Sinopsis K-Drama : Squid Game Episode 02

 

Recap K-Drama : Squid Game Episode 02


Permainan sudah usai dan semua pemain yang ditembak, dimasukkan ke dalam peti untuk dikremasi. Padahal, diantara para pemain yang ditembak itu, masih ada yang hidup. Tetapi, suara erangan mereka diabaikan dan mereka tetap dimasukkan ke peti hidup-hidup dan dikremasi.


Episode 02

NERAKA



Semua pemain yang berhasil menyelesaikan permainan dan bertahan, mulai ketakutan menyadari betapa mengerikannya permainan yang mereka mainkan. Gi Hun yang ketakutan masih sempat mengucapkan terimakasih pada Sang Woo dan pemain nomor 199 ‘Ali Abdul’ karena sudah menyelamatkannya tadi.



Waktu istirahat selesai dan pengawas persegi dengan anggotanya, segitiga yang membawa senapan, kembali menyapa mereka dan mengumumkan hasil permainan pertama. Dari 456 pemain, sebanyak 255 pemain tereliminasi dan kini hanya tersisa 201 pemain. Lebih dari setengah pemain terbunuh dipertandingan pertama, sementara masih ada 5 permainan lagi yang harus dimainkan. Ini tentu membuat semuanya ketakutan.



Pemain bernomor 212 ‘Han Mi Nyeo’ sambil menangis berlutut dan memohon agar diizinkan berhenti bermain. Dia bilang kalau dia mempunyai anak dan belum memberikan nama untuk anaknya, sehingga tidak bisa mendaftarkan kelahirannya. Pemain lagi satu persatu mulai mengikuti 212 dan memohon diizinkan berhenti dan berjanji akan melunasi hutang yang mereka miliki.


Si persegi dengan tenang berujar kalau ada kesalahpahaman. Mereka tidak mempunyai niat melukai ataupun menagih hutang mereka. Yang mereka lakukan adalah memberikan kesempatan untuk mereka. Ini hanyalah permainan. Dan semua yang gugur adalah mereka yang tereliminasi dari permianan. Jika mereka mematuhi aturannya, mereka bisa meninggalkan tempat itu dengan hadiah uang yang dijanjikan.


Para peserta tetap histeris dan panik. Mereka berseru-seru tidak menginginkan uang hadiah dan hanya ingin keluar dari tempat tersebut. Si pesergi mengingatkan mereka mengenai perjanjian pasal 1, pemain tidak diperbolehkan berhenti bermain. Para peserta tidak peduli dan mulai mengancam kalau polisi pasti akan menggerebek tempat ini untuk mencari mereka yang dilaporkan hilang. Para polisi pasti akan melacak ponsel mereka. Mampuslah mereka!




Dorr! Pistol diledakan dan senapan mulai dalam posisi siaga. Para peserta mulai meringkuk ketakutan. Masih dengan suara tenang, si persegi mengingatkan aturan pasal 2, pemain yang menolak bermain akan dieliminasi. Sang Woo yang pintar, berdiri dan mengingatkan bunyi pasal 3, permainan bisa dihentikan jika mayoritas setuju. Dan dia menyarankan agar mereka mulai melakukan voting.



Si persegi setuju. Mereka akan melakukan voting sekarang. Jika mayoritas memilih berhenti, permainan akan dihentikan. Semua mulai berseru lega. Dan sebelum voting dilakukan, si persegi menunjukkan uang hadiah yang akan mereka bawa dari permainan pertama. Dalam sekejap, bola yang berisi uang hadiah mulai terisi hampir penuh. Uang yang akan mereka dapatkan sangaaaat banyak. 25.5 miliar won dari 255 pemain yang tereliminasi. Jadi, setiap nyawa 1 pemain dinilai sebesar 100 juta won. Dan jika mereka berhenti bermain, uang 25.5 miliar won itu akan dikirimkan kepada keluarga pemain yang tereliminasi dengan nominla 100 juta won per pemain. Sementara mereka yang menang, akan pulang dengan tangan kosong.


