Recap
K-Drama : Squid Game Episode 01
Kita
melihat sekelompok anak-anak yang sedang bermain permainan tradisional. Dari
narasi, kita mengetahui kalau permainan yang dimainkan mereka bernama
‘Cumi-Cumi’. Dinamakan demikian karena arenanya berbentuk cumi-cumi.
Aturan
permainannya sederhana. Anak-anak dibagi menjadi dua regu, penyerang dan
penjaga. Begitu permainan dimulai, penjaga bergerak dengan dua kaki di dalam
garis, sementara penyerang hanya boleh melompat dengan satu kaki di luar garis.
Namun, penyerang bisa memotong jalan melalui pinggang cumi-cumi, dan
mendapatkan kebebasan untuk berjalan dengan dua kaki yang kemudian disebut
‘inspektur rahasia.’ Jika sudah siap melakukan pertempuran terakhir, para
penyerang berkumpul di bagian mulut cumi-cumi. Untuk menang, para penyerang
harus menginjak bidang kecil di atas kepala cumi-cumi. Jika kau menginjak atau
keluar garis saat penjaga mendorongmu, kau mati. Tapi, jika berhasil menginjak
bidang kecil diatas kepala cumi-cumi tersebut, kau berteriak ‘Hore!’
Episode 01
LAMPU MERAH,
LAMPU HIJAU
Seong Gi Hun adalah seorang duda yang tinggal
bersama Ibunya. Dia bekerja sebagai supir, namun, penghasilannya tidak cukup
untuk membiayai hidupnya sehari-hari. Bahkan untuk merayakan ulang tahun
anaknya, Ibunya sampai memberikan uang miliknya yang didapatnya dari berjualan.
Bukannya puas dengan uang yang sudah diberikan, Gi Hun malah diam-diam
mengambil kartu ATM milik Ibunya.
Dia ingin mengambil uang simpanan ibunya untuk
digunakan berjudi pacuan kuda. Namun, ada masalah yang tidak diduganya, yaitu,
pin ATM sudah bukan tanggal lahirnya. Dia sudah sampai mencoba dua kali dan
terakhir mencoba menggunakan tanggal lahir Ibunya yang berusaha diingatnya,
tapi tetap saja salah. Temannya yang menemani, menyuruhnya untuk berpikir keras
sebelum memasukkan pin lagi, soalnya, kalau dia sampai salah memasukkan pin
lagi, ATM akan terblokir. Setelah berpikir keras, Gi Hun memberanikan
memasukkan pin ATM lagi. Berhasil!! Ternyata, pin ATM-nya adalah tanggal lahir
putrinya.
Tanpa ragu sedikitpun ataupun merasa bersalah,
Gi Hun mengambil 50.000 won. Uang itu digunakannya untuk memasang taruhan di
pacuan kuda. Dan hasilnya, kuda yang dipilihnya kalah. Bukannya menyerah, Gi
Hun memasang taruhan lagi dan kali ini, dia memilih kuda no. 8 dan no. 6,
sesuai tanggal lahir putrinya 08 Juni.
Untunglah kali ini, kuda yang dipilihnya,
menang. Dua-duanya! Jackpot! Dalam sekejap, dia berhasil mendapatkan uang
sebesar 4.560.000 won. Saking senangnya menang, dia sampai memberikan uang
10.000 won kepada kasir pacuan sebagai uang kopi. Dia juga langsung menelpon
putrinya, Ga Yeong, dan membual akan memberikannya makanan enak dan semua
barang yang diinginkannya.
Sayang sekali, kesenangannya harus berakhir
dalam hitungan detik. Begitu dia selesai menelpon putrinya, para rentenir tiba-tiba
muncul dihadapannya untuk menagih hutang. Panik, Gi Hun melarikan diri. Dia
sempat bertabrakan dengan seorang wanita muda. Setelah meminta maaf pada wanita
itu, Gi Hun melanjutkan pelariannya.
