Sinopsis Lakorn / Thai-Drama : F4 Thailand - Boys Over Flowers Episode 11 part 1

 

Sinopsis Lakorn / Thai-Drama : F4 Thailand - Boys Over Flowers Episode 11 part 1


Screwdiver : Ikan telah memakan umpannya

Saat Gorya sadar, dia udah dalam keadaan terikat di gudang kosong. Di sebelahnya ada sebuah papan tulis yang dipenuhi banyak tempelan kertas dan foto-foto orang dengan tulisan “Accept” dan “Decline.” Di sana juga ada meja tulis yang juga di penuhi tumpukan kertas, sebuah laptop, dan perangkat komputer. Dan dihadapannya, ada siswa-siswa pria yang melihatnya dengan pandangan sengit. Ketika dia masih bingung dengan situasinya, dari belakang, muncul orang yang sangat dikenalinya tapi dengan penampilan yang sangat berbeda. Dia adalah Talay. Tanpa ditanya, Talay memberitahu tujuannya melakukan semua ini, mulai dari memberi kartu merah palsu dan menculik Gorya, adalah agar Thyme tahu bagaimana rasanya saat orang yang berharga baginya di pukuli. Namun, terjadi sesuatu diluar rencana, yaitu kemunculan Ren, makanya mereka menculik Gorya. Dia juga meminta maaf karna sudah membohongi Gorya selama ini, tapi jangan khawatir karena semua ini akan segera berakhir.


= Episode 11 =

The Atonement (Penebusan Dosa)



Setelah mendapatkan pesan ancaman tersebut, Thyme langsung mengebut menuju lokasi yang dikirimkan. Dalam perjalanan, dia mendapat telepon dari Kavin. Kavin sudah sedari tadi mencoba meneleponnya dan akhirnya tersambung juga. Dia ingin memberitahu kalau Gorya dalam masalah dan mereka sekarang baru saja menemukan Ren yang pingsan di parkiran sekolah setelah diserang seseorang. Thyme sudah tahu mengenai penculikan Gorya dan sekarang sedang dalam perjalanan menemui Talay. Kavin baru tahu Thyme mau menemui Talay, menyuruhnya untuk menghentikan niat itu. Dia juga pasti tahu kan kalau itu jebakan?


Thyme tahu itu. Walau begitu, dia nggak mungkin meninggalkan Gorya. Kavin hanya bisa menghela nafas karena mau apapun yang dia katakan, Thyme pasti tidak akan mengubah niatnya. Jadi, dia memberikan ponselnya pada MJ, biar MJ yang bicara dengan Thyme, memberitahu apa yang harus diwaspadainya dari Talay. Dari informasi yang sudah dia kumpulkan, orang-orang yang bekerja dengan Talay adalah mereka yang termasuk dalam grup anti-F4, yang pernah menerima kartu merah. Sementara Talay, tidak ada informasi pasti mengenainya tapi dia yakin Talay adalah dalangnya. Yang bisa dia temukan mengenai Talay, dia sepertinya ada semacam hubungan dengan Phupha. Apa dia masih ingat dengan Phupha?


Phupha adalah orang yang mendapat kartu merah sebelum Gorya. Dan inilah yang sedang dijelaskan sama Talay, mengenai alasannya mengincar F4. Phupha menjadi target F4 waktu itu karena dia mencoba membongkar kartu merah kepada pihak luar dan akhirnya dia menjadi target. Makanya, dia melakukan semua ini, balas dendam.



Terus apa hubungan Phupha dengan Talay? Itu juga yang ditanyakan oleh Gorya. Phupha bukan kakak Talay, juga bukan kerabat. Mereka tidak punya hubungan darah apapun. Bagi Talay, mungkin Phupha hanyalah orang bodoh.

Talay hanyalah anak yatim piatu yang hidup di jalanan. Setiap hari, dia harus mendapat pukulan dari preman-preman lain yang ingin merampas uang hasil kerja kerasnya. Hingga di satu titik, dia sudah tidak tahan lagi dan hendak menusuk mereka dengan obeng yang selalu dibawanya. Dan sebelum dia berhasil melakukan niatnya, Phupha mendadak muncul dan mencegahnya melakukan itu agar dia nggak menjadi kriminal. Demi menolong Talay, Phupha sampai rela dirinya dipukuli. Eit, tapi Phupha bukannya menolong tanpa persiapan. Sebelum memutuskan menolong Talay, dia sudah menghubungi polisi terlebih dahulu dan untungnya polisi tiba ketika dia sedang dipukuli preman-preman tersebut. Talay sampai tercengang, karena nggak menyangka kalau Phupha sudah menghubungi polisi sebelumnya. Dia juga merasa bersalah karena demi mencegahnya melakukan kejahatan, tangan Phupha sampai tergores obeng.


