Sinopsis Lakorn / Thai-Drama : F4 Thailand - Boys Over Flowers Episode 01 part 2

 

Sinopsis Lakorn / Thai-Drama : F4 Thailand - Boys Over Flowers Episode 01 part 2


Gorya selama ini bersembunyi di atap seperti saran Ren. Dan saat hari sudah gelap, dia pun memutuskan untuk turun dan pulang. Keadaan terlihat aman. Namun, saat tanpa sengaja dia menoleh ke atas, terlihat CCTV di ruang loker sudah ditutupi menggunakan kertas merah. Kali ini, perundungan sudah menjadi lebih ekstrem hingga pelaku berani menutupi CCTV.


Dan benar saja, tiga siswa pria yang tadi mendapat pesan Thyme, masih ada di sekolah dan menunggu di dekat ruangan loker. Begitu melihat Gorya, mereka langsung menyeretnya ke gudang. Tiga pria melawan satu wanita. Mereka bukan lagi melakukan perundungan, tapi pelec**an. Mereka mau membuka paksa baju Gorya dan merekamnya. Jelas Gorya ketakutan hingga menangis.


Dan lagi-lagi, Ren muncul dan menolongnya. Dia sangat marah dan menyuruh mereka untuk pergi! Awalnya, mereka mau membantah, tapi karena takut sama tatapan Ren, mereka pun pergi.


Ren memberikan jaketnya pada Gorya. Gorya yang sangat ketakutan dengan peristiwa tadi, tidak bisa menghentikan tangisnya. Ren malah bersikap biasa saja dan menyuruhnya pulang karena dia baik-baik saja.

“Kamu ingin aku pergi sekarang? Permainan ini berakhir saat aku berhenti sekolah. Mereka bilang akan membuatku keluar hari ini. Aku tidak bisa kabur,” ujar Gorya.


Kenapa dia mengatakan itu? karena dia yakin kalau ketiga siswa tadi belum pulang dan masih menunggu di dalam gedung sekolah. Dugaannya benar. Ketiganya belum pulang dan masih ada di dalam gedung. Mereka menungggu hingga Ren pergi atau Gorya sendiri untuk melakukan hal tadi kembali.


“Jika mereka tidak ada, maka tidak apa-apa, bukan?” tanya Ren.




Tidak butuh jawaban dari Gorya, Ren mengeluarkan pemantiknya dan mengarahkannya ke dekat alat pemancar air dilangit-langit atap. Alat itu akan mengeluarkan air secara otomatis di saat api mencapainya.

Alat yang menyala itu, membuat petugas security ke dekat sana untuk memeriksa apakah ada kebakaran. Dan membuat mereka menyadari keberadaan ketiga siswa pria itu dan mereka langsung kabur.


“Kamu aman sekarang, bukan?” tanya Ren, tersenyum.


Senyuman yang membuat hati Gorya menjadi berdebar. Dia melihat sisi lain dari diri Ren yang berbeda dari anggota F4 lainnya. Dan dia menyukainya.


Begitu tiba di rumah, Gorya langsung mengurung diri di kamar. Jelas saja, keluarganya jadi khawatir, apalagi dia pulang dengan keadaan basah kuyup. Padahal, Gorya mau sendirian saja di kamar dan sudah mengunci pintu juga, tapi karena pintunya sudah tua, baru juga di gedor-gedor sama orang tuanya, kuncinya langsung rusak dan pintu terbuka lebar.


Sadar kalau putrinya sedang tidak mood, Ibu menyuruh Ayah dan Kla Khao keluar sementara dia yang bicara dengan Gorya. Gorya tidak berani menceritakan mengenai pembullyan yang diterimanya dan pelec**an yang hampir saja terjadi jika Ren tidak menolongnya. Dia hanya berani meminta agar diizinkan untuk berhenti dari Kocher dan masuk ke SMA biasa saja. Ibu nggak setuju.


“Kamu tidak terdengar seperti putri Ibu. Putri Ibu tangguh. Gorya, selama ini kamu kuat. Kamu tangguh. Masalah atau halangan apapun, besar atau kecil, kau sudah mengatasi semuanya. Masa depan ada di tanganmu. Berjuanglah. Bertahanlah. Kuatkan dirimu. Kamu juga akan melewati yang ini,” semangati Ibu.


Ucapan Ibu berhasil membuat Gorya kembali bersemangat dan tersenyum. Sayangnya, Ibu malah kembali membahas agar dia mencari pria kaya dan tampan. Hal itu membuat Gorya menjadi down dan marah. Dia merasa Ibunya seperti tidak memahaminya dan hanya ingin hidup kaya melaluinya. Ibu panik dan menjelaskan kalau dia hanya bercanda. Tapi, Gorya yang sudah diliputi emosi, tidak mau mendengarkannya. Baginya, ibunya serius karena ibunya sering sekali mengatakan hal itu! Baginya, menjadi orang kaya tidak bisa membeli segalanya.