Malang. Dia berhasil tertangkap. Gi Hun nggak
punya pilihan lain lagi. Dia memohon agar diampuni dan akan mengangsur
4.000.000 won dan sisanya akan dibayarnya bulan depan. Ah, sial. Benar-benar
sial. Uang yang dimenangkannya, raib tanpa sisa. Wanita yang ditabraknya tadi
adalah pencopet. Tapi, para rentenir mana peduli dan mengiranya hanya
berbohong. Mereka tidak butuh janji-janji Gi Hun. Yang mereka butuhkan adalah
bukti. Dan bukti yang diinginkannya adalah cap jari Gi Hun di surat penyerahan
organ. Jika dia tidak berhasil melunasi hutangnya hingga bulan depan, dia akan
mengambil satu ginjal dan satu bola mata Gi Hun.
Gi Hun mau nggak mau, harus memberikan cap
jarinya menggunakan darah mimisan dari hidungnya yang dipukuli si rentenir.
Udah gitu, Gi Hun dengan bertebal muka, malah meminjam uang lagi. 10.000 won. Yah,
mana dikasih. Terpaksa, dengan menahan rasa malu, Gi Hun menemui kasir yang
diberikannya uang 10.000 won dan meminta uangnya dikembalikan.
Dengan uang 10.000 won itu, Gi Hun bermain
mesin capit untuk hadiah Ga Yeong. Kemampuannya benar-benar parah. Dia sudah
mencoba berulang kali hingga menghabiskan begitu banyak uang, tapi tidak ada
satupun boneka yang berhasil didapatkannya. Untunglah ada seorang anak kecil
yang mau membantunya sehingga dia berhasil mengambil sebuah kotak.
Dan tanpa memeriksa kotak hadiah itu, dia
membungkusnya dengan kertas kado dan menghadiahkannya pada Ga Yeong. Dia
beruntung punya putri yang baik padanya dan pengertian. Ga Yeong nggak marah
ataupun kecewa meskipun ayahnya hanya mentraktirnya makan tteokbokki di pinggir
jalan di hari ulang tahunnya. Dia juga nggak marah saat ayahnya
menghadiahkannya pistol mainan, alih-alih boneka. Gi Hun juga kaget saat tahu
kotak yang didapatkannya susah payah ternyata berisi pistol mainan. Parahnya
lagi, itu bukan pistol mainan biasa, tetapi pistol pemantik.
Ga Yeong tidak mungkin menerima hadiah itu
karena jika dia membawanya pulang, Ibunya pasti akan marah. Gi Hun jadi merasa
bersalah dan berjanji akan membelikan hadiah yang lebih bagus untuknya di ulang
tahunnya berikutnya. Mendengar janji ayahnya itu, Ga Yeong terlihat sedih.
Sepertinya ada sesuatu yang hendak dikatakannya, tetapi entah kenapa, dia
mengurungkannya.
Selesai makan, Gi Hun mengantar Ga Yeong
pulang ke rumahnya. Mantan istrinya sudah menunggu di depan apartemen dan
mengomelinya hanya karena mereka pulang telat 10 menit. Dia juga tidak
mengizinkan Gi Hun menggendong Ga Yeon hingga ke depan lift. Sikapnya pada Gi
Hun benar-benar dingin.
Dengan rasa kecewa pada apa yang terjadi hari
ini, Gi Hun pun pulang. Sayangnya, ini memang hari sialnya. Dia ketinggalan
kereta dan harus menunggu kereta selanjutnya. Selagi menunggu, seorang pria
berjas rapi dan membawa koper, duduk di sampingnya dan mengajaknya berbincang
(cameo : Gong Yoo). Awalnya, Gi Hun mengabaikannya karena mengira pria itu ingin
mengajaknya bergabung ke dalam sekte atau sebagainya. Namun, saat pria itu
bilang ingin mengajaknya bermain dan menunjukkan uang yang ada di kopernya, Gi
Hun menjadi tertarik.