212 yang awalnya menangis memohon permainan dihentikan, mulai berubah. Dia ingin tahu berapa total hadiah yang akan mereka bawa pulang jika berhasil melewati keenam permainan. Si persegi mengumumkan, karena ada 456 pemain, total hadiahnya sebesar 45.6 miliar won.




Wah, para pemain yang awalnya ingin berhenti mulai bimbang setelah mendengarkan jumlah hadiah yang akan mereka dapatkan. Voting dimulai. Yang memilih pertama adalah orang yang memilki nomor terbesar kemudian terkecil. Jadi yang pertama memilih adalah Gi Hun. Dia memilih untuk menghentikan permainan. Satu persatu maju dan voting diantara keduanya, berimbang. Sang Woo memilih untuk melanjutkan permainan dan hal itu sedikit mengejutkan Gi Hun.



212 memilih melanjutkan permainan juga. Hal itu membuat mereka yang ingin menghentikan permainan dan belum memilih menjadi panik, apalagi 212 yang pertama memohon permainan dihentikan. 212 nggak peduli meskipun disebut gila. Dia dengan lantang menjawab kalaupun mereka keluar, tidak ada yang berubah. Kehidupan diluar pun sama-sama menyiksa. Peserta lain setuju dengan 212, karena jika mereka berhenti sekarang, pemain tereliminasi yang diuntungkan. Hanya mereka yang akan mendapatkan 100 juta won, padahal yang menang adalah mereka. Keributan mulai terjadi dan memaksa satu sama lain untuk memilih apa yang mereka inginkan.



Si persegi mulai turun tangan. Senapan disiagakan dan mereka diperintahkan untuk tidak menghambat proses voting. Akhirnya, voting dilanjutkan dengan tenang. Satu persatu mulai memilih. Sisa satu pemain lagi yang harus memilih, 001. Suara voting sekarang adalah 100:100. Suaranya akan menjadi keputusan penting, apakah permainan akan dihentikan atau tidak.


Gi Hun sedikit gugup karena dia tahu 001 menderita tumor otak dan hidupnya tidak lama lagi. Jadi, dia khawatir 001 akan memilih melanjutkan permainan karena tidak peduli hidup atau mati. Dan berbeda dari kekhawatirannya, 001 memilih menghentikan permainan. Pemain yang ingin berhenti bermain, sontak bersorak girang.



Sementara pemain yang ingin melanjutkan permainan, mengajukan protes. Mereka memohon permainan tetap dilanjutkan dengan para pemain yang masih ingin bermain. Si persegi menjelaskan kalau mereka harus mengikuti hasil voting. Namun, mereka tidak menutup pintu kesempatan untuk kalian. Jika mayoritas dari mereka ingin berpartisipasi lagi, permainan bisa dimulai kembali.


Berbeda dari cara mereka dijemput, cara mereka diantarkan pulang, cukup kasar. Semua peserta ditelanjangi dan hanya mengenakan pakaian dalam, diturunkan di jalanan sepi. Mata mereka juga ditutup kain hitam sehingga tidak bisa melihat apapun dari tempat mereka disekap hingga diturunkan. Kedua tangan dan kaki mereka juga diikat ke arah belakang. Untungnya, mereka diturunkan dengan seorang lain sehingga bisa saling membantu melepaskan ikatan.



Sialnya, Gi Hun diturunkan bersama Sae Byeok (ini beneran, yang cewek juga cuma pakai B* dengan C*). Saet Byeok sangat pintar, soalnya dia menyuruh Gi Hun melepaskan ikatannya duluan baru dia akan membantu melepaskan ikatannya. Sayangnya, setelah ikatannya dilepas, Sae Byeok memakai dulu baju dan celananya yang ditinggalkan dijalanan juga dan langsung berjalan pergi. Gi Hun jelas panik dan memohon ikatannya dilepas juga soalnya dia kan sudah membantu. Sae Byeok nggak mau, soalnya, jika dia melepaskannya, Gi Hun akan marah-marah dan meminta uangnya kembali. Gi Hun akhirnya bilang kalau dia tidak akan memintanya mengembalikan uangnya. Dia bersumpah atas nama Ibunya.