Setelah hal itu, Phupha tidak menjauhinya sama sekali, tapi malah menawarkan pertemanan. Padahal, status sosial mereka sangatlah berbeda jauh. Phupha adalah putra pemilik pabrik baja di area tersebut. Dan sejak pertemuan itu, mereka menjadi teman baik. Keluarga Phupha juga sangat baik mau menerimanya. Phupa sering membawa Talay ke pabrik ayahnya dan mengajarinya berbagai hal, mencarikannya pekerjaan serabutan untuk menghasilkan uang dan banyak hal lainnya. Dia mengurus Talay seperti adiknya sendiri.




Phupha masih sama seperti saat dia masih kecil dulu, baik dan mempunyai jiwa keadilan yang tinggi. Hal itu membuatnya sering membuat keputusan bodoh, begitu pendapat Talay. Walau begitu, jauh di lubuk hatinya, dia menghormati Phupha. Dan dia yakin, orang seperti Phupha akan memiliki masa depan yang cerah. Lucunya, semua itu berubah karena Phupha masih ke SMA Kocher. Phupha berakhir di rumah sakit setelah menerima kartu merah. Seperti yang kita tahu, di negara ini, jika kamu cukup berpengaruh, kamu bisa menghancurkan hidup seseorang begitu saja. Dan orang yang melakukan itu ke Phupha adalah F4.


Dan ternyata, dari ceritanya, kita tahu kalau Talay bukanlah murid SMA Kocher. Dia masuk dengan meretas basis data sekolah dan berpura-pura menjadi murid. Hal itu bisa dilakukannya karena dia sudah menyiapkan semuanya dengan baik dan di dorong oleh dendam. Kebetulan sekali, dia sangat mahir dalam hal teknologi.




Kemampuan Talay dalam IT memang sudah terbukti dan diketahui sama Phupha. Makanya, setiap ada masalah pada komputer di pabrik ayahnya, dia selalu minta bantuan Talay untuk memperbaikinya. Namun, para pekerja tidak jujur di pabrik ayahnya jadi memikirkan rencana jahat. Mereka yang tahu kemampuan Talay, memaksa dan mengancam Talay untuk mencuri data perusahaan bagi mereka jika tidak mau kehilangan nyawanya. Talay yang merasa tidak berdaya, melakukan perintah mereka tapi sembari merekam diam-diam semua ancaman dan niat jahat mereka kemudian mengirimkannya pada Phupha. Sayang sekali, dia malah ketangkap basah.



Namun, usahanya tidak sia-sia. Phupha melihat pesannya dan langsung datang ke pabrik untuk menangkap basah semua perbuatan mereka. Dia juga merekam semuanya dengan ponsel. Sebelum datang, dia udah menghubungi polisi terlebih dahulu, jadi semua penjahat itu gagal melarikan diri dan menghilangkan bukti. Marah karena semua rencana jahat mereka gagal, penjahat itu memutuskan untuk menusuk Phupa, yang malah diselamatkan sama Talay. Phupha jelas panik melihat luka tusukan Talay dan nggak bisa berpikir jernih. Dia hanya kepikiran menghentikan pendarahan Talay dengan selotip.



Setelah kejadian tersebut, ayah Phupha jadi merasa semakin berterimakasih sama Talay. Dan setelah berdiskusi denga Phupha, dia memutuskan untuk menyekolahkan Talay di Kocher semester depan supaya kemampuan IT-nya tidak sia-sia. Talay awalnya merasa tidak enak menerima hadiah tersebut karena merasa tidak pantas, toh dia awalnya juga membantu para penjahat tersebut kan? Phupha nggak setuju dengan Talay karena dia yakin Talay pasti melakukannya dengan terpaksa dibawah ancaman, dan pada akhirnya, dia tetap mengirim pesan itu kan makanya mereka berhasil menangkap para penjahat. Dia bangga mempunyai Talay sebagai saudara. Ah ya, untuk kenang-kenangan dari kejadian ini, dia meminta Talay memberikan tanda tangan di case handphone-nya.