Pria itu mengajak Gi Hun bermain ddakji. Jika Gi Hun menang (berhasil
membalik ddakji) dia akan
memberikannya uang 100.000 won. Tapi, hal itu juga berlaku sebaliknya. Jika
kalah, Gi Hun harus memberikannya 100.000 won. Meskipun terasa aneh, Gi Hun
menerima tawarannya bermain.
Ah, sayang sekali. Dia kalah dalam permainan ddakji dan harus membayar 100.000 won.
Tetapi, jika tidak mampu membayarnya dengan uang, dia bisa membayar dengan
tubuhnya. Tamparan. Wah, harga diri Gi Hun jadi tersulut. Dia jadi meneruskan
permainan dan ingin menang agar bisa membalas tamparan si pria. Masalahnya,
berkali-kali dia bermain, berulang kali juga dia kalah. Pipinya sudah sampai
merah karena berulang kali ditampar.
Namun, usaha tidak mengkhianati hasil. Setelah
mencoba berulang kali, akhirnya dia berhasil membalik ddakji si pria. Woaaaahhh!!! Hal kecil seperti itu sudah membuat Gi
Hun merasa sangat senang! Dia nggak sabar ingin menampar si pria.
Syut! Si pria menahan tangannya dan memberikannya
uang 100.000 won. Gi Hun langsung terdiam dan baru tersadar kalau dia
mendapatkan 100.000 dollar jika menang. Hanya dengan bermain ddakji dia berhasil mendapatkan 100.000
dollar. Sama seperti judi, dia nggak bisa berhenti bermain hingga mendapatkan
banyak uang. Dia juga nggak peduli meskipun harus ketinggalan kereta.
Permainan sudah usai. Si pria menawarkannya
untuk ikut permainan lain dengan hadiah yang jauh lebih besar. Gi Hun tidak
tertarik karena menurutnya, dia hendak ditipu masuk skema piramida.
“Pak Seong Gi Hun,” ujar si pria. “Hari ini
kau menandatangani surat penyerahan organ, kan? Namamu Seong Gi Hun, usia 47
tahun. Pendidikan terakhir, Sekolah Menengah Teknik Daehan. Mantan Karyawan
Dragon Motors, Tim Perakitan Satu. Berhenti sepuluh tahun lalu saat
restrukturisasi. Membuka restoran ayam goreng dan cemilan, keduanya gagal. Kini
bekerja sebagai supir. Ada putri berusia 10 tahun dan mantan istri, cerai tiga
tahun lalu. Kau berutang ke rentenir sebesar 160 juta won dan pinjaman bank
sebesar 255 juta won sampai hari ini.”
Gi Hun menjadi sangat waspada. Pria dihadapannya
bukan pria biasa yang ditemui sambil lalu. Pria itu sudah menyelidiki semua
profilnya dan mendekatinya dengan motif tertentu. Pria itu juga tidak mau
menjelaskan banyak hal sama Gi Hun. Dia hanya memberikan sebuah kartu yang
mempunyai tanda ‘persegi’-‘segitiga’-‘lingkaran’ dan dibelakang kartu itu ada
nomor telepon yang bisa dihubungi. Pria itu juga bilang kalau slot mereka tidak
banyak lagi. Dan setelah memberikan banyak misteri, pria itu pergi begitu saja.
Meskipun aneh, Gi Hun nggak mau ambil pusing.
Dia lebih mementingkan duit yang ada ditangannya sekarang. Saking senangnya,
dia memamerkan uangnya pada ibu penjual di dekat rumahnya. Ibu penjual itu
adalah ibu dari teman masa kecilnya, Cho Sang Woo. Berbeda dengan nasibnya,
Sang Woo sudah menjadi pekerja sukses dan melakukan perjalanan dinas keluar
negeri. Ibunya juga sangat bangga jika membahas mengenai putranya.
