Sinopsis K-Drama : Squid Game Episode 01

 

Recap K-Drama : Squid Game Episode 01


Kita melihat sekelompok anak-anak yang sedang bermain permainan tradisional. Dari narasi, kita mengetahui kalau permainan yang dimainkan mereka bernama ‘Cumi-Cumi’. Dinamakan demikian karena arenanya berbentuk cumi-cumi.



Aturan permainannya sederhana. Anak-anak dibagi menjadi dua regu, penyerang dan penjaga. Begitu permainan dimulai, penjaga bergerak dengan dua kaki di dalam garis, sementara penyerang hanya boleh melompat dengan satu kaki di luar garis. Namun, penyerang bisa memotong jalan melalui pinggang cumi-cumi, dan mendapatkan kebebasan untuk berjalan dengan dua kaki yang kemudian disebut ‘inspektur rahasia.’ Jika sudah siap melakukan pertempuran terakhir, para penyerang berkumpul di bagian mulut cumi-cumi. Untuk menang, para penyerang harus menginjak bidang kecil di atas kepala cumi-cumi. Jika kau menginjak atau keluar garis saat penjaga mendorongmu, kau mati. Tapi, jika berhasil menginjak bidang kecil diatas kepala cumi-cumi tersebut, kau berteriak ‘Hore!’


Episode 01

LAMPU MERAH, LAMPU HIJAU


Seong Gi Hun adalah seorang duda yang tinggal bersama Ibunya. Dia bekerja sebagai supir, namun, penghasilannya tidak cukup untuk membiayai hidupnya sehari-hari. Bahkan untuk merayakan ulang tahun anaknya, Ibunya sampai memberikan uang miliknya yang didapatnya dari berjualan. Bukannya puas dengan uang yang sudah diberikan, Gi Hun malah diam-diam mengambil kartu ATM milik Ibunya.




Dia ingin mengambil uang simpanan ibunya untuk digunakan berjudi pacuan kuda. Namun, ada masalah yang tidak diduganya, yaitu, pin ATM sudah bukan tanggal lahirnya. Dia sudah sampai mencoba dua kali dan terakhir mencoba menggunakan tanggal lahir Ibunya yang berusaha diingatnya, tapi tetap saja salah. Temannya yang menemani, menyuruhnya untuk berpikir keras sebelum memasukkan pin lagi, soalnya, kalau dia sampai salah memasukkan pin lagi, ATM akan terblokir. Setelah berpikir keras, Gi Hun memberanikan memasukkan pin ATM lagi. Berhasil!! Ternyata, pin ATM-nya adalah tanggal lahir putrinya.


Tanpa ragu sedikitpun ataupun merasa bersalah, Gi Hun mengambil 50.000 won. Uang itu digunakannya untuk memasang taruhan di pacuan kuda. Dan hasilnya, kuda yang dipilihnya kalah. Bukannya menyerah, Gi Hun memasang taruhan lagi dan kali ini, dia memilih kuda no. 8 dan no. 6, sesuai tanggal lahir putrinya 08 Juni.



Untunglah kali ini, kuda yang dipilihnya, menang. Dua-duanya! Jackpot! Dalam sekejap, dia berhasil mendapatkan uang sebesar 4.560.000 won. Saking senangnya menang, dia sampai memberikan uang 10.000 won kepada kasir pacuan sebagai uang kopi. Dia juga langsung menelpon putrinya, Ga Yeong, dan membual akan memberikannya makanan enak dan semua barang yang diinginkannya.




Sayang sekali, kesenangannya harus berakhir dalam hitungan detik. Begitu dia selesai menelpon putrinya, para rentenir tiba-tiba muncul dihadapannya untuk menagih hutang. Panik, Gi Hun melarikan diri. Dia sempat bertabrakan dengan seorang wanita muda. Setelah meminta maaf pada wanita itu, Gi Hun melanjutkan pelariannya.


Malang. Dia berhasil tertangkap. Gi Hun nggak punya pilihan lain lagi. Dia memohon agar diampuni dan akan mengangsur 4.000.000 won dan sisanya akan dibayarnya bulan depan. Ah, sial. Benar-benar sial. Uang yang dimenangkannya, raib tanpa sisa. Wanita yang ditabraknya tadi adalah pencopet. Tapi, para rentenir mana peduli dan mengiranya hanya berbohong. Mereka tidak butuh janji-janji Gi Hun. Yang mereka butuhkan adalah bukti. Dan bukti yang diinginkannya adalah cap jari Gi Hun di surat penyerahan organ. Jika dia tidak berhasil melunasi hutangnya hingga bulan depan, dia akan mengambil satu ginjal dan satu bola mata Gi Hun.




