Sinopsis Lakorn /
Thai-Drama : F4 Thailand - Boys Over Flowers Episode 01 part 1
Cerita dimulai dengan narasi dari
Thyme
Hidup itu lucu.
Bagi orang yang menganggap dirinya hebat, seolah-olah dia
memiliki semua bintang di telapak tangannya.
Tapi saat dia bertemu denganmu, dunianya yang kecil menjadi
lebih besar dan indah.
Kita belajar merasakan sakit, sedih, dan telah tumbuh karenanya.
Yang terpenting, kamu menunjukkan kepadaku cara mencintai.
Itu lucu.
Seluruh duniaku telah berubah karena seorang gadis kecil, kamu.
Terima kasih.
=-F4 THAILAND –
BOYS OVER FLOWERS-=
Episode
1. The Footprint of Meteor
SMA
International Kocher Bangkok,
Sekolah
dimana anak-anak elite belajar. Dari pintu masuk saja sudah kelihatan kemewahan
sekolah ini, dimana mayoritas anak-anak datang ke sekolah dengan kendaraan
mewah. Tas, sepatu dan aksesoris yang digunakan anak-anak tersebut juga sangat
mahal dan bermerk. Makanan-makanan yang dijual di kantin juga disesuaikan
dengan kehidupan sekolah yang mewah.
Namun,
di sekolah ini, bukan hanya anak orang kaya saja yang bisa mendaftar. Mereka
juga menerima siswa/i biasa dari kelas menengah ke bawah yang bisa masuk dan
bersekolah menggunakan beasiswa. Salah satu siswi menengah ke bawah yang
bersekolah di sana adalah Gorya. Dia masuk lewat jalur beasiswa atletik. Karena
ekonomi-nya yang tidak sesuai dengan mayoritas anak-anak di sana, dia jadi
tidak mempunyai teman. Satu-satunya orang yang menyapa dan mengajaknya berteman
adalah seorang siswa pindahan baru dari Amerika bernama Hana yang baru saja
masuk sekolah hari ini.
Hana
cukup heran melihat Gorya yang menghabiskan waktu istirahat dengan mengerjakan
PR sementara siswa/i lain sibuk berkumpul, bercengkerama dan bermain bersama.
Gorya menjelaskan kalau dia masuk dengan beasiswa atletik, jadi dia harus lebih
memperhatikan pelajaran daripada orang lain. Dia juga kurang bisa bergaul
dengan yang lain. Contohnya saja tiga orang siswi terkenal di kelas mereka yang
selalu berkumpul hanya untuk membahas tas – tas mahal yang baru mereka beli atau
negara yang akan mereka kunjungi saat liburan musim panas nanti. Dan dia tidak
akan bisa mengikuti pembicaraan mereka.
Gorya
juga cukup tahu diri dengan statusnya, makanya dia tidak keberatan kalau Hana
memilih pergi dan bicara dengan orang lain, dibandingkan berbicara dengannya
yang membosankan. Setelah dia mengatakan itu, Hana langsung pergi. Ada sedikit
raut kesedihan di wajah Gorya.
Tapi
ternyata, Hana pergi untuk mengambil kotak bekalnya yang berisi cookies
buatannya. Dia memilih berteman dengan Gorya. Lagipula, geng tiga siswi di
kelas mereka terlihat agak kejam. Gorya tertawa mendengar ucapannya. Hana yang
baru mulai sekolah hari ini, meminta Gorya mengajarkan kiat-kita untuk murid
baru sepertinya agar bisa beradaptasi dengan sekolah.
“Kamu
tidak tahu apa pun tentang sekolah ini, ya?”
“Ya.
Aku hanya tahu apa yang guru katakan kepadaku.”
“Kamu
pernah dirundung di sekolah lamamu? Atau apa kamu pernah merundung orang lain?”
tanya Gorya, yang dijawab Hana dengan gelengan kepala. “Jika ingin bertahan di
sekolah ini, yang utama kamu harus waspada dahulu. Perundungan di sini parah.”