Dalam perjalanan menuju rumah, Gi Hun melihat
seekor kucing yang mengais sampah karena kelaparan. Dia jadi merasa kasihan dan
memberikan seekor ikan yang dibelinya tadi dari toko Ibu Sang Woo. Begitu
sampai di rumah, dia juga memberikan sebagian uang pada Ibunya.
Ibunya langsung mengira kalau dia berjudi lagi
atau mencuri. Sang Woo membantah dan menjawab dengan percaya diri kalau dia
mendapatkan uang itu dengan tangan, wajah dan badannya. Yah sudah, ibunya tidak
membahasnya lagi dan mengalihkan topik dengan membahas Ga Yeong, cuucnya. Dia
memberitahu Sang Woo kalau Ga Yeong akan pindah ke Amerika bersama Ibunya dan
ayah barunya, tahun depan. Ayah barunya mendapat pekerjaan di Amerika dan akan
membawa semua keluarganya. Sang Woo kelihatan sedih dan jadi paham kenapa wajah
Ga Yeong sedih saat dia janji akan membelikan hadiah bagus untuknya, tahun
depan.
Ibunya tidak rela jika cucunya pindah ke
Amerika dan meminta Sang Woo mendapatkan kembali hak asuh atas Ga Yeong. Dia
sudah bertanya kepada pemuda dilantai atas apartemen mereka yang mengerti
hukum. Kata pemuda itu, jika sang ayah bisa membuktikan kemampuannya untuk
membiayai anak, dia bisa mendapatkan hak asuh anak. Apa dia yakin bisa hidup
tanpa Ga Yeong?
Jawabannya jelas, tidak. Gi Hun sangat
menyanyangi putrinya dan nggak rela jika mereka tidak bisa bertemu lagi. Tapi,
dengan kondisi ekonominya sekarang, dia nggak akan bisa membiayai Ga Yeong.
Sesuatu mulai terlintas dikepalanya. Dia teringat dengan tawaran si pria itu
dan menelpon ke nomor yang ada dikartu.
Yang mengangkat telepon adalah seorang pria.
Untuk bergabung, dia harus menyebutkan nama dan tanggal lahirnya. Begitu
selesai verifikasi, dia di suruh menunggu di tempat yang sudah ditentukan.
Suasana sangat sepi. Tidak ada siapapun
dikawasan tersebut. Dan tiba-tiba, sebuah mobil van muncul. Ada yang aneh. Si
pengemudi mobil mengenakan hoodie berwarna merah muda dan masker besar. Si
pengemudi juga menanyakan Gi Hun mengenai sandi sebelum dia diizinkan naik ke
dalam mobil. Sandinya adalah ‘lampu merah, lampu hijau.’
Di dalam mobil van itu sudah ada beberapa
orang dalam keadaan tertidur. Gi Hun mengira semuanya kelelahan karena
perjalanan jauh. Sayangnya, perkiraannya salah. Begitu dia masuk ke dalam
mobil, obat bius disemprotkan, membuat semua yang ada di dalam mobil,
kehilangan kesadaran. Kecuali si pengemudi yang memakai masker.
Dan saat sadar, Gi Hun sudah berada di sebuah
ruangan besar dengan banyak ranjang bertingkat. Sangat penuh. Dan semuanya
mengenakan seragam olahraga berwarna hijau dengan nomor peserta tertera. Semua
peserta diawasi oleh sekelompok orang berpakaian merah muda di ruangan pengawas.
Dan diantara mereka, ada seorang pemimpin dengan warna baju berbeda dari mereka
semua dan mengenakan topeng hitam.
Diantara banyaknya peserta, orang pertama yang
dikenal oleh Gi Hun adalah seorang kakek tua dengan nomor urut 001. Dari layar
monitor yang ada di depan pintu masuk ruangan, tertera jumlah peserta yang ada
: 456. Dan nomor 456 adalah nomor peserta Gi Hun. Gi Hun menasehati kakek itu
yang harusnya tidak ikut permainan dan menikmati hidup di rumah bersama cucu.