Gi Hun mau nggak mau, harus memberikan cap jarinya menggunakan darah mimisan dari hidungnya yang dipukuli si rentenir. Udah gitu, Gi Hun dengan bertebal muka, malah meminjam uang lagi. 10.000 won. Yah, mana dikasih. Terpaksa, dengan menahan rasa malu, Gi Hun menemui kasir yang diberikannya uang 10.000 won dan meminta uangnya dikembalikan.



Dengan uang 10.000 won itu, Gi Hun bermain mesin capit untuk hadiah Ga Yeong. Kemampuannya benar-benar parah. Dia sudah mencoba berulang kali hingga menghabiskan begitu banyak uang, tapi tidak ada satupun boneka yang berhasil didapatkannya. Untunglah ada seorang anak kecil yang mau membantunya sehingga dia berhasil mengambil sebuah kotak.



Dan tanpa memeriksa kotak hadiah itu, dia membungkusnya dengan kertas kado dan menghadiahkannya pada Ga Yeong. Dia beruntung punya putri yang baik padanya dan pengertian. Ga Yeong nggak marah ataupun kecewa meskipun ayahnya hanya mentraktirnya makan tteokbokki di pinggir jalan di hari ulang tahunnya. Dia juga nggak marah saat ayahnya menghadiahkannya pistol mainan, alih-alih boneka. Gi Hun juga kaget saat tahu kotak yang didapatkannya susah payah ternyata berisi pistol mainan. Parahnya lagi, itu bukan pistol mainan biasa, tetapi pistol pemantik.



Ga Yeong tidak mungkin menerima hadiah itu karena jika dia membawanya pulang, Ibunya pasti akan marah. Gi Hun jadi merasa bersalah dan berjanji akan membelikan hadiah yang lebih bagus untuknya di ulang tahunnya berikutnya. Mendengar janji ayahnya itu, Ga Yeong terlihat sedih. Sepertinya ada sesuatu yang hendak dikatakannya, tetapi entah kenapa, dia mengurungkannya.


Selesai makan, Gi Hun mengantar Ga Yeong pulang ke rumahnya. Mantan istrinya sudah menunggu di depan apartemen dan mengomelinya hanya karena mereka pulang telat 10 menit. Dia juga tidak mengizinkan Gi Hun menggendong Ga Yeon hingga ke depan lift. Sikapnya pada Gi Hun benar-benar dingin.


Dengan rasa kecewa pada apa yang terjadi hari ini, Gi Hun pun pulang. Sayangnya, ini memang hari sialnya. Dia ketinggalan kereta dan harus menunggu kereta selanjutnya. Selagi menunggu, seorang pria berjas rapi dan membawa koper, duduk di sampingnya dan mengajaknya berbincang (cameo : Gong Yoo). Awalnya, Gi Hun mengabaikannya karena mengira pria itu ingin mengajaknya bergabung ke dalam sekte atau sebagainya. Namun, saat pria itu bilang ingin mengajaknya bermain dan menunjukkan uang yang ada di kopernya, Gi Hun menjadi tertarik.



Pria itu mengajak Gi Hun bermain ddakji. Jika Gi Hun menang (berhasil membalik ddakji) dia akan memberikannya uang 100.000 won. Tapi, hal itu juga berlaku sebaliknya. Jika kalah, Gi Hun harus memberikannya 100.000 won. Meskipun terasa aneh, Gi Hun menerima tawarannya bermain.



Ah, sayang sekali. Dia kalah dalam permainan ddakji dan harus membayar 100.000 won. Tetapi, jika tidak mampu membayarnya dengan uang, dia bisa membayar dengan tubuhnya. Tamparan. Wah, harga diri Gi Hun jadi tersulut. Dia jadi meneruskan permainan dan ingin menang agar bisa membalas tamparan si pria. Masalahnya, berkali-kali dia bermain, berulang kali juga dia kalah. Pipinya sudah sampai merah karena berulang kali ditampar.


Namun, usaha tidak mengkhianati hasil. Setelah mencoba berulang kali, akhirnya dia berhasil membalik ddakji si pria. Woaaaahhh!!! Hal kecil seperti itu sudah membuat Gi Hun merasa sangat senang! Dia nggak sabar ingin menampar si pria.