Hana
agak nggak percaya kalau sekolah elite seperti ini dan di zaman sekarang ini,
masih ada yang namannya perundungan. Tapi, memang itulah fakta yang terjadi di
sekolah ini. Gorya memberitahunya kalau semakin baik dan aman sekolah itu
terlihat, maka makin istimewa.
Baru
juga dijelaskan, tiba-tiba saja, semua ponsel siswa/i yang ada di sekolah ini
berbunyi. Ada sebuah pesan di grup yang bisa diakses semua orang yang
bersekolah di sekolah ini. Permainan di mulai.
Benar,
di sekolah elite ini, ada sebuah permainan yang ditentukan oleh kelompok paling
berpengaruh di sekolah, F4. Siapapun orang yang bermasalah dengan mereka akan
menerima kartu merah di lokernya. Di kartu tersebut tertulis empat buah huruf F
yang memanjang ke bawah. Dan orang yang menerima kartu itu, akan di bully oleh
seluruh siswa/i sekolah ini. Siapapun bisa melakukan apa yang mereka inginkan.
Namun,
sebuah permainan tetap mempunyai aturan. Aturan tidak tertulis yang pertama
adalah, semua harus dilakukan serapi mungkin, agar dari kamera CCTV semua kejadian
terlihat seperti kecelakan atau hal yang tidak disengaja. Tidak boleh ada
bukti. Aturan kedua adalah semua harus menyembunyikan seolah pembullyan tidak
pernah terjadi.
Semua
orang akan bekerja sama untuk menggiring target menuju ke stadion tua
terbengkalai yang ada di belakang gedung utama. Disana adalah satu-satunya
tempat tanpa CCTV. Terus, bagaimana dengan para guru? Apa para guru tidak
menghentikan ini? Jawabannya, tidak. Guru-guru tidak berani melakukan apapun,
termasuk direktur sekolah.
Dan
target hari ini adalah Phupha Komolpetch dari Kelas 6-1. Begitu dia menerima
kartu merah, murid-murid mulai melakukan aksi mereka. Dengan sengaja, mereka
menjatuhkan ember berisi air sehingga membasahi sepatunya dan membuanya
terjatuh. Setelah itu, mereka melemparkan pot bunga dari lantai 2, yang untungnya
bisa dihindari Phupa. Semua kejadian itu di rekam dan disebar luaskan di grup
tertutup sekolah. Setelah itu, mereka mengambil tas dan ponsel Phupa untuk
menggiringnya ke stadiun terbengkalai sekolah yang ada di belakang gedung
utama.
Phupa
yang sudah sadar kalau dia dijebak menuju ke sana, terlambat untuk melarikan
diri karena beberapa murid pria sudah menariknya paksa memasuki gedung stadiun.
Di dalam gedung, tidak boleh ada yang membawa telepon atau merekam apapun.
Dengan begitu, mereka bisa dengan leluasa memukuli target tanpa takut perbuatan
mereka akan tersebar ke luar sekolah. Phupa di pukuli di tengah stadion yang
dipenuhi air setinggi mata kaki. Murid-murid yang menikmati permainan ini,
berkumpul di sana dan bersorak menyemangati si pemukul.
Dan yang
menjadi puncaknya adalah saat F4 datang ke stadion untuk melihat permainan.
Mereka berempat adalah idola dan pengendali sekolah.
Kali
ini, Gorya membawa Hana ke sana untuk menunjukkan padanya bagaimana perundungan
yang dijelaskannya benar-benar terjadi.
Alasan
Phupa menjadi target dari permainan ini sangat sederhana. Karena dia, berencana
mengekspos permainan ‘Kartu Merah’ kepada masyarakat. Phupa merasa tindakannya
tidak salah dan sebaliknya tindakan merekalah yang salah! Meskipun Thyme
menghapus semua bukti rekaman yang ada di ponselnya, tidak masalah karena dia
sudah memback-up semua bukti yang ada.