“Sebenarnya, aku bangga menjadi adikmu,” ujar Talay, saat itu.




Dan itulah kenangan terakhir menyenangkan mereka. Setelahnya, dia harus melihat Phupha terbaring tidak sadarkan diri di ranjang rumah sakit, sebelum dia sempat masuk ke SMA Kocher.  Pihak sekolah bilang kalau Phupha terlibat perkelahian di stadion bekas SMA Kocher. Dari laporan yang diterima, perkelahiannya tidak begitu parah, tapi sepertinya ada kecelakaan. Orang yang menemukannya bilang Phupha tenggelam di kolam. Mungkin itu sebabnya Phupha dalam kondisi serius. Saat ditemukan Phupha menggenggam case handphone yang ada tandatangan Talay. Pihak sekolah hanya bisa mengucapkan permintaan maaf tapi tidak bisa melakukan apapun karena ini adalah perkelahian dan tidak ada CCTV.





Tapi, sebagai seorang ayah, ayah Phupha tidak bisa menerima penjelasan dari pihak sekolah yang tidak bertanggung jawab. Dia berusaha mencari pengacara yang mau menangani kasus ini, tapi tidak ada satupun yang bersedia. Ayah Phupha juga menghabiskan setiap sen untuk perawatan Phupha. Pada akhirnya, ayah Phupha berhutang dan harus menutup pabrik. Semua tahu itu adalah perbuatan F4, tapi tidak peduli seberapa mereka yakin hal itu, tidak ada bukti. Makanya, dia meretas data sekolah, menyamarkan identitasnya menggunakan identitas Phupa dan mengenakan seragam Phupha untuk masuk ke SMA Kocher. Sayangnya, dia terlambat. Saat dia menyusup, stadion lama Kocher sudah di segel, semua file yang berhubungan di hapus dan kartu merah tidak diberikan lagi. Tapi, meski tidak ada bukti, bukan berarti tidak ada yang membenci F4. Dia mengumpulkan di sudut meja, terdapat ucapan kebencian terhadap F4. Akhirnya, menggunakan kemampuannya sebagai hacker, dia membuat ID Screwdriver dan sedikit demi sedikit mulai mengumpulkan orang yang membenci F4. Hal itu tidak mudah, karena tidak semua yang membenci F4 mau bergabung dengannya. Namun, tidak masalah, dengan orang yang terkumpul, mereka mulai menyusun rencana untuk menghukum F4 atas semua perbuatan mereka.


Disaat semua rencana sudah selesai, dia baru menyadari kalau Gorya yang dulu menentang F4 malah memaafkan semua perbuatan mereka dan berteman dengan mereka. Talay sadar hal itu saat mengantar Gorya pulang saat itu dan melihat Thyme ada di rumahnya. Dia benci hal itu. Harusnya Gorya tahu betapa jahatnya F4. Tapi, tidak masalah. Sekarang belum terlambat jika dia mau ke pihak mereka.


Percuma! Mau seperti apapun dia membujuk Gorya, Gorya tidak akan bergabung dengannya. Dia memahami Talay, tapi bukan ini cara yang benar untuk balas dendam. Dia nggak akan memaafkan Talay. Ucapannya itu membuat emosi Talay memuncak. Gorya nggak mau memaafkan caranya? Tapi cara lain apa yang dimilikinya? F4 itu jahat dan tidak mungkin mereka bisa berubah.

“Kamu bilang mereka tidak bisa berubah. Tapi apakah itu benar, Talay?” 


Talay terdiam. Teringat saat dia memprovokasi Thyme di parkiran waktu itu. Dia melakukannya agar Thyme memukulnya, tapi tidak peduli seberapa keras provokasinya, Thyme tetap menahan diri untuk memukulnya. Pas saat itu, dia mendengar suara Gorya mendekat, makanya dia langsung menjatuhkan diri ke tanah dan berakting seolah Thyme memukulinya. Dan lagi-lagi, Gorya salah paham pada Thyme saat itu.