Syut! Si pria menahan tangannya dan memberikannya uang 100.000 won. Gi Hun langsung terdiam dan baru tersadar kalau dia mendapatkan 100.000 dollar jika menang. Hanya dengan bermain ddakji dia berhasil mendapatkan 100.000 dollar. Sama seperti judi, dia nggak bisa berhenti bermain hingga mendapatkan banyak uang. Dia juga nggak peduli meskipun harus ketinggalan kereta.

Permainan sudah usai. Si pria menawarkannya untuk ikut permainan lain dengan hadiah yang jauh lebih besar. Gi Hun tidak tertarik karena menurutnya, dia hendak ditipu masuk skema piramida.


“Pak Seong Gi Hun,” ujar si pria. “Hari ini kau menandatangani surat penyerahan organ, kan? Namamu Seong Gi Hun, usia 47 tahun. Pendidikan terakhir, Sekolah Menengah Teknik Daehan. Mantan Karyawan Dragon Motors, Tim Perakitan Satu. Berhenti sepuluh tahun lalu saat restrukturisasi. Membuka restoran ayam goreng dan cemilan, keduanya gagal. Kini bekerja sebagai supir. Ada putri berusia 10 tahun dan mantan istri, cerai tiga tahun lalu. Kau berutang ke rentenir sebesar 160 juta won dan pinjaman bank sebesar 255 juta won sampai hari ini.”



Gi Hun menjadi sangat waspada. Pria dihadapannya bukan pria biasa yang ditemui sambil lalu. Pria itu sudah menyelidiki semua profilnya dan mendekatinya dengan motif tertentu. Pria itu juga tidak mau menjelaskan banyak hal sama Gi Hun. Dia hanya memberikan sebuah kartu yang mempunyai tanda ‘persegi’-‘segitiga’-‘lingkaran’ dan dibelakang kartu itu ada nomor telepon yang bisa dihubungi. Pria itu juga bilang kalau slot mereka tidak banyak lagi. Dan setelah memberikan banyak misteri, pria itu pergi begitu saja.



Meskipun aneh, Gi Hun nggak mau ambil pusing. Dia lebih mementingkan duit yang ada ditangannya sekarang. Saking senangnya, dia memamerkan uangnya pada ibu penjual di dekat rumahnya. Ibu penjual itu adalah ibu dari teman masa kecilnya, Cho Sang Woo. Berbeda dengan nasibnya, Sang Woo sudah menjadi pekerja sukses dan melakukan perjalanan dinas keluar negeri. Ibunya juga sangat bangga jika membahas mengenai putranya.


Dalam perjalanan menuju rumah, Gi Hun melihat seekor kucing yang mengais sampah karena kelaparan. Dia jadi merasa kasihan dan memberikan seekor ikan yang dibelinya tadi dari toko Ibu Sang Woo. Begitu sampai di rumah, dia juga memberikan sebagian uang pada Ibunya.


Ibunya langsung mengira kalau dia berjudi lagi atau mencuri. Sang Woo membantah dan menjawab dengan percaya diri kalau dia mendapatkan uang itu dengan tangan, wajah dan badannya. Yah sudah, ibunya tidak membahasnya lagi dan mengalihkan topik dengan membahas Ga Yeong, cuucnya. Dia memberitahu Sang Woo kalau Ga Yeong akan pindah ke Amerika bersama Ibunya dan ayah barunya, tahun depan. Ayah barunya mendapat pekerjaan di Amerika dan akan membawa semua keluarganya. Sang Woo kelihatan sedih dan jadi paham kenapa wajah Ga Yeong sedih saat dia janji akan membelikan hadiah bagus untuknya, tahun depan.


Ibunya tidak rela jika cucunya pindah ke Amerika dan meminta Sang Woo mendapatkan kembali hak asuh atas Ga Yeong. Dia sudah bertanya kepada pemuda dilantai atas apartemen mereka yang mengerti hukum. Kata pemuda itu, jika sang ayah bisa membuktikan kemampuannya untuk membiayai anak, dia bisa mendapatkan hak asuh anak. Apa dia yakin bisa hidup tanpa Ga Yeong?


Jawabannya jelas, tidak. Gi Hun sangat menyanyangi putrinya dan nggak rela jika mereka tidak bisa bertemu lagi. Tapi, dengan kondisi ekonominya sekarang, dia nggak akan bisa membiayai Ga Yeong. Sesuatu mulai terlintas dikepalanya. Dia teringat dengan tawaran si pria itu dan menelpon ke nomor yang ada dikartu.