Tapi,
ada satu hal yang dilupakan oleh Phupa : the
power of money. Hanya dalam beberapa detik, semua bukti yang selama ini
dikumpulkan Phupa, terhapus bersih. Thyme sudah memerintahkan orangnya untuk
memperkerjakan seorang IT profesional agar menghapus semua bukti digital yang
dimiliki oleh Phupa.
Bukan
hanya dihajar dan dipermainkan seperti ini, Phupa juga harus menerima
penghinaan dari seisi sekolah. Tidak ada satupun yang mendukungnya. Semua malah
melemparinya dengan kertas dan menyorakinya.
Diantara
para anggota F4, ada satu anggota yang pergi di tengah ‘pertunjukkan’saat Thyme
memukuli Phupa habis-habisan, yaitu : Ren.
“KENAPA?!!”
teriak Phupa, frustasi. “Ada apa dengan kalian semua? Kenapa kalian membiarkan
F4 memaksa kita memainkan ini? Buka mata kalian. Jika kita bekerja sama, kita
bisa hentikan permainan ini.”
Bukannya
mendapatkan dukungan, dia malah mendapatkan cemoohan dan semakin di pukuli oleh
murid lainnya.
“Kamu
tidak lihat? Kamu pikir aku memerintahkan mereka untuk merundungmu? Semua orang
ingin melakukan ini. Lihatlah dunia saat ini. Itu palsu. Mereka yang menonjol akan
dilihat oleh publik. Kesalahan kecil bisa berakibat buruk. Itu sebabnya mereka
ingin dibebaskan. Mereka ingin jalan keluar. Mereka ingin melakukan yang tidak
bisa mereka lakukan seperti semua akun anonim itu. Kami, F4, tidak melakukan
apa pun. Kami hanya membiarkan mereka memiliki
akun anonim di kehidupan nyata,” ujar Thyme, tanpa penyesalan.
Gorya
dan Hana yang melihat semua itu, kelihatan tidak berdaya. Terutama Gorya. Dia
benci dengan permainan ini, tapi, dia juga takut untuk melangkah maju. Dia
benci dengan dirinya sendiri karena menjadi pengecut. Dia kecewa dengan dunia.
Dunia tempat semua orang tertarik oleh cangkang berkilau, mengabaikan masalah
sebenarnya. Apa ini dunia yang baik? Apa ini dunia yang ingin kita tinggali?
Untuk
meluapkan kekesalam dan kemarahan yang ada di dalam dirinya, Gorya pergi ke
atap sekolah untuk berteriak : “Ada apa dengan sekolah ini? Di luar terlihat
bagus, tapi di dalam busuk. Semua masalah disembunyikan. Apa mereka murid
berkualitas? Mereka bodoh. Bedebah! Terutama F4. Mereka pikir mereka sangat
keren. Mereka hanya mahir merundung dan menyakiti orang lain. Mereka hanya
memedulikan citra. Dunia sudah gila!!!!”
Setelah
puas berteriak, Gorya langsung pergi begitu saja. Dia sama sekali tidak sadar
kalau di atap ada orang lain yang sedang tiduran dan mendengarkan semua
teriakannya. Dia adalah Ren.
--
Jam
pulang sekolah,
Gorya
tidak langsung pulang ke rumah tapi pergi ke tempat kerja sambilannya : Taman
Maytee O, toko bunga. Dia bekerja di sana bersama sahabatnya sedari SMP,
Kaning. Dia juga sudah sangat akrab dengan pemilik toko, paman Gawao, sehingga
tanpa canggung lagi, dia menceritakan kekesalannya hari ini. Hari ini, F4
kembali melakukan permainan ‘Kartu Merah’ dan itu membuatnya sangat marah
karena tidak bisa berbuat apapun. Kaning sampai berkomentar kalau sejak Gorya
masuk ke Kocher, Gorya selalu terlihat murung. Masalahnya, Gorya tetap saja
tidak terbiasa dengan permainan ‘kartu merah.’