Setelah negosiasi alot, Sae Byeok akhirnya mau melepaskan ikatan di tangannya. Baru juga bersumpah, Gi Hun malah langsung menuntut uang yang waktu itu Sae Byeok copet, kembalikan. Sae Byeok hanya melepaskan ikatan di tangan dan tidak melepaskan ikatan di kaki juga, jadi yah, dia bisa pergi dengan gampang karna Gi Hun nggak bisa mengejarnya.



Sementara itu, Sang Woo diturunkan di tepi sungai bersama 199 ‘Ali Abdul’. Ali yang tidak begitu tahu kota Seoul, bertanya pada Sang Woo, mereka ada dimana? Sang Woo melihat sekeliling dan melihat gedung hotel sehingga dia tahu kalau mereka ada di Yeouido. Ali yang tidak mempunyai ponsel, memohon untuk dapat meminjam ponsel Sang Woo untuk menelpon sekali. Sayangnya, ponsel Sang Woo kehabisan baterai sehingga mereka memutuskan mampir ke minimarket untuk menumpang meng-charge ponsel.


Begitu ponselnya menyala, sudah ada banyak notifikasi pesan dan telepon nggak terjawab. Dan rata-rata adalah tagihan hutang yang sudah jatuh tempo dan pemberitahuan surat sitaan. Hal ini tentu membuat Sang Woo sangat stress. Karena baterainya sudah penuh, dia meminjamkan Ali untuk menelpon. Ali menelpon keluarganya untuk memberitahukan kalau dia nggak pulang beberapa hari karena ada pekerjaan.




Selesai menelpon, Ali mengembalikan ponsel Sang Woo dan mengucapkan terimakasih. Sang Woo yang sedikit kasihan padanya, tidak hanya meminjamkan ponsel untuk menelpon tapi juga membelikannya ramyeon dan ongkos pulang. Soalnya, Ali bilang rumahnya ada di Ansan dan dia akan pulang jalan kaki karena dia nggak punya uang sama sekali. Ali menolak menerima uang Sang Woo karena dia tidak akan sanggup untuk mengembalikannya. Sang Woo tidak mempermasalahkannya. Terima saja dan tidak usah dikembalikan. Saat menerima uang Sang Woo, Sang Woo sempat melihat kalau jari kelingking dan jari manis ditangan kanan Ali tidak ada. Dia jadi semakin iba. Dan bagi Ali, Sang Woo adalah orang yang sangat baik. Dia berulang kali mengucapkan rasa terimakasihnya.


Gi Hun yang sudah bebas, langsung ke kantor polisi untuk menyampaikan permainan misterius yang memakan korban ke kepolisian. Tapi, polisi nggak percaya dan mengira dia hanya ngelantur atau punya gangguang jiwa. Yah aneh saja, Gi Hun bilang ada sekelompok orang mengumpulkan ratusan orang dan menyuruh mereka bermain, kemudian yang kalah ditembaki tanpa belas kasihan. Terus permainan yang dimainkan adalah ‘Lampu Merah, Lampu Hijau.’ Udah gitu, dia nggak tahu dimana tempatnya dan bilang semua pembunuhnya mengenakan topeng masker. Dan dia bisa bebas karena pemain melakukan voting.



Pernyataannya sangat aneh. Polisi jadi mau tahu, kenapa dia mengikuti permainan itu jika mengerikan? Gi Hun jujur kalau itu karena uang miliar-an won. Semakin nggak percayalah para polisi. Gi Hun nggak menyerah dan memberikan kartu nama yang didapatnya pertama kali dan menyuruh polisi untuk menelponnya. Yah udah,  polisi menelpon ke nomor di kartu dan berpura-pura ingin menjadi pemain. Anehnya, yang mengangkat telepon, adalah suara seorang wanita dan wanita itu menyebut si penelpon gila karena menelpon dan bilang-bilang ingin bermain.


Nggak ada lagi bukti. Saksi pun nggak ada. Gi Hun akhirnya diusir dengan kasar dari kantor polisi karena dianggap bercanda. Gi Hun berteriak-teriak kalau mereka pasti salah menelpon!!! Untuk membuktikannya, dia menelpon dengan ponselnya dan anehnya operator mengatakan kalau nomor yang dihubungi tidak terdaftar.