Yang mengangkat telepon adalah seorang pria. Untuk bergabung, dia harus menyebutkan nama dan tanggal lahirnya. Begitu selesai verifikasi, dia di suruh menunggu di tempat yang sudah ditentukan.



Suasana sangat sepi. Tidak ada siapapun dikawasan tersebut. Dan tiba-tiba, sebuah mobil van muncul. Ada yang aneh. Si pengemudi mobil mengenakan hoodie berwarna merah muda dan masker besar. Si pengemudi juga menanyakan Gi Hun mengenai sandi sebelum dia diizinkan naik ke dalam mobil. Sandinya adalah ‘lampu merah, lampu hijau.’


Di dalam mobil van itu sudah ada beberapa orang dalam keadaan tertidur. Gi Hun mengira semuanya kelelahan karena perjalanan jauh. Sayangnya, perkiraannya salah. Begitu dia masuk ke dalam mobil, obat bius disemprotkan, membuat semua yang ada di dalam mobil, kehilangan kesadaran. Kecuali si pengemudi yang memakai masker.




Dan saat sadar, Gi Hun sudah berada di sebuah ruangan besar dengan banyak ranjang bertingkat. Sangat penuh. Dan semuanya mengenakan seragam olahraga berwarna hijau dengan nomor peserta tertera. Semua peserta diawasi oleh sekelompok orang berpakaian merah muda di ruangan pengawas. Dan diantara mereka, ada seorang pemimpin dengan warna baju berbeda dari mereka semua dan mengenakan topeng hitam.


Diantara banyaknya peserta, orang pertama yang dikenal oleh Gi Hun adalah seorang kakek tua dengan nomor urut 001. Dari layar monitor yang ada di depan pintu masuk ruangan, tertera jumlah peserta yang ada : 456. Dan nomor 456 adalah nomor peserta Gi Hun. Gi Hun menasehati kakek itu yang harusnya tidak ikut permainan dan menikmati hidup di rumah bersama cucu.


Kakek itu bercerita kalau hidupnya sudah tidak lama lagi. Dia menderita kanker otak.



Ditengah suasana yang awalnya tenang, tiba-tiba terjadi keributan. Peserta nomor 101 ‘Jang Deok Soo’ menyerang peserta wanita bernomor 067 ‘Kang Sae Byeok’. Mereka saling mengenal. Pria itu sangat dendam pada 067 karena sudah mengkhianatinya padahal dia sudah memberikan tempat tinggal, makan dan mengajarinya keterampilan. 101 tidak peduli meskipun 067 adalah wanita dan memukulinya tanpa ampun. Gi Hun yang menyaksikan semuanya, awalnya tidak mau ikut campur, tapi dia mengenali 067. 067 adalah wanita yang ditabraknya waktu itu dan mencopet uangnya.




101 marah karena Gi Hun ikut campur ketika dia sedang memukuli 067. Gi Hun mulai panik dan untunglah, alarm berbunyi. Pintu terbuka dan sekelompok orang berpakaian merah muda dengan hoodie merah muda juga serta mengenakan topeng masuk. Seitap orang mengenakan topeng dengan tanda berbeda. Ada yang persegi. Ada yang lingkaran. Dan ada yang segitiga. Sepertinya, orang dengan topeng tanda persegi adalah pemimpin mereka.



Si persegi mengumumkan kalau semua peserta akan berpartisipasi dalam enam permainan selama enam hari. Dan yang memenangkan semua permainan akan mendapat hadiah uang tunai jumlah besar. Para peserta satu persatu mulai mengajukan protes, soalnya mereka dibius dan ponsel serta dompet mereka diambil. Bagaimana mereka percaya?

“Kami terpaksa melakukan tindakan tersebut untuk menjaga kerahasiaan saat membawa kalian kemari. Kami akan mengembalikan semuanya setelah permainan berakhir.”

“Kenapa kalian memakai topeng seperti itu?”

“Prinsip kami adalah tak mengungkapkan wajah dan informasi pribadi staf kami kepada para peserta. Itu dilakukan untuk menjaga permainan tetap adil dan rahasia. Mohon pengertiannya.”


“Aku tak percaya perkataanmu. Kalian mengumpan, menculik, dan mengurung kami. Setelah lakukan tindakan ilegal, kalian membuat alasan untuk menyembunyikan diri. Berikan kami satu alasan kenapa kami harus memercayai kalian,” ujar pemain 218, Chon Sang Woo (yap, dia teman masa kecil Gi Hun).


