberapa langkah, dia teringat
sesuatu. “Setelah kau berhenti jadi jaksa, Jaksa Seo mabuk berat dan mengatakan
hal ini. Jika aku mati, aku akan mati di
tangan Yang Jong-hoon,” katanya, memberitahu. Lalu dia pergi beneran.
Mendengar itu, Jong Hoon hanya diam saja.
Di klinik hukum. Seorang wanita datang dan menceritakan salah satu
kisah yang berada didalam situs ‘Ortu Jahat’. Wanita ini adalah pengurus situs
tersebut dan dia dituntut atas pencemaran nama baik. Dan karena tidak tahu nama
Wanita ini, maka kita sebut saja ‘Wan’, biar mudah.
Wan menceritakan bahwa ada seorang suami yang anak- anaknya hampir
mati kelaparan, tapi dia malah justru berpesta dihari ulang tahunnya, dihotel
seharga 100.000 won per orang, dan dia membelikan tas bermerek untuk
selingkuhannya. Dalam kasus seperti ini, biasanya 8 dari 10 orang anak tidak
menerima tunjangan. Walaupun ada agensi Tunjangan, namun dengan permohonan
sekalipun, itu membutuhkan satu setengah hingga dua tahun hingga ada putusan. Meski
pengadilan meminta mereka untuk membayar tunjangan, banyak yang mengabaikan
itu.
“Jika tak bayar, mereka bisa ditahan. Tapi jika mereka gunakan
alamat palsu atau kabur selama enam bulan, mereka bebas. Beberapa justru
memilih untuk ditahan daripada membayar,” kata Kang Sol A, mengerti perasaan
Wan.
Kang Sol A berpikir menggunakan perasaan. Tapi Joon Hwi berpikir
menggunakan logika. Dia berpendapat kalau ini seperti Wan ingin menghukum para
pelaku secara pribadi dengan mempermalukan mereka. Karena situs ‘Ortu Jahat’
ini bertujuan untuk mempermalukan mereka agar mereka membayar.
“Para orang tua akan paham bagaimana perasaanku,” kata Wan,
membela diri.
“Tak akan ada yang berubah,” balas Joon Hwi dengan tegas. “Data
pribadi orang-orang ini bocor karena mereka punya anak. Kau kemari sebagai
tertuduh, bukan korban.”
Wan tidak tahu harus mengatakan apa lagi, jadi dia berniat untuk
pergi saja. Dan Kang Sol A langsung menghentikannya.
“Aku dibesarkan oleh ibuku, jadi aku paham perasaanmu,” kata Kang
Sol A, bersikap bersimpati kepada Wan.
“Terima kasih,” kata Wan dengan senang sambil memegang tangan Kang
Sol A.
Ketika Wan telah pergi. Kang Sol A mengomentari kalau Joon Hwi
sudah keterlaluan. Karena menurutnya, sebelum Wan menjadi tertuduh, Wan adalah
korban.
Tepat disaat itu, Jong Hoon datang. “Dia mencemarkan nama baik dan
dituntut karena itu, jadi dia adalah tertuduh.”
“Profesor, dia tertekan…” kata Kang Sol A, membela Wan.
“Berikan nasihat hukum, bukan saran psikologis,” sela Jong Hoon,
menasehati Kang Sol A dengan tegas. “Alih-alih emosi dan terhasut, berikan
solusi dengan kepala dingin. Tunjukkan caramu mengatasi ini.”
“Aku?” kata Kang Sol A, terkejut.
“Kau meloloskannya dari tuntutan kasus penistaan,” kata Jong Hoon,
mengingatkan Kang Sol A tentang ujian simulasi, dimana sebagai hakim Kang Sol A
melepaskan Joon Hwi.
Dengan perhatian, Joon Hwi menepuk Kang Sol A untuk memberikan
semangat padanya. “Semoga beruntung,” katanya. Lalu dia mengikuti Jong Hoon
keluar dari ruangan.
Joon Hwi memberikan bungkus gula kepada Jong Hoon. Tapi dia tidak
tahu apakah ini adalah bungkus gula yang sama dengan yang ada di tempat
kejadian.
Diperpustakaan. Kang Sol A bekerja keras mencari, membaca, dan
mempelajari, beberapa contoh kasus mengenai tunjangan anak.
Dikamar. Ketika Kang Sol B sedang belajar, dia mendapatkan pesan
masuk yang terhubung dari ponsel ke laptopnya.
HAN JOON-HWI: KAU MENCARI TUTOR?
IBU: MAKAN MALAM SUDAH SIAP
Membaca pesan dari Ibu, Kang Sol B langsung keluar dari kamar
sambil membawa koper nya. Lalu dia merebut ponselnya yang di pegang oleh Ibu
Kang B.
“Pergi ke kamarmu. Tutormu akan datang,” kata Ibu Kang B,
menghentikan Kang Sol B untuk tidak boleh pergi. Tapi Kang Sol B bersikeras
untuk tetap pergi. “Apakah karena Han Joon-hwi? Kau tak punya waktu untuk
bermain-main dengan bocah itu. Kembali ke kamarmu. Aku melakukan segala cara
untuk dapatkan tutor ini, yang tak pernah memberi kelas privat…” bujuk nya.
“Aku tak butuh tutor,” balas Kang Sol B. “Aku menulis tesis di
SMA. Aku sehebat itu. Kenapa aku harus dibantu?” katanya, mengingatkan sambil
tersenyum sinis.
Lagi- lagi Ibu Kang B mengancam Kang Sol B dengan cara meminum
banyak pil sekaligus. Tapi kali ini Kang Sol B sudah tidak peduli lagi, karena
dia yakin kalau Ibu Kang B tidak akan berani menelan semua pil tersebut. Dan
Ibu Kang B terdiam sambil menahan pil tersebut didalam mulutnya tanpa berani
menelan nya.