“Benar, itu tidak bisa membeli segalanya. Tapi itu lebih baik daripada sekarang, percayalah!” balas Ibu, nyolot.


“Jadi, Ibu hanya ingin punya anak kaya, kan?” simpulkan Gorya, kecewa. “Jika kaya berarti berakhir seperti orang-orang itu, lebih baik aku miskin!!” teriaknya dan pergi keluar kamar menuju kamar mandi.


Ayah dan Kla Khao yang sedari tadi ada di depan pintu dan menguping, sangat terkejut mendengarkan amarah Gorya. Ibu juga merasa bersalah karena sudah menyakiti hati Gorya.

--


Di tempat lain, Thyme dan gank nya sedang melakukan pesta kolam di rumahnya. Banyak wanita-wanita cantik yang diundang. MJ dan Kavin terlihat menikmati pesta tersebut. Ditengah pesta, mereka mendapatkan informasi kalau Ren membuat kekacauan dengan membuat alat pemancar air untuk pencegahan kebakaran menyala. Kalau begini, seluruh sekolah pasti kebanjiran dan Ren harus membayar jutaan baht untuk ganti rugi. Bagi keduanya, jutaan baht itu hanyalah nominal kecil dan tidak berarti.


Tiba-tiba saja, terdengar keributan di kolam. Thyme sudah tahu apa yang coba dilakukan anak buahnya pada Gorya dan itu membuatnya sangat marah! Dia memang memerinahkan mereka untuk membuat Gorya berhenti, tapi bukan dengan cara tidak bermoral seperti itu! Thyme mungkin saja akan membunuh mereka jika MJ tidak turun tangan.


Yang membuat Thyme kesal juga karena Ren ikut campur dengan membantu Gorya padahal itu bukan urusannya MJ baru mengerti kalau ternyata itu alasan Ren membuat kekacauan di sekolah, untuk menolong Gorya. Walau begitu, MJ dan Kavin menilai kalau kali ini, Thyme sudah keterlaluan. Selama ini, Thyme tidak pernah memberikan kartu merah pada gadis manapun.


Thyme terlihat merenungi perkataan keduanya. Disaat begitu, pembantunya malah datang memberitahu kalau Ibunya sudah pulang dari Singapura. Kabar itu memnbuat Thyme yang awalnya sudah merasa bersalah atas tindakannya pada Gorya, jadi tidak merasa salah. Dia merasa kalau untuk menghadapi seorang ‘musuh’, tidak ada yang namanya keterlaluan.


MJ sedikit kecewa dengan ujaran Thyme. Dia juga kecewa karena Kavin tidak membantunya. Kavin tidak membantu karena merasa perccuma. Tidak ada yang bisa menghentikan Thyme selama ini. Udah gitu, keluarga Parama kan lebih istimewa daripada keluarga lain.


Gimana nggak istimewa coba. Roselyn, ibu Thyme, saat pulang ke rumah, bukannya memeriksa keadaan anaknya, malah mengundang reporter untuk wawancara. Dia jauh lebih dingin dan kejam daripada Thyme. Tidak ada kata ‘maaf’ dalam kamusnya. Jika ada yang berbuat salah, maka orang itu akan mendapatkan kartu merah. Roselyn juga tidak peduli dengan apapun yang Thyme lakukan, asalkan jangan sampai merusak nama Parama. Jika dia tidak bisa mengatur sekolah, maka dia tidak akan bisa mengendalikan apapun saat dewasa.


Rasa disepelekan yang seperti itulah yang membuat Thyme menjadi penuh emosi. Dia memang berada di puncak dan punya segalnya, tapi tekanan yang  di dapatkannya juga melebih orang lain pada umumnya. Walau begitu, itu tidak bisa menjadi alasan baginya untuk ugal-ugalan di jalan dan memukuli orang tua yang menegur tindakannya.


“Itulah hidup, makin bergengsi tindakanmu, makin kamu dituntut sempurna. Saat kamu sempurna, kamu merasa sesak. Seiring berjalannya waktu, orang itu akan semakin menyimpang. Bukankah itu menyedihkan? Saat kamu duduk di atas, tidak ada orang dari kelas bawah yang bisa mengubahmu,” ujar Kavin pada para wanita-wanita disekelilingnya. Dia membicarkaan dirinya dan teman-temannya, namun, menutupinya seolah itu hanya kata-kata manis untuk membuat terlena.



Dan seperti yang dikatakan Kavin, saat Thyme melakukan kesalahan sebesar itu, kepala pelayan rumahnya selalu ada untuk menyelesaikan semua masalah yang dilakukannya. Mereka mengikuti Thyme seolah bisa tahu apa yang bisa saja dilakukan Thyme dan begitu Thyme memukuli orang tua itu, mereka langsung turun tangan untuk menghilangkan bukti rekaman yang ada di mobil kamera dashboard Thyme dan orang tua tersebut.