Kakek itu bercerita kalau hidupnya sudah tidak
lama lagi. Dia menderita kanker otak.
Ditengah suasana yang awalnya tenang,
tiba-tiba terjadi keributan. Peserta nomor 101 ‘Jang Deok Soo’ menyerang
peserta wanita bernomor 067 ‘Kang Sae Byeok’. Mereka saling mengenal. Pria itu
sangat dendam pada 067 karena sudah mengkhianatinya padahal dia sudah
memberikan tempat tinggal, makan dan mengajarinya keterampilan. 101 tidak
peduli meskipun 067 adalah wanita dan memukulinya tanpa ampun. Gi Hun yang
menyaksikan semuanya, awalnya tidak mau ikut campur, tapi dia mengenali 067.
067 adalah wanita yang ditabraknya waktu itu dan mencopet uangnya.
101 marah karena Gi Hun ikut campur ketika dia
sedang memukuli 067. Gi Hun mulai panik dan untunglah, alarm berbunyi. Pintu
terbuka dan sekelompok orang berpakaian merah muda dengan hoodie merah muda
juga serta mengenakan topeng masuk. Seitap orang mengenakan topeng dengan tanda
berbeda. Ada yang persegi. Ada yang lingkaran. Dan ada yang segitiga.
Sepertinya, orang dengan topeng tanda persegi adalah pemimpin mereka.
Si persegi mengumumkan kalau semua peserta
akan berpartisipasi dalam enam permainan selama enam hari. Dan yang memenangkan
semua permainan akan mendapat hadiah uang tunai jumlah besar. Para peserta satu
persatu mulai mengajukan protes, soalnya mereka dibius dan ponsel serta dompet
mereka diambil. Bagaimana mereka percaya?
“Kami terpaksa melakukan tindakan tersebut untuk
menjaga kerahasiaan saat membawa kalian kemari. Kami akan mengembalikan
semuanya setelah permainan berakhir.”
“Kenapa kalian memakai topeng seperti itu?”
“Prinsip kami adalah tak mengungkapkan wajah dan
informasi pribadi staf kami kepada para peserta. Itu dilakukan untuk menjaga permainan
tetap adil dan rahasia. Mohon pengertiannya.”
“Aku tak percaya perkataanmu. Kalian
mengumpan, menculik, dan mengurung kami. Setelah lakukan tindakan ilegal, kalian
membuat alasan untuk menyembunyikan diri. Berikan kami satu alasan kenapa kami
harus memercayai kalian,” ujar pemain 218, Chon Sang Woo (yap, dia teman masa
kecil Gi Hun).
“Pemain 218, Cho Sang-woo. Usia 46 tahun. Mantan
kepala Tim Dua di Joy Investments. Menggelapkan dana klien lalu diinvestasi ke
saham derivatif dan kontrak berjangka, tapi gagal. Kerugian saat ini, 650 juta
won. Pemain 107, Kim Mi-ok berutang 540 juta won. Pemain 118, Oh Yeong-uk berutang
1,02 miliar won. Pemain 322, Jung Min-tae berutang 880 juta won. Pemain 119, No
Sang-hun berutang 1,39 miliar won. Pemain 369, Park Ju-un berutang 900 juta
won. Hidup semua orang yang ada di sini berada di ujung tanduk dengan utang
yang tak terbayarkan. Saat pertama kali kami menemui kalian, kalian tak
memercayai kami. Seperti yang kalian tahu, kita melakukan permainan dan
memberikan kalian uang sesuai perjanjian. Kalian mulai memercayai kami dan
berpartisipasi dalam permainan ini secara sukarela tanpa paksaan apa pun. Kami
akan memberikan kalian kesempatan terakhir untuk memilih. Apa kalian mau
kembali ke kehidupan lama yang menyedihkan, dikejar-kejar rentenir? Atau kalian
bersedia mengambil kesempatan terakhir yang kami tawarkan?” jelas si persegi
sambil menunjukkan video para peserta yang menjalani hal sama sebelum mengikuti
permainan ini, yaitu permain ddakji.