Dan itu yang sangat di sesali sama Gorya saat ini. Dia selalu saja meragukan Thyme. Harusnya dia tahu kalau Thyme tidak akan pernah mengembalikan Thyme. Dan Talay, demi balas dendamnya, tega menjebak Thyme dan membuat Thyme tampak buruk untuk membenarkan tindakannya. Dia tidak akan pernah bisa memaafkan perbuatannya (hm, sama seperti Talay yang sulit memaafkan perbuatan Thyme pada Phupha).  


Itu yang dirasakan oleh Talay juga! Dia mau F4 membayar perbuatan mereka. Gorya malah berteriak, “Mereka harus membayar kalian, para hakim jalanan? Kamu yakin? Aku tidak tahu harus bagaimana, tapi bukan ini, Talay. Percayalah. Belum terlambat untuk berubah pikiran. Jika kita bertukar pikiran, kita mungkin akan menemukan solusi untuk ini. Jangan perbaiki masalahmu seperti ini.”



Semakin banyak Gorya bicara, semakin dia memancing emosi Talay. Pas saat itu, inti dari semua permasalahan, tiba. Thyme datang untuk menyelamatkan Gorya. Thyme menanyakan apa yang diinginkan oleh Talay. Talay ingin Thyme mengakui kalau dia adalah orang yang menyebabkan luka mereka semua. Dia mau Thyme mengakui kalau dia yang bertanggung jawab atas permainan kartu merah. Kartu yang mengizinkan semua orang di sekolah untuk menyakiti korban. Dan dia menggunakan kekayaan dan pengaruh keluarganya untuk menutupi semuanya agar tidak ada yang bertanggung jawab. Bahwa dialah yang membiarkan para murid saling menyakiti.


“Ya, itu aku. Kartu merah. Perundungan. Itu semua berasal dariku,” akui Thyme.



Setelah dia mengaku, Talay tetap tidak membiarkannya begitu saja. Satu persatu siswa yang ada di sana, bergantian untuk memukuli Thyme. Gorya yang melihat itu, hanya bisa teriak-teriak menyuruh mereka untuk berhenti. Bukannya berhenti, Talay malah semakin menikmatinya. Gorya terus membujuknya agar berhenti karna dia yakin kalau Talay bukanlah orang jahat. Dan sempat-sempatnya dia bilang kalau Talay begini, Phupha tidak akan menyanyanginya. Dari cerita Talay, dia bisa merasakan kalau Phupha mempercayai Talay karena dia tahu bahwa di lubuk hatinya, Talay orang baik. Dan itu juga yang dirasakannya mengenai Talay. Talay adalah orang baik hati.


Eh, Talay udah mau berhenti kan. Malah ada seorang siswa yang menendang kursi Gorya hingga jatuh karena menurutnya Gorya menyebalkan. Dan benar saja, Talay langsung memukul siswa itu karena melakukan hal yang tidak dia suruh. Saking marahnya, dia menendang siswa tersebut. Dia seolah ingin menunjukkan pada Gorya, kalau dia bukanlah orang baik. Dia tidak sebaik apa yang Gorya pikirkan.



Untuk membuktikannya, dia menghajar Thyme habis-habisan. Dia ingin Thyme membalasnya, tapi Thyme tetap diam menerima semua pukulan tersebut. Gorya sampai berteriak karena Thyme tidak kunjung membalas. Jawaban Thyme sederhana. Jika dia membalas, maka dia kalah. Makin emosilah Talay. Yang berada dipihaknya dan menyaksikan saja sampai ketakutan kalau Talay akan membunuh Thyme. Sayangnya, Talay udah gelap mata. Dia malah mengambil kursi dan hendak menggunakannya untuk menghajar Thyme.



Bruk!!! Kursi dilemparkan dengan kuat dan mengenai Gorya yang berhasil lepas dari ikatannya dan langsung berlari untuk melindungi Thyme. Moment itu langsung mengingatkan Talay ke saat-saat Phupa mencegahnya untuk membunuh preman-preman yang menyakitinya, dulu. Melihat punggung Gorya yang terkena kursinya, kesadaran Talay langsung kembali. Dia sangat kaget dengan apa yang sudah dilakukannya.


“Kamu bisa berhenti sekarang,” ujar Gorya dan pingsan.

Semuanya berakhir dengan Gorya yang pingsan, Thyme yang terluka parah dan teriakan frustasi dan tangisan Talay.


1 Comments

Previous Post Next Post