Paman
Ga yang sudah sering mendengar cerita Gorya mengenai permainan itu, masih sulit
mempercayainya sampai sekarang. Apalagi Gorya bilang kalau permainan itu
dilakukan oleh F4. Dia sudah mencari informasinya di internet dan semua berita
mengenai F4 yang dicarinya selalu adalah hal positif. Dia sampai mengira kalau
dia sudah salah cari informasi orang.
Anggota
F4 yang pertama adalah : Thyme ‘Akira Paramaanantra’ pewaris tampan Grup
Parama, perusahaan real estate nomor satu di Thailand. Putra tunggal Roselyn
Paramaanantra. Dengan gaya kerennya dan banyak uang, para wanita pasti jatuh
cinta kepadanya. Dia pandai dalam olahraga dan sekolah. Dia sempurna.
“Dia
pasti menyuap agar nilainya bagus. Dia menghabiskan hari-harinya dengan
bermain, tidak masuk kelas. Dia mungkin pandai berolahraga. Dia kejam. Aku
ingin tahu bagaimana dia menghabiskan harinya, betapa mabuk kekuasaannya dia
untuk menutupi kesalahannya selama ini,” komentar Gorya, menggebu-gebu dan
penuh emosi.
Komentar
Gorya memang ada benarnya. Karena sedikit saja pelayannya melakukan kesalahan seperti
menjatuhkan baju yang akan dikenakannya, Thyme pasti akan langsung memecatnya.
Anggota
F4 yang kedua adalah : MJ. Methas Jarustiwa dan penampilan pria nakalnya yang
keren. Keluarganya adalah salah satu pemilik terbesar tempat hiburan dan ruang
acara. Kamu bisa bertemu dengannya di tempat mewah terkenal.
“Bukan
hanya tempat mewah. Keluarganya melakukan banyak bisnis mencurigakan. Dia punya
pengawal. Dia mafia,” beritahu Gorya.
Dan
memang benar, MJ agak mencurigakan karena dia mempunyai pengawal. Dan juga, dia
satu-satunya anggota F4 yang naik motor, bukan mobil. Tentu saja, motornya
seharga mobil.
Paman
Ga masih nggak menyerah dan membacakan informasi anggota F4 lainnya yang
mungkin saja benar. Anggota ketiga adalah : Kavin ‘Taemiyaklin Kittiyangkul’. Pewaris
salah satu keluarga tertua di negara ini. Anggota keluarganya adalah pejabat
tinggi pemerintah, berbisnis dalam ekspor barang-barang Thailand. Sepertinya
seleranya bagus. Dia seperti anggota kerajaan.
Kaning
juga setuju dengan paman Ga, soalnya foto-foto Kavin di IG terlihat sangat
berkelas dan keren. Gorya langsung menyuruh mereka untuk tidak tertipu. Kavin
ini benar-benar buaya darat dan sudah terkenal di seluruh sekolah.
Faktanya
memang benar. Kavin bisa menghabiskan satu malah dengan 2 wanita di dalam kamar
yang sama. Dan keduanya sama sekali tidak keberatan. Ckckck.
Anggota
terakhir : Ren ‘Renrawin Aira’ pewaris pusat kesehatan nomor satu di Thailand.
Dia tampak seperti pria tampan, pendiam, dingin, dan misterius. Dia terlihat
paling independen dari semuanya.