“Permainan apa yang kami mainkan?”
“Demi permainan yang adil, informasi permainan
tak bisa diberi tahu terlebih dulu.”
Selagi semua fokus mendengarkan, Gi Hun hanya
kaget melihat video Sang Woo, karena setaunya Sang Woo sedang dinas diluar
negeri. Dan hal lagi yang dipedulikannya, berapa banyak uang hadiah yang akan
mereka menangkan? Si pesergi tidak menyebutkan angkanya dan menunjukkan bola
transparan besar yang menggantung dilangit-lagit. Hadiah untuk mereka, akan di
masukkan ke dalam bola tersebut dan uangnya akan diungkapkan setelah permainan
pertama selesai.
Sekarang, saatnya mereka harus memilih. Jika
ingin mengikuti permainan, para peserta harus menandatangani formulir
persetujuan. Di formulir itu hanya tertulis 3 pasal yang harus ditaati para
pemain. Pasal 1, para pemain tidak diperbolehkan berhenti bermain. Pasal 2,
pemain yang menolak bermain akan dieliminasi. Pasal 3, permainan bisa
dihentikan jika mayoritas setuju.
Gi Hun sampai heran karena peraturannya hanya
tiga. Dia sempat menanyakannya pada si lingkaran, tapi nggak ada jawaban.
Setelah ragu sejenak, dia mulain menandantangani formulir.
Permainan pertama dimulai. Para peserta
berbaris dengan rapi dan diawasi ketat oleh pengawas (si baju merah muda).
Semua dituntun keluar dan melalui mesin pemindaian. Semua foto peserta terlihat
di lantai LCD yang ada diruangan pengawasan. Setelah melalui mesin pemindaian,
semua mulai berjalan mengelilingi ruangan dengan berbagai warna.
Sistem keamanan yang ada ditempat tersebut
benar-benar ketat. Bahkan untuk pemimpin tertinggi di tempat itu, si pria
bertopeng hitam dengan warna baju berbeda saja, harus melalui mesin pemindai
untuk sampai ke ruangan khususnya.
Semua peserta dibawa ke sebuah lapangan yang
sangat luas dengan atap terbuka. Dan setelah mengawasi cukup lama, Gi Hun
akhirnya menemukan Sang Woo. Dia beneran kaget karena ini beneran Sang Woo yang
dikenalnya. Dia mau tah, apa yang dibicarakan tadi benar? Dia punya hutang? Sang Woo kelihatan malas
membahasnya dan menjauh dari Gi Hun sambil bilang kalau mereka bicara nanti
saja.
Suara speaker menyuruh para peserta untuk
menunggu sejenak di lapangan. Permainan sedang disiapkan. Begitu persiapan
selesai, permainan pun dimulai. Si pemimpin menonton semuanya dari ruangan
khususnya. Para peserta bisa melihat kalau diujung lapangan, ada sebuah robot
wanita yang besar. Permainan pertama yang akan mereka mainkan adalah “Lampu
Merah. Lampu Hijau.”
“Kalian bisa
bergerak maju selama penjaga berteriak "Lampu hijau". Jika ada
pergerakan yang terdeteksi, kau akan tereliminasi. Kuulangi sekali lagi. Kalian
bisa bergerak maju selama penjaga berteriak, "Lampu Hijau, Lampu
Merah." Jika ada pergerakan yang terdeteksi, kau akan tereliminasi. Yang
melewati garis akhir tanpa tertangkap dalam lima menit, lolos dari babak ini.
Mari kita mulai,” jelas si suara
wanita dari speaker.