Seorang detektif muda bernama Hwang Jun Ho, melihat keributan itu, jadi penasaran dan menanyakan ke petugas polisi, apa yang terjadi? Petugas itu menjawab kalau Gi Hun hanyalah pria gila! Jun Ho awalnya seperti nggak peduli, tapi dia jadi merasa tertarik saat melihat kartu nama yang Gi Hun tunjukkan tadi.



Gi Hun akhirnya pulang ke rumah juga setelah laporannya dianggap sebagai omong kosong.  Rumahnya dalam keadaan terbuka, tapi ibunya tidak ada di dalam. Nampan yang berisi jualan ibunya juga tergeletak di ruang tamu. Dihubungi juga nggak bisa. Jadi, dia keluar untuk mencari ibunya. Tanpa sengaja, dia melihat Sang Woo yang lagi diam-diam memperhatikan toko Ibunya. Sang Woo nggak punya keberanian untuk pulang karena utang-utangnya.


Gi Hun pun mengajaknya ke tempat lain untuk bicara. Dia nggak habis pikir kalau Sang Woo bisa terjerat utang. Sang Woo itu adalah kebanggan daerah mereka, Ssangmun-dong. Dia disebut-sebut oleh warga sekitar sebagai genius yang lahir di Ssamundong. Pria terpintar yang masuk jurusan administrasi bisnis di SNU. Makanya, dia memberanikan Sang Woo untuk menemui Ibunya. Beritahu semuanya dan mulai lagi dari awal.



Sang Woo nggak bisa melakukannya. Utangnya itu 6 milliar won, bukan 600 juta won. Dia bukan hanya bermain saham tapi juga kontrak berjangka. Masalah lainnya, dia menjaminkan aset miliknya dan ibunya, termasuk toko dan rumah ibunya. Makanya, dia nggak punya muka kalau harus pulang dan menemui Ibunya.


Lagi membahas masalah Sang Woo, Gi Hun malah mendapat telepon dari rumah sakit. Ibunya ada di rumah sakit karena kakinya luka parah. Dokter menjelaskan kalau Ibu Gi Hun menderita diabetes dan terjadi komplikasi karena lukanya tidak diobati. Melihat kondisi lukanya, Ibu Gi Hun pasti kesakitan. Dan kemungkinan terburuk, kakinya harus diamputasi. Jadi, Ibu Gi Hun harus dirawat di rumah sakit untuk diawasi kondisinya.


Tapi, mereka tidak mempunyai uang. Ibunya menyadari hal itu sehingga begitu sadar, dia langsung pergi dari rumah sakit, meskipun berjalan terpincang-pincang. Gi Hun sangat khawatir dan memohon padanya untuk tetap tinggal di rumah sakit. Ibu nggak mau. Lagipula, Gi Hun udah nggak pulang beberapa hari ini. Ditambah lagi, jika dia nggak bekerja, siapa yang akan membayar uang sewa rumah mereka? Mereka juga nggak sanggup membayar uang rawat inap dan obat-obatannya.

Gi Hun tetap bersikeras menyuruhnya dirawat. Dia mengingatkan kalau mereka bisa menggunakan asuransi yang dimiliki ibunya. Ibu mengingatkannya juga, asuransinya sudah ditutup sama Gi Hun sendiri dan uangnya dihabiskan juga sama Gi Hun! Sadarlah!!


“Gi-Hun. Ibu sangat lelah. Ibu terlalu lelah untuk melanjutkannya. Hentikanlah!” mohon Ibu.


Gi Hun merasa sangat bersalah dan sedih. Dan dia bertekad akan membawa pulang uang untuk Ibunya.



Ditempat lain, detektif Hwang Jun Ho sedang dalam perjalanan ke tempat kos abangnya. Abangnya sudah beberapa hari ini tidak bisa dihubungi dan Ibunya sudah sangat khawatir. semua teman abangnya juga sudah ditelepon, tapi tidak ada yang tahu keberadaannya. Saat dia tiba di kos-kosan abangnya, pemilik kos-kosan bilang kalau abangnya sudah nggak terlihat sejak hari pembayaran sewa, sepekan lalu, dan nggak bisa dihubungi juga. Mumpung Jun Ho disini, dia harus membayar uang sewa kos-kosan itu, kalau tidak, dia harus mengosongkan ruangannya.