“Ibu. Aku tak lagi takut…” kata Kang Sol B. “siapa pun yang akan
mati.”
Tepat disaat itu, Wakil Dean Ju pulang dan mendengar hal tersebut,
dia merasa terkejut. Tanpa peduli, Kang Sol B membawa kopernya dan pergi.
Sedangkan Ibu Kang B buru- buru ke kamar mandi untuk memuntahkan pil didalam
mulutnya.
Wakil Dean Ju menawarkan diri untuk mengantarkan Kang Sol B pergi
ke asrama.
Kang Sol A sudah merasa sangat capek sekali, karena hukum mengenai
tunjangan anak, memang ada, tapi tidak berguna, sebab banyak yang tidak mau
membayar dan juga ada banyak cara untuk meloloskan diri. Lalu saat dia masuk ke
dalam ruangan kelompok, dia melihat Joon Hwi sudah ketiduran di meja, dan
diapun membangunkannya untuk kembali ke kamar dan tidur saja.
Ketika Joon Hwi bangun dan membuka matanya. Dia dikejutkan oleh
wajah Kang Sol A yang dipenuhi darah karena mimisan.
Kang Sol A dan Joon Hwi mulai berdiskusi bersama. Kang Sol A
berpendapat kalau dalam kasus situs ‘Ortu Jahat’, anak- anak adalah korban dari
tunjangan yang tidak dibayar. Dan melindungi anak adalah kepentingan publik.
Jadi situs yang bermulai dari seorang Ibu tanpa tunjangan anak maupun
pemerintah ini, dibuat demi kepentingan publik.
Mendengar itu, Joon Hwi mengomentari kalau kasus ini memang sesuai
dengan keahlian Kang Sol A. Tapi kasus ini sulit. Dan dia berpendapat
sebaliknya dari Kang Sol A. Menurutnya kasus ini sama seperti kreditur. Para
kreditur tidak seharusnya membuat situs dan mengunggah data debiturnya. Jadi
apakah kasus Wan dibenarkan, karena kepentingan publik?
“Baik. Kau memang si pintar,” koomentar Kang Sol A dengan sinis.
“Ini batasku,” tegasnya, capek. “Hei, jika kita tak membantunya untuk lolos,
para orang tua itu akan menolak bayar tunjangan anak dan merasa tindakan mereka
benar. Lalu bagaimana dengan anak-anaknya? Hidup mereka hancur. Aku tak bisa
membiarkan itu,” jelas nya, menegaskan. Lalu dia berjalan pergi.
Mendengar itu, Joon Hwi tersenyum geli. “Perlu bantuanku?”
tanyanya.
“Katamu ini keahlianku,” balas Kang Sol A.
Wakil Dean Ju dan Kang Sol B duduk bersama ditepi sungai. Lalu
Kang Sol B membahas tentang Byung Ju. “Pada hari itu… aku ingin Profesor Seo
lenyap dari pandanganku.”
Flash
back
“Aku meninggalkanmu untuk pria itu, tapi dia gagal ujian yudisial
dan menyerah, dan menjadi aib dalam keluarga hakimnya,” kata Ibu Kang A sambil
menghela nafas menyesal. Dan malas mendengarkan itu, Kang Sol B berniat untuk
pergi saja. Tapi Ibu Kang B langsung menahannya. “Maka kuputuskan untuk
mempertaruhkan hidupku agar dia menjadi hakim. Kusuruh dia menjiplak tesismu,”
katanya, mengakui kesalahannya.
“Hye-gyeong,” kata Byung Ju.
“Jangan buat masalah. Jika kau lakukan, hidup kami akan berakhir,”
pinta Ibu Kang B. “Kau tak ingin… aku mati dan menghilang, 'kan?” ancamnya.
“Apa suamimu tahu?” balas Byung Ju, bertanya. “Kenapa kau jadi
seperti ini?”
Mendengar pembicaraan antara mereka berdua, Kang Sol B merasa
sedikit bingung, ada hubungan apa antara Ibu Kang B dan Byung Ju sebenarnya.
Flash
back end
Wakil Dean Ju merasa kalau ini semua adalah kesalahannya. Andai
dia bisa menjadi seperti yang Ibu Kang B inginkan, maka Ibu Kang B tidak akan
terobsesi pada Kang Sol B.
“Nasi sudah menjadi bubur,” komentar Kang Sol B. “Kita tak bisa
mengubahnya, tapi kita bisa mengakalinya,” jelas nya. “Sudah buang laptopnya?
Apa yang akan kau lakukan dengan alibimu? Prof. Yang akan mengecek catatan
polisi,” katanya, perhatian.
“Mari kita hentikan. Mari kita…” bujuk Wakil Dean Ju.
“Tidak bisa,” tolak Kang Sol B. “Aku tak ingin hidupku berakhir.
Katamu itu salahmu. Maka turuti perkataanku. Tak pernah terjadi apa pun antara
kita,” tegas nya. Lalu dia pergi duluan.
Didalam taksi. Kang Sol B menatap keluar jendela dan merenung.
Flash
back
“Kau kira aku meninggalkan Byung-ju hanya untuk memajang foto ini
di ruang tamu?” teriak Ibu Kang B, emosi.
“Apa salah satu dari kita harus mati agar kau berhenti membahas
soal itu?” balas Wakil Dean Ju, merasa capek.
Dibelakang dinding, Kang Sol B mendengarkan pertengkaran antara
mereka berdua itu. Dan merasa tertekan.
Flash back end