“Pemain 218, Cho Sang-woo. Usia 46 tahun. Mantan kepala Tim Dua di Joy Investments. Menggelapkan dana klien lalu diinvestasi ke saham derivatif dan kontrak berjangka, tapi gagal. Kerugian saat ini, 650 juta won. Pemain 107, Kim Mi-ok berutang 540 juta won. Pemain 118, Oh Yeong-uk berutang 1,02 miliar won. Pemain 322, Jung Min-tae berutang 880 juta won. Pemain 119, No Sang-hun berutang 1,39 miliar won. Pemain 369, Park Ju-un berutang 900 juta won. Hidup semua orang yang ada di sini berada di ujung tanduk dengan utang yang tak terbayarkan. Saat pertama kali kami menemui kalian, kalian tak memercayai kami. Seperti yang kalian tahu, kita melakukan permainan dan memberikan kalian uang sesuai perjanjian. Kalian mulai memercayai kami dan berpartisipasi dalam permainan ini secara sukarela tanpa paksaan apa pun. Kami akan memberikan kalian kesempatan terakhir untuk memilih. Apa kalian mau kembali ke kehidupan lama yang menyedihkan, dikejar-kejar rentenir? Atau kalian bersedia mengambil kesempatan terakhir yang kami tawarkan?” jelas si persegi sambil menunjukkan video para peserta yang menjalani hal sama sebelum mengikuti permainan ini, yaitu permain ddakji.

“Permainan apa yang kami mainkan?”

“Demi permainan yang adil, informasi permainan tak bisa diberi tahu terlebih dulu.”



Selagi semua fokus mendengarkan, Gi Hun hanya kaget melihat video Sang Woo, karena setaunya Sang Woo sedang dinas diluar negeri. Dan hal lagi yang dipedulikannya, berapa banyak uang hadiah yang akan mereka menangkan? Si pesergi tidak menyebutkan angkanya dan menunjukkan bola transparan besar yang menggantung dilangit-lagit. Hadiah untuk mereka, akan di masukkan ke dalam bola tersebut dan uangnya akan diungkapkan setelah permainan pertama selesai.


Sekarang, saatnya mereka harus memilih. Jika ingin mengikuti permainan, para peserta harus menandatangani formulir persetujuan. Di formulir itu hanya tertulis 3 pasal yang harus ditaati para pemain. Pasal 1, para pemain tidak diperbolehkan berhenti bermain. Pasal 2, pemain yang menolak bermain akan dieliminasi. Pasal 3, permainan bisa dihentikan jika mayoritas setuju.

Gi Hun sampai heran karena peraturannya hanya tiga. Dia sempat menanyakannya pada si lingkaran, tapi nggak ada jawaban. Setelah ragu sejenak, dia mulain menandantangani formulir.





Permainan pertama dimulai. Para peserta berbaris dengan rapi dan diawasi ketat oleh pengawas (si baju merah muda). Semua dituntun keluar dan melalui mesin pemindaian. Semua foto peserta terlihat di lantai LCD yang ada diruangan pengawasan. Setelah melalui mesin pemindaian, semua mulai berjalan mengelilingi ruangan dengan berbagai warna.


Sistem keamanan yang ada ditempat tersebut benar-benar ketat. Bahkan untuk pemimpin tertinggi di tempat itu, si pria bertopeng hitam dengan warna baju berbeda saja, harus melalui mesin pemindai untuk sampai ke ruangan khususnya.



Semua peserta dibawa ke sebuah lapangan yang sangat luas dengan atap terbuka. Dan setelah mengawasi cukup lama, Gi Hun akhirnya menemukan Sang Woo. Dia beneran kaget karena ini beneran Sang Woo yang dikenalnya. Dia mau tah, apa yang dibicarakan tadi benar? Dia  punya hutang? Sang Woo kelihatan malas membahasnya dan menjauh dari Gi Hun sambil bilang kalau mereka bicara nanti saja.



Suara speaker menyuruh para peserta untuk menunggu sejenak di lapangan. Permainan sedang disiapkan. Begitu persiapan selesai, permainan pun dimulai. Si pemimpin menonton semuanya dari ruangan khususnya. Para peserta bisa melihat kalau diujung lapangan, ada sebuah robot wanita yang besar. Permainan pertama yang akan mereka mainkan adalah “Lampu Merah. Lampu Hijau.”