Untuk
anggota yang ini, Gorya nggak bisa berkomentar negatif karena Ren memang tampak
agak berbeda dari anggota lainnya. Namun, fakta kalau mereka membentuk grup dan
dia nggak menghentikan perbuatan yang salah, sama saja dia terlibat. F4 mungkin
tampak baik, kaya dan sempurna, tapi mereka adalah sumber perundungan di
sekolah. Bukankah itu lucu? Kamu hanya perlu punya cukup uang untuk menyumbang
ke sekolah dan menjadi berkuasa.
Paman
Ga juga jadi ilfeel sama mereka. Percuma tampan kalau kelakuan kayak gitu. Eh,
btw, F4 itu artinya ‘Flower Four’ karena masing-masing tampan seperti empat
bunga berbeda. Terdengar keren tapi juga norak. Beda tipis.
Daripada
membahas mengenai F4, Kaning lebih ingin tahu apa yang ingin Gorya lakukan?
Paman Ga langsung menegur agar Gorya berhenti berpikir untuk melakukan hal
gila. Dia itu sudah sangat memahami watak Kaning. Saat Kaning atau tokonya
menghadapi masalah, Gorya akan datang dan menyelamatkan mereka, itu keren.
Tapi, untuk kali ini, Gorya jangan sampai melakukan apapun. Soalnya, pengaruh
F4 jauh lebih berbahaya daripada dugaan Gorya. Dia sebagai orang dewasa, bisa
merasakan itu. Makanya, dia ingin Gorya mempercayai dan mendengarkan ucapannya.
“Jika
tidak ada yang bisa membuat perbedaan, orang biasa seperti kita pun tidak bisa.
Percayalah kepadaku,” ujar paman Ga, serius.
“Jika
ini tidak bisa diperbaiki, aku bisa berhenti saja,” putuskan Gorya.
--
Niatnya
begitu, tapi orang tua dan adiknya sangat membanggakan dirinya yang bisa masuk
ke SMA Kocher. Ayahnya sampai mencatat kalau ini sudah hari ke-222 sejak dia
bersekolah di sana. Untuk merayakannya, mereka akan makan besar hari ini.
Sebelum makan, Ibu melihat sepatu sekolah Gorya yang sedang di semir. Dia baru
sadar kalau sepatu Gorya sudah sangat usang dan takut kalau Gorya diejek karena
memakai sepatu itu. Gorya tidak masalah. Dia akan terus memakai sepatu itu
sampai rusak. Toh, mereka bukan keluarga kaya, jadi harus berhemat.
Ayah
nggak suka Gorya rendah diri seperti ini. Siapa bilang mereka bukan keluarga
kaya? Buktinya hari ini dia bisa mentraktir mereka bebek panggang. Woaaah!!
Semua excited karena bebek panggang kan harganya mahal. Eh, ekspetasinya sih
bebek panggang utuh dengan warna golden brown yang menggugah selera. Realtinya,
ayah hanya membeli iga bebek panggang.
Krik.
Krik. Krik. Hening sejenak sebelum mereka memuji ayah.
Gorya
jadi merasa bersalah. Karena demi menyekolahkannya di SMA mahal, keluarga
mereka jadi menderita. Ibu membantah. Mereka tidak menderita, sebaliknya, mereka
bangga. Bangga bisa menyekolahkan Gorya ke sekolah elite seperti itu.
Tetangga-tetangga saja sampai terkejut. Kla Khao, adik Gorya juga bangga. Dia
sadar diri kalau dia bukan siswa yang pintar dan tidak pandai atletik, jadi
mustahil baginya bisa mendapat beasiswa dan bersekolah di SMA Kocher seprti
Gorya. Makanya, hanya Gorya yang bisa dia pamerkan pada teman-temannya.
Ayah
juga menyuruh Gorya untuk tidak khawatir mengenai biaya sekolah, buku dan
seragam. Dia dan Ibu akan berusaha keras untuk menyekolahkannya. Ibu juga
menyemangati Gorya untuk bersemangat bersekolah dan jangan cemaskan pengeluaran
sekolah. Soalnya, berada di sekolah terbaik adalah pintu masuk ke kelas atas
dan investasi demi masa depannya. Mereka semua rela berkorban demi hidup Gorya
yang lebih baik. Yang terpenting, bersekolah di sekolah top memberi kesempatan
bagi Gorya untuk bertemu dan jatuh cinta dengan pria kaya yang tampan.