Tidak ada yang aneh diruangan kos abangnya. Semua tampak normal dan rapi. Hanya saja, ada sebuah kotak yang didalamnya berisi kartu nama dengan logo : lingkaran-segitiga-persegi. Kartu yang sama seperti yang diberikan Gi Hun dikantor polisi. Instingnya sebagai detektif mulai merasakan ada sesuatu aneh yang terjadi.

--



Sae Byeok sekarang berada di panti asuhan. Dia mempunyai seorang adik bernama Kang Cheol yang dia titipkan di sana. Adiknya sekarang sedang marah padanya karena Sae Byeok bilang akan segera membawa Ibu mereka kemari dan mereka akan tinggal bersama, jadi dia harus menunggu 1 bulan. Tapi, buktinya tidak ada. Semua anak disana bilang kalau kakaknya berbohong dan dia akan selamanya tinggal di sana. Sae Byeok memeluknya dan berujar kalau dia nggak berbohong. Dia akan menemukan ayah dan Ibu dan mereka akan tinggal bersama tahun depan. Percaya padanya. Dia tidak pernah berbohong.

--


Setelah melihat kalau kakaknya sepertinya menerima kartu yang sama seperti Gi Hun, Jun Ho jadi ingin mencari Gi Hun untuk menanyakan sesuatu mengenai pernyataannya waktu itu. Untungnya, polisi yang waktu itu melayani Gi Hun, ingat kalau Gi Hun bilang namanya Seong Gi Hun dari Ssamun-dong.

--



Ditempat yang lain, Ali pergi ke tempat kerjanya di pabrik dan meminta boss untuk membayar semua upahnya yang belum diberikan. Boss-nya tidak mau membayar dan beralasan kalau bisnis sedang buruk. Ali nggak peduli, soalnya dia membutuhkan uang. Karna dia nggak mendapatkan uang, dia jadi nggak bisa mengobati jarinya dan biaya pengobatan. Dia memohon, tapi permohonannya nggak di dengar. Ali sudah hilang kesabaran. Dia sudah menunggu lebih dari enam bulan untuk upahnya, tapi sampai sekarang, tidak juga didapatkan. Kemarahannya memuncak saat melihat diatas meja boss nya itu ada segepok uang dan uang itu langsung disimpan si bos dibalik jasnya.


Ali semakin ngotot agar upahnya dibayarkan. Dia mengejar si bos dan memohong dengan sangat. Tapi, si bos malah memukulinya. Perkelahian mereka terjadi di pabrik yang masih dalam keadaan operasi. Dan karena tidak berhati-hati, tangan si bos masuk ke alat penggilingan. Jeritan kesakitan menggema. Ali panik dan melarikan diri dengan amplop berisi uang si bos. Para pekerja juga nggak kepikiran mengejarnya karena lebiih fokus menyelamatkan boss.

--


Sae Byeok menemui seorang broker untuk menemukan orang tuanya. Dia itu berasal dari utara, sehingga sulit menemukannya. Nah, si broker ini tentu menggunakan kesempatan untuk memerasnya dan meminta uang 40juta won sebagai upah. Masalahnya, si broker ini sudah sering berjanji dan meminta uang, tapi orang tua Sae Byeok tetap saja nggak ketemu dan dia terus membuat-buat alasan untuk meminta lebih banyak uang.


Sae Byeok yang udah menjalani kerasnya hidup, nggak mau lagi tertipu. Dia mengancam si broker untuk menemukan orang tuanya, jangan menipunya lagi! Jika dia menipunya lagi, dia akan menggorok lehernya! Dia akan membawakan uang yang diminta si broker.

Ah, dalam keadaan mengancam, masih sempat-sempatnya Sae Byeok mencopet dompet si broker dari kantong bajunya. Lihai.

--



Pada akhirnya, Sang Woo tetap tidak menemui ibunya dan hanya menelponnya. Dia masih berbohong kalau dia ada di Amerika, padahal dia da disebuah hotel. Ibu sangat bahagia baru selesai berteleponan dengan Sang Woo, tapi kebahagiaan itu hilang dalam sekejap saat polisi datang ke tokonya. 