“Kalian bisa bergerak maju selama penjaga berteriak "Lampu hijau". Jika ada pergerakan yang terdeteksi, kau akan tereliminasi. Kuulangi sekali lagi. Kalian bisa bergerak maju selama penjaga berteriak, "Lampu Hijau, Lampu Merah." Jika ada pergerakan yang terdeteksi, kau akan tereliminasi. Yang melewati garis akhir tanpa tertangkap dalam lima menit, lolos dari babak ini. Mari kita mulai,” jelas si suara wanita dari speaker.


Saat penjelasan dibacakan, robot wanita itu memutar kepalanya ke belakang. Permainan akan dimulai. Ini adalah permainan masa kecil yang sering dimainkan semua peserta. Sangat mudah dan dianggap remeh. Saking dianggap remehnya, ada peserta yang mengajak bertaruh untuk siapa yang sampai pertama.


Timer 05.00 dipasang. Permainan dimulai. Peserta yang bertaruh, berlari sangat kencang, sehingga saat si robot memutar kepalanya, dia kesulitan menyeimbangkan tubuh bagian atasnya. Si robot mempunyai sistem untuk membaca gerakan. Jadi, jika gerakan sudah dikunci, kemudian berubah, mesin langsung membaca dan mengumumkan siapa yang bergerak, meskipun itu hanya sekecil.



Dorr!! Suara tembakan terdengar. Foto peserta yang ada di ruang pengawas juga menghilang. Semua kaget dan tercengang begitu suara tembakan terdengar. Namun, masih menganggap santai. Lawan bertaruh peserta itu, mengira peserta itu hanya berpura-pura jatuh. Tapi, betapa kagetnya saat dia melihat si peserta bukan jatuh karena kalah, tapi mati ditembak di kepala. Panik, dia segera membalikan badang dan berlari sekencang mungkin untuk kabur. Terlambat, larinya tidak lebih kencang daripada tembakan pistol.




Kegaduhan terjadi. Semua peserta menjadi histeris dan panik saat sadar itu adalah tembakan beneran. Semua berlari mencoba kabur, tapi pintu terkunci. Karena kepanikan tersebut, banyak peserta yang berguguran karena menyalahi aturan permainan ‘tidak bergerak.’



Mayat bergelimpangan. Darah ada dimana-mana. Permainan tidak dihentikan dan terus dilanjutkan. Gi Hun juga sangat terkejut dan tidak mampu bergerak sedikitpun. Diantara semua peserta yang ada, kakek 001, satu-satunya yang berani bergerak maju. Akhirnya, para peserta juga berani maju mengikutinya. Sang Woo yang ada dibelakang Gi Hun, menyuruhnya untuk tetap bergerak maju hingga garis finish jika tidak mau mati. Dia bisa menebak kalau robot didepan itu mempunyai alat pendeteksi gerakan. Selama mereka bergerak dibelakang seseorang dan tidak terlihat, mereka akan tetap aman.



Waktu permainan tinggal 2 menit lebih sedikit. Dia nggak punya waktu untuk terus ketakutan. Suara tembakan terus terdengar. Suasana sangat tegang. Dibelakang 101, ada peserta 067. 101 beneran ketakutan karena jika 067 mendorongnya sedikit saja, dia bakalan mati terbunuh. Nasibnya masih beruntung karena 067 tidak menggunakan moment itu untuk balas dendam.



Disaat semua peserta berada dalam permainan hidup mati, si pemimpin malah mendengarkan lagunya dengan santai dan menonton jalannya permainan.



Waktu terus berlalu. Beberapa peserta sudah berhasil memasuki garis finish, termasuk Sang Woo. Gi Hun tidak punya waktu lagi untuk bersantai, dia harus berlari secepat mungkin karena waktu semakin sempit. Namun, dia malah tergelincir karena menginjak lengan seorang mayat, tepat saat si robot berbalik. Untungnya, peserta 199 yang ada dibelakangnya, menahan kerah bajunya. Dia selamat. Di detik-detik terakhir, keduanya berlari dan melompat sekuat tenaga memasuki garis finish! Selamat!!


Untuk para peserta yang tidak berhasil memasuki garis finish, semuanya ditembak mati. Ini bukan lagi permainan anak-anak biasa, melainkan permainan hidup mati.


Permainan selesai. Dan atap mulai menutup kembali. Terlihat, kalau arena yang menjadi tempat permainan berada di sebuah pulau.


 

 

 

Post a Comment

Previous Post Next Post