Saat penjelasan dibacakan, robot wanita itu
memutar kepalanya ke belakang. Permainan akan dimulai. Ini adalah permainan
masa kecil yang sering dimainkan semua peserta. Sangat mudah dan dianggap
remeh. Saking dianggap remehnya, ada peserta yang mengajak bertaruh untuk siapa
yang sampai pertama.
Timer 05.00 dipasang. Permainan dimulai.
Peserta yang bertaruh, berlari sangat kencang, sehingga saat si robot memutar
kepalanya, dia kesulitan menyeimbangkan tubuh bagian atasnya. Si robot
mempunyai sistem untuk membaca gerakan. Jadi, jika gerakan sudah dikunci,
kemudian berubah, mesin langsung membaca dan mengumumkan siapa yang bergerak,
meskipun itu hanya sekecil.
Dorr!! Suara tembakan terdengar. Foto peserta
yang ada di ruang pengawas juga menghilang. Semua kaget dan tercengang begitu
suara tembakan terdengar. Namun, masih menganggap santai. Lawan bertaruh
peserta itu, mengira peserta itu hanya berpura-pura jatuh. Tapi, betapa
kagetnya saat dia melihat si peserta bukan jatuh karena kalah, tapi mati
ditembak di kepala. Panik, dia segera membalikan badang dan berlari sekencang
mungkin untuk kabur. Terlambat, larinya tidak lebih kencang daripada tembakan
pistol.
Kegaduhan terjadi. Semua peserta menjadi
histeris dan panik saat sadar itu adalah tembakan beneran. Semua berlari
mencoba kabur, tapi pintu terkunci. Karena kepanikan tersebut, banyak peserta
yang berguguran karena menyalahi aturan permainan ‘tidak bergerak.’
Mayat bergelimpangan. Darah ada dimana-mana.
Permainan tidak dihentikan dan terus dilanjutkan. Gi Hun juga sangat terkejut
dan tidak mampu bergerak sedikitpun. Diantara semua peserta yang ada, kakek
001, satu-satunya yang berani bergerak maju. Akhirnya, para peserta juga berani
maju mengikutinya. Sang Woo yang ada dibelakang Gi Hun, menyuruhnya untuk tetap
bergerak maju hingga garis finish jika tidak mau mati. Dia bisa menebak kalau
robot didepan itu mempunyai alat pendeteksi gerakan. Selama mereka bergerak
dibelakang seseorang dan tidak terlihat, mereka akan tetap aman.
Waktu permainan tinggal 2 menit lebih sedikit.
Dia nggak punya waktu untuk terus ketakutan. Suara tembakan terus terdengar.
Suasana sangat tegang. Dibelakang 101, ada peserta 067. 101 beneran ketakutan
karena jika 067 mendorongnya sedikit saja, dia bakalan mati terbunuh. Nasibnya
masih beruntung karena 067 tidak menggunakan moment itu untuk balas dendam.
Disaat semua peserta berada dalam permainan
hidup mati, si pemimpin malah mendengarkan lagunya dengan santai dan menonton
jalannya permainan.
Waktu terus berlalu. Beberapa peserta sudah
berhasil memasuki garis finish, termasuk Sang Woo. Gi Hun tidak punya waktu
lagi untuk bersantai, dia harus berlari secepat mungkin karena waktu semakin
sempit. Namun, dia malah tergelincir karena menginjak lengan seorang mayat,
tepat saat si robot berbalik. Untungnya, peserta 199 yang ada dibelakangnya,
menahan kerah bajunya. Dia selamat. Di detik-detik terakhir, keduanya berlari
dan melompat sekuat tenaga memasuki garis finish! Selamat!!
Untuk para peserta yang tidak berhasil
memasuki garis finish, semuanya ditembak mati. Ini bukan lagi permainan
anak-anak biasa, melainkan permainan hidup mati.
Permainan selesai. Dan atap mulai menutup
kembali. Terlihat, kalau arena yang menjadi tempat permainan berada di sebuah
pulau.