Polisi ingin menangkap Sang Woo karena penggelapan dana, pemalsuan dokumen pribadi dan pelanggaran undang-undang tentang Tindak Pidana Ekonomi. Berita itu bagaikan petir di siang bolong.




Sang Woo sendiri memutuskan untuk bunuh diri. Dia merendam dirinya di bathup dan di sampingnya ada belerang yang sedang dibakar diatas kompor. Hidupnya sudah hampir berakhir, hingga terdengar suara bel berulang kali. Dari sela-sela pintunya, seseorang menyelipkan kartu nama yang sama seperti yang diterimanbya pertama kali. Bedanya, di bagian belakang tidak tertulis nomor telepon, tapi pesan : “23 Juni, tengah malam. Tempat : Sama seperti sebelumnya.”

--


Ali membawa uang dalam amplop yang mempunyai jejak darah. Jumlahnya sangat besar sehingga istrinya takut, darimana Ali mendapat uang tersebut? Ali tidak menjawab pertanyaannya. Dia hanya menyuruh istrinya untuk segera membeli tiket tercepat untuk pulang kampung bersama anak mereka. Dia akan menyusul begitu pekerjaannya selesai disini.

Istrinya jelas tahu kalau sesuatu sudah terjadi. Dia tidak mau pergi, tapi Ali memaksanya untuk berkemas dan pergi. Dia memohon istrinya untuk memahami keadaannya. Dia mencintainya dan anak mereka.

--


Gi Hun mulai mencari pinjaman untuk biaya pengobatan kaki Ibunya. Dia meminjam ke semua teman yang dikenalnya, tetapi tidak ada yang bisa membantunya. Kondisi keluarga teman-temannya juga nggak mudah. Lagi pusing memikirkan uang, dia malah tanpa sengaja bertemu dengan 001 di minimarket dekat rumahnya.


001 bilang kalau dia ada teman di sekitar sana. Dia nggak punya tempat tujuan, makanya menumpang di rumah temannya itu. Dia juga berujar kalau sepertinya mereka ditakdirkan bertemu. Padahal mereka hanya pernah bertemu di arena permainan, tapi sudah sangat dekat dan akrab. Setelah berbincang ini itu, 001 memberitahu kalau dia sudah memutuskan akan kembali ke ‘sana.’ Lagipula, hidupnya sudah tidak lama. Dia nggak mau menunggu kematian dan ingin mencoba. Mana tahu saja dia bisa menang. Dalam permainan lampu merah, lampu hijau, dia juga tiba duluan di garis finish sebelum Gi Hun. Setelah keluar dari ‘sana’, dia menyadari ucapan mereka benar. Kehidupan disini lebih menyakitkan.


Gegara ucapan 001, Gi Hun menjadi bimbang.



Pemain lain, Jang Deok Soo, si preman itu, juga sedang dalam kesulitan. Dia sedang dalam pelarian setelah mencuri uang bos besar. Semua anggota sudah dikerahkan untuk mencarinya. Dia mendapatkan semua informasi itu dari orang kepercayaannya. Makanya, dia menceritakan permainan yang diikutinya itu sama orang kepercayaannya itu juga. Dia ingin menerobos masuk ke arena permainan itu lagi. Rencananya, dia akan ikut permainan dan nanti kan dijemput tuh, nah pas dijemput itu, dia menyuruh bawahannya itu untuk menembaki si penjemput. Bawa juga anggota yang banyak dan pistol. Dengan mobil, mereka akan menyusup ke sana dan mencuri uang hadiah.



Sayangnya, ceritanya itu hanya dianggap omong kosong. Parahnya lagi, bawahannya itu mengkhianatinya. Dia sudah memberitahu keberadaan Deok Soo pada bos besar dan sedari tadi mereka sudah diikuti. Dalam posisi hanya sendiri, Deok Soo terkepung. Meski begitu, dia menyempatkan diri membunuh bawahannya itu. Setelah itu, dia memutuskan melompat dari jembatan.