--



Gorya bersembunyi di kamar mandi sambil melihat foto-foto lama di IG-nya. Dia baru keluar dari sana saat baterai ponselnya habis. Dan jadilah dia menangkap basah Ayah dan Kla Khao yang sibuk membungkus kotak hadiah untuknya. Karena sudah ketangkap basah, Ayah langsung saja memberikan hadiah itu tanpa dibungkus lagi. Isi kotak hadiah itu adalah sepasang sepatu sekolah. Ayah memberitahu kalau hadiah itu dibelikan oleh Ibu menggunakan seluruh uang tambungannya. Gorya jadi merasa bersalah sudah marah sama Ibunya tadi.


“Dengarkan ayah, Gorya. Dia sudah tahu kamu tidak nyaman di sekolah baru. Tapi kamu tahu, ibumu percaya pada horoskop. Dia bilang kamu mendapat masalah karena memakai sepatu usang. Sepatu buruk membawamu ke tempat buruk. Lucunya, ibumu mengeluh kepada Ayah, kami hampir tidak mampu membeli sepasang sepatu bagus. Bagaimana orang seperti kita bisa pergi ke tempat bagus? Di negara ini saat ini, status keuangan adalah segalanya. Tapi kurasa kita tidak perlu kaya. Jika kita bisa sedikit lebih baik dan kamu bahagia, itu akan cukup. Bertahanlah sebentar lagi. Ayah dan ibumu hanya bisa memberimu sebanyak ini sekarang. Tapi ayah yakin masalah sekolah ini membuatmu kesulitan. Sepatu ini akan membawamu ke tempat bagus yang tersembunyi sampai kamu menemukannya. Tetap tenang dan berjalan?”


Saat ayahnya mengatakan itu, Gorya jadi teringat kalau sepatunya sudah membawanya ke atap dan bertemu Ren. Hal indah yang ditemuinya di Kocher. “Aku akan terus berjalan,” ujar Gorya, bersemangat.


Semua langsung bersorak, termasuk ibu yang menguping dari luar. Gorya yang sudah tidak marah lagi, menarik ibunya untuk masuk ke dalam kamar dan bergabung dengan mereka. Kla Khao dengan kreatifnya, menggambar rumput liar di sepatu Gorya agar sepatunnya tidak hilang. Gambar rumput liarnya, jika di lihat dari atas, lebih mirip seperti bintang jatuh. Dan untuk merayakan sepatu baru itu juga, mereka berswa foto.


Meski bersekolah di sini membuat hidupku rumit dan sulit, dukungan keluargaku akan menjagaku dan membantuku melalui sekolah ini sebagai anak biasa sampai aku lulus.




Keesokan harinya,

Gorya pergi ke sekolah dengan sepatu barunya. Dia mengira kalau hari ini, dia sudah bisa lepas dari permainan ‘kartu merah’, sayangnya, tidak. Mereka sudah menunggu hingga Gorya lengah untuk mencuri sebelah sepatunya dan menggiringnya ke belakang sekolah. Semua mempermainkan sepatunya dengan melemparnya ke sana kemari, menendang dan menjatuhkannya ke genangan air hingga mereka mencapai stadiun lama.


Aksi tersebut baru berhenti saat sepatu mendarat di kaki Thyme yang sudah menunggu. Anehnya, Thyme malah memarahi semuanya dan menyuruh mereka berhenti. Dengan baiknya juga, dia mengambilkan sepatu itu dan memberikannya pada Gorya.



Gorya sudah hendak mengambil sepatunya kembali dari tangan Thyme, tapi, dia dipermalukan. Sepatu baru yang dibelikan ibunya dengan susah, dikatakan sebagai sampah. Tidak hanya dikatakan sampah, Thyme juga merobeknya dengan cutter dan melemparnya ke dalam tong sampah di dekat sana. Gorya sangat marah dan sedih hingga tidak bisa membendung air matanya.



Dalam kemarahannya, dia memungut sepatu tersebut dari tong dan mengenakannya kembali meskipun sepatu itu sudah tidak dalam kondisi layak. Semua yang menyaksikan hal itu, menunjukkan sikap jijik. Thyme juga masih saja mengejeknya karena mengenakan sampah.


Bruk!!! Tiba-tiba, Gorya berbalik dan langsung menendang perut Thyme dengan kaki yang mengenakan sepatu yang dikoyaknya tadi hingga dia terjatuh kebelakang!


“Kamu ingin melihatku menyerah, bukan? Cukup. Mulai sekarang, aku akan melawan apa pun yang kamu lakukan. Aku tidak akan menyerah, tidak kepadamu!” teriak Gorya.



Hal yang cukup mencengangkan bagi anggota F4 lainnya.


 

1 Comments

Previous Post Next Post