Gorya
yang awalnya udah terharu, jadi speechless saat mendengar perkataan ibunya.
Daripada membahas itu, lebih baik mereka makan saja.
Yang
menjadi motivasi Gorya untuk bersekolah di SMA Kocher adalah Mira ‘Renita
Asavarattanakul’, seorang public figure yang merupakan alumni dari SMA Kocher.
Mira pernah bilang dalam pidatonya, walaupun SMA Kocher adalah sekolah anak-anak
kaya, tapi mereka jangan khawatir untuk tidak diterima di sekolah ini. Jangan
bergantung pada status apapun, finansial atau sosial. Yang terpenting adalah
kita semua berhak bermimpi. Ini waktu kita. Jika kita percaya diri dan mengejar
impian kita, masa depan cerah menanti.
Pidato
itulah yang terus dijadikan motivasi bagi Gorya untuk bertahan di sekolah
tersebut, meskipun sekolah itu berbeda dari apa yang dibayangkannya dulu. Mira
adalah wanita sempurna di matanya. Namun, masuk ke sekolah yang ternyata
berbeda dari ekspetasinya, sangat mengecewakan. Dia jadi kecewa pada diri
sendiri karena tanpa disadarinya, dia menjadi salah satu dari mereka, tutup
mata atas pembullyan yang terjadi.
Bukan
hanya Gorya yang mengagumi Mira, Hana juga. Mira juga adalah idola Hana yang
membuatnya ingin bersekolah disini. Hana juga bilang sama Gorya kalau dia
sebenarnya agak terkejut dengan pembullyan yang ada disini. Dan dia
berterimakasih pada Gorya karena sudah memperingatkannya, kalau tidak, dia
mungkin sudah membantu target dan mendapat masalah.
Gorya
dan Hana juga bersepakat agar mereka tetap diam dan aman sampai kelulusan. Diam
dan hati-hati demi masa depan yang cerah, seperti kata Mira.
Niatnya
begitu, tapi niat terkadang tidak sejalan dengan takdir. Hana malah tanpa
sengaja menumpahkan makanannya ke sepatu Thyme. Hal yang langsung membuat semua
mata tertuju pada mereka. Hana udah sangat ketakutan, menangis memohon maaf dan
menawarkan untuk membersihkan sepatunya atau membelikannya sepatu baru. Thyme
meremehkan perkataannya. Dia kira ini sepatu apa? Ini sepatu yang dibuat khusus
di Paris. Dia tidak akan bisa menggantinya.
Hana
semakin panik dan terpojok. Dia memohon agar Thyme memaafkannya dan dia
bersedia melakukan apapun. Thyme tersenyum sinis. Apa yang memangnya mau dia
lakukan? Salah seorang penonton langsung nyeletuk nyuruh Hana menjilat sepatu
Thyme untuk membersihkannya. Celetukan yang memberi ide pada Thyme. Dia
menyuruh Hana menjilat sepatunya. Jika dia melakukannya, mungkin dia akan
melakukannya. Semua penonton sontak bertepuk tangan sambil berseru : “Jilat.”
Brakk!!! Gorya yang sudah tidak tahan, akhirnya
menggebrak meja dan berdiri. Dia langsung berdiri di hadapan Thyme dengan
kepala menunduk, “Kurasa itu berlebihan!” teriaknya.
Jawaban
yang membuat semua orang menatapnya tajam.
“Apa
katamu?” intimidasi Thyme.
“Kubilang,
kurasa itu berlebihan!” ulang Gorya, menatap mata Thyme. “Kamu bisa lihat
temanku tidak sengaja. Tidak bisakah kamu memaafkannya? Tolong ampuni dia.”