Gi Hun yang sudah kehilangan akal mencari uang, menemui mantan istrinya untuk meminta uang 2 juta won. Mantan istrinya sangat marah karena ini bukan kali pertama Gi Hun meminta uang padanya padahal Gi Hun saja tidak pernah memberikan tunjangan untuknya dan anak-anak.  Dia merasa kasihan waktu Gi Hun bilang itu untuk biaya rumah sakit ibunya, tetapi, tetap saja dia nggak bisa memberikan uang sebanyak itu. Dia nggak punya uang. Dan tidak mungkin juga dia meminta uang dari suaminya untuk Gi Hun.


Dia tidak mau membicarakan masalah ini dan menyuruh Gi Hun untuk pergi. Dia nggak mau kalau suaminya melihat kedatangan Gi Hun. Mereka mulai terlibat perkelahian. Mantan istrinya mulai mengungkit gimana dulu dia harus pergi sendirian ke rumah sakit dengan merangkak saat melahirkan Ga Yeong, karena Gi Hun tidak ada. Gi Hun emosi dan bilang kalau dia kan sudah bilang, rekan kerjanya hari itu meninggal di depan mata dan tidak bisa pergi ke rumah sakit.


Pertengkaran mereka terhenti saat terdengar suara pintu terbuka. Suaminya tentu kaget melihat di dalam rumah ada Gi Hun. Gi Hun juga nggak enak dan segera pamit undur diri. Suaminya beneran marah dan ingin tahu alasan kedatangan Gi Hun.  Karena terburu-buru pergi, Gi Hun jadi lupa membawa payungnya.



Gi Hun sudah mau pergi, tapi suami mantan istrinya tiba-tiba memanggilnya dan memberikan seamplop uang. Dia sudah mendengar dari istrinya apa yang terjadi. Dia berikan uang itu, tapi sebagai gantinya, Gi Hun tidak boleh menemui keluarganya lagi. Gi Hun marah mendengarnya. Dia mengembalikan uangnya! Mana mungkin dia nggak boleh menemui putrinya! Saking marahnya, dia meninju wajah suami mantan istrinya.


Dan hal itu kelihatan sama Ga Yeong yang keluar untuk mengantarkan payung padanya.



Gi Hun merasa hidupnya benar-benar berantakan.  Belum cukup satu masalah, dia malah berjumpa dengan Jun Ho. Jun Ho ingin menanyakan pernyataannya waktu itu mengenai permainan dan pembunuhan. Niat di hati Gi Hun sudah berubah, makanya, dia nggak mau membahasnya lagi dan berbohong kalau waktu itu dia hanya bicara ngawur karena mabuk. Jun Ho nggak menyerah dan memberitahu kalau abangnya punya kartu nama yang sama seperti Gi Hun dan sekarang menghilang. Gi Hun kembali berbohong kalau dia memungut kartu itu dari jalan.


“Kumohon. Tolong bantu aku. Aku harus mencari kakakku.”


“Maaf. Aku tidak bisa membantu siapapun sekarang.”


Gi Hun ingin melanjutkan permainan lagi. Kelihatan sangat jelas. Harapannya terkabul saat dia melihat kartu nama yang diterimanya waktu itu, diselipkan di sela pintunya. Tidak berpikir dua kali, dia menunggu ditempat yang tertulis di kartu tersebut.




Para pemain lain seperti Sang Woo, Sae Byeok, Deok Soo, Ali dan 001 juga menunggu di tempat masing-masing. Yap, Deok Soo belum mati setelah melompat dari jembatan yang dibawahnya adalah sungai. Dia berhasil selamat.


Sesuai waktu yang tertera, mobil van menjemput mereka. Tidak ada lagi ketakutan. Mereka sudah siap kalau akan dibius seperti pertama kali. Ah, tapi, ada hal yang diluar perkiraan pihak penyelenggara. Apa itu?


Jun Ho diam-diam mengikuti Gi Hun dan melihatnya masuk ke dalam mobil van misterius. Sae Byeok menutup hidungnya dengan jaket bajunya dan menahan nafas agar tidak menghirup gas bius, sehingga dia tetap dalam keadaan sadar.


 

Post a Comment

Previous Post Next Post