“Kamu
berani memerintahku?”
“Aku
bukan…,” ucapannbya terhenti saat melihat tatapan tajam Thyme yang
mengintimidasi.
“Tentu
saja. Aku memaafkan temanmu, sesuai perintahmu,” ujar Thyme.
Namun,
ada sesuatu mencurigakan dari sorot matanya.
Dan
benar saja, Gorya mendapatkan kartu merah di lokernya. Berita mengenai kartu
merah yang diterima Gorya, dengan cepat menyebar ke semua murid. Gorya juga
menyesal karena dia akhirnya ikut campur dalam masalah setelah selama
berbulan-bulan menahan diri. Dia hanya ingin hidup tenang hingga kelulusan,
namun, sekarang, dia tidak bisa melakukannya lagi.
Gorya
yang sudah melihat bagaimana pembullyan berlangsung selama ini, mulai
memikirkan cara untuk kabur. Hal pertama yang dilakukannya adalah meminta izin
pada wali kelas untuk ke UKS dengan alasan sakit kepala. Jika di UKS, di sana
ada guru penjaga dan CCTV sehingga tidak bisa ada yang sembarangan masuk.
Tapi,
dia lupa kalau di sekolah itu banyak murid yang nggak punya hati. Para murid
pria tetap saja mengincarnya hingga ke UKS. Mereka menggunakan alasan yang
sama, sakit. Gorya yang menyadari kalau mereka datang untuk membully-nya,
langsung kabur keluar melalui jendela. Karena sedang jam belajar, seluruh
gedung menjadi sepi. Gorya sudah lega, mengira dirinya bisa aman sementara.
Tidak disangka, ada orang-orang yang membolos dari kelas dan sudah menunggunya
muncul. Mereka dengan sengaja menjatuhkan keranjang bola sehingga bola-bola
menggelinding ke arahnya.
Yang
lebih menyakitkan hati Gorya adalah Hana. Hana melihatnya tapi tidak mau
mendekat sama sekali dan malah kabur. Gorya tahu kalau Hana takut akan menjadi
korban juga, sehingga, dia juga tidak bisa menyalahkan pilihannya. Namun, tetap
saja, dia sedih. Seolah belum cukup, geng tiga cewek di kelasnya malah
menyiramnya dengan air kotor sembari menghina statusnya.
Kesal,
Gorya pergi ke atap untuk meluapkan rasa amarahnya seperti biasa. Dan kali ini,
Ren memanggilnya. Lebih tepatnya, menegurnya yang sudah membuat tempat
bersembunyinya yang biasanya tenang menjadi berisik. Gorya udah kaget saat tiba-tiba
Ren memanggilnya, tapi Ren tidak mempunyai niat jahat.
Ren
malah membantunya saat beberapa siswa mengejarnya hingga ke atap. Dia
menyembunyikannya dan berbohong kepada siswa-siswa tersebut kalau Gorya tidak
ada di sini. Setelah siswa-siswa itu pergi, Ren menyarankannya untuk
bersembunyi di sini hingga jam pulang sekolah. Dia tidak akan ketahuan asalkan
tidak berteriak.
Hati
Gorya menjadi luluh dengan bantuannya. Dan semakin berdebar saat menemukan
lukisan Ren. Ren melukisnya yang sedang berteriak. Artinya, Ren selama ini
melihatnya sering ke sana.
Sore
menjelang,
Beberapa
siswa pria masih ada di sekolah untuk mencari Gorya. Hm, mereka lebih seperti
bawahan Thyme. Sebenarnya, mereka sudah mau menyerah mencari Gorya dan
memutuskan pulang, tapi mereka malah mendapat pesan dari Thyme. Sebuah foto
jam. Yang artinya, batas waktu untuk membuat Gorya tidak betah dan berhenti
sudah mau habis.